Anda di halaman 1dari 67

PEMICU4

SARAH
405120111
Learning Objectives:
1. Menjelaskan abses hepar secara umum. (definisi,
klasifikasi, epidemiologi)
2. Menjelaskan abses hati berdasarkan etiologi.
3. Menjelaskan faktor risiko abses hati.
4. Menjelaskan patofisiologi abses hati.
5. Menjelaskan tanda dan gejala abses hati.
6. Menjelaskan Diagnosis( pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, dan Differential Diagnosis).
7. Menjelaskan tatalaksana abses hati.
8. Menjelaskan komplikasi abses hati.
ABSES HATI
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang
disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit, jamur
maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses
supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari
jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah
di dalam parenkim hati. (IPD)
Epidemiologi
Di negara-negara yang sedang berkembang, abses hati
amebik didapatkan secara endemik dan jauh lebih sering
dibandingkan abses hati piogenik
Abses hati piogenik tersebar di seluruh dunia, terbanyak
di daerah tropis dengan kondisi higiene yang kurang
Insiden abses hati amebik di RS di Indonesia berkisar
antara 5-15% pasien pertahun.
Pria memiliki rasio 3,4-8,5 kali lebih besar dibandingkan
dengan wanita dengan rentang usia lebih dari 40 tahun,
insidensi puncak pada dekade ke-6
Etiologi
Secara umum:
Infeksi saluran empedu (30% -60%): obstruksi empedu
dan kondisi peradangan sekunder (misalnya, kolesistitis,
choledocholithiasis, dan kolangitis, terutama pada
pasien dengan keganasan saluran empedu denganstent
empedu)
Infeksi dari organ-organ pencernaan atau organ pelvis
melalui sirkulasi portal (24%): contoh termasuk usus
buntu, divertikulitis, dan perforasi usus
Tidak diketahui (20%)
Penyebaran hematogen sekunder dengan bakteremia
(15%): infeksi endokarditis, pielonefritis, infeksi mulut
yang tidak diobati, semua penyebab gangguan sistem
kekebalan tubuh pada anak-anak (misalnya, leukemia)
Patogen penyebab infeksi:
Bakteri penyebab paling umum: Escherichia coli,
Klebsiella spp., Proteus, Enterococcus,
Staphylococcus aureus, dan Streptococcus
faecalis. Streptococcus milleri dan bakteri anaerob
lainnya seperti Bacteroides spp. menjadi semakin
umum
Entamoeba histolytica dapat ditinjau jika pasien
baru-baru ini melakukan perjalanan ke daerah tropis
atau dari daerah endemik atau HIV-positif
Candida albicans adalah kemungkinan patogen pada
pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang
terganggu
Penyebab langka:
Infeksi sekunder dari abses hati amebik, tumor hati
ganas primer dan sekunder
Penyebaran infeksi secara langsung dari organ lokal
(empiema kandung empedu, abses periternal)
Fistula antara hati dan intra-abdominal organ yang
terinfeksi, seperti fleksura hepatika pada kolon
Tusukan atau luka benda tumpul pada hati
Jamur patogen pada pasien dengan sistem
kekebalan tubuh yang terganggu
Faktor predisposisi
Radang usus, terutama penyakit Crohn, karena hilangnya
integritas barrier mukosa
Sirosis hati
Transplantasi hati
Embolisasi arteri hepatika (pada pasien karsinoma hepatoseluler
yang menjalani terapi TACE (Trans Arterial Chemo Embolization))
Institusionalisasi (pada lembaga pemasyarakatan, panti wreda,
dan lain-lain)
Gangguan sistem kekebalan tubuh
Usia yang lebih tua (terutama terkait dengan sepsis bilier)
Malnutrisi, keganasan, kehamilan, penggunaan steroid, dan
asupan alkohol yang berlebihan merupakan predisposisi
pembentukan abses hati (vi)
Klasifikasi
Abses hati amebik Fusobacterium
(AHA) Staphylococcus aureus
Umumnya disebabkan Staphylococcus milleri
oleh Entamoeba Candida albicans
histolytica Aspergillus
Abses hati piogenik Actinomyces
(AHP) Eikenella corrodens
Enterobacteriaceae Yersinia enterolitica
Microaerophilic Salmonella thypi
Streptococci Brucella melitensis
fungal
Anaerobic streptococci
Klebsiella pneumoniae
Bacteriodes
Abses Hati
Klasifikasi berdasarkan etiologi
Abses Hati Amebik (AHA)
Salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling
sering dijumpai di daerah tropik/subtropik.
Etiologi: Entamoeba histolytica

