Anda di halaman 1dari 30

Aljabar Linier

(TIK)

Part 3 – Determinan Matriks


By
Luh Putu Eka Damayanthi, S.Pd., M.Pd.
[ekadamayanthi@rocketmail.com]

Jurusan Pendidikan Teknik Informatika


FTK – Undiksha

1
A. Menghitung Determinan dengan Perkalian
Elementer
Definisi A.1

Sebuah permutasi dari himpunan bilangan bulat positif {1, 2, 3, …, n}


adalah susunan bilangan-bilangan bulat ini menurut aturan tertentu “tanpa
menghilangkan” atau “tanpa mengulang” bilangan tersebut.

Contoh:
 Permutasi dari {1, 2} adalah (1, 2) dan (2, 1)
 Permutasi dari {1, 2, 3} adalah (1, 2, 3), (3, 1, 2), (2, 3, 1), (2, 1, 3), (1,
3, 2), dan (3, 2, 1)

Dari definisi permutasi, apabila ada 4 bilangan, maka banyaknya permutasi


adalah 24 buah. Hal ini dapat dihitung dari rumus n!

2
Cara mendaftar atau membuat “list” dari permutasi n bilangan bulat adalah
dengan menggunakan pohon permutasi.

Kita bisa melakukan simbolisasi untuk permutasi dari himpunan {1, 2, 3, …,


n}. Permutasi secara umum dapat dinyatakan dalam bentuk (j1, j2, j3, …, jn)
atau
j1 adalah bilangan pertama dari himpunan {1, 2, 3, …, n}
j2 adalah bilangan kedua dari himpunan {1, 2, 3, …, n}
j3 adalah bilangan ketiga dari himpunan {1, 2, 3, …, n}

jn adalah bilangan ke-n dari himpunan {1, 2, 3, …, n}

Definisi A.2

Dalam permutasi, dikatakan terjadi sebuah “inversi” (inversion) apabila


sebuah bilangan bulat yang lebih besar mendahului sebuah bilangan yang
lebih kecil.

3
Contoh:

Kita akan menghitung banyak inversi dalam permutasi (2, 4, 1, 3). Caranya
sebagai berikut.

 Banyaknya bilangan bulat yang lebih kecil daripada j1 = 2 dan


mengikutinya (yaitu j3 = 1), dapat dilihat pada permutasi (2, 4, 1, 3).
Dalam permutasi tersebut j1 = 2, j2 = 4, j3 = 1, dan j4 = 3.
 Banyaknya bilangan bulat yang lebih kecil daripada j2 = 4 dan
mengikutinya, ada dua (yaitu j3 = 1 dan j4 = 3).
 Banyaknya bilangan bulat yang lebih kecil daripada j3 = 1 dan
mengikutinya adalah nol (tidak ada)

Sehingga banyaknya inversi dalam permutasi ini adalah 1 + 2 + 0 = 3

Cobalah Anda hitung banyaknya inversi untuk permutasi (3, 2, 5, 4, 1)!

4
Definisi A.3

Sebuah permutasi dinamakan permutasi genap jika banyaknya inversi


dalam permutasi tersebut genap. Sebaliknya, sebuah permutasi dinamakan
permutasi ganjil jika banyaknya inversi dalam permutasi tersebut ganjil.

Contoh:

Permutasi (2, 4, 1, 3) adalah permutasi ganjil karena banyaknya inversi


dalam permutasi tersebut ganjil. Sementara itu, permutasi (4, 2, 3) adalah
permutasi genap. Coba Anda Buktikan!

Definisi A.4

Hasil perkalian elementer dari matriks A yang berukuran n x n adalah hasil


perkalian elemen-elemen tersebut tidak berasal dari baris yang sama atau
kolom yang sama.

5
Contoh:

Hasil perkalian elementer matriks A yang berukuran 4 x 4 adalah a31 a22 a43
a14

 a11 a12 a12 a14 


a a22  a23 a24 
 21
a31  a32 a33 a34 
 
 a41 a42 a43  a44 

Sementara itu, a11, a12, a23, a34 adalah bukan hasil perkalian elementer, sebab
bentuk a11, a12, a23, a34 mempunyai elemen baris yang sama, yaitu elemen a11
dan a12 terletak pada baris yang sama.

Apabila matriks A berukuran n x n, maka seluruh hasil perkalian


elementer dalam matriks A ada n!

