Anda di halaman 1dari 28

TUGAS TERSTRUKTUR PARASITOLOGI

MAKALAH NEMATODA DARAH DAN JARINGAN

Oleh :

1. Ayu Pratiwi Lestari I1A016002


2. Ridha Aya Anorawi I1A016088
3.
4.
5. Irma Rahmawati G1B013015
6. Arya Adi N G1B0130
7. Ririh Risya C G1B013101

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO

2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nematodamempunyaijumlahspesiesterbesardiantaracacing-cacing yang
hidupsebagaiparasit.Nematode terdiridaribeberapaspesies,
danbanyakditemukan di darahtropisdantersebardiseluruhdunia. Salah satunya
adalah nematoda yang hidup di darah dan jaringan manusia. Nematoda darah
dan jaringan merupakan jenis cacing yang pada fase hidup dewasa dalam
sistem limfatik, sub kutan, dan jaringan ikat dalam pada tubuh manusia.
Spesies nematoda yang hidup pada darah dan jaringan manusia yang
menyebabkan penyakit yaitu cacing filaria (Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi, Brugia timori, Mansonella ozzardi, Onchocerca volvolus, Loa loa,
dan Acanthocheilonema perstans) dan cacing naga (Dracunculus medinensis).
Hospes nematoda darah dan jaringan pada umumnya adalah manusia.
Penyebarannya tidak secara langsung melainkan melalui hospes perantara
yaitu nyamuk, lalat, dan sebangsa Copepoda.
Nematoda darah dan jaringan menyebabkan penyakit filariasis.
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang
disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk. Di Indonesia
penyakit ini lebih banyak ditemukan di daerah pedesaan. Sedangkan di daerah
perkotaan hanya W.bancrofi saja yang ditemukan, seperti di kota Jakarta,
Tangerang, Pekalongan, dan Semarang dan mungkin di beberapa kota
lainnya.Di Indonesia daerah endeminya di banyak pulau di seluruh Nusantara,
seperti Sumatera dan Sekitarnya, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku
dan Irian Jaya. Pemberantasan filariasis perlu dilaksanakan agar dapat
menghentikan transmisipenularan,diperlukanprogramyang efektifdan
mungkin akan memakanwaktu lamakarena masahidupdari cacing dewasa
yang cukup lama. Dengan demikian, perlu ditingkatkan surveilans
epidemiologi di tingkatPuskesmas dan pelaksanaan program pencegahan dan
pemberantasan filariasis. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan mengenai
spesies-spesies cacing-cacing infektif serta klasifikasi, epidemiologi,
morfologi, siklus hidup, patologi, tanda dan gejala penyakit, cara
mendiagnosis penyakit, serta cara pengobatan dan pencegahannya.

B. Tujuan

Mengetahui spesies-spesies nematoda darah dan jaringan beserta


klasifikasi, epidemiologi, morfologi, siklus hidup, patologi, tanda dan gejala
penyakit, cara mendiagnosis penyakit, serta cara pengobatan dan pencegahan
masing-masing spesies dari nematoda darah dan jaringan.
BAB II
PEMBAHASAN

Spesies nematoda darah dan jaringan atau yang biasa dikenal dengan cacing
filaria mempunyai spesies 200 lebih dan hanya beberapa yang terdapat pada
manusia. Spesies yang paling sering menginfeksi manusia antara lain Wuchereria
brancrofti, Brugia malayi, Bugria timori (di Indonesia), Acanthocheilonema
perstans ,Occult filariasis, Onchocerca volvulus, Loa loa, dan Dracunculus
medinensis ( Onggowaluyo, 2002).

A. Wuchereriabancrofti
Manusia merupakan tuan rumah definitive bagi Wuchereria bancrofti.
Habitan utamanya adalah saluran limfe dapat juga pada kelenjar limfe yaitu di
bagian bawah diafragma, antara lain inguinal, epitrochlear, dan axiler.
Mikrofilaria terdapat di dalam darah perifer (Natadisastra, 2005). W.
bancrofti merupakan parasit manusia yang menyebabkan filariasis bankrofti
atau wukereriasis bankrofti (Sutanto, 2008).
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Class : Secernentea
Ordo : Spirurida
Upaordo : Spirurina
Famili : Onchocercidae
Genus : Wuchereria
Spesies : Wuchereria bancrofti

2. Epidemiologi

lnfeksiW. bancrofti tersebar luas di daerah tropis dan subtropics


seperti di Afrika, Asia, Amerika Tengah dan Selatan dan Pulau - pulau
pasifik. Di Indonesia W. bancrofti ada 2 tipe yaitu W. bancrofti tipe
perkotaan (urban) ditemukan seperti di Jakarta, Bekasi, Tangerang,
Semarang dan Pekalongan, sedangkan W. bancrofti tipe pedesaan (rural)
ditemukan di luar Jawa seperti di Jambi dan Irian Jaya. Di daerah urban
vektor W. bancrofti adalah jenis nyamuk Culex quinquefasciatus yang
berkembangbiak di air yang tercemar. Sementara untuk daerah rural jenis
nyamuk yang menjadi penulamya adalah Anopheles, Culex dan Aedes
(Ramadhani, 2006).Vektor utama Wucheria Bancrofti adalah nyamuk
Culex, Anopheles, dan Aedes( Masrizal, 2012).
Parasit ini tersebar luas didaerah yang beriklim tropis di seluruh dunia
(Sutanto,2008). Walaupun sebanyak 80% populasi daerah endemik
mungkin terinfeksi, kurang dari 10-20% menderita morbiditas yang berarti
secara klinis.Mereka yang bekerja di daerah-daerah dimana ada pemajanan
berulang dan kronis terhadap nyamuk yang mengandung larva, seperti di
daerah perkotaan yang penuh sesak dengan sanitasi yang sangat jelek
adalah daerah paling berisiko.Infeksi W. bancrofti tersebar di seluruh
Afrika tropik dan subtropik, Asia, dan Amerika Selatan (Behrman, 2000).

