Anda di halaman 1dari 20

Nematoda filaria

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Parasitologi I
Program Studi Analis Kesehatan

Disusun Oleh :

POLITEKNIK
PIKSI GANESHA BANDUNG
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. i


BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ......................................................................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORITIS ...................................................................................... 3
2.1 Taksonomi Nematoda filaria...................................................................................... 3
2.1.1 Taksonomi Wuchereria bancrofti .................................................................... 3
2.1.2 Taksonomi Brugia malayi................................................................................ 3
2.1.3 Taksonomi Brugia timori ................................................................................. 4
2.2 Sebaran Nematoda filaria .......................................................................................... 4
2.3 Morfologi Nematoda filaria........................................................................................ 7
2.3.1 Wuchereria bancrofti ........................................................................................ 7
2.3.2 Brugia malayi .................................................................................................... 8
2.3.3 Brugia timori ..................................................................................................... 9
2.4 Siklus Hidup Nematoda filaria ................................................................................ 10
2.4.1 Tahap Perkembangan dalam Tubuh Nyamuk (Vektor) ............................ 10
2.4.2 Tahap Perkembangan dalam Tubuh Manusia dan Hewan Perantara
(Hospes Reservoir) .......................................................................................... 11
2.5 Gejala Klinis Pasien ................................................................................................. 12
2.5.1 Gejala Klinis Akut ......................................................................................... 12
2.5.2 Gejala Klinis Kronis ...................................................................................... 12
2.6 Pemeriksaan Pasien ................................................................................................. 14
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 28
3.1 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 31

I
II
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Filariasis atau penyakit kaki gajah (elephantiasis) merupakan penyakit
menular yang mengenai saluran kalenjar limfe (getah bening) yang disebabkan oleh
cacing filaria dan ditularkan oleh serangga. Penyakit ini juga menyerang semua
umur dan bersifat menahun. Jika seseorang terkena penyakit ini dan tidak
mendapatkan pengobatan sedini mungkin maka dapat menimbulkan cacat permanen
berupa pembesaran kaki, lengan, buah dada dan alat kelamin.
Lymphatic Filariasis (LF) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia sejak lama, bahkan sejak 1997 WHO telah menetapkan penyakit ini
sebagai neglected disease yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia.
Indonesia merupakan negara endemis LF satu-satunya di dunia yang ditemukan tiga
spesies cacing filaria pada manusia yaitu: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan
Brugia timori yang dapat ditularkan oleh lima genera nyamuk: Aedes, Culex,
Armigeres, Mansonia dan Anopheles.
Hingga saat ini hanya ada 6 provinsi yang bukan daerah endemis filariasis di
Indonesia, yaitu DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Utara,
dan NTB. Dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, sebanyak 236 kabupaten/kota yang
tersebar di 28 provinsi masih merupakan daerah endemis filariasis. Sampai dengan
2018, dilaporkan 12.677 kasus klinis kronis yang tersebar di 34 provinsi. Penyakit
ini dapat menyebabkan kecacatan, stigma sosial, hambatan psikososisal, dan
penurunan produktivitas kerja penderita, keluarga dan masyarakat sehingga
menimbulkan kerugian ekonomi yang besar. Dengan demikian penderita menjadi
beban keluarga dan negara.
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai Nematoda filaria, kami mencoba
membahasnya melalui sebuah makalah yang berjudul “Nematoda filaria”.

1
NEMATODA FILARIA

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :
1. Dapat memahami taksonomi dari Nematoda filaria.
2. Dapat memahami sebaran dari Nematoda filaria.
3. Dapat mengetahui morfologi Nematoda filaria.
4. Dapat mengetahui siklus hidup dari Nematoda filaria.
5. Dapat memahami gejala klinis pasien yang terkena penyakit akibat Nematoda
filaria.
6. Dapat mengetahui bagaimana cara pemeriksaan pasien yang terkena penyakit
akibat Nematoda filaria.

