Anda di halaman 1dari 46

Journal Reading

Causes of higher symptomatic airway load in


patients with chronic rhinosinusitis

Oleh :
Dera Seta Saputri
2013730024

Dokter Pembimbing:
dr. Kotë Noordhianta, Sp.THT-KL, M.Kes

Kepaniteraan Klinik Ilmu THT-KL


RSUD Syamsudin,
KEPANITERAAN S.H., Sukabumi
KLINIK STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
Universitas
RUMAH SAKITMuhammadiyah Jakarta
ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
2018
PERIODE 25 JULI – 02 OKTOBER 2016
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Rhinosinusi Prevalensi rhinosinusitis di Eropa
tis Kronik Tengah sekitar 10,9 %.
Bakteri
Bakteri planktonic
pada state Quoru Bagian dari
Rhinosinu Bakteri resistensi
m
sitis biofilm sensin antibiotik
Kronik state g
PENDAHULUAN
Ditemukan sekitar 15-100 % pada pasien
rhinosinusitis kronik.
Lebih banyak ditemukan pada pasien
Bakteri rhinosinusitis kronik dengan adanya
biofilm polip nasi dibandingkan dengan pasien
state rhinosinusitis kronik tanpa adanya polip
nasi.
Ditemukan 56 % pada pasien septum
deviasi tanpa adanya rhinosinusitis
kronik.
PENDAHULUAN
TUJUAN
PENELITIAN

Untuk mengetahui karakterisistik klinis


subjek penelitian, prevalensi bakteri biofilm
state pada rhinosinusitis kronis, dan
mengetahui apakah bakteri biofilm state,
polip nasi, atau penyakit lain dapat
menjadi prediktor gangguan pernapasan.
METODE
PENELITIAN
METODE PENELITIAN
Terdapat 87 Telah mendapat
subjek penelitian izin dari Rumah
Tahun yang mendapat Sakit Akershus
2010 tindakan operatif dan Komite Etik
sampai pada nasal di Regional.
2012 Rumah Sakit Menggunakan
Akershus, pedoman
Norwegia. Deklarasi Helsinki.

Kriteria Eksklusi:
Subjek penelitian yang tidak lengkap
mengisi kuesioner
METODE PENELITIAN
Terdapat 87 subjek penelitian yang mendapat
tindakan operatif pada nasal
25 subjek
35 subjek 27 subjek penelitian nasal
penelitian penelitian stenosis yang
CRSwNP CRSsNP disebabkan oleh
5 subjek penelitian 4 subjek penelitian septum3deviasi
subjek penelitian
dikeluarkan (tidak dikeluarkan (tidak dikeluarkan (tidak
lengkap mengisi lengkap mengisi lengkap mengisi
kuesioner) kuesioner) kuesioner)
30 subjek 23 subjek 22 subjek
penelitian penelitian penelitian
CRSwNP CRSwNP CRSwNP
METODE PENELITIAN
Teknik Lund Mackay CT score,
Pengumpulan VAS score, dan SNOT-
Data 20 score

Uji hipotesis ANOVA dan


Teknik Analisis Student’s t-test dengan
Data menggunakan SPSS
(Statistical Package for
the Social Sciences) versi
23
HASIL
PENELITIAN
HASIL PENELITIAN
HASIL PENELITIAN
HASIL PENELITIAN
Terdapat hubungan yang
rendah antara SNOT-20
dengan Lund Mackay CT
score.
Gambar 2 : Salah satu
subjek
penelitian dengan hasil
penelitian 
Lund Mackay CT score = 20
(tinggi), SNOT-20 score = 16
(cenderung rendah), dan
VAS score = 5.
HASIL PENELITIAN

Gambar 3 : Tidak ada


hubungan yang signifikan
antara VAS score dan
SNOT-20 score.
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Penelitian Adanya bakteri biofilm state dapat
Psaltis AJ menyebabkan prognosis yang buruk
dkk setelah dilakukannya tindakan operatif.
Terdapat peningkatan nilai SNOT-20 score
dan peningkatan prevalensi manifestasi
klinis seperti rasa untuk menghembuskan
Penelitian sekret (karena hidung tersumbat), batuk,
Li dkk dan post nasal drip pada kelompok yang
terdapat bakteri biofilm state, jika
dibandingkan dengan kelompok yang
tidak terdapat bakteri biofilm state.
PEMBAHASAN

Penelitian Terdapat sebanyak 25 % under


Hakansson diagnosis dengan mendiagnosis
asma, bukan mendiagnosis
dkk
rhinosinusitis.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini peneliti
memasukkan data bahwa pasien
tersebut terdapat asma hanya
Kelemahan melalui rekam medis (adanya
penelitian ini riwayat asma dan pernah
mendapatkan pengobatan asma),
namun tidak melakukan
pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang.
KESIMPULAN
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa subjek
penelitian rhinosinusitis kronik dengan adanya polip
nasi kemungkinan akan lebih sering terjadi
manifestasi klinis yang dapat mengakibatkan
gangguan pernapasan apabila dibandingkan
dengan subjek penelitian rhinosinusitis tanpa
adanya polip nasi, tetapi tidak menutup
kemungkinan bahwa subjek penelitian rhinosinusitis
tanpa adanya polip nasi juga akan lebih sering
terkena manifestasi klinis yang dapat menyebabkan
gangguan pernapasan.
TINJAUAN
PUSTAK A
DEFINISI RINOSINUSITIS
Rinosinusitis adalah inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya
dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat dan disertai dengan
nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah dan atau penurunan/ hilangnya penghidu.