6
Cara mencari seluruh hasil perkalian elementer dalam matriks A yang
berukuran n x n adalah sebagai berikut.

 Tuliskan bentuk a1, a2, a3, …, an


 Tanda dalam bentuk titik tersebut diganti dengan seluruh permutasi (j1,
j2, j3, …, jn) maka tentulah didapat n! hasil perkalian elementer.

Contoh:
 a11 a12 a13 
Dipunyai matriks A  a21 a22 a23 
a31 a32 a33 

maka kita tuliskan a1, a2, a3, dan permutasi-permutasi dari n = 3 adalah:
(1, 2, 3) (2, 1, 3) (3, 1, 2)
(1, 3, 2) (2, 3, 1) (3, 2, 1)

7
Hasil perkalian elementernya adalah:

(1, 2, 3) → a11a22a33
(2, 1, 3) → a12a21a33
(3, 1, 2) → a13a21a32
(1, 3, 2) → a11a23a32
(2, 3, 1) → a12a23a31
(3, 2, 1) → a13a22a31

Jadi, ada 6 = 3! Buah yang bersesuaian dengan 6 permutasi tersebut.

Definisi A.5

Sebuah hasil perkalian elementer bertanda dari A adalah sebuah hasil


perkalian elementer (atau bentuk a1., a2., …, an.) yang dikalikan dengan +1
jika permutasinya genap dan dikalikan dengan -1 jika permutasinya ganjil.

8
Contoh:

Untuk matriks A yang berukuran 3 x 3, maka hasil perkalian bertanda dari


a11a23a32 adalah – a11a23a32 (karena permutasi yang bersesuaian adalah (1, 3,
2) yang merupakan permutasi ganjil).

Sementara itu, hasil perkalian bertanda dari a13a21a22 adalah +a13a21a22


(karena permutasi yang bersesuaian adalah (3, 1, 2) yang merupakan
permutasi genap)

Dari definisi-definisi di atas, kita akan mulai mendefinisikan determinan.

Definisi A.6

A adalah matriks bujur sagkar. Determinan matriks A yang disimbolkan


det(A) dapat didefinisikan sebagai jumlahan semua hasil perkalian elementer
bertanda dari matriks A.

Definisi di atas apabila dinotasikan akan berbentuk:


det  A   a j a j a j ...an jn
1 1 2 2 3 3
j1 , j2 ,..., jn 9
Beberapa hasil untuk pencarian determinan akan dijabarkan berikut
ini.

 Untuk n = 2

a a 
A   11 12 
a21 a22 

Permutasi Inversi Hasil Perkalian Elementer Bertanda


(1, 2) 0 a11a22
(2, 1) 1 -a12a21

Jadi, det(A) = a11a22 - a12a21

10
 Untuk n = 3
 a11 a12 a13 
A  a21 a22 a23 
a31 a32 a33 

Permutasi Inversi Hasil Perkalian Elementer Bertanda


(1, 2, 3) 0 a11a22a33
(1, 3, 2) 1 -a11a23a32
(2, 1, 3) 1 -a12a21a33
(2, 3, 1) 2 a12a23a31
(3, 1, 2) 2 a31a21a32
(3, 2, 1) 3 -a13a22a31

Jadi, det(A) = a11a22a33 + a12a23a31 + a31a21a32 - a11a23a32 - a12a21a33 -


a13a22a31

11
Contoh:

 3 1  
det      3 2  14  10

  4  2 
 1 1  2  
  
det  2  1 1    4  1  8  2  2  8  13  8  21
 1  2  4  
 

Catatan:
 a b   a b
Untuk simbol det  
dapat juga digunakan simbol
  c d  c d

12
B. Sifat-sifat Determinan suatu Matriks

Teorema B.1

Apabila A adalah suatu matriks yang berukuran n x n dan memuat sebuah


baris (kolom) yang elemennya semua nol, maka det(A) = 0.

Contoh:
 3 1  
det      30  10  0
 0 0 
 3 0 
det      30  01  0

 1 0 

13
Teorema B.2

Apabila A adalah suatu matriks yang berukuran n x n dan terdapat 2 baris


(kolom) yang sama, maka det(A) = 0

Contoh:
 3 1   3 3 
det     31  13  0, det     31  31  0
 
 3 1   1 1 

Teorema B.3

Jika A adalah matriks segitiga (atas/bawah) yang berukuran n x n, maka


det(A) adalah hasil dari perkalian elemen-elemen diagonal utama, yaitu
det(A) = a11a22a33…ann

Contoh:
 3 1   3 0 
det     3 1  3, det     3 1  3
 
 0 1   1 1 
14
Hubungan antara determinan dan operasi baris elementer dapat dinyatakan
dalam beberapa teorema berikut.

Teorema B.4

Apabila A1 adalah matriks sebagai hasil dari matriks A yang sebuah


baris/kolomnya dikalikan dengan konstanta k, maka det(A1) = kdet(A).

Contoh:
 3 1   6 2 (k  2)

Bila A    
   A1  2
 2 4   4
det  A  10, maka det  A1   20,
(sebab matriks A1 diperoleh dari A dengan baris pertama dari matriks A dikalikan 2)

sehingga :
det  A1   k det  A
20  2 10
20  20 terbukti 
15
Teorema B.5

Apabila B1 adalah matriks sebagai hasil dari matriks B (bila dua baris
matriks B dipertukarkan letak tempatnya), maka det(B1) = -det(B)

Contoh:

 3 1    2 4

Bila B    
   B1  3 1 
 2 4   

maka :
det B1    det B 
 10  10 terbukti 

16
Teorema B.6

Bila A adalah matriks yang berukuran n x n, maka det(AT) = det(A)

Contoh:

3 1  3 2
A   A T
 1 4
 2 4  
 
det AT  det  A
10  10 ( terbukti )

17
Teorema B.7

Misalkan A, A1, dan A2 adalah matriks yang berukuran n x n yang berbeda


di dalam sebuah baris/kolom saja (katakanlah baris/kolom b) dan
baris/kolom b dari A2 diperoleh dari penjumlahan elemen-elemen yang
bersesuaian di dalam baris/kolom b dari matriks A dan matriks A1, maka:

det(A2) = det(A) + det(A1)

Contoh:
3 1  3 1 3 1 
A   A1  3 7  A2  5 11
 2 4     
det  A2   det  A  det  A1 
28  10  18 ( terbukti )

3 1   3 3 3 4 
A   A1  2 7   A2  2 11
 2 4     
det  A2   det  A  det  A1 
25  10  15 ( terbukti )
18
Teorema B.8

Jika A dan B adalah matriks bujur sangkar dengan ukuran n x n, maka

det(AB) = det(A) det(B)

Contoh:

3 1  3 1
A  , B  3 7
 2 4  

Penyelesaian:
 Tentukan (AB) dan det(AB)
 Hitung det(A) dan det(B)
 Tunjukkan apakah det(AB) = det(A) det(B)

19
Teorema B.9

Sebuah matriks A yang berukuran n x n merupakan matriks invertible, jika


dan hanya jika det(A) ≠ 0.

Teorema B.10

Jika A merupakan matriks invertible, maka

 
det A1 
1
det  A

Teorema B.11

Diberikan E adalah matriks elementer yang berukuran n x n.


 Jika E dihasilkan dari pertukaran 2 baris In, maka det(E) = -1
 Jika E dihasilkan dari mengalikan satu baris In dengan konstanta k,
maka det(E) = k
 Jika E dihasilkan dari penambahan k kali baris kepada baris yang lain
dari In, maka det(E) = 1

Teorema B.12 Jika A adalah matriks n x n, maka det(kA) = kndet(A)


20
C. Menghitung Determinan dengan Ekspansi
Kofaktor

Definisi C.1

Bila A adalah sebuah matriks bujursangkar, maka minor elemen aij


(disimbolkan dengan Mij) didefinisikan sebagai determinan dari submatriks
yang ada setelah baris ke-i dan kolom ke-j dicoret dari A.

Nilai (-1)i+j ditulis sebagai Cij dan dinamakan kofaktor elemen aij.
Jadi, Cij = (-1)i+j Mij

21
Contoh:

1 2 1
Diberikan A   1 3  3, maka
 2  2 1 
 1 2 1 
    1 1 
M 32  det   1 3  3   det      1 3  1 1  4

 2  2 1    1  3 
 
dan C32   1 M 32   1 4  4
3 2

Jadi, C32  4 dan M 32  4

 1 2 1 
     3  3 
M 11  det  1 3  3   det 
    31   3 2  3
 2  2 1   2 1 
 
dan C11   1 M 11  1 3  3
11

Jadi, C11  3 dan M 11  3

22
Ekspansi kofaktor untuk menghitung determinan matriks adalah mengikuti
teorema berikut ini.

Teorema C.1

Apabila diberikan matriks A yang berukuran n x n, maka determinan matriks


A dapat dihitung dengan menggunakan:

 Ekspansi kofaktor sepanjang kolom j


det(A) = a1jC1j + a2jC2j + … + anjCnj

 Ekspansi kofaktor sepanjang baris i


det(A) = ai1Ci1 + ai2Ci2 + … + ainCin

23
Contoh:
1 2 1
Hitunglah determinan matriks A berikut ini. A  1 2 3
3 1 1

Petunjuk: Gunakan ekspansi kofaktor baris 1 dan ekspansi kofaktor kolom


2.

Jawab:
Perhitunga n determinan dengan ekspansi kofaktor baris 1.
2 3 1 3 1 2
det  A  1 2 1
1 1 3 1 3 1
 1 1  2 8  1 5  10

Perhitunga n determinan dengan ekspansi kofaktor kolom 2.


1 3 1 1 1 1
det  A  2 2 1
3 1 3 1 1 3
 2 8  2 2  12  10
24
Definisi C.2 (Matriks Kofaktor)

Jika A adalah sembarang matriks n x n dan Cik adalah kofaktor dari aij, maka
matriks dengan bentuk:
C11 C12 ... C1n 
C ... C2 n 
 21 C22
 ... ... ... ... 
 
Cn1 Cn 2 ... Cnn 

dinamakan matriks kofaktor dari matriks A.

Definisi C.3 (Matriks Adjoint)

Matriks adjoint A yang disimbolkan dengan Adj(A) adalah transpose dari


matriks kofaktor A.

25
Definisi C.4

Jika A adalah matriks yang berukuran n x n dan A adalah matriks invertible,


maka:

Adj A
1
A1 
det  A

Dengan kata lain, kita dapat mencari A-1 dengan menggunakan det(A) dan
Adj(A).

26
Contoh:
 3 1 - 4
Tentukan A 1 , bila A  6 9 - 2, dengan menggunaka n Adj(A).
1 2 1 
Jawab:
 3 1 - 4
A  6 9 - 2, maka
1 2 1 

C11 = 13, C12 = -8, C13 = 3


C21 = -9, C22 = 7, C23 = -5
C31 = 34, C32 = -18, C33 = 21

Sedangkan apabila dihitung, maka didapat det(A) = 43, sehingga:


 13 9 34 
 43 
13 - 9 34   43 43
1    8 7  18 
A -1  - 8 7 - 18 
43    43 43 43 
 3 - 5 21   3 5 21 
 43 43 43  27
D. Penyelesaian SPL dengan Aturan Cramer

Aturan Cramer:

Bila Ax = B adalah SPL yang terdiri dari n persamaan linier dengan n


variabel yang tidak diketahui dan det(A) ≠ 0, maka SPL tersebut mempunyai
penyelesaian tunggal dan penyelesaiannya adalah:

det  A1  det  A2  det  An 


x1  , x2  ,..., xn 
det  A det  A det  A

Dengan matriks Aj, j = 1, 2, 3, …, n adalah matriks yang diperoleh dengan


mengganti elemen kolom j dari matriks A dengan matriks
 b1 
B   ... 
bn  28
Contoh:
Dipunyai SPL
x  y - 2z  1
2x - y  z  2
x - 2y - 4z  -4
SPL di atas bersesuaia n dengan bentuk Ax  B
1 1 - 2  x1  1
dengan A  2 - 1 1 , x   x 2 , B   2 
1 - 2 - 4  x 3   4
 1 1  2   1 1  2 
   
det  A  det  2  1 1    21; det  A1   det   2  1 1    26
 1  2  4     4  2  4 
  
 1 1  2    1 1 1 
      
det  A2   det  2 2 1    25; det  A3   det  2  1 2    15
 1  4  4    1  2  4  
   
Jadi, dengan menggunaka n aturan Cramer didapat :
det  A1  26 det  A2  25 det  A3  15
x  , y  , z 
det  A 21 det  A 21 det  A 21 29
Start

Ada
pertanyaan?

Ada

Mencari
jawaban
Tidak

Jawaban

PULANG
30

Anda mungkin juga menyukai