Anda di halaman 1dari 67

Asam urat/Hiperurisemia

Gouth arthritis
Gout adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan
penyakit yang berkaitan dengan hiperurisemia. Hiperurisemia dapat
terjadi karena peningkatan sintesis prekursor purin asam urat atau
penurunan eliminasi/pengeluaran asam urat oleh ginjal, atau keduanya.
Gout merupakan diagnosis klinis sedangkan hiperurisemia adalah kondisi
biokimia. Gout ditandai dengan episode arthritis akut yang berulang,
disebabkan oleh timbunan monosodium urat pada persendian dan
kartilago, dan pembentukan batu asam urat pada ginjal (nefrolitiasis).
Hiperurisemia yang berlangsung dalam periode lama merupakan kondisi
yang diperlukan tetapi tidak cukup untuk menyebabkan terjadinya gout

Asam urat, hiperurisemia


Asam Urat, Hiperurisemia
Asam urat (urat) adalah produk akhir dari metabolisme protein
(purin)
Hiperurisemia : konsentrasi asam urat yang larut dalam darah
berlebih ( > 6.8 mg/dl)
Akibat overproduksi asam urat atau ekskresi (pengeluaran)
yang berkurang
Kelainan konsentrasi zat dalam serum yang cukup sering
ditemukan
Asam Urat, Hiperurisemia

Kondisi yang diakibatkan pengendapan


kristal asam urat pada sendi
Ditandai peningkatan asam urat dalam
darah & peradangan sendi berulang
(artritis). Terbanyak menyerang usia
dekade 4-6 (Pria : 9x dibanding wanita)
Faktor resiko :
Usia & Jenis kelamin
Obesitas
Alkohol
Hipertensi
Gangguan Fungsi Ginjal
Penyakit-penyakit metabolik
Pola diet
Obat: Aspirin dosis rendah, Diuretik,
obat-obat TBC
Manifestasi klinis Asam urat, Hiperurisemia
Komplikasi dari hiperurisemia adalah timbulnya artritis gout,
batu asam urat, dan nefropati urat.
Hiperurisemia merupakan gangguan metabolisme sehingga
diperlukan pengobatan jangka panjang.
Penyakit asam urat (arthritis pirai, rematik pirai, arthritis
gout, atau rematik gout) adalah salah satu jenis penyakit
rematik artikuler.
Disebabkan oleh kelainan enzim atau karena mengkonsumsi
makanan yang mengandung kadar purin tinggi sehingga
meningkatkan kadar asam urat darah yang akan
terakumulasi sebagai kristal monosodium urat di jaringan
lunak terutama persendian
PATOFISIOLOGI
SENDI
Kristal urat atau terbentuk dalam jaringan synovial, menyebabkan radang yang
berat. Peradangan ini biasanya mempengaruhi persendian perifer terutama sendi
metatarsofalangeal pada jari jempol kaki. Proses radang berlangsung dengan cepat,
terjadi lebih dari beberapa jam. pada arthritis akut ditemukan penimbunan Kristal
pada membrane synovial dan tulang rawan articular. Pada arthritis kronis terjadi
erosi tulang rawan, poliferasi synovial dan pembentukan panus, erosi kistik tulang
serta perubahan osteoarthritis sekunder. Selanjutnya terjadi tofus serta fibrosis dan
ankilosis pada tulang.
GINJAL
Asam urat tampak sebagai titik titik pada korteks, alur garis pada medulla,
serta kalkuli kecil pada kalises.
Perjalanan Penyakit

Hiperurisemia Gout Fase


Gout Kronis
tanpa gejala Serangan Akut Interstisial

Hiperurisemia tidak terkontrol


TUJUAN :
Penanganan gout biasanya dibagi menjadi penanganan
serangan akut dan penanganan hiperurisemia pada pasien
artritis kronik. Ada 3 tahapan dalam terapi penyakit ini:
Mengatasi serangan akut
Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan
kristal urat pada jaringan, terutama persendian
Terapi pencegahan menggunakan terapi hipourisemik

PENGOBATAN
Istirahat dan terapi cepat dengan pemberian NSAID, misalnya
indometasin 200 mg/hari atau diklofenak 150 mg/hari,
merupakan terapi lini pertama dalam menangani serangan akut
gout, asalkan tidak ada kontraindikasi terhadap NSAID. Aspirin
harus dihindari karena ekskresi aspirin berkompetisi dengan
asam urat dan dapat memperparah serangan akut gout. Sebagai
alternatif, merupakan terapi lini kedua, adalah kolkisin
(colchicine). Keputusan memilih NSAID atau kolkisin tergantung
pada keadaan pasien, misalnya adanya penyakit penyerta lain/ko
morbid, obat lain yang juga diberikan pada pasien pada saat yang
sama, dan fungsi ginjal. Obat yang menurunkan kadar asam urat
serum (allopurinol dan obat urikosurik seperti probenesid dan
sulfinpirazon) tidak boleh digunakan pada serangan akut.

