Gouth arthritis
Gout adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan
penyakit yang berkaitan dengan hiperurisemia. Hiperurisemia dapat
terjadi karena peningkatan sintesis prekursor purin asam urat atau
penurunan eliminasi/pengeluaran asam urat oleh ginjal, atau keduanya.
Gout merupakan diagnosis klinis sedangkan hiperurisemia adalah kondisi
biokimia. Gout ditandai dengan episode arthritis akut yang berulang,
disebabkan oleh timbunan monosodium urat pada persendian dan
kartilago, dan pembentukan batu asam urat pada ginjal (nefrolitiasis).
Hiperurisemia yang berlangsung dalam periode lama merupakan kondisi
yang diperlukan tetapi tidak cukup untuk menyebabkan terjadinya gout
PENGOBATAN
Istirahat dan terapi cepat dengan pemberian NSAID, misalnya
indometasin 200 mg/hari atau diklofenak 150 mg/hari,
merupakan terapi lini pertama dalam menangani serangan akut
gout, asalkan tidak ada kontraindikasi terhadap NSAID. Aspirin
harus dihindari karena ekskresi aspirin berkompetisi dengan
asam urat dan dapat memperparah serangan akut gout. Sebagai
alternatif, merupakan terapi lini kedua, adalah kolkisin
(colchicine). Keputusan memilih NSAID atau kolkisin tergantung
pada keadaan pasien, misalnya adanya penyakit penyerta lain/ko
morbid, obat lain yang juga diberikan pada pasien pada saat yang
sama, dan fungsi ginjal. Obat yang menurunkan kadar asam urat
serum (allopurinol dan obat urikosurik seperti probenesid dan
sulfinpirazon) tidak boleh digunakan pada serangan akut.
COX-2 INHIBITOR
Colchicine merupakan terapi spesifik dan efektif untuk serangan gout
akut. Namun, dibanding NSAID kurang populer karena mula kerjanya
(onset) lebih lambat dan efek samping lebih sering dijumpai.
ORAL : Agar efektif, kolkisin oral harus diberikan sesegera mungkin
pada saat gejala timbul karena pada perkembangan gejala berikutnya
colchicine kurang efektif. Biasanya, dosis awal 1 mg yang kemudian
diikuti dengan 0.5 mg setiap 2 3 jam selama serangan akut sampai nyeri
sendi mereda, pasien mengalami efek samping gastrointestinal atau jika
dosis maksimum 6 mg telah diberikan.
INTRAVENA: Colchicine intravena tidak lagi dilisensikan karena sangat
toksik. Tapi laporan terakhir menyatakan bahwa toksisitas disebabkan
karena penggunaan yang tidak tepat dan biasanya karena kesalahan dosis.
COLCHICINE
Efek samping
Efek samping colchicine per oral adalah mual dan
muntah, diare dan nyeri abdomen yang terjadi pada 80%
pasien. Komplikasi utama terapi ini adalah dehidrasi.
Efek samping lain adalah kejang, depresi nafas, hepatik
dan nekrosis otot, kerusakan ginjal, demam,
granulositopenia, anemia aplastik, koagulasi
intravaskuler yang menyebar dan alopesia
CONT. . .
Strategi alternatif selain NSAID dan kolkisin adalah pemberian steroid
intraartikular. Cara ini dapat meredakan serangan dengan cepat ketika
hanya 1 atau 2 sendi yang terkena. Namun, harus dipertimbangkan dengan
cermat diferensial diagnosis antara arthritis sepsis dan gout akut karena
pemberian steroid intra artikular akan memperburuk infeksi. Pasien
dengan respon suboptimal terhadap NSAID mungkin akan mendapat
manfaat dengan pemberian steroid intra artikular .