Abses Hati Piogenik (AHP)


Dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess,
bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess.
Etiologi: Enterobacteriaceae, Microaerophilic streptococci,
Anaerobic streptococci, Klebsiella pneumoniae, Bacteriodes,
Fusobacterium, Staphylococcus aureus, Staphylococcus milleri,
Candida albicans, Aspergillus, Actinomyces, Eikenella corrodens,
Yersinia enterolitica, Salmonella typhi, Brucella melitensis, dan
fungal
Pemeriksaan
Tes yang dapat dilakukan untuk mengetahui
keberadaan abses di hati meliputi:
- Abdominal CT scan
- Abdominal ultrasound
- Complete blood count (CBC)
- Liver function tests
- Bilirubin blood test (piogenik)
- Blood culture for bacteria (piogenik)
- Liver abscess aspiration untuk melihat adanya
infeksi bakteri atau amebik pada abses hati.
- Serology for amebiasis (amebik)
- Stool testing for amebiasis (amebik) (v)
USG Abses hati
USG Abses hati
ABSES HATI AMEBIK
Definisi
Bentuk infeksi pada hati yang disebabkan
karena infeksi Entamoeba histolytica yang
bersumber dari intestinal yang ditandai
dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan
hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel-sel
darah dalam parenkim hati (Wenas &
Waleleng, 2006).
Epidemiologi
Tersebar di seluruh dunia, paling sering di
negara tropis yang berpenduduk banyak
dan sanitasi yang kurang yaitu: Africa, Latin
America, Southeast Asia, and India
Etiologi
Protozoa pseudopodia amoeba intestinal yang patogen
yakni Entamoeba histolytica.
Protozoa ini memiliki dua bentuk dalam siklus hidupnya yakni kista
dan trofozoit yang dapat bergerak.
Bentuk trofozoit merupakan bentuk vegetatif yang tidak tahan
terhadap suasana asam dan kering.
Trofozoit sangat aktif bergerak, memiliki kemampuan memangsa
eritrosit (haematophagous trophozoite), serta mengandung
protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu
mengakibatkan destruksi jaringan.
Bentuk kista merupakan bentuk infektif E.histolytica.
Kista resisten terhadap suasana kering dan asam, juga
bisa bertahan di luar tubuh manusia.
Bentuk kista terdiri atas dua macam yakni kista muda
dan ksita dewasa.
Kista muda berinti satu mengandung gelembung
glikogen dan badan-badan kromatioid berbentuk
batang yang berujung tumpul.
Kista dewasa berinti empat.
Kista hanya terbentuk dan dijumpai di lumen usus dan
tidak dapat dibentuk di luar tubuh serta tidak dapat
dijumpai di dinding usus dan jaringan tubuh di luar
usus.
Clinical manifestations
Febrile
right-upper-quadrant pain (dull or pleuritic in
nature and may radiate to the shoulder)
Point tenderness over the liver
right-sided pleural effusion
Jaundice is rare
active diarrhea (one third patients)
loss and hepatomegaly
PENULARAN
Fekal oral baik secara langsung (melalui tangan)
Secara tidak langsung
Pencemaran air minum
Pupuk kotoran manusia
Juru masak, vektor lalat
Kecoak
Kontak seksual oral anal terutama pada
homoseksual
Sebagai sumber penularan adalah tinja yang
mengandung kista amuba.
Amebic liver abscess
90% asymptomatic; 10% intestinal
disease (dysentry) & liver abscess