dan salah satu dari


Temuan nasoendoskopi:
• Polip dan/ atau
• Sekret mukopurulen dari meatus medius dan/ atau
• Edema/bstruksi mukosa di meatus medius

dan/ atau
Gambaran CT Scan :
• Perubahan mukosa di kompleks osteomeatal dan/atau sinus
 Derajat Keparahan Penyakit Rinosinusitis
Penyakit ini dapat dibagi menjadi ringan, sedang dan berat berdasarkan VAS
(Visual Analogue Scale) :
• Ringan = 0-3
• Sedang = 4-7
• Berat = 8-10
Nilai VAS > 5 mempengaruhi kualitas hidup pasien

 Klasifikasi Rhinusinusitus berdasarkan Onset


• Rhinusinusitis Akut : < 12 minggu
• Rhinusinusitis Kronik : > 12 minggu, termasuk rhinusinusitis kronik
eksaserbasi akut
 Definisi Rinosinusitis Akut untuk Pelayanan Kesehatan Primer dan Dokter
Spesialis Non THT
a. Diagnosis berdasarkan gejala, sedangkan pemeriksaan radiologi (foto polos sinus
paranasal) tidak direkomendasikan.
b. Gejala < 12 minggu
c. Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung
tersumbat/obstruksi/kongesti atau pilek (post nasal drip anterior/posterior) :
 Nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
 Penurunan/ hilangnya penghidu
Catatan :
• Dengan interval bebas gejala bila terjadi rekurensi
• Dengan adanya riwayat alergi, seperti bersin, sekret cair, hidung gatal, dan mata gatal serta
berair.
• Common cold/ rinosinusitis viral akut didefinisikan sebagai : Lamanya gejala < 10 hari
• Rinosinusitis akut non viral didefinisikan sebagai : a) Lama sakit < 12 minggu b) Perburukan
gejala setelah 5 hari c) Gejala menetap setelah 10 hari
 Skema Penatalaksanaan Rinosinusitis Akut Pada Dewasa Untuk Pelayanan Kesehatan Primer
dan Dokter Spesialis Non THT
Definisi Rinosinusitis Kronik dengan atau tanpa Polip Nasi untuk
Pelayanan Kesehatan Primer dan Dokter Spesialis Non THT
Diagnosis
a. Gejala lebih dari 12 minggu
b. Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung
tersumbat/obstruksi/kongesti atau pilek (post nasal drip anterior/ posterior) :
• Nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
• Penurunan/ hilangnya penghidu
Catatan :
• Dengan adanya riwayat alergi, sekret cair, hidung gatal, mata gatal dan berair,
jika positif ada, seharusnya dilakukan pemeriksaan alergi.
• Foto polos sinus paranasal/ tomografi komputer tidak direkomendasikan
 Skema Penatalaksanaan Rinosinusitis Kronik dengan atau tanpa Polip Nasi Pada Dewasa
Untuk Pelayanan Kesehatan Primer dan Dokter Spesialis Non THT

• Rinosinusitis kronis eksaserbasi akut harus diberikan pengobatan seperti pengobatan rinosinusitis akut
RINITIS ALERGI

 Definisi Rinitis Alergi


• Rinitis Alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan
alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.
• Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun
2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-
bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
alergen yang diperantarai oleh IgE.
 Etiologi Rhinitis Alergi
• Paling sering  alergen inhalan (debu rumah, tungau, serpihan epitel
dari bulu binatang) pada dewasa dan ingestan (susu, telur, coklat, ikan
dan udang) pada anak-anak.
• Rinitis alergi perennial (sepanjang tahun) diantaranya tungau, terdapat
dua spesies utama tungau, yaitu Dermatophagoides farinae dan
Dermatophagoides pteronyssinus.
 Klasifikasi Rhinitis Alergi
• Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative
ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, yaitu
berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :
a. Intermiten (kadang-kadang)  bila gejala kurang dari 4 hari/minggu
atau kurang dari 4 minggu.
b. Persisten/menetap  bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau
lebih dari 4 minggu.
 Manifestasi Klinis Rhinitis Alergi
• Bersin berulang (patologik  bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap
serangan). Rinore, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, serta
kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).
• Sering menggosok hidung (allergic crease) , edema mukosa hidung yang
dapat muncul kebiruan (livid), lubang hidung bengkak dan disertai
dengan sekret mukoid atau cair.
• Edema kelopak mata, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner)
• Faringitis granuler
• Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah
penciuman, mengi, rasa adanya penekanan pada sinus dan nyeri wajah,
post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah
marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur.
 Pemeriksaan Penunjang Rhinitis Alergi
• Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat.
• Pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali
menunjukkan nilai normal.
• Skin End-point Titration/SET  alergen inhalan
• Diet eliminasi dan provokasi (“Challenge Test”).  alergen ingestan
 Penatalaksanaan Rhinitis Alergi
• Hindari alergen penyebab
• Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1, yang bekerja secara
inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target. Pemberian dapat
dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara
peroral.
• Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai
untuk dekongestan hidung oral.
• Preparat kortikosteroid yang sering dipakai adalah kortikosteroid
tropikal (beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason,
mometasonfuroat, dan triamsinolon).
• Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida,
bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor
kolinergik permukaan sel efektor.
 Penatalaksanaan Rhinitis Alergi
• Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan
bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan
dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat.