PARASITOLOGI I 2
BAB II
KAJIAN TEORITIS

2.1 Taksonomi Nematoda filaria


Klasifikasi adalah pengelompokan aneka jenis hewan atau tumbuhan ke dalam
kelompok tertentu. Pengelompokan ini disusun secara runtut sesuai dengan
tingkatannya (hierarkinya), yaitu mulai dari yang lebih kecil tingkatannya hingga
ke tingkatan yang lebih besar. Ilmu yang mempelajari prinsip dan cara klasifikasi
makhluk hidup disebut taksonomi atau sistematik.
Prinsip dan cara mengelompokkan makhluk hidup menurut ilmu taksonomi
adalah dengan membentuk takson. Takson adalah kelompok makhluk hidup yang
anggotanya memiliki banyak persamaan ciri. Takson dibentuk dengan jalan
mencandra objek atau makhluk hidup yang diteliti dengan mencari persamaan ciri
maupun perbedaan yang dapat diamati.
Berikut akan dipaparkan mengenai taksonomi Nematoda filaria spesies
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori :

2.1.1 Taksonomi Wuchereria bancrofti


a. Kingdom : Animalia
b. Fillum : Nematoda
c. Kelas : Secernentea
d. Ordo : Spirurida
e. Famili : Onchocercidae
f. Genus : Wuchereria
g. Spesies : Wuchereria bancrofti

2.1.2 Taksonomi Brugia malayi


a. Kingdom : Animalia

3
Nematoda filaria

b. Fillum : Nematoda
c. Kelas : Secernentea
d. Ordo : Spirurida
e. Famili : Onchocercidae
f. Genus : Brugia
g. Spesies : Brugia malayi

2.1.3 Taksonomi Brugia timori


a. Kingdom : Animalia
b. Fillum : Nematoda
c. Kelas : Secernentea
d. Ordo : Spirurida
e. Famili : Onchocercidae
f. Genus : Brugia
g. Spesies : Brugia timori

2.2 Sebaran Nematoda filaria


Di daerah-daerah endemik, 80% penduduk bisa mengalami infeksi tetapi
hanya sekitar 10-20% populasi yang menunjukkan gejala klinis. Parasit ini
mempunyai daerah penyebaran luas di dunia, di daerah tropis dan subtropis
menyebar luas ke utara seperti Spanyol dan ke selatan sampai Brisbane dan
Australia. Di belahan dunia sebelah timur terdapat di Afrika, Asia, Jepang,
Formosa, Filipina, Indonesia dan kepulauan Pasifik Selatan. Di belahan barat
ditemukan di India Barat, Kosta Rika dan di bagian utara terdapat di Amerika
Selatan.
Telah diketahui lebih dari 200 spesies filaria. Dari 200 spesies tersebut hanya
sedikit yang menyerang manusia. Masyarakat yang beresiko terserang adalah
mereka yang bekerja pada daerah yang terkena paparan menahun oleh nyamuk
yang mengandung larva. Di seluruh dunia, angka perkiraan infeksi filaria

PARASITOLOGI I 4
Nematoda filaria

mencapai 250 juta orang. Di Asia, filaria endemik terjadi di Indonesia, Myanmar,
India, dan Sri Lanka.
Di bawah ini akan dijelaskan sebaran filariasis di Indonesia dalam sebuah
tabel :
Spesies filaria Daerah sebaran Vektor penular Hospes definitif
An.farauti
An.koliensis
An.subpictus
An.punctulatus
Wuchereria Pedesaan (rural)
Cx.annulirostris Manusia
bancrofti
Culex spp.
Aedes spp.
Mansonia spp.
Perkotaan (urban) Culex fatigans
An.barbirostris
Mansonia spp. Manusia
Brugia malayi Pedesaan Mn.uniformis
Mn.bonneae Manusia,
kucing, kera,
Mn.dives mamalia
Brugia timori Pedesaan An.barbirostris Manusia

Tabel 2.1. Sebaran filariasis di Indonesia

Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi
orang lain yang rentan. Biasanya pendatang baru ke derah endemis lebih rentan
terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita daripada penduduk asli. Pada
umumnya laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi, karena lebih banyak
kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure). Juga gejala penyakit lebih nyata
pada laki-laki, karena pekerjaan fisik yang lebih berat.
Tipe B.malayi yang dapat hidup pada hewan merupakan sumber infeksi untuk
manusia. Hewan yang sering ditemukan mengandung infeksi adalah kucing dan
kera terutama jenis Presbytis, meskipun hewan lain mungkin juga terkena infeksi.

PARASITOLOGI I 5
Nematoda filaria

Banyak spesies nyamuk telah ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung


pada jenis cacing filarianya. W.bancrofti yang terdapat di daerah perkotaan
ditularkan oleh Cx.quinquefasciatus yang tempat perindukannya air kotor dan
tercemar. W.bancrofti di daerah pedesaan dapat ditularkan oleh bermacam spesies
nyamuk. Di Irian Jaya W.bancrofti ditularkan terutama oleh An.farauti yang dapat
menggunakan bekas jejak kaki binatang untuk tempat perindukannya. Selain itu
ditemukan juga vektor : An.koliensis, An.punctulatus, Cx.annulirostris dan
Ae.kochi. W.bancrofti di daerah lain dapat ditularkan oleh spesies lain, seperti
An.subpictus di daerah pantai NTT. Selain nyamuk Culex, Aides pernah juga
ditemukan sebagai vektor.
B.malayi yang hidup pada manusia dan hewan biasanya ditularkan oleh
berbagai spesies mansonia seperti Ma.uniformis, Ma.bonneae, Ma.dives dan lain-
lain, yang berkembang biak di daerah rawa di Sumatera, Kalimantan, Maluku, dan
lain-lain. B.malayi yang periodik ditularkan oleh An.barbirostris yang memakai
sawah sebagai tempat perindukannya, seperti di daerah Sulawesi. B.timori, spesies
yang ditemukan di Indonesia sejak 1965 hingga sekarang hanya ditemukan di
daerah NTT dan Timor-Timur, ditularkan oleh An.barbirostris yang berkembang
biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah pedalaman.
Insiden filariasis periodik berhubungan erat dengan rapatnya penduduk dan
jeleknya sanitasi, karena Culex quinguefasciatus yang merupakan vektor utama
perkembangbiakkan terutama pada air yang telah terkontaminasi dengan sampah
dan pembuangan zat-zat organik.
Di Pasifik Selatan insiden filariasis nonperiodik lebih tinggi di daerah rural
(pedesaan) yang besar karena vektor utamanya adalah Aedes polynensis. Di
belahan bumi sebelah barat vektor utamanya adalah Culex quinguefasciatus.
Sekurang-kurangnya ada 48 jenis nyamuk, termasuk Aedes, Anopheles, Culex dan
Mansonia yang menjadi vektor alam atau eksperimen.

PARASITOLOGI I 6
Nematoda filaria

2.3 Morfologi Nematoda filaria


2.3.1 Wuchereria bancrofti

Gambar 2.1. Mikrofilaria Wuchereria bancrofti pada sediaan darah tebal dengan
pewarnaan giemsa
(sumber : www.cdc.gov)

Ciri-ciri mikrofilaria Wuchereria bancrofti adalah :


1. Ukuran panjang 230-300 μm dan lebar 7,5 – 10 μm
2. Mempunyai sheath/bersarung pada tubuhnya
3. Mempunyai inti yang halus, sama besar dan tersusun teratur tanpa inti
tambahan (nukleus terminalis) pada ujung posterior
4. Ujung anterior tumpul membulat, ujung posterior meruncing
5. Perbandingan panjang : lebar Cephalic space (ruang kepala) = 1 : 1
6. Lekukan badan halus
Sedangkan filaria Wuchereria bancrofti (cacing dewasa) mempunyai ciri-ciri :
1. Berwarna putih kekuningan
2. Bentuk seperti benang
3. Ujung anterior dan posterior tumpul
4. Mempunyai lapisan kutikula yang halus
5. Ukuran cacing betina : panjang ± 80 mm dan lebar ± 0,24 mm
6. Ukuran cacing jantan : panjang ± 40 mm dan lebar ± 0,1 mm

PARASITOLOGI I 7
Nematoda filaria

7. Ujung posterior cacing betina tumpul


8. Ujung posterior cacing jantan runcing, melengkung ke arah ventral, dan
mempunyai 2 buah spikula

Gambar 2.2. Cacing dewasa Wuchereria bancrofti. Kiri : jantan, kanan : betina.
(sumber : www.cdc.gov)

2.3.2 Brugia malayi

Gambar 2.3. Mikrofilaria Brugia Malayi.