TERAPI FARMAKOLOGI SERANGAN AKUT


Terapi lini pertama yang efektif
NSAID harus diberikan dengan dosis sepenuhnya (full dose)
pada 24-48 jam pertama atau sampai nyeri hilang
Indometasin diresepkan untuk serangan akut arthritis gout ,
dengan dosis awal 75-100 mg/hari. Dosis ini kemudian
diturunkan setelah 5 hari bersamaan dengan meredanya gejala
serangan akut. Efek samping meliputi gangguan GI
NSID Lain yang digunakan :
Naproxen : awal 750 mg, kemudian 250mg 3 kali/hari
Piroxicam : awal 40 mg, kemudian 10-20 mg/hari
Diclofenac : awal 100mg, kemudian 50 mg 3 kali/hari selama
48 jam, kemudian 50 mg 2 kali/hari selama 8 hari.

NSAID (non-steroid antiinflamasi drug)


Etoricoxib merupakan satu-satunya COX 2 inhibitor yang
dilisensikan untuk mengatasi serangan akut gout. Obat ini efektif
tapi cukup mahal, dan bermanfaat terutama untuk pasien yang
tidak tahan terhadap efek gastrointestinal NSAID non selektif.
CSM juga menyatakan bahwa ada
keterkaitan antara etoricoxib dengan efek pada tekanan darah
yang lebih sering terjadi dan lebih parah dibanding COX2
inhibitor lain dan NSAID nonselektif, terutama pada dosis tinggi.
Oleh karena itu, etoricoxib sebaiknya tidakn diberikan pada
pasien yang hipertensinya belum terkontrol dan jika pasien yang
mendapat etoricoxib maka tekanan darah harus terus dimonitor

COX-2 INHIBITOR
Colchicine merupakan terapi spesifik dan efektif untuk serangan gout
akut. Namun, dibanding NSAID kurang populer karena mula kerjanya
(onset) lebih lambat dan efek samping lebih sering dijumpai.
ORAL : Agar efektif, kolkisin oral harus diberikan sesegera mungkin
pada saat gejala timbul karena pada perkembangan gejala berikutnya
colchicine kurang efektif. Biasanya, dosis awal 1 mg yang kemudian
diikuti dengan 0.5 mg setiap 2 3 jam selama serangan akut sampai nyeri
sendi mereda, pasien mengalami efek samping gastrointestinal atau jika
dosis maksimum 6 mg telah diberikan.
INTRAVENA: Colchicine intravena tidak lagi dilisensikan karena sangat
toksik. Tapi laporan terakhir menyatakan bahwa toksisitas disebabkan
karena penggunaan yang tidak tepat dan biasanya karena kesalahan dosis.

COLCHICINE
Efek samping
Efek samping colchicine per oral adalah mual dan
muntah, diare dan nyeri abdomen yang terjadi pada 80%
pasien. Komplikasi utama terapi ini adalah dehidrasi.
Efek samping lain adalah kejang, depresi nafas, hepatik
dan nekrosis otot, kerusakan ginjal, demam,
granulositopenia, anemia aplastik, koagulasi
intravaskuler yang menyebar dan alopesia

CONT. . .
Strategi alternatif selain NSAID dan kolkisin adalah pemberian steroid
intraartikular. Cara ini dapat meredakan serangan dengan cepat ketika
hanya 1 atau 2 sendi yang terkena. Namun, harus dipertimbangkan dengan
cermat diferensial diagnosis antara arthritis sepsis dan gout akut karena
pemberian steroid intra artikular akan memperburuk infeksi. Pasien
dengan respon suboptimal terhadap NSAID mungkin akan mendapat
manfaat dengan pemberian steroid intra artikular .
Steroid sistemik juga dapat digunakan untuk gout akut. Pada beberapa
pasien, misalnya yang mengalami serangan yang berata atau poliartikular
atau pasien dengan penyakit ginjal atau gagal jantung yang tidak dapat
menggunakan NSAID dan kolkisin, dapat diberi prednisolon awal 20 40
mg/hari. Obat ini memerlukan 12 jam untuk dapat bekerja dan durasi
terapi yang dianjurkan adalah 1 3 minggu. Alternatif lain, metilprednisolon
intravena 50150 mg/hari atau triamsinolon intramuskular 40 100 mg/hari
dan diturunkan (tapering) dalam 5 hari

STEROID
Terjadi dalam beberapa tahun pasca serangan pertama
Disebabkan hiperurisemia yang tidak terkontrol pasca
serangan & tidak mendapat pengobatan adekuat
endapan kristal bertambah artritis kronis
Sendi bengkak, kaku, tidak nyaman persisten
Intensitas nyeri lebih kurang daripada serangan awal
Kadang-kadang diselingi serangan akut
Perubahan bentuk sendi
Timbul benjolan berisi endapan asam urat pada jaringat ikat
(TOPHI)