 Komplikasi Rhinitis Alergi


• Polip nasi
• Otitis Media Rekuren
• Sinusitis paranasal
SINUSITIS
Definisi Sinusitis
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya
disertai atau dipicu oleh rinitis, sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab
utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang
selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis.

 Epidemiologi Sinusitis
Insiden kasus sinusitis di Amerika Serikat menunjukan 1 dari 7 orang dewasa
terkena sinusitis dengan lebih dari 30 juta penderita didiagnosa setiap tahunnya.
Pada tahun 2009 Global Reseacrh In Allergy menyebutkan insidens sinusitis di
Amerika pada tahun 1997 yaitu sekitar 14,7% atau 31 juta kasus per tahun.
Etiologi Sinusitis
• ISPA akibat virus
• Rinitis alergi
• Polip hidung
• Septum deviasi atau hipertrofi konka
• Hipertrofi adenoid
 Klasifikasi Sinusitis
a. Konsensus internasional tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas
sampai 8 minggu dan kronik lebih dari 8 minggu.
b. Konsensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, sub
akut antara 4 minggu sampai 3 bulan, dan kronik jika lebih dari 3 bulan.

 Mikrobiologi
• Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut
adalah Streptococcus pneumonia (30-50%), Haemophylus influenzae (20-40%), dan
Moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, M. catarrhalis paling sering ditemukan (20%).
• Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri
yang ada lebih condong ke arah bakteri gram negatif dan anaerob (Haemophylus
influenzae).
Gejala Sinusitis Akut
• Hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada muka dan sekret
purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat
disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.
• Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan
ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat
lain (referred pain).
• Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri alih ke gigi dan telinga
kadang-kadang  sinusitis maksilaris.
• Nyeri di antara atau di belakang orbita  sinusitis etmoid.
• Nyeri di dahi atau seluruh kepala  sinusitis frontal.
• Nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang orbita, dan daerah mastoid
 sinusitis sfenoid.
Gejala Sinusitis Kronik
• Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis.
• Kadang-kadang hanya 1 atau 2 gejala, diantara : sakit kepala kronik, post
nasal drip, batuk kronik, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara
tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronkhitis (sino-bronkhitis),
bronkhiektasis, dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat
dan sulit diobati.
 Diagnosis Sinusitis
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
• Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan posterior, pemeriksaan
naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan
dini.
• Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila,
ethmoid anterior, dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis
ethmoidalis posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa
edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan
kemerahan pada kantus medius.
 Diagnosis Sinusitis
• Pemeriksaan Radiologik Sinus Paranasal
a. Posisi Waters  untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal
dan etmoid.
b. Posisi posterior anterior  untuk menilai sinus frontal.
c. Posisi lateral  untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid.
d. Gambaran sinusitis akan terlihat  perselubungan, air-fluid level, atau
penebalan mukosa.

• Pemeriksaan CT-Scan
Potongan CT Scan yang rutin dipakai adalah koronal dan aksial. Indikasi
utama CT Scan hidung dan sinus paranasal adalah sinusitis kronik, trauma
(fraktur frontobasal), dan tumor.
 Penatalaksanaan Sinusitis
• Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah
komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronis. Prinsip pengobatan
ialah membuka sumbatan di kompleks osteo-meatal, sehingga drainase dan
ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.
• Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika,
diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka
dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2.
Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14 hari walaupun gejala klinik
sudah menghilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai
untuk kuman gram negatif dan anaerob.
• Dekongestan oral dan topikal
• Analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan
NaCl atau diatermi  bila diperlukan
 Penatalaksanaan Sinusitis

• Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat antikolinergiknya dapat


menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya
diberikan antihistamin generasi ke-2.
• Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan
alergi yang berat.
• Tindakan operatif : Bedah sinus endoskopi fungsional (atau disebut
FESS merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang
memerlukan operasi.
 Komplikasi Sinusitis
• Komplikasi sinusitis yang berat biasanya terjadi pada sinusitis akut
atau pada sinusitis kronis dengan eksarsebasi akut, berupa komplikasi
orbita atau intrakranial.
• Kelainan orbita : edema palpebra, selulitis orbita, abses periosteal,
abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus
kavernosus.
• Kelainan intrakranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau
subdural, abses otak, dan trombosis sinus kavernosus.
• Kelainan paru seperti bronkhitis kronik dan bronkiektasis. Adanya
kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sino-
bronkhitis.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai