Anda di halaman 1dari 57

TUBERKULOSIS PARU

Triana Putri/20090310133
Konsulen : dr.Agus Sunaryo, Sp.PD
Laporan kasus
A. Identitas Pasien
 Nama : Ny. D
 Umur : 22 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Alamat : Salatiga
 Tanggal Masuk : 28 januari 2015
 Bangsal : FLAMBOYAN
B. Anamnesis
 Keluhan Utama: batuk berdahak disertai darah

 Riwayat Penyakit Sekarang: pasien datang dengan keluhan


batuk berdahak (+), disertai darah keluhan ini sudah
dirasakan sejak 2 hari yll,pasien juga mengatakan riwayat
batuk sudah lama, bila batuk banyak nya sekitar ½ gelas
belimbing, darah berwarna merah segar, sesak (+) kadang
di malam hari, nyeri dada (+) , demam (+) 1 hari yang lalu
 Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa (-), riwayat opname (+)

 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluarga dengan penyakit HT dan DM disangkal
Riwayat keluarga dengan TBC dan penyakit paru disangkal

 Riwayat Personal Sosial


Pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, dikeluarga ada yang
merokok
C. Pemeriksaan Fisik

 Kesan umum : Pasien tampak sesak


 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan darah : 110/90
 Nadi : 92 kpm, reguler, isi dan tegangan cukup
 Frekuensi Napas : 28 kpm, kedalaman cukup
 Suhu : 38,8 C (suhu aksila)
 SPO2 : 91%
Kepala
 Mata : palpebra simetris, tidak tampak edema, conjungtiva
pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-)
 Hidung :simetris, cuping hidung (-), sekret (-),
epistaksis (-), defek kongenital (-).
 Telinga :simetris, tanda- tanda infeksi (-), nyeri tekan
tragus (-), sekret (-)
 Mulut :bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-).

Leher : Pembesaran lnn (-), pembesaran kel. Tiroid (-), massa (-).
Thorax
 I : simetris (+), ketinggalan gerak (-), retraksi (-), massa (-).
 P : massa (-), nyeri tekan (-/-)
 P : sonor (+/+)
 A: bunyi napas vesikuler (+/+) meningkat , rhonki (+/+), wheezing (-
/-), suara jantung S1 S2 reguler, bising (-)

Abdomen
 I : simetris (+), distensi (-), massa (-)
 A: bising usus (+) kesan normal
 P: timpani pada keempat kuadran, pekak hepar (+), nyeri ketok ginjal
(-).
 P: supel, nyeri tekan (-) , massa intraabdominal (-), tidak ada
massa hepar , turgor kulit melambat (-)
Extremitas

 Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-), edema (-)


Px Penunjang

 Al 12,01
 Ae 5,15

 Hb 10,9

 Ht 36,2

 At 442

RO thorax PA kesan: TB pulmo


Hasil pemeriksaan dahak SPS: negatif
Diagnosis Banding
 Tuberculosis Paru

 Bronkhopneumonia kronis

 Pneumonia

 ISPA

Diagnosis Kerja
 Tuberculosis paru
Terapi

 Infus D5% 16 tpm


 Inj levofloxacine 1x160 mg
 Inj kalnex 1a/8jam
 OBH 3xCI
 Licurmin 3xCI
 4FDC IxIII
Tinjauan Pustaka
PENDAHULUAN

 SKRT 2001 : rangking ke 1 penyebab


kematian pada penyakit infeksi & ranking
ke 2 diantara penyakit lainnya
 Indonesia “Penyumbang TB no.3 di dunia”
 Usia produktif (15-59)  80%
Definisi TB
 Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru
yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan
nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
penderita kepada orang lain yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis), Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
ETIOLOGI
 Mycobacterium tuberculosis
 Kuman berbentuk batang
 Panjang 1-4 mikron
 Terdiri dari asam lemak
 Kuman > tahan asam  kuat thdp ggn kimia
dan fisis
 Aerob suka terhadap jaringan kaya O2
 Dalam jaringan kuman hidup sbg parasit intra
seluler
PATOGENESIS