3. Morfologi
Cacing betina dan cacing jantan hidup di kelenjar limfe, bentuknya
halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 65
– 100 mm x 0,25 mm dan yang jantan 40 mm x 0,1 mm. Cacing betina
mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung dengan ukuran 250 – 300
mikron x 7 – 8 mikron. Mikrofilaria hidup di dalam darah dan terdapat di
aliran darah pada waktu – waktu tertentu saja, jadi mempunyai periodisitas.
Pada umumnya, W. Bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya
mikrofilaria terdapat di tepi darah pada waktu malam. Pada siang hari
mikrofilaria terdapat di kapiler alat dalam (paru, jantung, ginjal dan
sebagainya).

4. Siklus Hidup dan Kondisi terkini


Daur hidup parasit yang membutuhkan manusia (hospes definitif) dan
nyamuk (hospes perantara) memerlukan waktu sangat panjang. Masa
pertumbuhan parasit didalam nyamuk Culex quinquefasciatus, atau
nyamuk Anopheles, Aedes, dan Mansonia untuk pedesaan sebagai vektor
kurang lebih dua minggu. Pada manusia, masa pertumbuhan tersebut
belum diketahui secara pasti, tetapi diduga kurang lebih 7 bulan, sama
dengan masa pertumbuhan parasit ini di dalam Presbytis cristata (lutung).
Mikrofilaria yang terisap oleh nyamuk, melepaskan sarungnya didalam
lambung, menembus dinding lambung dan bersarang diantara otot-otot
toraks. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan
disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang lebih satu minggu, larva ini
bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjan, disebut larva
stadium II. Pada hari kesepuluh dan selanjutnya, larva bertukar kulit sekali
lagi, dan tumbuh makin panjang dan kurus disebut larva stadium III.
Gerak larva stadium III sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi, mula-mula
ke rongga abdomen kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila
nyamuk yang mengandung larva stadium III (bentuk infektif) mengigit
manusia, maka lava tersebut secara aktif masuk melalui luka tusuk
kedalam tubuh hospes dan bersarang disaluran limfe setempat. Di dalam
tubuh hospes, larva mengalami dua pergantian kulit, tumbuh menjadi larva
stadium IV, lalu stadium V atau cacing dewasa.

5. Tanda dan gejala

Cacing dewasa menyebabkan limfadenitis, limfangitis retrograd,


demam, funikolitis, orkitis, hidrokel, elefantisiasis mammae dan alat
kelamin. Mikrofilaria menyebabkan Occult filariasis (Prianto, 2006).
Patogenesis filariasis bankrofti dibagi dalam tiga stadium, yaitu
stadium mikrofilaremia, stadium akut dan stadium kronis. Ketiga stadium
ini tidak menunjukan batas-batas yang tegas karena prosesnya menjadi
tumpang tindih. Pada stadium akut terjadi peradangan kelenjra,
limfadenitis maupun limfangitis retrogad. Dalam waktu satu tahun,
peradangan ini hilang timbul berkali-kali. Kasus peradangan yang umum
dijumpai adalah peradangan sistem limfatik organ genital pria, misalnya
epididimis, funikutilis dan orkitis. Saluran sperma mengalami peradangan
hingga mebengkak dan keras menyerupai tali, bila diraba terasa nyeri
sekali. Pada stadium kronis (menahun) gejala yang sering terjadi adalah
terbentuknya hidrokel. Kadang-kadang terjadi limfedema dan elefantiasis
yang mengenai daerah tungkai dan lengan, payudara, testes dan vulva yang
dapat diperbaiki dengan tindakan operatif. Beberapa kasus pada penderita
terjadi kiluria (Samidjo, 2001).