Steroid sistemik juga dapat digunakan untuk gout akut. Pada beberapa
pasien, misalnya yang mengalami serangan yang berata atau poliartikular
atau pasien dengan penyakit ginjal atau gagal jantung yang tidak dapat
menggunakan NSAID dan kolkisin, dapat diberi prednisolon awal 20 40
mg/hari. Obat ini memerlukan 12 jam untuk dapat bekerja dan durasi
terapi yang dianjurkan adalah 1 3 minggu. Alternatif lain, metilprednisolon
intravena 50150 mg/hari atau triamsinolon intramuskular 40 100 mg/hari
dan diturunkan (tapering) dalam 5 hari
STEROID
Terjadi dalam beberapa tahun pasca serangan pertama
Disebabkan hiperurisemia yang tidak terkontrol pasca
serangan & tidak mendapat pengobatan adekuat
endapan kristal bertambah artritis kronis
Sendi bengkak, kaku, tidak nyaman persisten
Intensitas nyeri lebih kurang daripada serangan awal
Kadang-kadang diselingi serangan akut
Perubahan bentuk sendi
Timbul benjolan berisi endapan asam urat pada jaringat ikat
(TOPHI)
ALL0PURINOL
Kebanyakan pasien dengan hiperurisemia yang sedikit
mengekskresikan asam urat dapat diterapi dengan obat
urikosurik. Urikoirik seperti probenesid (500 mg 1g 2kali/hari)
dan sulfinpirazon (100 mg 34 kali/hari) merupakann
alternative allopurinol, terutama untuk pasien yang tidak tahan
terhadapa allopurinol. Urikosurik harus dihindari pada pasien
dengan nefropati urat dan yang memproduksi asam urat
berlebihan. Obat ini tidak efektif pada pasien dengan fungsi
ginjal yang buruk (klirens kreatinin <2030 mL/menit). Sekitar
5% pasien yang menggunakan probenesid jangka lama
mengalami munal, nyeri ulu hati, kembung atau konstipasi
0BAT URIKOSURIK
Obat lain urikosurik :
Benzbromarone adalah obat urikosurik yang digunakan
dengan dosis 100 mg/hari untuk pasien dengan penurunan
fungsi ginjal moderat yang tidak dapat menggunakan
urikourik lain atau allopurinol karena hipersensitif.
Penggunaannya harus dimonitor ketat karena dikaitkan dengan
kejadian hepatotoksik berat
Febuxostat Obat ini sedang dalam tahap pengembangan
clinical trial fase III. Studi awal menunjukkan bahwa
febuxostat ditoleransi baik oleh pasien gout samapi 4 minggu.
Febuxostat adalah nonpurin xantin oxidase inhibitor yang
dikembangakn untuk mengatasi hiperurisemia pada gout
CONT. . .
Terapi nonobat merupakan strategi esensial dalam
penanganan gout. Gout adalah gangguan metabolik, yang
dipengaruhi oleh diet, asupan alkohol, hiperlipidemia dan
berat badan. Intervensi seperti istirahat yang cukup,
penggunaan kompres dingin, modifikasi diet, mengurangi
asupan alkohol dan menurunkan berat badan pada pasien
yang kelebihan berat badan terbukti efektif
Terapi non-
farmakologi
Pola Diet
Golongan A ( 150 - 1000 mg purin/ 100g ) :
Hati, ginjal, otak, jantung, paru, lain-lain jerohan, udang, remis, kerang, sardin, herring,
ekstrak daging, ragi (tape), alkohol, makanan dalam kaleng
Patofisiologi
Osteoarthritis menyebabkan tulang rawan mengalami
kerusakan secara perlahan-lahan. Tulang rawan adalah
jaringan ikat padat yang kenyal dan elastis. Jaringan ini
menyelubungi ujung tulang pada persendian untuk
melindunginya dari gesekan.Penyebab kerusakan tulang
rawan tersebut belum diketahui secara pasti.
Beberapa faktor yang diduga bisa memicu kondisi itu, yaitu:
Usia. Risiko osteoarthritis akan meningkat seiring bertambahnya
usia seseorang, khususnya bagi mereka yang berusia di atas 45
tahun.
Jenis kelamin. Wanita lebih sering mengalami osteoarthritis
dibandingkan pria.
Cedera pada sendi. Sendi yang mengalami cedera atau pernah
menjalani operasi memiliki kemungkinan osteoarthritis yang lebih
tinggi.