 Tuberkulosis primer
 Tuberkulosis postprimer
Inhalasi basil TB Alveolus Fagositosis oleh makrofag

Basil TB berkembang biak Destruksi basil TB

Destruksi makrofag

Resolusi Pembentukan tuberkel Kelenjar limfe

Kalsifikasi

Perkijuan Penyebaran hematogen


Kompleks Ghon

Pecah

Lesi di hepar, lien, ginjal


Lesi sekunder
tulang, otak dll

Patogenesis tuberkulosis
Tuberkulosis primer
 Kuman TB  kontak dengan makrofag :
1. Kuman mati
2. Berkembang biak dlm alveoli ke organ tubuh
 paru membentuk sarang TB kecil / efek
primer  Kel get bening (limfangitis lokal /
regional)  Kompleks primer 
- Sembuh
- Sembuh dengan cacat (fibrotik, kalsifikasi)
- Komplikasi penyebaran (limfogen,
bronkogen, hematogen, tertelan TB usus
Tuberkulosis pascaprimer
Kuman TB (dormant)  sarang dini 
 Teresorbsi  sembuh tanpa cacat

 Meluas  sembuh  cacat

 Meluas  perkejuan

 Perkejuan :
 Aktif
 Sembuh menjadi padat / membungkus diri
 tuberkuloma
 Komplikasi : - jamur
- batuk darah
GEJALA TB PARU
 1. Gejala utama (sering ditemukan)
Batuk ≥ 3 minggu
 2. Gejala tambahan
- Dahak campur darah
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
- Badan lemah, nafsu makan turun,
BB turun, malaise, keringat malam, demam
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan bakteriologis : (sputum BTA positif )
- Kultur : BTA positif  kultur positif
BTA negatif  kultur negatif
 Pemeriksaan radiologis
 Aktif
 Tidak aktif
 Pemeriksan darah : LED, limfositosis
 Histopatologis (diagnostik)  granuloma, perkejuan
 Uji tuberkulin : ???
 Serologis : (PAP, Bactec, PCR)
Diagnosis TB

Pemeriksaan fisik
• Tergantung dari luas & keluhan.
• Pada awal penyakit t.a.k.
• Umumnya : kelainan di apeks
• Dapat ditemukan a.l. : suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah,
ronki basah, tanda2 penarikan paru,
diafragma & mediastinum
Diagnosis TB
 Ditemukan BTA mikroskopik (+) paling sedikit 2
dari 3 pemeriksaan (SPS)
 Bila hanya 1 X positif, maka dilakukan
foto toraks :
* jika mendukung  TB
* tak mendukung  ulang pem dahak SPS
 Bila memungkinkan pemeriksaan lain: misal
biakan/ resistensi
Diagnosis TB

 Foto toraks TB aktif :


 gambaran multiform
- bayangan berawan / noduler di
segmen apikal & post LAP atau
segmen sup LBP
- kavitas
- bayangan bercak milier
- efusi pleura unilateral
Diagnosis TB

Foto toraks TB inaktif


- fibrotik
- kalsifikasi
- fibrotoraks atau penebalan pleura

Destroyed Lung:
- Berdasarkan foto toraks sulit dinilai
keaktifannya
- Perlu pemeriksaan bakteriologik dan serial
foto toraks
Diagnosis TB
Luas lesi pada foto toraks
1. Lesi minimal : mengenai sebgn atau ke-2
paru dgn luas tak lebih dari vol paru yg
terletak di atas Chondrosternal junction
dari iga ke-2 dan pros. spinosus Th IV
atau korpus vertb Th V (sela iga II) dan
tidak ada kavitas