TERAPI FARMAKOLOGI GOUT KRONIK


Obat hipourisemik pilihan untuk gout kronik adalah allopurinol. Selain
mengontrol gejala, obat ini juga melindungi fungsi ginjal. Allopurinol
menurunkan produksi asam urat dengan cara menghambat enzim xantin
oksidase. Allopurinol tidak aktif tetapi 60 70% obat ini mengalami
konversi di hati menjadi metabolit aktif oksipurinol. Waktu paruh
allopurinol berkisar antara 2 jam dan oksipurinol 12 30 jam pada pasien
dengan fungsi ginjal normal. Oksipurinol diekskresikan melalui ginjal
bersama dengan allopurinol dan ribosida allopurinol, metabolit utama ke
dua.
DOSIS :
Pada pasien dengan fungsi ginjal normal dosis awal allopurinol tidak boleh
melebihi 300 mg/24 jam. Pada praktisnya, kebanyakan pasien mulai
dengan dosis 100 mg/hari dan dosis dititrasi sesuai kebutuhan. Dosis
pemeliharaan umumnya 100600 mg/hari dan dosis 300 mg/hari
menurunkan urat serum menjadi normal pada 85% pasien. Respon
terhadap allopurinol dapat dilihat sebagai penurunan kadar urat dalam
serum pada 2 hari setelah terapi dimulai dan maksimum setelah 7 10 hari

ALL0PURINOL
Kebanyakan pasien dengan hiperurisemia yang sedikit
mengekskresikan asam urat dapat diterapi dengan obat
urikosurik. Urikoirik seperti probenesid (500 mg 1g 2kali/hari)
dan sulfinpirazon (100 mg 34 kali/hari) merupakann
alternative allopurinol, terutama untuk pasien yang tidak tahan
terhadapa allopurinol. Urikosurik harus dihindari pada pasien
dengan nefropati urat dan yang memproduksi asam urat
berlebihan. Obat ini tidak efektif pada pasien dengan fungsi
ginjal yang buruk (klirens kreatinin <2030 mL/menit). Sekitar
5% pasien yang menggunakan probenesid jangka lama
mengalami munal, nyeri ulu hati, kembung atau konstipasi

0BAT URIKOSURIK
Obat lain urikosurik :
Benzbromarone adalah obat urikosurik yang digunakan
dengan dosis 100 mg/hari untuk pasien dengan penurunan
fungsi ginjal moderat yang tidak dapat menggunakan
urikourik lain atau allopurinol karena hipersensitif.
Penggunaannya harus dimonitor ketat karena dikaitkan dengan
kejadian hepatotoksik berat
Febuxostat Obat ini sedang dalam tahap pengembangan
clinical trial fase III. Studi awal menunjukkan bahwa
febuxostat ditoleransi baik oleh pasien gout samapi 4 minggu.
Febuxostat adalah nonpurin xantin oxidase inhibitor yang
dikembangakn untuk mengatasi hiperurisemia pada gout

CONT. . .
Terapi nonobat merupakan strategi esensial dalam
penanganan gout. Gout adalah gangguan metabolik, yang
dipengaruhi oleh diet, asupan alkohol, hiperlipidemia dan
berat badan. Intervensi seperti istirahat yang cukup,
penggunaan kompres dingin, modifikasi diet, mengurangi
asupan alkohol dan menurunkan berat badan pada pasien
yang kelebihan berat badan terbukti efektif

Terapi non-
farmakologi
Pola Diet
Golongan A ( 150 - 1000 mg purin/ 100g ) :
Hati, ginjal, otak, jantung, paru, lain-lain jerohan, udang, remis, kerang, sardin, herring,
ekstrak daging, ragi (tape), alkohol, makanan dalam kaleng

Golongan B ( 50 - 100 mg purin/ 100g ) :


Ikan yang tidak termasuk gol.A, daging sapi, kacang-kacangan kering, kembang kol, bayam,
asparagus, buncis, jamur, daun singkong, daun pepaya, kangkung

Golongan C ( < 50mg purin/ 100g ) :


Keju, susu, telur, sayuran lain, buah-buahan

Bahan makanan yang diperbolehkan :


Semua bahan makanan sumber karbohidrat, kecuali havermout (dalam jumlah terbatas)
Semua jenis buah-buahan
Semua jenis minuman, kecuali yang mengandung alkohol
Semua macam bumbu
Bila kadar asam urat darah >7mg/dL dilarang
mengkonsumsi bahan makanan gol.A, sedangkan
konsumsi gol.B dibatasi
Batasi konsumsi lemak
Banyak minum air putih
Contoh diet :
Pagi : Roti dengan margarin dan selai, Susu/ kopi/
teh manis
Jam 10 : Buah pepaya
Siang : Nasi putih, pepes ikan, sayur asam, jeruk
Jam 16 : Buah pisang
Malam: Nasi putih,telur bumbu bali, cah tahu,
sayur bening gambas wortel, apel
Osteoarthritis
Osteoarthritis adalah salah satu jenis arthritis yang paling
umum terjadi. Kondisi ini menyebabkan sendi-sendi
terasa sakit dan kaku. Pembengkakan juga dapat terjadi
pada sendi-sendi tersebut.