(sumber : www.cdc.gov)

PARASITOLOGI I 8
Nematoda filaria

Ciri-ciri mikrofilaria Brugia malayi adalah :


1. Ukuran panjang 170 – 260 μm dan lebar ± 6 μm
2. Mempunyai sarung/sheath
3. Ujung anterior membulat/tumpul dengan 2 buah stylet (alat pengebor)
4. Ujung posterior runcing
5. Mempunyai ukuran Cephalic space panjang : lebar = 2 : 1
6. Inti tubuh kasar, tersusun tidak teratur sampai ujung posterior dengan 2 buah
nukleus terminalis
Sedangkan cacing dewasa/filaria Brugia malayi mempunyai ciri-ciri :
1. Ukuran lebih kecil daripada Wuchereria bancrofti
2. Ukuran cacing betina : Panjang ± 55 mm, ekornya lurus
3. Ukuran cacing jantan : Panjang ± 23 mm, ekornya melingkar
4. Bentuk seperti benang halus berwarna putih kekuningan
5. Cacing jantan mempunyai sepasang papila yang besar di sebelah anterior
kloaka dan sepasang lagi di belakangnya dengan ukuran yang lebih kecil,
spikula satu pasang dengan ukuran yang tidak sama panjang

2.3.3 Brugia timori

Gambar 2.3. Mikrofilaria Brugia Timori.


(sumber : www.cdc.gov)

PARASITOLOGI I 9
Nematoda filaria

Ciri-ciri mikrofilaria Brugia timori adalah :


1. Panjang ± 260-320 µm
2. Mempunyai sarung
3. Mempunyai ukuran Ruang kepala (cephalic space) Panjang : lebar= 3 : 1
4. Inti kasar, tidak teratur, dan sampai pada ujung ekor
5. Mempunyai 2 inti tambahan
Sedangkan cacing dewasa/filaria Brugia dewasa mempunyai ciri-ciri :
1. Ujung anteriornya melebar pada kepalanya yang membulat
2. Ekornya berbentuk seperti pita dan agak bundar
3. Pada tiap sisi terdapat 4 papil sirkum oral yang teratur pada bagian luar dan
bagian dalam membentuk lingkaran.
4. Esophagus panjangnya ± 1 mm dengan ujung yang kurang jelas di antara otot
dan kelenjar.
5. Berbentuk seperti benang dan berwarna putih kekuningan
6. Cacing betina panjangnya 39 mm, ekornya lurus
7. Cacing jantan panjangnya 23 mm, ekornya melingkar

2.4 Siklus Hidup Nematoda filaria


2.4.1 Tahap Perkembangan dalam Tubuh Nyamuk (Vektor)
1. Saat nyamuk (vektor) menghisap darah penderita (mikrofilaria), beberapa
mikrofilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk ke dalam lambung nyamuk.
2. Beberapa saat setelah berada di dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepas
selubung, kemudia menerobos dinding lambung menuju ke rongga badan dan
selanjutnya ke jaringan otot thoraks.
3. Di dalam jaringan otot thoraks, larva stadium I (L1) berkembang menjadi
bentuk larva stadium II (L2) dan selanjutnya berkembang menjadi larva
stadium III (L3) yang infektif.

PARASITOLOGI I 10
Nematoda filaria

4. Waktu untuk perkembangan dari L1 menjadi L3 (masa inkubasi ekstrinsik)


untuk W.bancrofti antara 10-14 hari, B.malayi dan B.timori 7-10 hari.
5. L3 bergerak menuju proboscis (alat tusuk) nyamuk dan dipindahkan ke
manusia pada saat nyamuk menggigit.
6. Mikrofilaria di dalam tubuh nyamuk hanya mengalami perubahan bentuk dan
tidak berkembang biak (Cyclicodevelopmental) sehingga diperlukan gigitan
berulang kali untuk terjadinya infeksi.

Gambar 2.4. Siklus hidup Wuchereria bancrofti.


(sumber : www.cdc.gov)

2.4.2 Tahap Perkembangan dalam Tubuh Manusia dan Hewan Perantara


(Hospes Reservoir)
1. Di dalam tubuh manusia L3 akan menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh
menjadi cacing dewasa jantan atau betina.

PARASITOLOGI I 11
Nematoda filaria

2. Memulai kopulasi, cacing betina menghasilkan mikrofilaria yang beredar


dalam darah. Secara periodik seekor cacing filaria betina akan mengeluarkan
sekitar 50.000 larva setiap hari.
3. Perkembangan L3 menjadi cacing dewasa dan menghasilkan mikrofilaria untuk
W.bancrofti selama 9 bulan dan untuk B.malayi dan B.timori selama 3 bulan.
4. Perkembangan ini juga terjadi pada tubuh hewan reservoir.