6. Diagnosis
Diagnosis dipastikan dengan pemerikasaan :
a. Diagnosis parasitologi
1) Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah, cairan
hidrokel atau cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal
dan teknik konsentrasi Knott, membran filtrasi. Pengambilan darah
harus dilakukan pada malam hari (setelah pukul 20.00) mengingat
periodisitas mikrofilaria umumnya nokturna. Pada pemeriksaan
histopatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat
dijumpai di saluran dan kelenjar limfe dari jaringan yang dicurigai
sebegai tumor.
2) Teknik biologi molekuler dapat digunakan untuk mendeteksi parasit
melalui DNA parasit dengan menggunakan reaksi rantai polimerase
(Polymerase Chain Reaction/ PCR). Teknik ini mampu
memperbanyak DNA sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi
parasit pada cryptic infection.
b. Radiodiagnosis
1) Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan
kelenjar getah bening inguinal pasien akan memberikan gambaran
cacing yang bergerak-gerak. Ini berguna terutama untuk evaluasi
hasil pengobatan. Pemeriksaan ini hanya dapat digunakan untuk
infeksi filaria oleh W. Bancrofti.
2) Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau
albumin yang ditandai dengan zat radioaktif menunjukan adanya
abnormalitas sistem limfatik sekalipun pada penderita yang
asimptomatik mikrofilaremia.
c. Diagnosis Imunologi
Deteksi antigen dengan immunochromatographic test (ICT) yang
menggunakan antibodi monoklonal telah dikembangkan untuk
mendeteksi antigen W. Bancrofti dalam sirkulasi darah. Hasil tes positif
menunjukkan adanya infeksi aktif walaupun mikrofilaria tidak
ditemukan dalam darah.
Deteksi antibodi menggunakan antigen rekombinan telah
dikembangkan untuk mendeteksi antibode subklas IgG4 pada filariasis
Brugia. Kadar antibodi IgG4 meningkat pada penderita mikrofilaremia.
Deteksi antibodi tidak dapat membedakan infeksi lampau dan infeksi
aktif.
Pada stadium obstruktif, mikrofilaria sering tidak ditemukan lagi di
dalam darah. Kadang-kadang mikrofilaria tidak dijumpai dalam darah,
tetapi ada di cairan hidrokel atau cairan kiluria.
7. Pencegahan dan pengobatan
Untuk mengurangi serangan akut oleh infeksi bakteri dan jamur serta
mencegah perkembangan lanjut limfedema maka pada penderita
limfedema perlu diajarkan cara membersihkan kaki dengan air dan sabun
terutama didaerah lipatan kulit dan sela jari. Bila ditemukan luka harus
segera diobati dengan antibiotik atau antimkotik. Pemberian antibiotik
pada filariasis dapat membunuh Wolbachia dan parasit filaria serta
mengurangi efek samping DEC (Sutanto, 2008).

B. Brugaria malayi dan Brugaria timori


Brugia malayi dapat dibedakan menjadi dua varian yaitu yang hidup pada
manusia dan hidup pada manusia dan hewan, misalnya kucing, kera dan lain -
lain. Brugia timori hanya terdapat pada manusia.Penyakit yang timbul karena
brugia malayai disebut filariasis malayi dan yang disebabkan oleh Brugia
timori disebut filariasis timori (Sutanto, 2008).
1. Klasifikasi
a. Brugia timori
Kingdom : Animalia
Phylum : Nematoda
Class : Secermentea
Ordo : Spirurida
Genus : Brugia
Species : Brugia timori

b. Brugia malayi
Kingdom : Animalia
Phylum : Nematoda
Class : Secermentea
Ordo : Spirurida
Genus : Brugia
Species : Brugia malayi
2. Epidemiologi
Brugiamalayidanbrugiatimorihanyaterdapatdipedesaan,
karenavektornyatidakdapatberkembangbiakdiperkotaan.
Brugiatimoribiasanyaterdapatdidaerahpersawahan,
sesuaidengantempatperindukanvektornya,
An.barbirostris.Brugiatimorihanyaterdapat di Indonesia bagiantimuryaitu
N.T.T dantimor-timur.Yang
terkenapenyakitiniterutamaadalahpetanidannelayan.Kelompokumurdewasa
muda paling seringterkenapenyakitini,
sehinggaproduktivitaspendudukdapatberkurangakibatseranganadenolimfan
gitis yang berulang kali. Cara pencegahansamadenganfilariasisbankrofti.

3. Morfologi
Cacing jantan dan betina hidup di pembuluh limfe. Bentuknya halus
seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 55 mm x
0,16 mm (B. Malayi), 21 – 39 mm x 0,1 mm (B. Timori) dan yang jantan
22 – 23 mm x 0,09 mm (B. Malayi), 13 – 23 mm x 0,08 mm (B. Timori).
Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung. Ukuran mikrofilaria
B. Malayi adalah 200 – 260 mikron x 8 mikron dan B. Timori 280 – 310
mikron x 7 mikron.

4. Siklus hidup
Daur hidup Brugi timori cukup panjang. Masa pertumbuhannya di
dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3
bulan. Di dalam tubuh nyamuk, parasit ini juga mengalami dua kali
pergantian kulit, berkembang dari larva stadium I menjadi larva stadium II
dan III.

5. Tanda dan gejala


Stadium akut ditandai dengan serangan demam dan gejala peradangan
saluran dan kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali. Limfadenitis
biasanya mengenai kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan peradangan ini
sering timbul setelah penderita bekerja berat di ladang atau di sawah.
Limfadenitis biasanya berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh dengan
sendirinya, tanpa pengobatan. Kadang perandangan limfe ini dapat
menjalar ke bawah, mengenai saluran limfe dan menimbulkan limfangitis
retrograd, yang bersifat khas pada filariasis. Peradangan pada saluran limfe
ini dapat terlihat sebagai garis merah yang menjalar ke bawah dan
peradangan ini dapat pula menjalar ke jaringan sekitarnya, menimbulkan
infiltrasi pada seluruh paha atas. Pada stadium ini tungkai bawah biasanya
ikut membengkak dan menimbulkan gejala limfedema. Limfadenitis
biasanya berkembang menjadi bisul, pecah menjadi ulkus. Ulkus pada
pangkal paha ini bila sembuh meninggalkan bekas sebagai jaringan parut.
Dan tanda ini merupakan salah satu gejala obyektif filariasis limfatik.
Limfadenitis dengan gejala komplikasinya dapat berlangsung beberapa
minggu sampai tiga bulan lamanya.
Pada filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak pernah terkena,
lambat laun pembengkakan tungkai tidak menghilang pada saat gejala
peradangan sudah sembuh, akhirnya timbullah elefantiasis. Kecuali
kelenjar limfe inguinal, kelenjar limfe lain di bagian medial tungkai, di
ketiak dan di bagian medial lengan juga sering terkena. Pada filariasis
brugia, elefantiasis hanaya mengenai tungkai bawah, di bawah lutut, atau
kadang-kadang lengan bawah di bawah siku. Alat kelamin dan payudara
tidak pernah terkena, kecuali di daerah filariasis brugia yang bersamaan
dengan filariasis bankrofti. Kiluria bukan merupakan gejala klinis filariasis
brugia (Gandahusada, 2006).