Obesitas. Berat badan yang berlebihan menambah beban pada
sendi sehingga risiko osteoarthritis menjadi lebih tinggi.
Faktor keturunan. Risiko osteoarthritis diduga bisa diturunkan
secara genetika.
Mengidap kondisi arthritis lain, misalnya penyakit asam urat
atau rheumatoid arthritis.
Pendekatan terapi awal
Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat
diberikan salah satu obat berikut ini, bila tidak terdapat
kontraindikasi pemberian
obat tersebut: Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS). (Level of
Evidence: II)
Terapi Farmakologi
Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang
memiliki risiko pada sistim pencernaan (usia >60 tahun, disertai
penyakit komorbid dengan polifarmaka, riwayat ulkus peptikum,
riwayat perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi obat
kortikosteroid dan atau antikoagulan), dapat diberikan salah satu
obat berikut ini:
Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari).
Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal
Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan
pemberian obat pelindung gaster (gastro- protective agent).
Cyclooxygenase-2 inhibitor. (Level of Evidence: II)
Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) harus dimulai
dengan dosis analgesik rendah dan dapat dinaikkan hingga dosis
maksimal hanya bila dengan dosis rendah respon kurang efektif.
Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan
sendi, aspirasi dan tindakan injeksi glukokortikoid intraartikular
(misalnya triamsinolone hexatonide 40 mg) untuk penanganan
nyeri jangka pendek (satu sampai tiga minggu) dapat diberikan,
selain pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid per oral
(OAINS). (Level of evidence: II)
Bila dengan terapi awal tidak memberikan respon yang adekuat:
Untuk penderita dengan keluhan nyeri sedang hingga berat,
dan memiliki kontraindikasi pemberian COX-2 inhibitor spesifik
dan OAINS, dapat diberikan Tramadol (200-300 mg dalam dosis
terbagi). Manfaatnya dalam pengendalian nyeri OA dengan
gejala klinis sedang hingga berat dibatasi adanya efek samping
yang harus diwaspadai, seperti: mual (30%), konstipasi (23%),
pusing/dizziness (20%), somnolen (18%), dan muntah (13%).
Terapi intraartikular seperti pemberian hyaluronan
(Level of Evidence: I dan II) atau kortikosteroid jangka
pendek (satu hingga tiga minggu) pada OA lutut. (Level of
Evidence: II)
Kombinasi :
Metaanalisis membuktikan:
Manfaat kombinasi paracetamol-kodein meningkatkan
efektifitas analgesik hingga 5% dibandingkan paracetamol
saja, namun efek sampingnya lebih sering terjadi: lebih
berdasarkan pengalaman klinis. Bukti-bukti penelitian
klinis menunjukkan kombinasi ini efektif untuk non-cancer
related pain.
1. Kortikosteroid (triamsinolone hexacetonide dan methyl
prednisolone)
Dapat diberikan pada OA lutut, jika mengenai satu atau dua
sendi dengan keluhan nyeri sedang hingga berat yang kurang
responsif terhadap pemberian OAINS, atau tidak dapat
mentolerir OAINS atau terdapat penyakit komorbid yang
merupakan kontra indikasi terhadap pemberian OAINS.
Diberikan juga pada OA lutut dengan efusi sendi atau secara
pemeriksaan fisik terdapat tanda-tanda inflamasi lainnya. Dosis
untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan
untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
Injeksi intraartikular/intra
lesi
2. Viskosuplemen: Hyaluronan
Terdapat dua jenis hyaluronan di Indonesia: high molecular
weight dan low molecular weight atau tipe campuran. diberikan
berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu @ 2
sampai 2,5 ml Hyaluronan untuk jenis low molecular weight, 1
kali untuk jenis high molecular weight, dan 2 kali pemberian
dengan interval 1 minggu untuk jenis tipe campuran.
1. Asetaminofen
mekanisme kerja menghambat sintesis prostaglandin di CNS.