2.5 Gejala Klinis Pasien


Gejala klinis filariasis terdiri dari gejala klinis akut dan kronis. Pada kronisnya
gejala klinis filariasis yang disebabkan oleh infeksi W.bancrofti, B.malayi dan
B.timori adalah sama, tetapi gejala klinis akut tampak lebih jelas dan lebih berat
pada infeksi oleh B.malayi dan B.timori. Infeksi W.bancrofti dapat menyebabkan
kelainan pada saluran kemih dan alat kelamin, tetapi infeksi oleh B.malayi
dan B.timori tidak menimbulkan kelainan pada saluran kemih dan alat kelamin.

2.5.1 Gejala Klinis Akut


Gejala klinis akut berupa limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang
disertai demam, sakit kepala, rasa lemah dan timbulnya abses. Abses dapat pecah
dan kemudian mengalami penyembuhan dengan meninggalkan parut, terutama di
daerah lipat paha dan ketiak. Parut lebih sering terjadi pada infeksi B.malayi dan
B.timori dibandingkan karena infeksi W.bancrofti, demikian juga dengan
timbulnya limfangitis dan limfadenitis tetapi sebaliknya pada infeksi W.bancrofti
sering terjadi peradangan buah pelir (orkitis), peradangan epididimus (epididimitis)
dan peradangan funiculus spermatikus (funikulitis). (Dinkes Sumut, 2010).

2.5.2 Gejala Klinis Kronis


Gejala klinis kronis terdiri dari limfedama, lymp scrotum, kiluria dan
hidrokel.

PARASITOLOGI I 12
Nematoda filaria

1. Limfedema
Pada infeksi W.bancrofti terjadi pembengkakan seluruh kaki, seluruh lengan,
skrotum, penis, vulva vagina dan payudara, sedangkan pada infeksi Brugia
terjadi pembengkakan kaki di bawah lutut, lengan di bawah siku dimana siku
dan lutut masih normal.
2. Lymph Scrotum
Lymph Scrotum adalah pelebaran saluran limfe superfisial pada kulit scrotum,
kadang-kadang pada kulit penis, sehingga saluran limfe tersebut mudah pecah
dan cairan limfe mengalir keluar dan membasahi pakaian. Ditemukan juga
lepuh (vesicles) besar dan kecil pada kulit, yang dapat pecah dan membasahi
pakaian sehingga beresiko tinggi terjadinya infeksi ulang oleh bakteri dan
jamur, serangan akut berulang dan dapat berkembang menjadi limfeda
skrotum. Ukuran skrotum kadang-kadang normal kadang-kadang sangat besar.
3. Killuria
Killuria adalah kebocoran atau pecahnya saluran limfe dan pembuluh darah di
ginjal (pelvis renal) oleh cacing filaria dewasa spesies W.bacrofti sehingga
cairan limfe dan darah masuk ke dalam saluran kemih. Gejala yang timbul
adalah sebagai berikut
a. Air kencing seperti susu karena air kencing banyak mengandung lemak,
dan kadang-kadang di sertai haematuria (kencing berdarah)
b. Sukar kencing
c. Kelelahan tubuh
d. Kehilangan berat badan
4. Hydrocele
Hydrocele adalah pelebaran kantung buah zakar karena tertumpuknya cairan
limfe di dalam tunica vaginalis testis. Hydrocele dapat terjadi pada satu atau
dua kantung buah zakar dengan gambaran klinis dan epidemiologis sebagai
berikut :

PARASITOLOGI I 13
Nematoda filaria

a. Ukuran skrotum kadang-kadang normal tetapi kadang-kadang sangat besar


sekali, sehingga penis tertarik dan tersembunyi
b. Kulit pada skrotum normal, lunak dan halus
c. Kadang-kadang akumulasi cairan limfe di sertai dengan komplikasi yaitu
komplikasi dengan Chyle (Chylocele), darah (Haematocele) atau nanah
(Pyocele). Uji transiluminasi dapat digunakan untuk membedakan
hidrokel dengan komplikasi dan hidrokel tanpa komplikasi. Uji
transiluminasi ini dapat dikerjakan oleh dokter puskesmas yang telah
dilatih.

2.6 Pemeriksaan Pasien

PARASITOLOGI I 14
BAB III
PENUTUP

3.1

28
NEMATODA FILARIA

PARASITOLOGI I 29
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU ILMIAH

B. WEB SITE

Anda mungkin juga menyukai