6. Diagnosis
Diagnosis dibuktikan dengan menemukan mikrofilaria di dalam darah tepi.
Diagnosis parasitologi : sama dengan pada filariasis bankrofti.
Radiodiagnosis umumnya tidak dilakukan pada filariasis malayi.
Diagnosis imunologi belum dapat dilakukan pada filariasis malayi.

7. Pencegahan dan Pengobatan


a. Pengobatan
DEC yang merupakan obat pilihan untuk brugiasis, dapat diberikan
dengan dosis lebih rendah, yaitu 3x 0.3-2 mg/kg berat badan/hari,
namun diberikan lebih lama yaitu selama 3 minggu.
b. Pencegahan
Tindakan pencegahan brugiasis sesuai dengan upaya pencegahan pada
filariasis bancrofti, yaitu pengobatan penderita, pengobatan masal
penduduk didaerah endemik, pencegahan pada pendatang dan
pemberantasan vektor penular filariasis malayi

C. Acanthocheilonema perstans
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Fylum : Nematoda
Class : Secernentea
Ordo : Spiruria
Family : Onchocercidae
Genus : Acanthocheilonema
Spesies : Acanthocheilonema perstans

2. Epidemiologi
Epidemiologinya terdapat di Afrika Tropik, Afrika bagian utara dan
Amerika Selatan.
a. Distribusi Geografik
Acanthocheilonema perstans ditemukan terutama di Afrika daerah
tropik, walaupun telah dilaporkan juga di Afrika Utara dan Amerika
Selatan.

3. Morfologi
Cacing dewasa betina panjangnya 80 mm, sedangkan yang jantan 45
mm. Cacing dewasa terdapat di dalam jaringan mesenterium, jaringan
retroperitoneum, rongga pleura dan pericardium. Mikrofilaria terdapat di
dalam darah tepi dan kapiler paru-paru. Di berbagai daerah cacing ini
mempunyai periodisitas diurna, atau lebih sering periodisitas nocturna,
tetapi pada dasarnya bersifat nonperiodik.

4. Siklus Hidup dan Kondisi Terkini

Manusia merupakan hospes definitif utama. Spesies tersebut dan juga


spesies lain yang sangat berdekatan, telah ditemukan pada chimpanzee dan
gorila. Hospes perantaranya ialah serangga penghisap darah termasuk
genus Culicoides. Setelah metamorfosis selama 7 – 10 hari di dalam tubuh
serangga, maka larva infektif dipindahkan ke dalam kulit hospes baru oleh
serangga ini dengan cara menggigit.

5. Tanda dan Gejala


Hanya terdapat satu cacing di dalam satu kista dan cacing ini
menyebabkan reaksi jaringan yang ringan. Waktu inkubasi belum
diketahui. Biasanya tidak di dapatkan gejala lain kecuali fenomena alergi
ringan, edema, pembengkakan Calabar dan varices saluran limfe.
Mikrofilaria dapat ditemukan di dalam hepar yang membengkak dan terasa
sakit.
6. Diagnosis
a. Pemeriksaandarahtepiuntukmenemukanmikrofilaria
b. Pemeriksaanserologi/ tesflokulasibentonit

7. Pencegahan dan Pengobatan


Pencegahan
a. Pemberantasan vektor & menghindari gigitannya
Pengobatan
 Dietilkarbamasin sitrat (hanya dapat membunuh cacing dewasa)

D. Onchocerca volvulus
Parasit ini ditemukan pada manusia. Penyakitnya disebut onkoserkosis,
river blindness, blinding filariasis. O’Neill menelitibmikrofilaria parasit ini
didalam kulit seorang penderita di Afrika Barat pada tahun 1875. Kemudian
seorang dokter Jerman menemukan cacing dari benjolan kulit dari orang
Negro di Ghana, Afrika Barat, lalu dinamakan sebagai Filaria volvulus oleh
Leuckard 1893. Tahun 1915 Robles menemukan cacing Onchocerca di
Guatemala dan oleh Brumptdiidentifikasi sebagai cacing Onchocerca
caecutiens, tetapi kemudian dinamakan Onchocerca volvulus (Sutanto, 2008).
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Rabdithea
Ordo : Spirurida
Super family : Filaroidea
Familiy : Onchocercidae
Genus : Onchocerca
Species : Onchocerca volvulus