2. Lesi luas : lebih luas dari lesi minimal


KLASIFIKASI TB PARU

 TB PARU BTA POSITIF


- minimal 2 X pemeriksaan BTA (+)
- 1 spesimen dahak (+) & foto toraks TB
- spesimen dahak (-) & biakan +

 TB PARU BTA NEGATIF


- 3 spesimen dahak (-) & foto toraks TB
 BEKAS TB

 Bakteriologis (mikroskopis & biakan)  negatif


 Klinis tidak ada, atau ada gejala sisa akibat
kelainan paru yang ditinggalkan
 Radiologis  lesi TB inaktif / serial foto sama /
tidak berubah
 Riwayat terapi OAT adekuat, akan lebih
mendukung
Pembagian TB berdasarkan
riwayat pengobatan
 TB paru kasus baru : yang belum mendapat OAT
atau OAT < 1 bulan
 TB paru kasus kambuh : telah dinyatakan sembuh
tetapi ditemukan kembali BTA (+) atau biakan (+)
atau foto toraks TB aktif (perburukan)
 TB paru gagal pengobatan : TB yang BTA tetap
positif atau positip kembali setelah akhir bulan ke ≥
5 atau TB Paru BTA (–) yg menjadi BTA (+) pada
akhir bulan ke 2
Pembagian TB berdasarkan
riwayat pengobatan
 TB paru putus berobat : minimal ≥ 1 bulan
makan obat kmd berhenti berobat sebelum
dinyatakan sembuh pada fase awal atau fase
lanjutan
 TB paru kasus kronik : TB dengan BTA tetap (+)
setelah menjalani pengobatan ulang kat 2 dgn
pengawasan yang baik
 MDR-TB : kuman TB resisten terhadap R dan H
dengan atau tanpa OAT lainnya
 Pengobatan TB :
 Fase intensif
 Fase lanjutan

 OAT pilihan pertama :


 R, H, Z, E, S
Dasar kemoterapi
 Aktivitas obat : ( bakterisid, bakteriostatik )
 Faktor kuman : ( populasi kuman )
- Kel A : - Kuman yg tumbuhnya aktif dan cepat
- Mudah diatasi OK sensitif thd OAT
- Kel B : - Semi dormant
- Senang dalam suasana asam
- Kurang sensitif dengan OAT
- Kel C : - Semidormant tetapi dengan
metabolisme sangat cepat dan
singkat dlm bbrp jam
- Hanya sensitif thdp OAT tertentu
- Kel D : - Dormant, resisten / kebal thdp OAT
- Dipengaruhi daya tahan tubuh
PADUAN PENGOBATAN TB
1. TB Paru BTA (+)
 Paduan yang diberikan :
2RHZE/4RH
2RHZE/4R3H3 (Program P2TB)
 Diberikan pula pada :
 TB Paru BTA (+) kasus baru
 TB Paru BTA (-) lesi luas
 TB di luar paru
 Jika diperlukan dapat diberikan fase lanjutan 7 bulan :
2 RHZE/7RH alternatif 2RHZE/7R3H3
 TB dengan lesi luas
 TB dengan komorbid
 TB kasus berat
2. TB Paru BTA negatif lesi minimal
 Paduan yang diberikan : 2RHZE/4RH
alternatif : 2RHZE/4R3H3
6 RHE
3. TB Paru kasus kambuh
 Paduan yang diberikan :
2 RHZES/1RHZE/5RHE atau 3RHZE/6RHE
Jika ada hasil uji resistensi minimal 4 OAT
yang sensitif fase intensif 3 bulan
 Alternatif : 2 RHZES/1RHZE/5R3H3E3
(Program P2TB)
4. TB Paru gagal pengobatan
 Pengobatan berdasarkan uji resistensi
minimal 4-5 OAT dengan 2 OAT yang
sensitif diberikan minimal 1-2 tahun
 Alternatif : 2RHZES/1RHZE/5H3R3E3
(program P2 TB)
 Pertimbangkan pembedahan
 Rujuk dr.spesialis
5. TB Paru putus berobat
 Putus berobat < 2 minggu OAT diteruskan
sesuai jadwal
Lama putus Lama minum BTA Ro Th/
berobat OAT
> 2 minggu > 4 bulan - tak aktif OAT stop
> 2 minggu > 1 bulan + OAT awal
lebih lama
> 2 minggu < 1 bulan + OAT awal
paduan sama
> 1 bulan < 1 bulan - + OAT awal
paduan sama
2-4 minggu < 1 bulan - OAT diteruskan
sesuai jadwal
6. TB Paru kronik
 Bila uji resistensi belum ada : RHZES
 Bila ada uji resistensi : minimal 2 OAT sensitif
+ obat pilihan ke 2
 Pertimbangkan pembedahan
 Rujuk spesialis
7. MDR TB
 Belum ada paduan pengobatan yang
distandarisasi
 Minimal 2-3 OAT yang sensitif + obat pilihan
kedua
 Rujuk spesialis
TB PARU DLM KEADAAN KHUSUS