Life cycle
Patogenesis
E. histolytica masuk ke dalam tubuh manusia melalui kista
yang tertelan.
Dikarenakan sifatnya yang reisten terhadap asam dan
lingkungan, kista yang keluar dari tubuh melalui feses,
dapat menempel di daun tanaman, di air, dan tanah
sehingga apabila higienitas seseorang kurang baik, maka
kontak dengan hal-hal tersebut dapat menjadi sarana
masuknya kista ke dalam tubuh.
Kista masuk ke dalam tubuh hingga menuju usus besar
trofozoit yang pada awalnya hidup sebagai komensal
membentuk koloni dan melepaskan protease yang
menyebabkan ulserasi.
Faktor penyebab berubahnya sifat trofozoit ini
kemungkinan adalah kerentanan pejamu (host) yakni
kehamilan, malnutrisi, penyakit keganasan, penggunaan
imunosupresan, bahkan konsumsi alkohol jangka panjang;
faktor virulensi ameba dan faktor lingkungan.
kerusakan sawar intestinal akibat lisisnya sel epitel mukosa usus dan
sel-sel inflamatorik trofozoit dapat masuk melalui vena-vena kolon
seperti venula mesentrica yang merupakan cabang vena porta hepatica
lewat aliran vena tersebut trofozoit dapat mencapai parenkim hati.