T1/2= 1,25-3 jam; onset= 1 jam; Vd= 1 L/kg; ikatan protein
plasma 10-25%
2. Aspirin
Aspirin dengan mekanisme kerja menghambat sintesis
prostaglandin, Vd= 170 mL/kg; ikatan protein 100-400mcg/mL,
70-85%, t1/2= 15-30 jam.
3. Indometasin
Mekanisme kerja terkait dengan penghambatan COX enzim,
yang menyebabkan penghambatan sintesis prostaglandin dari
asam arakidonat. Hal ini dimetabolisme di hati. Mengalami daur
ulang enterohepatic. Indometasin ditentukan dalam plasma
karena bahan tidak berubah dan metabolit terikat dezmetilnogo,
desbenzoilnogo, desmethyl-dezbenzoilnogo. T1/2 adalah tentang
4.5 jam. Diekskresikan dalam urin 60% dalam bentuk substansi
tidak berubah.
4. Fenilbutason
Fenilbutazon adalah obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS)
yang bekerja sebagai anti-inflamasi melalui penghambatan enzim
siklooksigenase dan penghambatan terhadap pembentukan
mediator inflamasi, seperti prostaglandin. Ikatan protein >98%;
t1/2= 70 jam
5. Ibuprofen
mekanisme kerja menghambat sintesis prostaglandin di jaringan
tubuh dengan menghambat cox-1 dan cox-2. onset= 30-60 menit;
durasi kerja 4-6 jam, BA= 80-100%; Vd= 0,12 L/kg; ikatan
protein 90-99%; t1/2= 2-4 jam
6. Ketoprofen
Mekanisme kerja ketoprofen adalah dengan menghambat
produksi prostaglandin melalui jalur enzim siklooksigenase
(COX) yang dapat menyebabkan radang dan nyeri pada tubuh.
7. Glukosamin
Mekanisme kerja glukosamin menghambat
sintesisglikosaminoglikan dan mencegah destruksi tulang rawan.
Glukosamin dapat merangsang sel-sel tulang rawan untuk
pembentukan proteoglikan dan kolagen yang merupakan protein
esensial untuk memperbaiki fungsi persendian.
8. Kondroitin sulfat
Kondrotin membantu menjaga tulang rawan tetap sehat dengan
menyerap cairan(air) ke dalam jaringan ikat. Proses itu juga dapat
menghalangi enzim yang meemcah tulang rawan dan merangsang
tubuh untuk menghasilkan rawan baru.
a. Edukasi pasien. (Level of evidence: II)
b. Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs): modifikasi gaya
hidup. (Level of evidence: II)
c. Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan, minimal
penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25. (Level of evidence:
I).
d. Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises). (Level of
Evidence: I)
e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot- otot
(quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for
ambulation): pakai tongkat pada sisi yang sehat. (Level of evidence: II)
f. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan splint
dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari. (Level of evidence: II)
CONT. . .
Reaksi autoimun terjadi dalam jaringan sinovial. Proses
fagositosis menghasilkan enzim2 dalam sendi.
Enzim2 tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema,
proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan
pannus.
Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan
erosi tulang, akibatnya permukaan sendi menghilang sehingga
mengganggu gerak sendi.
Otot akan merasakan nyeri akibat serabut otot mengalami
perubahan degeneratif dengan menghilangnya kemampuan
elastisitas pada otot dan kekuatan kontraksi otot.
PATOFISIOLOGI
1. Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARDs)
a. Klorokuin
Contoh obat : hidroksiklorokuin 400 mg/hari, klorokuin fosfat
250 mg/hari.
MK : menghambat sekresi sitokin, enzim lisosomal dan fungsi
makrofag.
FK : hidroksiklorokuin diabsorbsi sangat cepat. Distribusi secara
luas ke jaringan tubuh dan terkonsentrasi pada limfa, hati, jaringan
yg mengandung melanin, paru-paru, dan ginjeksial. Terikat sekitar
60 % pada protein plasma. Ekskresi perlahan di dalam ginjeksial.
TERAPI FARMAKOLOGI
b. Sulfasalazine 1 x 500 mg/hari
MK : menghambat respon sel B dan angiogenesis.