2. Epidemiologi
Cacing ini banyak ditemukan di dataran tinggi Afrika( kurang dari 1000
kaki). Kasusu penyakit terbatas disekitar sungai yang alirannya deras.
Vektor onkoserkois lebih menyukai badan perairan yang lebar. Manusia
merupakan sumber infeksi tunggal. Pada hari-hari cerah menggigit pada
pagi dan sore. Pada tempat yang rindang dan suasana langit berawan,
vektor menggigit sepanjang hari (Sutanto,2008).
a. Distribusi Geografik
Parasit ini banyak ditemukan pada penduduk Afrika, dari pantai barat
Sierra Lione menyebar ke Republik Kongo, Angola, Sudan sampai
Afrika Timur. Di Amerika Tengah terbatas di dataran tinggi sepanjang
sungai tempat perindukan lalat Simulium. Di Amerika selatan terdapat
di dataran tinggi Guatemala, Mexico dan bagian timur Venezuela
(Sutanto, 2008).
3. Morfologi
Cacing dewasa hidup dalam jaringan ikat; melingkar satu dengan
lainnya sepert benang kusut dalam benjolah (tumor). Cacing betina
berukuran 33,5 – 50 cm x 270 – 400 mikron, cacing jantan 19 – 42 mm x
130 x 210 mikron. Bentuknya seperti kawat berwarna putih, opalesen dan
transparan. Cacing betina yang gravid mengeluarkan mikrofilaria di dalam
jaringan subkutan dan kemudian meninggalkan jaringan subkutan mencari
jalan ke kulit. Ukuran mikrofilaria ada dua macam ukuran, yaitu 285 – 368
x 6 – 9 mikron dan 150 – 287 x 5 – 7 mikron. Bagian kepala dan ekor
tidak ada inti dan tidak mempunyai sarung.
4. Siklus hidup dan Kondisi Terkini

Cacing dewasa berlokasi dibawah kulit dan akan terbentuk kapsula


karena reaksi tubuh hospes. Bilamana berlokasi dekat tulang seperti
persendian atau diatas tulang kepala, nodule yang permanen akan terjadi.
Mikrofilaria berada dalam kulit kemudian terhisap oleh lalat penghisap
darah/lalat hitam/bleck fly (Simulium damnosum) sebagai hospes
intermedier. Bagian mulut lalat tidak menembus terlalu dalam, berisi
cairan kental yang penuh dengan mikrofilaria. Fase pertama dari larva
cacing bergerak dari saluran cerna lalat ke otot dada. Kemudian
mengalami moulting yang kemudian moulting lagi menjadi larva infektif
menjadi bentuk filaria (filariform), filaria muda bergerak kearah mulut
lalat dan akan menginfeksi hospes definitif baru. Filaria tumbuh menjadi
dewassa tinggal dibawah kulit selama kurang dari 1 tahun. Cacing
biasanya berpasangan. Cacing yang berada dibawah kulit atau dibawah
kulit yang lebih dalam akan memproduksi mikrofilaria. Mikrofilaria
kemudian menginvasi kepermukaan kulit dan akan terhisap oleh hospes
intermedier.

5. Tanda dan Gejala


Ada dua hal yang menyebabkan efek patologi yaitu: cacing dewasa dan
mikrofilaria. Dari kedua bentuk cacing tersebut, bentuk cacing dewasa
tidak begitu patogenik dan bahkan kadang tidak menunjukkan gejala sakit.
Tetapi pada kondisi yang buruk cacing didalam subkutan membentuk
nodule disebut “Onchocercomas”, terutama yang menetap didekat tulang.
Didaerah Amerika Tengah kebanyakan penderita terdapat nodule diantara
tulang rusuk dan paha dan juga didaerah leher dan kepala. Nodule tersebut
berbentuk benigna dan relatif tidak sakit. Jumlah nodule berfariasi dari
hanya satu sampai ratusan. Nodule tersebut terutama berisi jaringan
serabut kolagen yang mengelilingi beberapa cacing dewasa. Nodule akan
mengalami degenerasi dapat membentuk abses atau kalsifikasi.
Hadirnya mikrofilaria didaerah kulit menyebabkan dermatitis yang
berat yang menyebabkan reaksi alergik dan efek toksik disebabkan
matinya cacing muda. Gejala pertama adalah gatal-gatal yang
menyebabkan luka dn terinfeksi oleh bakteri (infeksi sekunder). Kemudian
diikuti dispigmentasi kulit lokal atau lebih luas, kemudian diikuti
penebalan kulit dan kulit menjadi pecah-pecah. Gejala menyerupai
avitaminosis A, hal tersebut diduga parasit berkompetisi dengan
metabolisme vitamin A.
Gejala yang lebih lanjut kulit kehilangan elastisitasnya. Depigmentasi
berkembang menjadi daerah yang lebih luas terutama daerah kaki. Hal
tersebut dapat dikelirukan dengan penyakit lepra. Pada kondisi yang lebih
buruk lagi bila terjadi komplikasi dimana mikrofilaria mencapai kornea.
Hal tersebut dalat menimbulkan inflamasi pada sklera atau bagian putih
dari bola mata. Kemudian diikuti penimbunan jaringan ikat yang
mengakibatkan vaskularisasi dari kornea yang dapat mengganggu
penglihatan. Terjadinya penimbunan jaringan ikat (fibrous tissue)
mengakibatkan pasien buta total.