Parasit ini di hati mengakibatkan akumulasi netrofil periportal yang


disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa.
Pada awalnya terbentuk mikroabses yang kemudian membesar dan
terbentuk jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini kemudian dikelilingi
kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.
Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
setelah terjadinya amebic intestinal dan dapat terjadi tanpa didahului
oleh riwayat disentri amebiasis sebelumnya.
Abses lebih sering terjadi di lobus kanan hati dibandingkan di lobus
kirnya.
Hal ini sesuai dengan aliran vena porta di lobus kanan yang lebih
dominan berasala dari vena mesentrica superior, sementara lobus kiri
lebih banyak menerima aliran dari vena splanchnicus (Brailita, 2008)
Pemeriksaan
Abdominal ultrasound
Abdominal CT scan or MRI
Complete blood count
Liver abscess aspiration -- to check for bacterial
infection in the liver abscess
Liver scan
Liver function tests
Serology for amebiasis
Stool testing for amebiasis
Pemeriksaan laboratorium
Hematologi kenaikkan pada jumlah leukositnya
Faal hati tidak ditemukan kelainan yang spesifik
Pemeriksaan Feses ditemukannya trofozoit
hematofagus
X - Foto Toraks
Peninggian hemidiafragma
kanan
Gerakannya menurun atau
kadang-kadang gerakan
paradoksal (pada waktu
inspirasi diafragma justru
bergerak ke atas).
Tampak sudut kostofrenik
kanan tumpul di bagian
depan (pada abses hati
piogenik, tumpul di bagian
belakang).
Ultrasonography (USG)
Bentuk bulat atau
oval, tidak ada
gema dinding yang
berarti, ekogenitas
lebih rendah dari
parenkim hati
normal.
CT Scan
Gambaran
hipodensitas
dengan batas yang
halus dan pengisian
kontras di tepi
abses
MRI
Merupakan tes diagnostik yang sensitif,
Tetapi penemuan- penemuannya tidak spesifik.
Tes ini digunakan sebagai informasi tambahan dengan
membandingkan dengan tes lain yang lebih murah.
Diagnosis
a. Anamnesis:
Pasien umumnya datang dengan keluhan nyeri abdomen kanan atas
Nyeri dirasakan seperti tertusuk dan ditekan
Nyeri dapat dirasakan menjalar hingga ke bahu dan lengan kanan
Pasien merasa semakin nyeri apabila batuk, berjalan, menarik napas
dalam, dan berbaring miring ke sisi tubuh sebelah kanan
Pasien juga merasa lebih nyaman berbaring miring ke sisi tubuh
sebelah kiri
Demam dijumpai pada 87-100% kasus, mual dan muntah ditemukan
pada 32-85% kasus, dan dapat dijumpai pula penurunan berat badan.
Keluhan diare dijumpai pada sepertiga kasus, bahkan pada beberapa
kasus dijumpai riwayat disentri beberapa bulan sebelumnya (Brailita,
2008).
Hal lainnya yang perlu dinilai dalam anamnesis adalah riwayat sakit
kuning sebelumnya dan riwayat keluarnya proglottid ( lembaran putih
di pakaian dalam) dengan tujuan menyingkirkan diagnosa banding.
b. Pemeriksaan fisik:
Dari pemeriksaan tanda vital umumnya ditemukan demam
Pada mata ditemukan konjungtiva palpebra inferior pucat
Dapat dijumpai sklera ikterik akibat abses yang multiple
ataupun abses yang meluas hingga menekan duktus biliaris.
Pada pemeriksaan thorax dapat dijumpai peningkatan batas
paru hati relatif/absolut tanpa peranjakan
Suara pernapasan dapat melemah pada lapangan paru
kanan bawah
Ditemukannya friction rub pada pemeriksaan thorax
menunjukkan rupture abses ke pericardium dan nilai
mortalitasnya sangat tinggi
Dari pemeriksaan abdomen ditemukan hepatomegali yang
nyeri tekan
Hepar memiliki tepi yang regular dengan permukaan licin dan teraba
adanya fluktuasi
Pemeriksaan Ludwig sign, yakni menekan sela iga ke-6 setentang
linea axilaris anterior, apabila terdapat nyeri tekan maka menguatkan
dugaan abses hati
Nyeri tekan di kuadran kanan atas umumnya dijumpai
Nyeri tekan pada region epigastrium menggambarkan kemungkinan
abses di lobus kiri dan keadaan ini harus diwaspadai mengingat
kecenderungan abses di lobus kiri menyebabkan efusi pericardium
Nyeri tekan yang menjalar ke lumbal kanan menimbulkan dugaan
letak abses di postoinferior lobus kanan hati.
Apabila terdapat akut abdomen dan bising usus menghilang maka
dipertimbangkan kemungkinan perforasi ke peritoneum.
c. Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan laboratorium yang pertama dipertimbangkan
adalah pemeriksaan darah rutin dimana akan ditemukan
leukositosis ( 11.000-25.000/mm3) dengan neutrofil batang
>70% , anemia normokromik normositer.
Pada kasus yang kronik, leukosistosis dapat saja tidak ditemui
dan dijumpai anemia hipokrom mikrositer.
Pada pemeriksaan feses rutin dapat dijumpai leukosit, kista,
dan bentuk trofozoit yang mengandung eritrosit.
Pemeriksaan fungsi hati perlu dilakukan untuk menyingkirkan
diagnosa banding, dan mengetahui kronisitas penyakit.
Pada abses hati yang akut dapat dijumpai peninggian SGOT.
Sementara itu, pada kasus yang kronik SGOT cenderung
normal, akan tetapi terjadi peningkatan SGPT. Pada beberapa
kasus yang dilaporkan, tidak dijumpai peninggian SGOT dan
SGPT.
Hiperbilirubinemia jarang terjadi kecuali abses mengakibatkan
kolestasis.
d. Radiologis:
Pada foro thorax dijumpai diafragma yang meninggi,
hal ini dimungkinkan akibat penekanan abses
Pada USG abdomen didapati lesi berbentuk bulat
atupun oval, tunggal, berbatas tegas dan hipoecoic
USG abdomen juga dapat mengkonfirmasi letak lobus

Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk


menyingkirkan diagnose banding selanjutnya adalah
alfafetoprotein (AFP) dimana nilai normalnya 0-
20ng/ml. Apabila didapati AFP > 400ng/ml maka nilai
ini sangat sugestif untuk penegakan diagnosa
hepatoma.
Laboratory findings
leukocytosis (>10,000 cells/L)
Anemia
liver enzyme levels are normal or minimally
elevated
alkaline phosphatase level is most elevated
and remain so for months
Aminotransferase elevations suggest acute
disease or a complication
Kriteria penegakan diagnosis
Terdapat beberapa acuan penegakan diagnosis yakni
kriteria Ramachandra, kriteria Sherlock, juga kriteria
Lamont dan Pooler.
Kriteria Ramachandran ditegakkan abses hati bila
didapatkan tiga atau lebih dari:
- Hepatomegali yang nyeri tekan
- Riwayat disentri
- Leukositosis
- Kelainan radiologis
- Respons terhadap terapi amoebisid
Kriteria Sherlock yakni :
- Hepatomegali yang nyeri tekan
- Respon yang baik terhadap terapi amoebisid
- Leukositosis
- Peninggian diafragma kanan dengan pergerakan
yang kurang
- Aspirasi pus
- Pada USG ditemukan rongga dalam hati
- Tes hemaglutinasi positif
Kriteria Lamont dan Pooler ditegakkan abses hati
bila didapatkan tiga atau lebih dari:
- Hepatomegali yang nyeri
- Kelainan hematologis
- Kelainan radiologi
- Pus amoebik
- Tes serologi positif
- Kelainan sidikan hati
- Respon yang baik terhadap terapi amoebisid
Diagnosa banding
- Abses hati piogenik: disebabkan apendisitis dan infeksi pada
saluran empedu.
pada anamnesis perlu ditanyakan riwayat nyeri abdomen kanan
bawah dan riwayat sakit kuning sebelumnya
- Kolesistisis
- Kista hidatid : perlu ditanyakan kebiasaan makan dan adanya
pengeluaran proglotid
- Kolelitiasis ; perlu ditelusuri gambaran nyeri, sclera ikterik dan
Murphy sign
- Karsinoma sel hati primer
Penatalaksanaan
Terapi untuk pasien dengan abses hati amebic
berupa medikamentosa, aspirasi terapeutik, dan
pembedahan.
MEDIKAMENTOSA
Metronidazole 1st line, pengobatan abses hati
amebik dengan dosis 3x750 mg selama 5-10 hari.
Dikarenakan kemampuannya sbg agen amebiasis
ekstraluminal.
Akan tetapi obat ini tidak poten terhadap kista
(bentuk intraluminal) sehingga perlu dikombinasikan
dengan Paramomycin dengan dosis 4X500mg.
Pilihan lainnya dapat ditambahkan / diganti
dengan kloroquin fosfat, dosis 1gr/hari selama 2
hari dilanjutkan dengan 500mg/hari selama 20
hari.
Hal ini dilakukan apabila setelah terapi
metronidazole selama 5 hari tidak terdapat
perbaikan ataupun bila terdapat intoleransi.
Obat 2nd line : dihydroemetin 1-1,5mg/kgBB/hari
IM (maksimum 99gr/hari) selama 10 hari. Akan
tetapi, yang terakhir disebutkan relatif toksik
sehingga perlu kewaspadaan pemakaian.
Tindakan aspirasi terapeutik diindikasikan apabila :
- Abses dikhawatirkan akan pecah ( terutama bila
diameter >5 cm)
- Tidak ada respon terhadap medikamentosa setelah 7
hari
- Abses berada di lobus kiri memiliki risiko mudah pecah
ke rongga peritoneum ataupun pericardium

