TEORI KEADILAN
FA H RU D D I N FA I Z
JUSTICE IS THE FIRST VIRTUE OF SOCIAL
INSTITUTIONS, AS TRUTH IS OF SYSTEMS OF
THOUGHT. A THEORY HOWEVER ELEGANT AND
ECONOMICAL MUST BE REJECTED OR REVISED
IF IT IS UNTRUE; LIKEWISE LAWS AND
INSTITUTIONS NO MATTER HOW EFFICIENT AND
WELL-ARRANGED MUST BE REFORMED OR
ABOLISHED IF THEY ARE UNJUST.
DASAR TEORI
LIBERALISME
TEORI KONTRAK SOSIAL
UTILITARIANISME
INTUISIONISME
Sebagai alternatif, baik atas utilitarianisme maupun intuisionisme,
Rawls beranggapan bahwa teori keadilan yang dirumuskannya
lebih ungggul dari keduanya karena bertitik-tolak dari sebuah
justifikasi yang ia sebut sebagai ekuilibrium reflektif (reflective
equilibrium), yakni titik-temu antara keyakinan intuitif dan
konstruksi teoritis.
Pada satu sisi, dapat memenuhi suatu keyakinan intuitif berupa
rasa keadilan (sense of justice); serta di lain sisi, berifat rasional
karena didasarkan pada sebuah argumen teoritik berupa
argumen kontrak sosial dalam rumusan posisi asal (original
position).
REFLECTIVE EQUILIBRIUM
The natural distribution is neither just nor
unjust; nor is it unjust that persons are
born into society at some particular
position. These are simply natural facts.
What is just and unjust is the way that
institutions deal with these facts.
JUSTICE AS FAIRNESS
Rawls mengemas teorinya dalam konsep justice as fairness, bukan karena
ia mengartikan keadilan sama dengan fairness, tapi karena dalam konsep
itu terkandung gagasan bahwa prinsip-prinsip keadilan bagi struktur dasar
masyarakat merupakan objek persetujuan asal dalam posisi simetris dan
fair.
Suatu masyarakat tertata benar (well-ordered) apabila tidak hanya
dirancang untuk memajukan nilai yang-baik (the good) warganya,
melainkan apabila dikendalikan secara efektif oleh konsepsi publik
mengenai keadilan, yaitu:
Setiap orang menerima dan tahu bahwa yang lain juga menerima prinsip keadilan
yang sama, dan
Institusi-institusi sosial dasar umumnya puas dan diketahui dipuaskan oleh prinsip-
prinsip ini.
PRASYARAT KERJASAMA DEMI KEADILAN
Pertama, anggota masyarakat tidak memandang tatanan sosial masyarakat tidak berubah.
Masyarakat harus menuju keadilan, sehingga masyarakat terbuka pada perubahan,
terutama perubahan struktur sosial.
Kedua, kerjasama dibedakan dengan aktifitas yang terkoordinasi (coordinated activity):
1. Kerjasama berpijak pada keadilan sedangkan coordinated activity berpijak pada efektifitas/ efisiensi.
2. Dalam Kerjasama aturan dibuat untuk mengatur anggota-anggotanya (mengikat, mengatur kepentingan-
kepentingan anggota), sedangkan dalam coordinated activity aturan dibuat untuk kepentingan yang
membuat aturan.
3. Dalam kerjasama harus sah secara publik (harus disepakati oleh partisipan) sedangkan dalam
coordinated activity tidak ada organisasi, aturan tidak harus sah secara publik
Ketiga, gagasan kerjasama yang fair mengandaikan kebaikan akan keuntungan partisipan (partisipan
punya gagasan sendiri dan bertemu dengan gagasan lainnya dengan cara rasionalitas) bukan masing-
masing pihak melepaskan kepentingan tapi masing-masing ingin punya keuntungan yang rasional
Karena ingin mendapatkan untung maka ada kerjasama, kalau saling mengalah tidak akan tercapai
kerjasama.
Resiprositas dalam kerjasama yang Fair mempunyai arti bukan meninggalkan kepentingan pribadi untuk
kepentingan bersama dan juga bukan merumuskan aturan berdasarkan kekinian dan ekspektasinya.
JUSTICE AS FAIRNESS
KELAS SOSIAL
PILIHAN A B C
1 -7 9 12
2 -8 7 14
3 5 6 8
AN INJUSTICE IS TOLERABLE ONLY WHEN IT IS
NECESSARY TO AVOID AN EVEN GREATER INJUSTICE
MANY OF OUR MOST SERIOUS CONFLICTS ARE CONFLICTS
WITHIN OURSELVES. THOSE WHO SUPPOSE THEIR
JUDGEMENTS ARE ALWAYS CONSISTENT ARE UNREFLECTIVE
OR DOGMATIC.
An intolerant sect has no right to
complain when it is denied an equal
liberty. ... A persons right to complain is
limited to principles he acknowledges
himself.