Patofisiologi
Osteoarthritis menyebabkan tulang rawan mengalami
kerusakan secara perlahan-lahan. Tulang rawan adalah
jaringan ikat padat yang kenyal dan elastis. Jaringan ini
menyelubungi ujung tulang pada persendian untuk
melindunginya dari gesekan.Penyebab kerusakan tulang
rawan tersebut belum diketahui secara pasti.
Beberapa faktor yang diduga bisa memicu kondisi itu, yaitu:
Usia. Risiko osteoarthritis akan meningkat seiring bertambahnya
usia seseorang, khususnya bagi mereka yang berusia di atas 45
tahun.
Jenis kelamin. Wanita lebih sering mengalami osteoarthritis
dibandingkan pria.
Cedera pada sendi. Sendi yang mengalami cedera atau pernah
menjalani operasi memiliki kemungkinan osteoarthritis yang lebih
tinggi.
Obesitas. Berat badan yang berlebihan menambah beban pada
sendi sehingga risiko osteoarthritis menjadi lebih tinggi.
Faktor keturunan. Risiko osteoarthritis diduga bisa diturunkan
secara genetika.
Mengidap kondisi arthritis lain, misalnya penyakit asam urat
atau rheumatoid arthritis.
Pendekatan terapi awal
Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat
diberikan salah satu obat berikut ini, bila tidak terdapat
kontraindikasi pemberian
obat tersebut: Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS). (Level of
Evidence: II)

Terapi Farmakologi
Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang
memiliki risiko pada sistim pencernaan (usia >60 tahun, disertai
penyakit komorbid dengan polifarmaka, riwayat ulkus peptikum,
riwayat perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi obat
kortikosteroid dan atau antikoagulan), dapat diberikan salah satu
obat berikut ini:
Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari).
Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal
Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan
pemberian obat pelindung gaster (gastro- protective agent).
Cyclooxygenase-2 inhibitor. (Level of Evidence: II)
Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) harus dimulai
dengan dosis analgesik rendah dan dapat dinaikkan hingga dosis
maksimal hanya bila dengan dosis rendah respon kurang efektif.
Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan
sendi, aspirasi dan tindakan injeksi glukokortikoid intraartikular
(misalnya triamsinolone hexatonide 40 mg) untuk penanganan
nyeri jangka pendek (satu sampai tiga minggu) dapat diberikan,
selain pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid per oral
(OAINS). (Level of evidence: II)
Bila dengan terapi awal tidak memberikan respon yang adekuat:
Untuk penderita dengan keluhan nyeri sedang hingga berat,
dan memiliki kontraindikasi pemberian COX-2 inhibitor spesifik
dan OAINS, dapat diberikan Tramadol (200-300 mg dalam dosis
terbagi). Manfaatnya dalam pengendalian nyeri OA dengan
gejala klinis sedang hingga berat dibatasi adanya efek samping
yang harus diwaspadai, seperti: mual (30%), konstipasi (23%),
pusing/dizziness (20%), somnolen (18%), dan muntah (13%).
Terapi intraartikular seperti pemberian hyaluronan
(Level of Evidence: I dan II) atau kortikosteroid jangka
pendek (satu hingga tiga minggu) pada OA lutut. (Level of
Evidence: II)
Kombinasi :
Metaanalisis membuktikan:
Manfaat kombinasi paracetamol-kodein meningkatkan
efektifitas analgesik hingga 5% dibandingkan paracetamol
saja, namun efek sampingnya lebih sering terjadi: lebih
berdasarkan pengalaman klinis. Bukti-bukti penelitian
klinis menunjukkan kombinasi ini efektif untuk non-cancer
related pain.
1. Kortikosteroid (triamsinolone hexacetonide dan methyl
prednisolone)
Dapat diberikan pada OA lutut, jika mengenai satu atau dua
sendi dengan keluhan nyeri sedang hingga berat yang kurang
responsif terhadap pemberian OAINS, atau tidak dapat
mentolerir OAINS atau terdapat penyakit komorbid yang
merupakan kontra indikasi terhadap pemberian OAINS.
Diberikan juga pada OA lutut dengan efusi sendi atau secara
pemeriksaan fisik terdapat tanda-tanda inflamasi lainnya. Dosis
untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan
untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.