 TB milier
 Diabetes melitus
 Kehamilan dan menyusui
 Gagal ginjal
 HIV/AIDS
 Pleuritis eksudativa TB (efusi pleura TB)
 Gangguan fungsi hati
PENGOBATAN TB PARU DLM
KEADAAN KHUSUS
1. Wanita hamil  semua aman kecuali amino-
glikosida misal: streptomisin
2. Wanita menyusui  semua aman
Pengobatan pencegahan INH untuk bayi
3. Wanita pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan hormonal
kontrasepsi  menurunkan efektivitas
kontrasepsi
4. Penderita infeksi HIV/AIDS
Sama seperti penderita TB lainnya kecuali
thiacetazon
5. Penderita TB dengan DM
- Rifampisin mengurangi efektivitas sulfonil
urea, sehingga dosis perlu di  kan
6. Penderita TB dengan gangguan ginjal
- OAT yang aman 2 RHZ/6 HR
- E dan S  dapat diberikan dengan dosis
sesuai faal ginjal  di bawah pengawasan
7. Penderita TB yg memerlukan kortikosteroid
- Meningitis TB
- TB millier dgn tanda gagal napas /
meningitis
- Pleuritis eksudativa (efusi pleura)
- Perikarditis TB
8. Penderita TB dengan kelainan hati kronik
- Bilirubin > 2 atau SGOT / SGPT > 3 kali
 pemberian OAT dihentikan
- Peningkatan SGOT/SGPT < 3 kali, pemberian
OAT diteruskan  dengan pengawasan ketat
- Anjuran : 2 RHES/6RH atau 2 HES/10HE
- Hepatitis akut  S dan E maksimal 3 bulan
 hepatitis sembuh tambahkan R dan H
Hepatitis imbas obat OAT (drug induce
hepatitis) kelainan hati OK obat 
hepatotoksik

Penatalaksanaan
1. Bila klinis + (ikterik, mual, muntah) OAT stop
2. Bila klinis – (laboratorium ada kelainan )
- Bilirubin > 2 X  OAT stop
- SGOT / SGPT > 5 X  OAT stop
- SGOT / SGPT > 3 X gejala +  OAT stop
- SGOT/ SGPT > 3 X gejala -  OAT
teruskan tapi perlu pengawasan
INDIKASI PEMBEDAHAN
 Indikasi mutlak
- Telah diobati OAT adekuat BTA tetap (+),
misal TB paru kasus gagal, kronik, MDR
- Batuk darah masif tak dpt diatasi
- Empiema dgn fistula bronkopleura 
konservatif gagal
 Indikasi relatif
- Batuk darah berulang BTA (–)
- Kerusakan satu paru/ lobus dgn keluhan
- Sisa kavitas yg menetap
EVALUASI PENGOBATAN

 Evaluasi klinis : keluhan, BB, efek samping


 Evaluasi mikrobiologi : konversi sputum
akhir bln II (III), akhir bln V (VII), akhir
pengobatan
 Evaluasi radiologi : perubahan Ro toraks
setelah fase intensif dan akhir pengobatan
KOMPLIKASI TB PARU

 Batuk darah
 Bronkiektasis
 Empiema
 Pneumotoraks
 TB ekstra pulmoner
 Sindroma obstruksi pasca TB (SOPT)
 Luluh paru (destroyed lobe / lung)
Dosis OAT
Dosis OAT Berat
> 60 kg 40-60 kg < 40 kg Intermitent

Rifampisin 600mg 450mg 300mg 600mg/kali


INH 300mg 300mg 5mgkg/BB 600mg/kali
Pirazinamid 1500mg 1000mg 750mg
Etambutol 1500mg 1000mg 750mg 40mgkg/BB
Streptomisin 1000mg 750mg 15mgkg/BB
Efek samping & kontra indikasi OAT
Obat Efek samping Kontra indikasi
Rifampisin Ikterus, flu like syndrome, Hipersensitif
nyeri epigastrik, reaksi
hipersensitf, supresi imun
INH Neuritis perifer, ikterus, Hipersensitif
hipersensitf, mulut kering,
nyeri epigastrik, tinitus
Pirazinamid Ggn hati, gout, atralgia, Ggn hati
anoreksia, mual muntah Hipersensitif
Ethambutol Gatal, nyeri perut, bingung, Ggn ginjal
ggn penglihatan, halusinasi,
malaise, neuritis
Streptomisin Ggn vestibuler, menurunkan Ggn ginjal
fungsi ginjal, hipersensitif Hamil
OAT kombinasi dosis tetap (FDC)

 Rifampisin 3 tab @ 150 mg


 INH 3 tab @ 75 mg
 Pirazinamid 3 tab @ 400 mg
 Etambutol 3 tab @ 275 mg
Yang harus diperhatikan pada kombinasi dosis
tetap : bioaviabilitas rifampisin setelah dikombinasi
dengan OAT lainnya
DOTS (Directly Observed
Treatment Short Course)
 Pengertian DOTS :
 Perhatian langsung dalam hal diagnosis
 Pengawasan dalam hal menelan obat
(DOT)
 Sistim pengelolaan, distribusi dan
penyediaan OAT secara baik
 OAT yang diberikan jangka pendek
5 elemen DOTS

 Komitmen politis
 Diagnosis benar dengan mikroskopis
 Penyediaan dan distribusi obat cukup
 Pengawasan menelan obat
 Pencatatan dan pelaporan yang baik
TB Resisten Obat: Definisi
 Mono-resistant: Resisten terhadap satu obat
 Poly-resistant: Resisten terhadap lebih dari satu
obat, tapi tidak terhadap kombinasi isoniazid dan
rifampisin
 Multidrug-resistant (MDR): Resisten terhadap
paling sedikit isoniazid dan rifampisin
 Extensively drug-resistant (XDR): MDR ditambah
resistensi terhadap fluoroquinolon dan paling
tidak 1 dari 3 obat suntik (amikasin, kanamisin,
kapreomisin)
 Total DR: Resisten dengan seluruh OAT
Menduga MDR-TB Secara Klinis
Mengenali faktor-faktor risiko:
 Riwayat pengobatan (faktor utama)
 Riwayat tidak patuh (non-adherence) atau putus
berobat (default)
 Penduduk dari daerah endemis MDR
 Pajanan dgn kasus atau orang yg diduga
menderita MDR-TB (TB yg “tidak bisa sembuh”
atau yang memerlukan pengobatan berulang)
 Infeksi HIV (di daerah-2 tertentu)
Menduga MDR-TB Secara Klinis
Pengenalan kegagalan obat secara dini:
 Batuk seharusnya membaik dalam waktu dua
minggu pertama setelah pengobatan
 Tanda-2 kegagalan: sputum tidak konversi, batuk
masih ada atau berulang, demam masih
berlanjut, keringat malam hari dan tidak ada
kenaikan berat badan
Kriteria suspeks
1. Gagal Kategori 2

