Anda di halaman 1dari 10

Emisi karbon yang timbul karna

kerusakan lahan gambut


Lahan Gambut/Tanah Gambut
• Tanah gambut menyimpan C yang jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan tanah mineral
• 1 gram gambut kering me 180600 mg karbon
• 1 gram tanah mineral hanya mengandung 5-80
mg kabon.
• Lahan gambut hanya meliputi 3% dari total luas daratan
dunia,
• namun menyimpan 550 Gigaton C atau setara dengan 30%
karbon tanah, 75% C dari seluruh C atmosfer, setara dengan
seluruh C yang dikandung biomassa (masa total mahluk
hidup) daratan, dan setara dengan dua kali simpanan C
semua hutan di seluruh dunia (Joosten, 2007).
• Luas lahan gambut di Indonesia meliputi 10% dari total luas
daratannya atau sekitar 20 juta ha (Rieley, 1996).Jaenicke et
al. (2008) memperkirakan karbon yangtersimpan pada
lahan gambut di Indonesia sekitar 55 Gigaton.
• Dalam kondisi alami simpanan karbon pada lahan
gambut relatif stabil. Ketebalan gambut bisabertambah
sampai 3 mm tahun-1 (Parish et al., 2007).
• Namun jika kondisi alami tersebut terganggu, maka
akan terjadi percepatan proses pelapukan
(dekomposisi), sehingga karbon yang tersimpan di
dalam lahan gambut akan teremisi membentuk gas
rumah kaca (GRK) terutama gas CO2, sebagai dampak
dari dilakukannya proses drainase yang selalu
menyertai proses penggunaan lahan gambut.
• Adanya ancaman terhadap kelestarian
simpanan C, gambut mempunyai arti penting
sehubungan dengan isu pemanasan global.
• Indonesia dituding sebagai salah satu negara
penyumbang emisi CO2 terbesar karena
pembukaan dan perluasan penggunaan lahan
gambut yang dinilai intensif selama beberapa
tahun terakhir ini.
• Berdasarkan data yang dikeluarkan BAPPENAS
(2009),
Diperkirakan rata-rata emisi tahunan dari lahan
gambut di Indonesia tahun 20002006 sekitar 903
juta t CO2, termasuk emisi yang mungkin terjadi
dari kebakaran gambut.
• Padahal dalam keadaan hutan alam, lahan
gambut mengeluarkan emisi 20-40 t CO2-eq ha-1
tahun-1 (Rieley et al., 2008) atau rata-rata sekitar
30 t CO2-eq ha-1 tahun-1.
• Emisi dari hutan gambut berasal dari proses
respirasi akar tanaman (autotrophic respiration)
yang dapat dikompensasi dengan penambatan
CO2 melalui fotosintesis dan dari aktivitas bakteri
metanogenesis yang menghasilkan CH4.
• Peningkatan emisi gas rumah kaca dari lahan
gambut selain terjadi karena percepatan proses
dekomposisi bahan organik (heterothropic
respiration), juga bisa disebabkan oleh peristiwa
kebakaran lahan gambut. Proses drainase yang
berlebihan (over drain) bisa menyebabkan tanah
gambut menjadi kering, sehingga menjadi sangat
rentan terhadap kebakaran.
• Dalam konsentrasi normal dimana proses emisi
bisa diimbangi dengan sekuestrasi, efek GRK atau
gas rumah kaca justru bermanfaat untuk bumi
karena menjaga suhu bumi relatif stabil, tanpa
efek GRK bumi akan mengalami penurunan suhu.
• Efek gas rumah kaca yang berlebihanterjadi
karena naiknya
o konsentrasi gas CO2 (karbondioksida)
o Sulfurdioksida(SO2),
o nitrogenoksida(NO),
o nitrogendioksida (NO2),
o metan(CH4),
o kloroflourokarbon(CFC) di atmosfer.
• Kenaikan konsentrasi gas rumah kaca disebabkan
oleh terjadinya peningkatan pelepasan atau
emisi gasgas tersebut seiring dengan
peningkatan berbagai jenis pembakaranbahan
bakar minyak (BBM), batu bara, dan bahan-bahan
organik lainnya di permukaan bumi, penggunaan
bahan-bahan tertentu seperti pupuk urea, dan
dekomposisi atau pelapukan bahan organik.
• Emisi GRK dari lahan gambut terutama terjadi
melalui proses dekomposisi dan kebakaran lahan
dan hutan gambut.
Daftar pustaka
• Bappenas. 2009. Reducing carbon emission from
Indonesia’s peatlands. Interim Report of Multi-
Diciplinary Study. Bappenas, The Rebuplic of
Indonesia.
• http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dok
umentasi/lainnya/ai%20dariah.pdf?secure=true
diambil pada tanggal 8 April 2018
• Parish, F., Sirin, A., Charman, D., Joosten, H.,
Minayeva, T., and Silvius, M. (Eds.). 2007. Global
Environment Centre, Kuala Lumpur and Wet Land
International, Wageningen.

Anda mungkin juga menyukai