Injeksi intraartikular/intra
lesi
2. Viskosuplemen: Hyaluronan
Terdapat dua jenis hyaluronan di Indonesia: high molecular
weight dan low molecular weight atau tipe campuran. diberikan
berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu @ 2
sampai 2,5 ml Hyaluronan untuk jenis low molecular weight, 1
kali untuk jenis high molecular weight, dan 2 kali pemberian
dengan interval 1 minggu untuk jenis tipe campuran.
1. Asetaminofen
mekanisme kerja menghambat sintesis prostaglandin di CNS.
T1/2= 1,25-3 jam; onset= 1 jam; Vd= 1 L/kg; ikatan protein
plasma 10-25%

2. Aspirin
Aspirin dengan mekanisme kerja menghambat sintesis
prostaglandin, Vd= 170 mL/kg; ikatan protein 100-400mcg/mL,
70-85%, t1/2= 15-30 jam.
3. Indometasin
Mekanisme kerja terkait dengan penghambatan COX enzim,
yang menyebabkan penghambatan sintesis prostaglandin dari
asam arakidonat. Hal ini dimetabolisme di hati. Mengalami daur
ulang enterohepatic. Indometasin ditentukan dalam plasma
karena bahan tidak berubah dan metabolit terikat dezmetilnogo,
desbenzoilnogo, desmethyl-dezbenzoilnogo. T1/2 adalah tentang
4.5 jam. Diekskresikan dalam urin 60% dalam bentuk substansi
tidak berubah.
4. Fenilbutason
Fenilbutazon adalah obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS)
yang bekerja sebagai anti-inflamasi melalui penghambatan enzim
siklooksigenase dan penghambatan terhadap pembentukan
mediator inflamasi, seperti prostaglandin. Ikatan protein >98%;
t1/2= 70 jam
5. Ibuprofen
mekanisme kerja menghambat sintesis prostaglandin di jaringan
tubuh dengan menghambat cox-1 dan cox-2. onset= 30-60 menit;
durasi kerja 4-6 jam, BA= 80-100%; Vd= 0,12 L/kg; ikatan
protein 90-99%; t1/2= 2-4 jam
6. Ketoprofen
Mekanisme kerja ketoprofen adalah dengan menghambat
produksi prostaglandin melalui jalur enzim siklooksigenase
(COX) yang dapat menyebabkan radang dan nyeri pada tubuh.
7. Glukosamin
Mekanisme kerja glukosamin menghambat
sintesisglikosaminoglikan dan mencegah destruksi tulang rawan.
Glukosamin dapat merangsang sel-sel tulang rawan untuk
pembentukan proteoglikan dan kolagen yang merupakan protein
esensial untuk memperbaiki fungsi persendian.
8. Kondroitin sulfat
Kondrotin membantu menjaga tulang rawan tetap sehat dengan
menyerap cairan(air) ke dalam jaringan ikat. Proses itu juga dapat
menghalangi enzim yang meemcah tulang rawan dan merangsang
tubuh untuk menghasilkan rawan baru.
a. Edukasi pasien. (Level of evidence: II)
b. Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs): modifikasi gaya
hidup. (Level of evidence: II)
c. Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan, minimal
penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25. (Level of evidence:
I).
d. Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises). (Level of
Evidence: I)
e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot- otot
(quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for
ambulation): pakai tongkat pada sisi yang sehat. (Level of evidence: II)
f. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan splint
dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari. (Level of evidence: II)

Terapi Non farmakologi


REUMATOID
ARTRITIS
Merupakan penyakit autoimun, dimana pelapis sendi
mengalami peradangan sebagai akibat dari aktivitas sistem
imun tubuh.
Adalah tipe artritis yang paling parah dan dapat menyebabkan
cacat, kebanyakan menyerang perempuan 3-4 kali lebih banyak
daripada laki-laki.

CONT. . .
Reaksi autoimun terjadi dalam jaringan sinovial. Proses
fagositosis menghasilkan enzim2 dalam sendi.
Enzim2 tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema,
proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan
pannus.
Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan
erosi tulang, akibatnya permukaan sendi menghilang sehingga
mengganggu gerak sendi.
Otot akan merasakan nyeri akibat serabut otot mengalami
perubahan degeneratif dengan menghilangnya kemampuan
elastisitas pada otot dan kekuatan kontraksi otot.

PATOFISIOLOGI
1. Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARDs)
a. Klorokuin
Contoh obat : hidroksiklorokuin 400 mg/hari, klorokuin fosfat
250 mg/hari.
MK : menghambat sekresi sitokin, enzim lisosomal dan fungsi
makrofag.
FK : hidroksiklorokuin diabsorbsi sangat cepat. Distribusi secara
luas ke jaringan tubuh dan terkonsentrasi pada limfa, hati, jaringan
yg mengandung melanin, paru-paru, dan ginjeksial. Terikat sekitar
60 % pada protein plasma. Ekskresi perlahan di dalam ginjeksial.