2. Tidak konversi pada kategori 2

3.Pasien yang diobati di fasilitas non DOTS , termasuk yg mendapat pemberian


OAT lini 2 spt kuinolon dan kanamisin

4. Gagal kategori 1

5. Tidak konversi pada kategori 1

6. Kambuh

7. Pasien yang datang kembali dengan BTA positif setelah DO kategori 1 atau 2

8. Suspeks TB yang berkontak erat dengan pasien TB MDR termasuk petugas


kesehatan
9. Pasien TB-HIV
Kesimpulan
 Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan uatama dari pasien yaitu
batuk dahak yang disertai darah, pasien juga mengatakan ada
riwayat batuk yang lama,pasien merasa nyeri dada dan sesak pada
malam hari, demam(+) 1 hari yang lalu
 Dari hasil pemeriksaan penunjang didapat kan pemeriksaan
dahak/sputum negatif tetapi dari hasil pemeriksaan ro thorax PA
didapat kesan TB pulmo
 Dari hasil data diatas pasien dapat di diagnosis tuberkulosis paru
 Pada pasien ini diberikan terapi 4 FDC yang merupakan 4 kombinasi
obat terbaru bagi penderita tuberkulosis
PENUTUP

 TB masih merupakan masalah serius


 Masalah pada pengobatan : MDR-TB
ketidakteraturan berobat
 Obat-obat baru : FDC
 Strategi DOTS tidak mudah dijalankan jika
tidak ada faktor pendukung lainnya
DAFTAR PUSTAKA

 Aditama, Tjandra Yoga, 1990. Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Masalahnya. Jakarta: Y-P IDI.
 Zeind, C., Gourley, G., & Corbett, C. (1996). Tuberculosis. Dalam Z. CS, G. GK, C. CE, & H. ET
(Penyunt.), Textbook of Therapeutics, Drug and Disease Management (hal. 1283-1297). Maryland
USA: Williams & Wilkins Publishers.
 Tierney, L. M., McPhee, S. J., & Papadakis, M. A. (2002). Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu
Penyakit Dalam (Vol. 1). (A. Ghofir, Penerj.) Jakarta: Salemba Medika.
 Depkes. (2006). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia , Edisi 2.
 Erah, P. O., & Ojieabu, W. A. (2009). Success of the Control of Tuberculosis in Nigeria: A Review.
International Journal of Health Research , hal 4-8.
 Icksan, A. G., & Luhur, R. (2008). Radiologi Toraks Tuberculosis Paru. (A. Pradana, Penyunt.)
Jakarta, Indonesia: CV. Sagung Seto.
 Nasution, E. J. (2008). Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan
Dengan Kadar Gula Darah Puasa. FK USU .
 Price, S. A., & Wilson, L. M. (1995). Patofisiologi - Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (4 ed., Vol.
2). Jakarta: ECG.
 Rasad, S. (2009). Radiologi Diagnostiki. Dalam FKUI, Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit.
 Yunus, F. (1993). Diagnostik TB Paru. Dalam Y. F, M. Rasmin, H. Achmad, M. A, & S. Boedi
(Penyunt.), Pulmonologi Klinik (hal. 43-50). Jakarta: Bagian Pulmonologi FKUI.
 Zeind, C., Gourley, G., & Corbett, C. (1996). Tuberculosis. Dalam Z. CS, G. GK, C. CE, & H. ET
(Penyunt.), Textbook of Therapeutics, Drug and Disease Management (hal. 1283-1297). Maryland
USA: Williams & Wilkins Publishers.

Anda mungkin juga menyukai