FK : diabsorbsi buruk dalam usus. Metabolisme di dalam hati.
Ekskresi oleh ginjal.
Definisi
1. Osteoporosis primer : tidak disebabkan oleh suatu
penyakit.
Tipe I : wanita pasca menopause (50-65 thn)
Tipe II : usia lanjut di atas 70 tahun
2. Osteoporosis Sekunder : disebabkan oleh berbagai
penyakit tulang, pengobatan steroid untuk jangka waktu
yang lam dan defisiensi vitamin D serta terapi
glukokortikoid.
Jenis osteoporosis
Tulang terdiri dari 2 bagian yaitu bagian dalam yang terdiri
dari tulang trabekula berbentuk seperti sarang lebah (spongiosa) dan
bagian luar yang padat disebut korteks. Pada proses penuaan,
trabekula akan berkurang dan tulang korteks pun akan menipis
sebagai akibat dari metabolisme negatif tulang (artinya katabolik
lebih besar dari anabolik), karena pengaruh hormonal. Hal ini
jelas tampak karena osteopenia dan ospeoporosis lebih sering
terdapat pada wanita pasca menopause karena berkurangnya
estrogen.
Ada perbedaaan proses penuaan pada osteoporosis pada
wanita dan pria yaitu trabekulasi pada wanita nampak spongiosa
berlobang dan jumlahnya berukurang sedangkan pada pria hanya
terjadi penipisan.
Patofisiologis
Terapi farmakologi dan non farmakologi osteoporosis memiliki
tujuan :
1. Mencegah terjadinya fraktur dan komplikasi
2. Pemeliharaan dan meningkatkan densitas mineral tulang
3. Mencegah pengeroposan tulang
4. Mengurangi morbiditas dan mortalitas yang berhubungan
dengan osteoporosis
Algoritma terapi menurut Dipiro , dibagi menjadi dua yaitu:
1. Pengobatan tanpa pengukuran BMD (Bone Mineral
Density)
2. Pengobatan dengan pengukuran BMD (Bone Mineral
Density)
TERAPI FARMAKOLOGI
Pertimbangan terapi tanpa pengukuran BMD :
Pria dan wanita dengan peningkatan risiko kerapuhan tulang
Pria dan wanita yang menggunakan glukokortikoid dalam
jangka waktu lama
Terapi dapat dilakukan dengan Biphosphonate, jika
intolerance dengan Biphosphonate pilihan terapi obat lainnya
adalah Raloxifene, kalsitonin nasal, teriparatide, bifosfonat
parenteral. Jika kerapuhan tetap berlanjut setelah pemakaian
Biphosphonate, maka pilihan terapi lainnya adalah teriparatide
Cont
Golongan Nama obat Mekanisme kerja Farmakokinetik Efek samping
obat
Biifosfonat Alendronat Menghambat kerja Absorpsi : usus Refluks
osteoklas halus esofigitis;
Ekskresi : ginjal hipokalsemia dan
atrial fibrilasi
Agonis Raloksifen Bekerja pada Di metabolisme di Panas dan keram
estrogen estrogen-beta hati pada kaki
sehingga tidak
menyebabkan
perdarahan
estrogen Estrogen Ebagai anti resorpsi Diabsorbsi baik Nyeri payudara,
terkonjugasi dan mempengaruhi disaluran cerna retensi cairan,
osteoklas dan peningkatan berat
osteoblas badan
Kalsitonin Miacalcic Meningkatkan Dimetabolisme di Kemerahan dan
resorpsi tulang ginjal nyeri pada injeksi
Golongan Nama Mekanisme kerja Farmakokinetik Efek samping
obat obat
Strontium Strontium Meningkatkan Absorpsi dengan Dispepsia dan
ranelat kerja osteoblas dan baik diare
menghambat kerja
osteoklas
Vitamin D Vitamin Meningkatkan Absorpsi dengan Pada dosis
D absorpsi kalsium baik tinggi beresiko
di usus hiperkalsiura
dan
hiperkalsemia
Kalsium Kalsium Mengembalikan Absorpsi dengan hiperkalsemia
fungsi tulang baik