TERAPI FARMAKOLOGI
b. Sulfasalazine 1 x 500 mg/hari
MK : menghambat respon sel B dan angiogenesis.
FK : diabsorbsi buruk dalam usus. Metabolisme di dalam hati.
Ekskresi oleh ginjal.

c. D-penicillamine 1 x 250-300 mg/hari


MK : menghambat fungsi sel T helper dan angiogenesis.
FK : diabsorbsi baik dalam saluran cerna (40-70%). Cmax 1-2 jam
T 1 jam. Diekskresi cepat melalui urin.
d. Garam emas thiomalate 10, 20, 50 mg i.v
MK : menghambat makrofag, angiogenesis dan protein kinase C.
FK : Absorbsi cepat. Cmax 3-6 jam. Ekskresi berjalan lambat,
melalui urin (70%) dan feses (30%).

e. Methotrexate (MTX) 7,5 mg *first line


MK : menginhibisi dihidrofolat reduktase, menghambat kemotaksis
efek antiinflamasi melalui induksi pelepasan adenosin.
FK : Cmax 1-2 jam. BA 60%. Mengalami metabolisme hepatik dan
intraseluler. Diekskresi melalui ginjal.
f. Cyclosporin-A 2,5 mg/kgBB/hari
MK : menghambat sintesis IL-2 dan sitokin sel T lain.
FK : absorbsi pada GI tidak sempurna. Metabolisme oleh sistem
enzim hepatik. Ekskresi utama melalui empedu dan urin (6%).
2. Agen Biologi
a. Entanarcept 25 mg 2x/minggu
MK : terikat dan menginaktivasi TNF, mencegahnya berinteraksi dg
permukaan sel TNF dan dg demikian mengaktivasi sel.
FK : hancur dalam saluran GI sehingga harus diberikan parenteral.
BA subkutan 60%.
b. Infliximab 3 mg/kg BB i.v
MK : terikat pada TNF dan mencegahnya berinteraksi dg reseptor
TNF pada sel yang terkena inflamasi.
FK : t 8-12 hari. Hancur dalam saluran GI.

c. Adalimumab 40 mg sc/2 minggu


MK : terikat pada TNF

d. Anakira 100-150 mg sc/hari


MK : antagonis reseptor IL-1 pada sel target, mencegah interaksi
antara IL-1.
3. Kortikosteroid
MK : interaksi dg reseptor protein spesifik sehingga menghasilkan
perubahan dalam sintesis protein lain. Protein tsb akan mengubah
fungsi seluler organ target shg menghasilkan efek glukoneogenesis,
peningkatan asam lemak, reabsorbsi Na, reaktivitas pembuluh
darah terhadap zat vasoaktif, dan menghasilkan efek antiinflamasi.
Contoh obat : kortison (t 30 menit), prednisolon (t 115-212
menit), betametason (t 300 menit).
3. NSAID
MK : menghambat enzin COX pada asam arakidonat sehingga PG
tidak terbentuk.
Contoh obat : ibuprofen (t 1,8-2jam, BA >80%) ; Na diklofenak
(t 2 jam, BA 50-60%) ; Asam mefenamat (t 2 jam) ;
piroksikam (t 50 jam).
1. Diet makanan
2. Melakukan kompres panas dan dingin
3. Massage untuk mengurangi nyeri
4. Latihan fisik
5. Istirahat dan merawat persendian
6. Penyinaran dengan sinar inframerah
7. Pembedahan (untuk keadaan kronis, bila nyeri berat
dengan kerusakan sendi yg ekstensif, keterbatasan
gerak dan terjadi ruptur tendo)

TERAPI NON FARMAKOLOGI


Suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya
massa tulang dan adanya perubahan mikroarsitektur
jaringan tulang yang berakibat menurunnya kekuatan
tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang sehingga
tulang mudah patah.

Definisi
1. Osteoporosis primer : tidak disebabkan oleh suatu
penyakit.
Tipe I : wanita pasca menopause (50-65 thn)
Tipe II : usia lanjut di atas 70 tahun
2. Osteoporosis Sekunder : disebabkan oleh berbagai
penyakit tulang, pengobatan steroid untuk jangka waktu
yang lam dan defisiensi vitamin D serta terapi
glukokortikoid.

Jenis osteoporosis
Tulang terdiri dari 2 bagian yaitu bagian dalam yang terdiri
dari tulang trabekula berbentuk seperti sarang lebah (spongiosa) dan
bagian luar yang padat disebut korteks. Pada proses penuaan,
trabekula akan berkurang dan tulang korteks pun akan menipis
sebagai akibat dari metabolisme negatif tulang (artinya katabolik
lebih besar dari anabolik), karena pengaruh hormonal. Hal ini
jelas tampak karena osteopenia dan ospeoporosis lebih sering
terdapat pada wanita pasca menopause karena berkurangnya
estrogen.
Ada perbedaaan proses penuaan pada osteoporosis pada
wanita dan pria yaitu trabekulasi pada wanita nampak spongiosa
berlobang dan jumlahnya berukurang sedangkan pada pria hanya
terjadi penipisan.

Patofisiologis
Terapi farmakologi dan non farmakologi osteoporosis memiliki
tujuan :
1. Mencegah terjadinya fraktur dan komplikasi
2. Pemeliharaan dan meningkatkan densitas mineral tulang
3. Mencegah pengeroposan tulang
4. Mengurangi morbiditas dan mortalitas yang berhubungan
dengan osteoporosis
Algoritma terapi menurut Dipiro , dibagi menjadi dua yaitu:
1. Pengobatan tanpa pengukuran BMD (Bone Mineral
Density)
2. Pengobatan dengan pengukuran BMD (Bone Mineral
Density)

TERAPI FARMAKOLOGI
Pertimbangan terapi tanpa pengukuran BMD :
Pria dan wanita dengan peningkatan risiko kerapuhan tulang
Pria dan wanita yang menggunakan glukokortikoid dalam
jangka waktu lama
Terapi dapat dilakukan dengan Biphosphonate, jika
intolerance dengan Biphosphonate pilihan terapi obat lainnya
adalah Raloxifene, kalsitonin nasal, teriparatide, bifosfonat
parenteral. Jika kerapuhan tetap berlanjut setelah pemakaian
Biphosphonate, maka pilihan terapi lainnya adalah teriparatide

Pengobatan tanpa pengukuran


BMD (Bone Mineral Density)
Populasi yang perlu pengukuran BMD :
Untuk wanita dengan usia 65 tahun
Untuk wanita usia 60-64 tahun postmenopause dengan peningkatan risiko
osteoporotis
Pria dengan 70 tahun atau yang risiko tinggi
Dari hasil pengukuran BMD, jika T-score >-1, maka nilai BMD termasuk
normal, tetapi tetap diperlukan monitoring DXA setiap 1-5 tahun. Dan jika
diperlukan pengobatan, maka pilihan pengobatannya adalah Biphosponate,
Raloxifene, Calcitonin (Dipiro et.al , 2005).
Jika T-score -1 s/d -2,5, maka termasuk dalam osteopenia. Dapat dilakukan
monitoring DXA setiap 1-5 tahun. Dan jika diperlukan pengobatan, maka pilihan
pengobatannya adalah Biphosponate, Raloxifene, Calcitonin

Pengobatan dengan pengukuran BMD


(Bone Mineral Density)
Jika T-score <-2,0 dilakukan pemeriksaan lanjut untuk
osteoporosis sekunder, yaitu dengan pengukuran PTH, TSH, 25-
OH vitamin D, CBC, panel kimia, tes kondisi spesifik. Kemudian
dilakukan terapi berdasarkan penyebab, bila ada, yaitu dengan
Biphosphonate, jika intoleransi dengan Biphosphonate maka
pilihan pengobatannya adalah Biphosphonate parenteral,
Teriparatide, Raloxifene dan Calcitonin.
Dari hasil pengukuran Osteoporosis dengan skor T < -2,5,
terapi dapat dilakukan dengan Biphosphonate, jika intolerance
dengan Biphosphonate pilihan terapi obat lainnya adalah
Raloxifene, kalsitonin nasal, teriparatide, bifosfonat parenteral.
Jika kerapuhan tetap berlanjut setelah pemakaian Biphosphonate,
maka pilihan terapi lainnya adalah teriparatide.

Cont
Golongan Nama obat Mekanisme kerja Farmakokinetik Efek samping
obat
Biifosfonat Alendronat Menghambat kerja Absorpsi : usus Refluks
osteoklas halus esofigitis;
Ekskresi : ginjal hipokalsemia dan
atrial fibrilasi
Agonis Raloksifen Bekerja pada Di metabolisme di Panas dan keram
estrogen estrogen-beta hati pada kaki
sehingga tidak
menyebabkan
perdarahan
estrogen Estrogen Ebagai anti resorpsi Diabsorbsi baik Nyeri payudara,
terkonjugasi dan mempengaruhi disaluran cerna retensi cairan,
osteoklas dan peningkatan berat
osteoblas badan
Kalsitonin Miacalcic Meningkatkan Dimetabolisme di Kemerahan dan
resorpsi tulang ginjal nyeri pada injeksi
Golongan Nama Mekanisme kerja Farmakokinetik Efek samping
obat obat
Strontium Strontium Meningkatkan Absorpsi dengan Dispepsia dan
ranelat kerja osteoblas dan baik diare
menghambat kerja
osteoklas
Vitamin D Vitamin Meningkatkan Absorpsi dengan Pada dosis
D absorpsi kalsium baik tinggi beresiko
di usus hiperkalsiura
dan
hiperkalsemia
Kalsium Kalsium Mengembalikan Absorpsi dengan hiperkalsemia
fungsi tulang baik

Diuretik klorotiazi Menghambat Absorpsi dengan Hiponatremia,


thiazid d reabsorpsi natrium baik hiperkalsemia
klorida
Monoklonal Denosum Meningkatkan Absorpsi dengan Mual dan sakit
antibodi ab deferensiasi dan baik punggung
Rank-Ligand aktivitas osteoklas
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai

  • Ceritaaaaaaaa
    Ceritaaaaaaaa
    Dokumen3 halaman
    Ceritaaaaaaaa
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • Etiologi Hiv Tranfusi
    Etiologi Hiv Tranfusi
    Dokumen2 halaman
    Etiologi Hiv Tranfusi
    Anonymous 7aLPpOWPQC
    Belum ada peringkat
  • Finis CHF
    Finis CHF
    Dokumen79 halaman
    Finis CHF
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • Bu Wahyu
    Bu Wahyu
    Dokumen17 halaman
    Bu Wahyu
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • Etiologi Hiv Tranfusi
    Etiologi Hiv Tranfusi
    Dokumen2 halaman
    Etiologi Hiv Tranfusi
    Anonymous 7aLPpOWPQC
    Belum ada peringkat
  • Surat Undangan Managerial
    Surat Undangan Managerial
    Dokumen3 halaman
    Surat Undangan Managerial
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • Etiologi Hiv Tranfusi
    Etiologi Hiv Tranfusi
    Dokumen2 halaman
    Etiologi Hiv Tranfusi
    Anonymous 7aLPpOWPQC
    Belum ada peringkat
  • Pathway Again
    Pathway Again
    Dokumen1 halaman
    Pathway Again
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • Gastritis
    Gastritis
    Dokumen13 halaman
    Gastritis
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • Lordosis
    Lordosis
    Dokumen5 halaman
    Lordosis
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • Penggunaan Metronidazole
    Penggunaan Metronidazole
    Dokumen3 halaman
    Penggunaan Metronidazole
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • Gastritis
    Gastritis
    Dokumen13 halaman
    Gastritis
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • Kasus RA
    Kasus RA
    Dokumen5 halaman
    Kasus RA
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • ALS
    ALS
    Dokumen22 halaman
    ALS
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • Klasifikasi Antibodi
    Klasifikasi Antibodi
    Dokumen5 halaman
    Klasifikasi Antibodi
    Meiriyan Susanto
    Belum ada peringkat
  • ALS
    ALS
    Dokumen22 halaman
    ALS
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • Sistem Reproduksi Tumbuhan Dan Hewan
    Sistem Reproduksi Tumbuhan Dan Hewan
    Dokumen24 halaman
    Sistem Reproduksi Tumbuhan Dan Hewan
    Hendrik_Nurfitrianto
    Belum ada peringkat
  • Lignan
    Lignan
    Dokumen28 halaman
    Lignan
    1234567891234567890u
    100% (1)
  • Rute Pemberian Obat
    Rute Pemberian Obat
    Dokumen5 halaman
    Rute Pemberian Obat
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • Sistem Pencernaan
    Sistem Pencernaan
    Dokumen71 halaman
    Sistem Pencernaan
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • Glikosida
    Glikosida
    Dokumen41 halaman
    Glikosida
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • 7 Helmi
    7 Helmi
    Dokumen7 halaman
    7 Helmi
    Yasinta Kwen
    Belum ada peringkat
  • Lampiran Gambar Biotek
    Lampiran Gambar Biotek
    Dokumen2 halaman
    Lampiran Gambar Biotek
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • Assss (New)
    Assss (New)
    Dokumen16 halaman
    Assss (New)
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • Klasifikasi Antibodi
    Klasifikasi Antibodi
    Dokumen5 halaman
    Klasifikasi Antibodi
    Meiriyan Susanto
    Belum ada peringkat
  • Menulis Surat Resmi
    Menulis Surat Resmi
    Dokumen52 halaman
    Menulis Surat Resmi
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • Klasifikasi Antibodi
    Klasifikasi Antibodi
    Dokumen5 halaman
    Klasifikasi Antibodi
    Meiriyan Susanto
    Belum ada peringkat
  • Ara Membuat Lukisan Kain Perca
    Ara Membuat Lukisan Kain Perca
    Dokumen2 halaman
    Ara Membuat Lukisan Kain Perca
    1234567891234567890u
    Belum ada peringkat
  • Klasifikasi Antibodi
    Klasifikasi Antibodi
    Dokumen5 halaman
    Klasifikasi Antibodi
    Meiriyan Susanto
    Belum ada peringkat