Tindakan pembedahan berupa drainase dilakukan


apabila :
- Abses disertai komplikasi infeksi sekunder
- Abses jelas menonjol ke abdomen atau ruang interkosta
- Terapi medika mentosa dan aspirasi tidak berhasil
- Rupture abses ke rongga
perikardial/pleural/peritoneum
Treatment
Drugs
Aspiration
Indications
the need to rule out a pyogenic abscess
the lack of a clinical response in 35 days
the threat of imminent rupture
the need to prevent rupture of left-lobe abscesses into
the pericardium
Komplikasi
Infeksi sekunder yang umumnya terjadi pada 10-
20% kasus
Ruptur abses menyebabkan perikarditis, pleuritis
ataupun peritonitis
Komplikasi vaskuler berupa ruptur abses ke dalam
vena porta hepatica, saluran empedu, ataupun
traktus gastrointestinal
Parasitemia dan amebiasis serebral dimana parasit
masuk ke aliran darah sistemik dan menginvasi
organ lain. Sep/ otak, memberikan gambaran klinik
lesi fokal intrakranial.
Prognosis
Beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis
yakni virulensi parasit, status imunitas dan
keadaan nutrisi pasien, usia pasien.
prognosis lebih buruk pada usia tua, kronisitas
penyakit dimana tipe akut memiliki prognosis
yang lebih buruk, letak dan jumlah abses,
prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri
atau multiple.
Penggunaan dgn: emetine, metronidazole, dan
kloroquin mortalitas menurun.
Penyebab mortalitas umumnya adalah sepsis/
sindrom hepatorenal.
Pencegahan
Sanitasi yang adekuat dan eradikasi kista
karier
Mengupas kulit buah-buahan dan sayuran dan
minum air matang
Disinfeksi dengan iodinasi (tetrasiklin
hidroperiodide)
ABSES HATI PIOGENIK
Abses hati piogenik
Terjadi akibat komplikasi apendisitis bersamaan dgn
fileplebitis (era pre-antibiotik)

Patogenesis
Penyebaran infeksi scr hematogen & langsung
Penyakit biliaris obstruksi aliran empedu
proliferasi bakteri
Tekanan & distensi kanalikuli melibatkan cabang2 vena
portal & limfatik abses fileflebitis
Penetrasi akibat trauma tusuk inokulasi bakteri pd
parenkim hati AHP
Penetrasi trauma tumpul nekrosis & perdarahan
intrahepatik kebocoran saluran empedu
kerusakan kanalikuli masuknya bakteri ke hati
pertumbuhan bakteri pus & supurasi
PATOGENESIS
Penyebaran hematogen /secara langsung dari tempat
terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum.
Hati menerima darah dari sirkulasi vena portal
terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang
berulang.
Penyakit sistem biliaris obstruksi aliran empedu
proliferasi bakteri tekanan dan distensi kanalikuli
akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan
limfatik formasi abses filebitis. Mikroabses yang
terbentuk menyebar secara hematogen sehingga
terjadi bakterimia sistemik.
Penetrasi akibat trauma tumpul nekrosis hati,
perdarahan intrahepatik dan terjadi kebocoran
saluran empedu kerusakan dari kanalikuli
masuknya bakteri ke hati terjadi pertumbuhan
bakteri dengan proses supurasi dan pembentukan
pus.
Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP karena
menerima darah dari arteri mesenterika superior dan
vena porta sedangkan lobus kiri menerima darah dari
arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.
Manifestasi Klinis
Nyeri spontan perut kanan atas jalan membungkuk
ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya.
Demam
Mual, muntah dan tidak nafsu makan
Penurunan BB, kelemahan badan
Ikterus
BAB seperti kapur, BAK berwarna gelap
Setelah memakai antibiotik yang adekuat: malaise,
demam yang tidak terlalu tinggi, nyeri tumpul pada
abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan
Abses dekat dengan diafragma iritasi diafragma
nyeri pada bahu pundak sebelah kanan, batuk atau
atelektasis
Manifestasi yang membedakan pada
abses hati
Abses hati piogenik Abses hati amebik
Masa inkubasi 1-16 minggu 1-12 minggu
Demam Tinggi, hektik Derajat rendah
Toksisitas Dapat terlihat jelas Minimal atau tidak
ada
Hati
Nyeri tekan Biasa Bervariasi, mungkin
interkostal
Pembengkakkan Tidak sering Sering
Ikterus 25% 5%
Jari tabuh Bila kronik Tidak pernah ada
Abses hati piogenik Abses hati amebik

Kejadian Infeksi/pembedaha Disenteri pada 20%


sebelumnya n intra-abdomen
Mikroskopik tinja normal Kista/trofozoit E.
histolytica pada 15%
Kultur darah + pada 34% -
Aspirat abses
Gram + -
Kultur + -
Trofozoit - Kadang-kadang +
Serologi amoebik - +
Jumlah abses Multipel pada 35% Jarang multipel
Pemeriksaan fisik
Febris yang sedang sampai tinggi
Palpasi: hepatomegali
Nyeri tekan +
Diperberat dengan pegerakan abdomen
Splenomegali kronik
Bisa didapatkan asites, ikterus dan tanda-tanda
hipertensi portal
Pemeriksaan penunjang: Lab
Leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri
Anemia
LED
ALP
enzim transaminase dan serum bilirubin
Trombin time yang memanjang
Tes serologi: menyingkirkan diagnosis banding
Kultur darah GOLD STANDARD (untuk
menegakkan diagnosa jika penyebabnya bakterial)
Pemeriksaan penunjang: Rontgen
Diafragma kanan
Efusi pleural
Ateletaksis basiler
Empiema/abses paru
Foto toraks PA: sudut kardiofrenikus tertutup
Lateral: sudut kostofrenikus tertutup
Di bawah diafragma terlihat udara atau bayangan air
fluid level
Abses lobus kiri akan mendesak kurvatura minor
Pemeriksaan penunjang
Abdominal CT-Scan
Sensitivitas 95-100%
Dapat mendeteksi luasnya lesi hingga < 1 cm
USG
Sensitivitas 80-90%
Ultrasound Guided Aspirate for Culture and Special
Stains: 90%
Gallium dan technectium radionuclide scanning: 50-
90%
Diagnosis
Terkadang sulit karena tanda dan gejala klinis
sering tidak spesifik
Diagnosis dini penting dalam pengelolaan
penyakit ini karena dapat disembuhkan
Diagnosis dan perngobatan yang terlambat akan
meningkatkan kejadian angka mortalitas dan
morbiditas
Diagnosis berdasarkan penyebab: dengan
menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan
kultur hasil aspirasi GOLD STANDARD
Penatalaksanaan
1. Istirahat
2. Diet
3. Drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan USG
abdomen atau CT tindakan bedah
4. Antibiotika
I. Penisilin
II. kombinasi dengan ampisilin, aminoglikosida atau sefalosporin
gen III dan klindamisi atau metronidazol
Jika dalam waktu 48-72 jam, blm ada perbaikan klinis dan
laboratoris, maka antibiotika yang digunakan diganti sesuai
dengan hasil kultur sensitivitias aspirat abses hati
Pengobatan secara parenteral dapat dirubah menjadi oral
setelah pengobatan parenteral setelah 10-14 hari, kemudian
dilanjutkan kembali hingga 6 minggu kemudian
Komplikasi
Septikemia / bakterimia mortalitas 85%
Ruptur abses hati disertai peritonitis generalisata
mortalitas 6-7%
Kelainan pleuropulmonal
Gagal hati
Perdarahan ke dalam rongga abses
Hemobilia
Empiema
Fistula hepatobronkial
Ruptur ke dalam perikard atau retroperitoneum
Prognosis
Mortalitas AHP setelah diterapi antibiotika yg
sesuai dgn penyebab & dilakukan drainase 10-
16%
Prognosis buruk jika
Keterlambatan diagnosis & pengobatan
Hasil kultur darah yg memperlihatkan bakterial
penyebab multipel
Tdk dilakukan drainase
Ikterus
Hipoalbuminemia
Efusi pleural / penyakit lain
References
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Abses Hati
Pyogenik
E. Kuntz. Hepatology Principles and Practice.
2nd edition. Germany: Springer; 2006
Fauci. Braunwald. Dkk. Harrisons Principles of
Internal Medicine. 17th edition. United State:
The McGraw-Hills; 2008

Anda mungkin juga menyukai