6. Diagnosis
a. Klinis: adanya nodul subkutan, hanging groin, kelainan kulit seperti
kulit macan tutul (leopard skin), atrofi kulit, kelainan pada mata berupa
keratitis, limbitis, uveitis, dan adanya mikrofilaria dalam kornea.
b. Parasitologik: menemukan mikforilaria atau cacing dewasa pada
benjolan subkutan. Diagnosis dibuat dengan menemukan mikrofilaria
pada biopsi kulit yakni menyayat kulit (skin-snip) dengan pisau tajam
atau pisau silet kira-kira 2-5 mm bujur sangkar. Sayatan kulit diletakkan
pada kaca obyek yang berisi larutan garam faal. Sesudah diinkubasi
mikrofilaria akan keluar dari jaringan, dijepit dengan dua buah kaca
obyek kemudian dipulas dengan Giemsa. Untuk menemukan cacing
dewasa dapat dilakukan dengan mengeluarkan benjolan (tumor),
mikrofilaria dapat ditemukan juga dalam benjolan. Tes serologi
sekarang sedang digalakkan untuk menunjang diagnosis onkoserkosis.
c. Ultrasonografinodul: untuk menentukan beratmya infeksi (worm
burden).
d. Pelacak DNA: menggunakan teknik multiplikasi DNA (Polymerase
Chain Reaction) dengan pelacak ONCHO-150 yang spesies spesifik.
e. Mazzoti test: dengan memberikan 50 mg DEC, kemudian diobservasi
selama 24 jam untuk mengetahui adanya reaksi berupa gatal, erupsi
kulit, limfadenopati dan demam.

7. Pencegahan dan Pengobatan


b. Pengobatan
Dulu pengobatan onchocerciasis dilakukan dengan mengangkat
benjolan pada kulit, tetapi kemudian cara ini telah diganti dengan
pemberian invermectin. Invermectin diberikan sebagai dosis
tunggal melalui mulut dan diulang setiap 6-12 bulan sampai gejala
hilang.
c. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberantas hospes
intermedier lalat Simulium sp dengan cara insektisida yang sesuai,
memakai pakaian pelindung, dan menggunakan obat anti serangga
(repellent).

E. Loa Loa
Parasit ini hanya ditemukan pada manusia. Untuk pertama kalinya Mongin
pada tahun 1770 mengeluarkan cacing dewasa Loa loa dari mata seorang
perempuan Negro di Santo Domingo. Penyakit ini disebut loaiasis atau
callabar swelling (fungitive swelling). Loaiasis terutama terdapat di Afrika
Barat, Afrika Tengah dan Sudan (Sutanto, 2008).
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelmynthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Spirurida
Superfamili : Filarioidea
Family : Onchocercidae
Genus : Loa
Spesies : Loa loa

2. Epidemiologi
Parasit ini hanya ditemukan pada manusia. Untuk pertama kalinya
Mongin pada tahun 1770 mengeluarkan cacing dewasa Loa loa dari mata
seorang perempuan Negro di Santo Domingo. Penyakit ini disebut loaiasis
atau callabar swelling (fungitive swelling). Loaiasis terutama terdapat di
Afrika Barat, Afrika Tengah dan Sudan (Sutanto, 2008).
Daerah endemi adalah daerah lalat Chrysops silacea dan Chrysops
dimidiata yang mempunyai tempat perindukandi hutan yang berhujan
dengan kelembaban tinggi. Lalat-lalat ini menyerang manusia, yang sering
masuk hutan, maka penyakitnya lebih banyak ditemukan pada pria dewasa
(Sutanto, 2008).
a. Distribusi Geografik
Parasit ni tersebat disekitar daerah kathulistiwa di hutan yang berhujan
(rain forest) dan sekitarnya; ditemukan di Afrika tropik dibagian barat
dari Sierra Lione sampai Angola, lembahsungai Kongo, Republik
Kongo (Sutanto, 2008).

3. Morfologi
Cacing dewasa hidup di jaringan subkutan, cacing betina
berukuran 50 – 70 x 0,5 mm dan yang jantan burukuran 30 – 34 x 0,35 –
0,43 mm. Cacing betina beredar dalam darah pada siang hari (diurna).
Pada malam hari mikrofilaria berada dalam pembuluh darah paru.
Mikrofilaria mempunyai sarung berukuran 250 – 300 mikron x 6 – 8,5
mikron yang dapat di temukan di urin, dahak, dan kadang – kadang di
dalam cairan sumsum tulang belakang.

4. Siklus hidup

Mikrofilaria yang beredar dalam darah diisap oleh lalat dan setelah
kurang lebih 10 hari di dalam badan serangga, mikrofilaria tumbuh
menjadi larva infektif dan siap ditularkan kepada hospes lainnya. Cacing
dewasa tumbuh dalam badan manusia dalam waktu 1 sampai 4 tahun
kemudian berkopulasi dan cacing dewasa betina mengeluarkan
microfilaria (Sutanto, 2008).
5. Tanda dan gejala
Cacing dewasa dapat ditemukan pada seluruh tubuh dan seringkali
menimbulkan gangguan di konjungtiva mata dan pangkal hidung serta
menimbulkan iritasi pada mata, mata sendat, sakit, pelupuk mata menjadi
bengkak sehingga menggangu penglihatan. Pada saat-saat tertentu
penderita menjadi hipersensitif terhadap zat sekresi yang dikeluarkan oleh
cacing dewsa dan menimbulkan reaksi radang yang bersifat temporer.
Pembengkakan jaringan yang tidak sakit dan noppiting dapat menjadi
sebesar telur ayam. Sering tejadi di tangan atau lengan dan sekitarnya.
Timbul secara spontan dan menghilang setelah beberapa hari atau
seminggu sebagai manifestasi supersensitive hospes terhadap parasit.

6. Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan mikrofilaria dalam darah
yang diambil pada waktu siang hari atau menemukan cacing dewasa dari
konjungativa mata ataupun dalam jaringan subkutan.

