SISTEM FILSAFAT
KELOMPOK 2 :
bahwa keadilan adalah sebagai akibat adanya negara kebangsaan dari manusia-manusia yang
berketuhanan Yang Maha Esa. Secara ontologis hakikat keadilan sosial juga ditentukan oleh
adanya hakikat keadilan sebagaimana terkandung dalam sila kedua yaitu kemanusiaan yang
adil dan beradab. Menurut Notonagoro hakikat keadilan yang terkandung dalam sila kedua
yaitu keadilan yang terkandung dalam hakikat manusia monopluralis, yaitu kemanusiaan yang
adil terhadap diri sendiri, terhadap sesama dan terhadap Tuhan atau kausa prima. Penjelmaan
dari keadilan kemanusiaan monopluralis tersebut dalam bidang kehidupan bersama baik
dalam lingkup masyarakat, bangsa, negara dan kehidupan antar bangsa yaitu menyangkut sifat
kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yaitu dalam wujud keadilan
dalam hidup bersama atau keadilan sosial.
Dasar Epistemologis (pengetahuan) Sila-sila Pancasila
Pancasila dalam pengertian yang demikian ini telah menjadi suatu sistem cita-cita atau
keyakinan-keyakinan, (belief system) yang telah menyangkut praksis, karena dijadikan landasan
bagi cara hidup manusia atau suatu kelompok masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan.
Hal ini berarti filsafat telah menjelma menjadi ideologi (J.Abdulgani, 1986)
• Logos yaitu rasionalitas atau penalarannya,
• Pathos yaitu penghayatannya dan,
• Ethos yaitu kesusilaannya (Wibisono, 1996: 3)
Sebagai suatu sistem filsafat serta ideologi maka Pancasila harus memiliki unsur
rasional terutama dalam kedudukannya sebagai suatu sistem pengetahuan. Dasar epistemologis
Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai
suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila (Soeryanto, 1991: 50).
Oleh karena itu dasar epistemologis Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan konsep
dasarnya tentang hakikat manusia. Kalau manusia merupakan basis ontologis dari Pancasila,
maka dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi, yaitu bangunan
epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia (Pranarka, 1996: 32).
Sebagai suatu paham epistemologi maka Pancasila
mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu
pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena
harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat
manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk
mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang
mutlak dalam hidup manusia.
Dasar Aksiologis (nilai) Sila-sila Pancasila
Aksiologi mempunyai arti nilai, manfaat, pikiran dan atau ilmu/teori. Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang
filsafat yang menyelidiki :
Max Schler mengemukakan bahwa nilai yang ada tidak sama luhurnya dan tidak sama tingginya. Nilai-nilai itu
dalam kenyatannya adalah yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah bilamana dibandingkan satu dengan
lainnya. Menurut tinggi rendahnya nilai dapat digolongkan menjadi empat tingkatan sebagai berikut:
• Nilai-nilai kenikmatan, nilai-nilai ini berkaitan dengan indra manusia sesuatu yang
mengenakkan dan tidak mengenakkan dalam kaitannya dengan indra manusia (die
Wertreidhe des Angenehmen und Unangehmen), yang menyebabkan manusia senang atau
menderita atau tidak enak.
• Nilai-nilai kehidupan, yaitu dalam tingkatan ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi
kehidupan manusia (Wertw des Vitalen Fuhlens) misalnya kesegaran jasmani, kesehatan,
serta kesejahteraan umum.
• Nilai-nilai kejiwaan, dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geislige werte) yang
sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani ataupun lingkungan. Nilai-nilai semacam
ini antara lain nilai; keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam
filsafat.
• Nilai-nilai kerokhanian, yaitu dalam tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci
(Wer Modalitat der Heillgen und Unbeilingen). Nilai-nilai semacam itu terutama terdiri dari
nilai nilai pribadi (Driyarkara, 1978).
Pandangan dan tingkatan nilai tersebut menurut Notonagoro dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
• Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
• Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang beruna bagi manusia untuk
mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan.
• Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rokhani
manusia yang dapat dibedakan atas empat tingkatan sebagai berikut:
Pertama, nilai kebenaran, yaitu nilai yang bersumber pada akal, rasio,
budi atau cipta manusia. Kedua, nilai keindahan atau estetis, yaitu nilai
yang bersumber pada perasaan manusia. Ketiga, nilai kebaikan atau nilai
moral, yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak (will, wollen,
karsa) manusia. Keempat, nilai religius yang merupakan nilai kerokhanian
tertinggi dan bersifat mutlak. Nilai religius ini berhubungan dengan
kepercayaan dan keyakinan manusia dan nilai religius ini bersumber pada
wahyu yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut
Dasar Filosofis
Nilai-nilai Pancasila
3. Sila ketiga : Negara adalah penjelmaan sifat kodrat manusia yang monodualis
yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara merupakan
persekutuan hidup bersama di antara elemen yang membentuk negara berupa
suku, ras, kelompok, golongan ataupun agama. Konsekuensi : Negara beraneka
ragam tetapi satu, mengikat diri dalam persatuan yang ditulis dalam seloka
“Bhineka Tunggal Ika”. Negara mengatasi segala golongan paham, golongan,
suku, ras, individu, maupun golongan agama.
Inti Isi Sila-Sila Pancasila
4. Sila ke-empat : Hakikat rakyat adalah sekelompok manusia sebagai makluk Tuhan
Yang Maha Esa yang bersatu, bertujuan untuk mewujudkan harkat dan martabat
manusia dalam suatu wilayah. Rakyat adalah subyek pendukung pokok Negara.
Negara adalah dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Sehingga asal muasal
kekuatan suatu negara ialah berasal dari rakyat. Oleh karena itu Rakyat adalah
merupakan asal mula kekuasaan Negara, sehingga sila kerakyatan mengandung
nilai demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup Negara
dengan menjujung adanya kebebasan yang harus disertai tanggung jawab baik
terhadap masyarakat dan bangsa maupun secara moral terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
Inti Isi Sila-Sila Pancasila
5. Sila kelima : negara indonesia adalah negara welafare state, yaitu suatu negara
yang memiliki prinsip untuk mencapai kesejahteraan dalam kehidupan
kebangsaan dan kenegaraan. Hal ini secara eksplisit terkandung dalam
pembukaan UUD 1945 “... negara melindungi segenap bangsa dari seluruh
tumpah darah negara, memajukan kesejahteraan umum, menciptakan
kehidupan bangsa”. Dalam sila kelima terkandung nilai keadilan yang harus
terwujud dalam kehidupan bersama (kehidupan sosial). Keadilan tersebut di
dasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam
hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain,
manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan manusia
dengan TuhanNya.