Anda di halaman 1dari 18

Perekonomian Indonesia

SEKTOR EKONOMI: PERDAGANGAN, HOTEL DAN


RESTORAN

Terdiri dari:
Maximillian S.J. C1B014068
Yustinus C1B014075
Adi C1B014076
Nicholas C1B014089
Aliffia C1B014094
Muhammad C1B014101
Andhika C1B015046
Dermawan C1B015049
A. PERAN SEKTOR PERDAGANGAN,
HOTEL DAN RESTORAN
Sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki peran yang cukup
signifikan dalam perekonomian Indonesia karena berperan sebagai
salah satu kontributor PDB di Indonesia. Dan peran penting lainnya
adalah:
1. Sebagai mata pencaharian bagi sejumlah kalangan dan sumber
lapangan kerja baru bagi masyarakat
2. Sebagai sarana peningkatan kerjasama Indonesia dengan
negara/warga asing
3. Sebagai penambah pendapatan nasional
4. Sebagai sarana penciptaan bibit-bibit unggul dan inovasi
termutakhir di bidang perdagangan, perhotelan, dan restoran
B. PERKEMBANGAN SEKTOR
PERDAGANGAN, HOTEL DAN JASA
2013 2014
LAPANGAN USAHA
I II III IV Jumlah I II III IV Jumlah
6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN
119 692,2 124 986,9 127 287,0 129 074,5 501 040,6 125 626,2 130 655,7 132 809,9 135 217,7 524 309,5
RESTORAN

a. Perdagangan Besar dan Eceran 99 728,6 104 701,2 106 725,5 108 095,8 419 251,1 104 373,3 109 063,0 111 062,2 113 285,9 437 784,4

b. H o t e l 5 043,5 5 319,7 5 372,5 5 585,8 21 321,5 5 510,6 5 768,6 5 831,3 5 948,5 23 059,0

c. R e s t o r a n 14 920,1 14 966,0 15 189,0 15 392,9 60 468,0 15 742,3 15 824,1 15 916,4 15 983,3 63 466,1

Table 1: PDB Triwulanan Sektor Perdagangan, Hotel dan Jasa pada 2013-2014 (dalam miliar rupiah)

LAPANGAN USAHA 2013 2014

6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN


RESTORAN 5,89 4,64

a. Perdagangan Besar dan Eceran


5,84 4,42

b. H o t e l
8,91 8,15

c. R e s t o r a n
5,24 4,96

Table 2: Persentase PDB Sektor Perdagangan, Hotel dan Jasa terhadap PDB Indonesia pada 2013-2014 (dalam %)
C. SUB-SEKTOR DENGAN
POTENSITERTINGGI DAN TERENDAH
Berdasarkan data BPS di atas, dapat diketahui bahwa sub-sektor
dengan potensi tertinggi merupakan sub-sektor hotel yang
mencetak PDB dari 2013 sebesar 21.321,5 miliar rupiah menjadi
23.059 miliar rupiah pada 2014. Hal ini menandakan bahwa
terdapat kenaikan sebesar 1.737,5 miliar rupiah atau sebesar
8,15% pada sub-sektor hotel. Sedangkan sub-sektor dengan
potensi terendah merupakan sub-sektor perdagangan yang
mencetak PDB pada tahun 2013 sebesar 419.251,1 miliar rupiah
menjadi sebesar 437.784,4 miliar rupiah. Hal ini menandakan
bahwa nilai PDB sub-sektor perdagangan mengalami kenaikan
sebesar18.533,3 atau hanya sebesar 4,42%, sehingga merupakan
sub-sektor dengan potensi terendah dibandingkan dengan sub-
sektor lain.
D. MENINGKATKAN KINERJA SEKTOR
PERDAGANGAN, HOTEL DAN
RESTORAN
1. Pemerintah Daerah perlu membatasi pendirian minimarket atau toko modern dengan
melihat kebutuhan dan jumlah minimarket yang sudah ada.
2. Ijin pendirian minimarket dan hotel/restoran harus benar-benar diberikan apabila pengusaha
telah mencantumkan persyaratan AMDAL dan studi kelayakan yang dilakukan oleh
lembaga independen.
3. Perlu ditingkatkan koordinasi regulasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah
4. Untuk toko modern, minimarket, kios, perlu berkoordinasi dan bersama-sama mendirikan
tempat penyimpanan (gudang) sehingga kebutuhan barang-barang bisa dipenuhi setiap saat
dan bisa mendapatkan harga yang lebih murah dari grosir karena mampu menyetok barang-
barang dalam jumlah yang banyak.
5. Memperbaiki jalur distribusi sehingga ketersediaan barang tidak mengalami gangguan.
6. Mendorong Lembaga Perbankan agar bersedia memberikan bantuan permodalan bagi usaha
kecil dan menengah tanpa memberatkan.
7. Meningkatkan kenyamanan pasar tradisional sehingga mampu bersaing menarik minat
masyarakat untuk berbelanja
Lanjutan…
8.Menggiatkan sosialisasi kepada masyarakat bahwa pendirian toko-toko
modern tidak akan menggerus pasar tradisional karena masing-masing
mempunyai jenis barang yang berbeda dan segmentasi pasarnya berbeda.
9. Memperbaiki dan meningkatkan sarana pariwisata di daerah sehingga
menarik wisatawan.
10. Memperbaiki dan meningkatkan pelayanan dan kenyamanan di
hotel/restoran dengan menekankan pada pemilihan karyawan yang
mempunyai kompetensi dan kemampuan dalam bidangnya.
11. Pemerintah berperan dalam mempromosikan dan memajukan sektor
pariwisata yang ada di dalam negeri serta meningkatkan standar dan kualitas
hotel dan restoran dalam negeri.
12. Mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung bagi sektor lain yang akan
menyerap pertumbuhan tenaga kerja Indonesia. Sarana pendukung seperti
jalan, pelabuhan, listrik adalah sarana utama yang dapat mempercepat
pertumbuhan sektor ini.
13. Pemerintah berperan dalam mempromosikan sektor-sektor yang ada di
dalam negeri agar konsumen lebih memilih usaha di dalam negeri.
14. Menciptakan bibit-bibit unggul dalam inovasi-inovasi terbaru di sektor
perdagagan, hotel dan restoran.
15. Meningkatkan kerjasama terhadap negara lain yang berpengalaman di
sektor perdagangan, hotel dan restoran serta mengadakan pelatihan untuk
meningkatkan kualitas dan kemampuan di sektor tersebut.
E. KEBIJAKAN BAGI SEKTOR
PERDAGANGAN, HOTEL DAN
RESTORAN
A. KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Kebijakan Perdagangan internasional merupakan suatu tindakan yang
diambil untuk mengantisipasi permasalahan-permasalahan yang
mungkin timbul dalam perdagangan internasional. Tujuannya antara
lain:
1. Melindungi kepentingan ekonomi nasional
2. Meningkatkan ekspor dan pembangunan ekonomi
3. Melindungi produksi dalam negeri
4. Menjaga keseimbangan neraca pembayaran
5. Meningkatkan lapangan pekerjaan
Perdagangan internasional pada dasarnya masih perlu diwaspadai oleh
negara-negara di dunia ini mengingat dampaknya terhadap perekonomian nasional.
Oleh karenanya, ada kelompok yang setuju dan yang tidak setuju. Kelompok yang
tidak setuju dengan perdagangan internasional memiliki beberapa alasan sebagai
berikut:

1. Perekonomian dalam negeri harus dilindungi dari persaingan


dengan produk negara lain, terutama negara-negara yang
industrinya baru mulai tumbuh.
2. Adanya perdagangan internasional yang mengarah ke liberarisasi
pasar (pasar bebas) sangat dikhawatirkan dampak sosial budayanya
terhadap kehidupan sosial budaya suatu negara.
3. Negara berkembang belum mampu bersaing di pasar internasional
mengingat faktor-faktor produksi yang dimiliki masih sangat rendah
dibandingkan Negara maju sehingga dikhawatirkan terjadi
penjajahan model baru, yaitu penjajahan di sektor ekonomi.
Hasil kajian dari pendapat kedua kelompok yang pro dan
kontra terhadap perdagangan internasional tersebut, melahirkan
peraturan-peraturan perdagangan internasional berupa kebijakan-
kebijakan perdagangan internasional, berupa:

1.Tarif atau Bea Masuk


Tarif atau bea masuk merupakan salah satu cara untuk melindungi produksi dalam
negeri dari serbuan produk impor. Kebijakan tarif terdiri dari dua, yaitu sebagai
berikut:

a. Kebijakan Tariff Barrier,dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut:


(i) Tarif rendah antara 0% – 5%.Tarif ini dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan
vital.
(ii) Tarif sedang antara 5% – 20%. Tarif ini dikenakan untuk barang setengah jadi dan
barang-barang lain yang belum cukup diproduksi di dalam negeri.
(iii) Tarif tinggi di atas 20%. Tarif ini dikenakan untuk barang-barang mewah dan
barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang
kebutuhan pokok.
b. Kebijakan Nontariff Barrier

Adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat


menimbulkan distorsi sehingga mengurangi potensi manfaat
perdadangan internasional. Secara garis besar NTB dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Pembatasan Spesifik (Specific Limitation)
Pembatasan spesifik terdiri dari larangan impor secara mutlak, pembatasan impor atau kuota
sistem, peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu, peraturan
kesehatan/karantina, peraturan pertahanan dan keamanan negara, peraturan kebudayaan,
perizinan impor/ impor licences serta embago.
2. Peraturan Bea Cukai (Custom Administration Rules)
Peraturan bea cukai terdiri dari tatalaksana impor tertentu (produce), penetapan harga pabean
(custom value) penetapan forex rate (kurs valas) dan pengawasan devisa (forex control),
consulat formalities, packaging/labeling regulation, dokumentation needed, quality and
testing standard, pungutan administrasi (fees) serta tarif classification..
3. Campur Tangan Pemerintahan (Government Participation)
Campur tangan pemerintah terdiri dari kebijakan pengadaan pemerintahan, subsidi dan
insentif ekspor, conterrvailing duties, domestic assistance programs dan trade diverting.
2. Kuota
Kuota adalah suatu pembatasan atau jumlah barang yang dapat
diimpor oleh suatu negara dari semua negara atau dari negara-negara tertentu
dalam jangka waktu yang ditentukan.Kuota terdiri dari:
2.1. Absolute Quota
Absolute quota mengizinkan pemasukan komoditas tertentu dalam jumlah
yang ditetapkan selama jangka waktu tertentu.
2.2. Tariff Rate Quota
Tariff rate quota mengizinkan pemasukan barang dalam jumlah tertentu ke
suatu negara dengan tarif yang diturunkan selama jangka waktu tertentu.
Tujuan dari penetapan kuota ekspor adalah, sebagai berikut:
a. Mencegah barang-barang penting berada di tangan negara
lain.
b. Untuk menjamin tersedianya barang-barang di dalam negeri
dalam proporsi yang cukup.
c. Untuk mengadakan pengawasan produksi serta pengendalian
harga guna mencapai stabilitas harga di dalam negeri.
3. Larangan Ekspor
Larangan ekspor merupakan kebijakan pemerintah suatu
negara melarang total semua ekspor komoditas tertentu.
Tujuannya adalah agar industri berkembang, membuka
kesempatan kerja baru, dan memberantas penyelundupan.

4. Larangan Impor
Larangan impor adalah kebijakan perdagangan
internasional yang melarang secara mutlak impor komoditas
tertentu.
5. Subsidi

Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan


perlindungan atau bantun kepda industri (pengusaha) dalam negeri
dalam bentuk modal, bisa berupa mesin-mesin, peralatan, keahlian,
keringanan pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit dan subsidi
harga yang bertujuan menambah produksi dalam negeri,
mempertahankan jumlah konsumsi di dalam negeri, serta menjual
produk dengan harga yang lebih murah daripada produk impor.
6. Premi
Premi adalah penambahan dana (dalam bentuk uang) kepada produsen yang berhasil
mencapai target produksi (prestasi) yang ditentukan oleh pemerintah. Dengan
adanya premi dan subsidi kepada produsen dalam negeri maka:
a. Hal jual barang lebih murah lebih terjangkau oleh masyarakat
menyebabkan permintaan bertambah banyak.
b. Hasil produksi meningkat
c. Menjaga kelangsungan hidup (kontinuitas) perusahaan
7. Diskriminasi Harga
Diskriminasi harga ialah penetapan harga jual yang berbeda pada dua pasar
atau lebih yang sama. Tujuannya adalah untuk mengadakan pengawasan terhadap
harga jual dan harga beli sehinga dpat diketahui elastisitas permintaan. Selain itu,
juga untuk memaksimalkan keuntungan.Penyebab suatu negara melakukan
diskriminasi harga adalah sebagai berikut.:
a. Sifat barang yang dijual dapat memungkinkan dilakukan diskriminasi harga.
b. Barang tidak dapat dipindahkan dari suatu pasar ke pasar lain.
c. Sifat permintaan dan elastisitas permintaan di masing-masing pasar harus
berbeda.
d. Produsen dapat mengeksploitasi beberapa sikap tidak rasional konsumen,
misalnya perbedaan kemasan, ukuran dan warna.
8. Dumping
Dumping adalah suatu kebijakan diskriminasi harga secara internasional
(international price discrimination) yang dilakukan dengan menjual
suatu komoditas di luar negeri dengan harga yang lebih murah
dibandingkan yang dibayar konsumen di dalam negeri.Ada tiga tipe
dumping, yaitu sebagai berikut:
a. Persistent dumping, yaitu kecenderungan monopoli yang berkelanjutan
dari suatu perusahaan di pasar domestik untuk memperoleh profit maksimum
dengan menetapkan harga yang lebih tinggi di dalam negeri daripada di luar
negeri.
b. Predatory dumping, yaitu tindakan perusahaan untuk menjual barangnya
di luar negeri dengan harga yang lebih murah untuk sementara sehingga
dapat menggusur atau mengalahkan perusahaan lain dari persaingan bisnis.
Setelah dapat monopoli pasar, harga kembali dinaikkan untuk mendapat
profit maksimum.
c. Sporadic dumping, yaitu tindakan perusahaan dalam menjual produknya
di luar negeri dengan harga yang lebih murah secara sporadic dibandingkan
harga di dalam negeri karena adanya surplus produksi di dalam negeri.Tujuan
kebijakan ini adalah:
1. Untuk menguasai pasar luar negeri
2. Untuk menghabiskan barang-barang produk lama
B. KEBIJAKAN INDUSTRI PERHOTELAN

• Kebijakan yang menghambat pertumbuhan industri perhotelan


– Larangan bagi instansi pemerintahan menggelar rapat, seminar, atau
aktivitas lainnya di hotel
– Pemangkasan anggaran belanja pemerintah

• Kebijakan yang membangun industri perhotelan


– Kebijakan terkait peningkatan brand pariwisata Indonesia
C. KEBIJAKAN INDUSTRI RESTORAN

• Pemberlakuan Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP)


– Izin HO (Undang-undang Gangguan)
– Dokumen legalitas usaha
• Fotokopi akta pendirian perusahaan
• KTP direktur/pemilik/penanggung jawab perusahaan
• NPWP direktur/pemilik/penanggung jawab perusahaan
• NPWP perusahaan
– Fotokopi Surat Keterangan Domisili Perusahaan (Izin Domisili)

• Kebijakan Tarif Pajak Restoran


– Pajak Tertinggi = 10% (Pasal 40 Ayat (1) UU 28/2009)
– Pajak setiap daerah diatur dalam PERDA masing-masing daerah (Pasal
40 Ayat (2) dan Pasal 45 Ayat (1) UU 28/2009)
C. KEBIJAKAN INDUSTRI HOTEL & RESTORAN
• Uang Service
– Uang service adalah tambahan dari tarif yang sudah ditetapkan sebelumnya
dalam rangka jasa pelayanan pada usaha hotel, restoran dan usaha
pariwisata lainnya.
• Pasal 1 Ayat (5) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-02/Men/1999 Tahun 1999
Tentang Pembagian Uang Service Pada Usaha Hotel, Restoran Dan Usaha Pariwisata
Lainnya (“PERMEN 02/1999”)
– Uang service merupakan milik dan menjadi bagian pendapatan bagi
pekerja yang tidak termasuk sebagai komponen upah.
• Pasal 2 Ayat (1) PERMEN 02/1999
– Pasal 3 PERMEN 02/1999 mengatur pengumpulan dan pengelolaan
administrasi uang service sebelum dibagikan (kepada pekerja), yang
dilakukan sepenuhnya oleh pengusaha.
– Setelah terkumpul, dilakukan pembagian uang service sesuai dengan
kesepakatan antara pengusaha dan pekerja yang ditetapkan sebelumnya.
• Pasal 6 Ayat (1) PERMEN 02/1999
– Pada praktiknya, kesepakatan mengenai pembagian uang service dapat
dicantumkan pada Perjanjian Kerja Bersama Perusahaan berdasarkan SE
04/1999, di mana pengusaha dapat mengenakan maksimal hingga
10% service charge atas layanannya.

Anda mungkin juga menyukai