7. Pencegahan dan pengobatan


a. Pengobatan
 Pemberian dietilkarbamasin sitrat (DEC) dosis 2
mg/kgBB/hari, 3 x sehari selama 14 hari
 Pembedahan untuk mengeluarkan cacing dewasa yang
dapat dilakukan pada waktu melintasi jaringan punggung
hidung atau pada waktu tampak di konjungtiva kornea
b. Pencegahan
 Pengobatan secara teratur terhadap penderita
 Mengadakan pemberantasan vektor dan mencegah gigitan
vektor tersebut

F. Dracunculus medinensis
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Ordo : Camallanidae
Family : Dracunculidae
Genus : Dracunculus
Species : D. Medinensis
2. Epidemiologi
Penularan cacing ini terjadi pada musim panas. Faktor yang
menunjang penularan adalah air dalam sumur maupun sumber air minum
lain yang jumlahnya sedikit dan ditunjang kepadatan hospes perantara
(Cyclops sp.) tinggi.
a. Distribusi Geografik
Dracunculus medinensis distribusi geografiknya meliputi Afrika, Amerika
Selatan, Amerika Tengah, Timur Tengah, Iran, Arab, Irak dan Myanmar
(Muslim, 2009).
3. Morfologi
Cacing dewasa berbentuk silindrik, sangat panjang, ujung anterior
tumpul, dan ujung ekor melingkar ke ventral dengan kutikula halus.
Ujung anterior dilengkapi alat pelindung oval yang bagian tengahnya
terdapat mulut kecil berbentuk segi tiga dan dikelilingi oleh cincin dalam
dengan enam papila dan cincin luar empat pasang papila. Papila servikal
terdiri dari satu pasang papila lateral yang terletak di sebelah cincin saraf.
Cacing betina berukuran 200-500x0,9-1,7 mm, oviduck dan uterus
berpasangan. Cacing betina gravit uterus banyak mengandung larva
rabditiform. Cacing jantan berukuran 12-29x0,4 mm, ujung ekor
melengkung yang dilengkapi dengan sepuluh batang papila ekor.
Larva yang dikeluarkan oleh cacing betina berukuran 500-79x15-
25 mikron, berbentuk langsing dengan ekor halus menyerupai benang,
bergerak di dalam air dan dinamakan Cyclops sp. (sebangsa copepoda)
(Onggowaluyo, 2002).

4. Siklus hidup
Siklus hidup Dracunculus medinensis akan berlanjut bila manusia
atau hospes terminal lain memakan Cyclops sp. yang mengandung larva
stadium tiga. Larva akan keluar dari Cyclops sp. dengan bantuan cairan
lambung penderita. Selanjutnya larva akan menembus mukosa usus
penderita dan bermigrasi melalui dinding saluran pencernaan menuju
jaringan ikat longgar, biasanya jaringan retroperitoneal. Disanalah larva
stadium tiga tersebut berkembang menjadi cacing dewasa(jantan dan
betina). Waktu yang diperlukan untuk proses tersebut sekitar 8-12 bulan.
Kopulasi cacing jantan dan betina juga terjadi di jaringan ikat longgar,
bukan di saluran cerna.
Cacing betina yang telah dibuahi/gravid juga mengalami proses
pematangan di jaringan retroperitoneal. Hampir keseluruhan tubuh cacing
betina gravid ini dipenuhi oleh uterus yang berkembang dan berisi dengan
larva stadium pertama. Selanjutnya cacing tersebut akan bermigrasi ke
jaringan subcutan dan permukaan kulit, terutama bagian tubuh yang
banyak kontak dengan air.
Saat ujung kepala cacing betina gravid mencapai kulit,
terbentuklah lesi berupa papula. Hal ini terjadi karena dikeluarkannya
sejumlah toksin yang merusak jaringan disekitar cacing itu berada. Dalam
waktu 24 jam, lesi dapat berubah menjadi vesikula tetapi terkadang dapat
pula membesar sampai beberapa hari sebelum menjadi vesikula. Dan
dalam waktu 2 minggu, vesikula tersebut akan pecah dan membentuk
ulkus. Uterus cacing akan keluar melalui bagian terdepan dari dinding
vesikula yang pecah dan kemudian mengeluarkan larva stadium pertama.
Proses pengeluaran larva ini berlangsung sampai beberapa kali hingga
semua larva habis dan uterus benar-benar kosong. Diperkirakan proses ini
terjadi selama 3 minggu. Seekor cacing betina gravid dapat mengeluarkan
larva stadium pertama sampai 3 juta ekor. Larva tersebut dapat bertahan
hidup 1-2 minggu, dan akan mati bila tidak dimakan oleh Cyclops sp.
Larva yang dimakan oleh Cyclops sp. masuk ke dalam saluran
pencernaan dan mengalami dua kali perubahan sampai menjadi bentuk
infektif. Proses perubahan ini memerlukan waktu sekitar 14 hari, pada
suhu 26oC dan larva tidak akan menjadi infektif jika tidak mengalami
metamorfosis. Dalam kondisi normal Cyclops sp. dapat bertahan hidup
sampai 3 bulan dan mampu memakan 15-20 larva. Bila Cyclops sp. tidak
dimakan oleh hospes terminal, dengan sendirinya Cyclops sp. dan larva di
dalamnya akan mati. Siklus ini terusberlangsung seperti diatas.
Sementara itu, cacing betina gravid yang gagal mencapai
permukaan kulit, akan mati dan mengalami proses pengapsulan di
jaringan ikat. Begitu pula cacing jantan dewasa yang mati akan
mengalami proses yang sama (Siahaan,2004).

5. Tanda dan gejala


Bila cacing tidak ditemukan di jaringan kulit maka cacing akan
mati dan pecah sehingga menyebabkan kalsifikasi. Bila ditemukan dalam
jaringan menseterium maka akan menjadi gejala alergi. Cacing yang ada
di permukaan tubuh melepaskan toksin dan menimbulkan reaksi
peradangan lokal sehingga terbentuk vesikel steril berisi eksudat jernih.
Cacing yang terdapat dalam terowongan subkutis mengakibatkan
gejala lepuh, indurasi, dan edema. Vesikel yang timbul dapat
memungkinkan keluarnya larva di dalam air, biasanya pada tungkai,
pergelangan kaki, dan sela-sela jari kaki. Bila bagian lepuh maka dapat
menimbulkan abses, selulitis, ulkus besar dan nekrosis.
Gejala berikutnya semakin jelas sebelum cacing pecah, yaitu
terjadi alergi berupa urtikaria, eritema, pusing, muntah, dan sesak nafas.
Gajala ini hilang pada waktu cacing sudah pecah. Bila cacing dewasa
putus karena ditarik dan larva masuk ke dalam jaringan subkutis maka
akan menimbulkan reaksi peradangan yang hebat dan terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri sehingga terbentuk abses dan jaringan terkelupas
(Onggowaluyo, 2002).

6. Diagnosis
a. Diagnosis pasti: menemukancacingdewasa/ larva padaulkus/
cairanulkus
b. Diagnosis pendukung : tes intradermal, radiologi, laboratorim,
eosinofili

7. Pencegahan dan pengobatan


a. Pencegahan
Pencegahan drakunkuliasis dilakukan dengan cara penyaringan air
minum melalui kain katun tipis, merebus air, dan hanya meminum
air berklorin
b. Pengobatan
Biasanya cacing dewasa bisa diangkat dengan cara operasi setelah
bius lokal digunakan, tetapi pada banyak daerah metode ini todak
tersedia. Orang yang juga mengalami infeksi bakteri kadangkala
diberikan metronodazole untuk mengurangi peradangan

G. Mansonella ozzardi
1. Klasifikasi

Kingdom : Animalia
Phylum : Nematoda
Class : Secernentea
Ordo : Spirurida
Family : Onchocercidae
Genus : Mansonella
Spesies : Mansonella ozzardi

2. Epidemiologi
Di India Barat, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan infeksi M.
ozzardi bersifat indigenus. Vektor utama filariasis ozzardi adalah
Culicoides sp (Onggowaluyo, 2002).
a. Distribusi Geografik
Mansonella ozzardi habitatnya saat dewasa terdapat di rongga tubuh,
mesenterium dan jaringan lemak viscera dan saat larva berada di peredaran
darah tepi. Mansonella ozzardi tersebar di Amerika Tengah, dan di bagian
selatan pada beberapa pulau di hindia barat.
3. Morfologi
Mansonella ozzardi dewasa memiliki Kutikulum tubuh halus.
Mansonella ozzardi jantan berukuran 38 mm dan betina 81 mm. Dan
dalam bentuk mikrofilaria memiliki panjang 240 mikron, tidak memiliki
selubung dan memiliki Inti yang tidak mencapai ekor. Cacing dewasa
betina berukuran 6,5-8 x 0,2-0,25 mm. Kulit mengandung kutikulum,
ekor tampak sepasang lipatan mengilap. Cacing jantan berukuran 3,8 x
0,2 mm, bagian anterior melengkung ke arah ventral, dan ujungnya
membesar. Mikrofilaria tidak bersarung, panjangnya 173-240 mikron,
berujung runcing, ujung ekor tidak ada inti dan sifatnya non-periodik,
Pertumbuhan larva infektif di vektor sampai ke probosis kurang lebih 6
sampai 8 hari (Muslim,2009).
4. Siklus hidup
Mansonella ozzardi memiliki Hospes Definitif pada manusia dan
Hospes Perantara melalui lalat (Culicoides furens). Larva Mansonella
ozzardi infektif setelah 6 hari didalam tubuh lalat hingga hari ke 8
melakukan migrasi ke rongga tubuh (cavum peritonium), mesenterium
dan jaringan lemak kemudian menjadi dewasa.

5. Tanda dan gejala


Infeksi parasit ini biasanya tidak disertai gejala yang serius, tetapi
dapat mengakibatkan nyeri ekstremitas bagian bawah di bagian lutut dan
pergelangan kaki, pruritus, dermatitis edema, lesimakulopapuler,
eosinofilia, dan demam. Pernah dilaporkan ditemukan, hidrokel pada
penderita dan pembengkakan pada kelenjar limfe. Cacing dewasa tidak
menimbulkan reaksi jaringan (Onggowaluyo, 2002).

6. Diagnosis
a. Pemeriksaandarahtepiuntukmenemukankirofilaria

7. Pencegahan dan Pengobatan


Pencegahan bergantung pada pemberantasan vektor dan perlindungan
manusia terhadap gigitan vektor.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Kliegman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: EGC

Depkes RI. 2009a. Epidemiologi Filariasis. Jakarta: Dirjen PP& PL

Masrizal. 2012. Studi Literatur Penyakit Filariasis. Jurnal Kesehatan Masyarakat,


September2012 – Maret 2013, