Anda di halaman 1dari 26

Kelompok 1

Perdarahan Antepartum
Ati Artati
Fanny Trianjani
Hanna Maulyndah
Hartono Egi Permana
Muhammad Iqbal Anand
Nadzief Adyan Robbiya
Nirma Farhani VR
Sygih Pratama
Ruptur Uteri
Definisi
Yang dimaksud dengan ruptura uteri komplit
ialah keadaan robekan pada rahim dimana telah
terjadi hubungan langsung antara rongga amnion
dan rongga peritoneum
Etiologi
Ruptura uteri bisa disebabkan oleh anomali atau
kerusakan yang telah ada sebelumnya, karena
trauma, atau sebagai komplikasi persalinan pada
rahim yang masih utuh.
Paling sering terjadi pada rahim yang telah diseksio
sesarea pada persalinan sebelumnya. Lebih lagi
jika pada uterus yang demikian dilakukan partus
percobaan atau persalinan dirangsang dengan
oksitosin atau sejenis. (Prawirohardjo, 2013)
Patofisiologi

Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar corpus uteri


dans ervik uteri. Batas keduanya disebut ishmus uteri pada
rahim yang tidak hamil.

Bila kehamilan sudah kira-kira kurang lebih dari 20 minggu,


maka mulailan terbentuk SBR ishmus ini. Batas antara korpus
yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran dari
bandl, bila batas lingkaran bandl meninggi, kita harus
waspada terhadap kemungkinan adanya rupture uteri
mengancam (RUM), Rupture uteri terutama disebabkan oleh
peregangan yang luar biasa dari uterus
Gejala klinik
1. Perdarahan yang bisa dipantau pada Hb dan tekanan darah yang menurun
2. Nadi yang cepat, dan kelihatan anemis dan tanda-tanda lain dari
hipovolemia
3. Pernapasan yang sulit berhubung
4. Nyeri abdomen akibat robekan rahim yang mengikut sertakan peritoneum
viserale robek dan merangsang ujung saraf sensoris.
5. Pada palpasi ibu merasa sangat nyeri dan bagian tubuh janin mudah
teraba di bawah dinding abdomen.
6. Pada auskultasi sering tidak terdengar denyut jantung janin
7. Pada pemeriksaan dalam teraba bagian terbawah janin berpindah atau
naik kembali ke luar pintu atas panggul, dan jari-jari pemeriksa bisa
menemui robekan yang berhubungan dengan rongga peritoneum dan
melalui mana terkadang dapat teraba usus. (Prawirohardjo, 2013)
Tatalaksana
1. Pasien risiko tinggi haruslah dirujuk agar
persalinannya berlangsung dalam rumah sakit
yang mempunyai fasilitas yang cukup.
2. Bila telah terjadi ruptura uteri tindakan terpilih
hanyalah histerektomi dan resusitasi serta
antibiotika yang sesuai.
3. Diperlukan infus cairan kristaloid dan transfusi
darah yang banyak, tindakan antisyok, serta
pemberian antibiotik spektrum luas.
(Prawirohardjo, 2013)
Plasenta Previa
Definisi

Plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen


bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau
seluruh jalan lahir.
Klasifikasi
Menurut Chalik (2008) plasenta previa dapat digolongkan menjadi
empat bagian yaitu:
1. Plasenta previa totalis : seluruh ostium uteri internum tertutup
2. Plasenta previa parsialis : hanya sebagian ostium uteri internum
tertutup.
3. Plasenta previa margianalis : hanya pinggir ostium uteri internum
yang tertutup
4. Plasenta letak rendah : bila plasenta berada kurang lebih 2 cm di
atas ostium uteri internum.
Faktor Resiko
Menurut penelitian Wardana (2007) yang menjadi faktor
risiko plasenta previa yaitu:

1. Wanita dengan umur 35 tahun 2 kali lebih besar


dibandingkan dengan umur < 35.

2. Pada multigravida 1,3 kali lebih besar dibandingkan


primigravida.

3. Wanita dengan riwayat abortus 4 kali lebih besar


dibandingkan dengan tanpa riwayat abortus.
Gejala Klinis
1. Perdarahan pervaginam, darah berwarna merah segar
2. Perdarahan tanpa rasa nyeri, dan perdarahan keluar
banyak
3. Bagian terendah janin tidak masuk pintu atas panggul
4. Usia kehamilan>22 minggu
5. Syok
6. Tidak ada kontraksi uterus
7. Kondisi janin normal atau terjadi gawat janin.
Penegakkan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan
USG
Terapi Ekspektatif

Syarat :

1. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang


kemudian berhenti.

2. Belum ada tanda-tanda in partu.

3. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin


dalam batas normal).

4. Janin masih hidup


Terapi Terminasi

1. Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan


terapi aktif tanpa memandang usia kehamilan

2. Plasenta previa > 37 minggu

3. Janin meninggal/ anomali mayor dgn plasenta previa


total
Solusio Plasenta
A.Definisi
Solusio plasenta
adalah terlepasnya
plasenta dari tempat
implantasi
normalnya sebelum
janin lahir, berlaku
apabila terjadi
pada kehamilan di
atas 22 minggu atau
berat janin di atas
500 gram
(Prawirohardjo,
Sarwono. 2002)
Klasifikasi
a. Solusio plasenta dengan
perdarahan keluar

b. Solusio plasenta dengan


perdarahan
tersembunyi, yang
membentuk hematoma
retroplacenter

c. Solusio plasenta yang


perdarahannya masuk
ke dalam kantong
amnion
Etiologi
Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi
predisposisi
A. Faktor trauma
1. Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
2. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi
luar atau tindakan pertolongan persalinan
3. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
B. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila
plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma
C. Faktor usia ibu
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
D. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian menerangkan
bahwa makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium
Gambaran klinik solusio plasenta
Solusio plasenta ringan
a. Terlepasnya plasenta kurang dasri 1/4 bagian.
b. Tidak memberikan gejala klinik dan ditemukan setelah persalinan.
c. Keadaan umum ibu dan janin tidak mengalami gangguan.
d. Persalinan berjalan dengan lancer pervaginam.

Solusio plasenta sedang


Terlepasnya plasenta lebih dari 1/4 tetapi belum mencapai 2/3 bagian.
Dapat menimbulkan gejala klinik :
a. Perdarahan dengan rasa sakit.
b. Perut terasa tegang.
c. Gerak janin kurang.
d. Palpasi bagian janin sulit diraba.
e. Auskultasi jantung janin dapat terjadi asfiksia ringan dan sedang.
f. Pada pemeriksaan dalam ketuban menonjol.
g. Dapat terjadi gangguan pembekuan darah
Solusio plasenta berat
a. Lepasnya plasenta lebih dari 2/3 bagian.
b. Terjadi perdarahan disertai rasa nyeri.
c. Penyulit pada ibu :
i. Terjadi syok dengan tekanan darah menurun, nadi dan pernapasan
meningkat.
ii. Dapat terjadi gangguan pembekuan darah.
iii. Pada pemeriksaan dijumpai turunnya tekanan darah sampai syok,
tidak sesuai dengan perdsarahan dan penderita tampak anemis.
iv. Pemeriksaan abdomen tegang, bagian janin sulit diraba, dinding perut
terasa sakit dan janin telah meninggal dalam rahim.
v. Pemeriksaan dalam ketuban tegang dan menonjol.
vi. Solusio plasenta berat dengan Couvelarie uterus terjadi gangguan
kontraksi dan atonia uteri
Diagnosis
Anamnesis
A. Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut
B. Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong(non-
recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna
kehitaman
C. Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti
D. Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang.
E. Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

Inspeksi
A. Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
B. Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
C. Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).

Palpasi
A. Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
B. Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden
uterus) baik waktu his maupun di luar his.
C. Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
D. Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di
bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari 1/3 bagian.
1. Pemeriksaan dalam
a. Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
b. Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang
c. Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke
bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta

Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler,
tetapi akan turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat dan kecil
Pemeriksaan laboratorium
A. Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan
leukosit.
B. Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena
pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia

Pemeriksaan plasenta.
Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater)
dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang
plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.

Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)


Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :Terlihat daerah terlepasnya
plasenta, Janin dan kandung kemih ibu, Darah, Tepian plasenta
Terapi
Solusio plasenta ringan
A. Bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup)
dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian
tunggu persalinan spontan.

B. Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio


plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio
plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila
janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi
disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan
Solusio plasenta sedang dan berat

A. Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit
meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria

B. Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-
kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan
merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.

C. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan
pembekuan darah. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio
plasenta. Tetapi jika tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus
oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria

D. Apoplexi uteroplacenta tidak merupakan indikasi histerektomi. Tetapi jika perdarahan tidak
dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka histerektomi perlu dilakukan

Anda mungkin juga menyukai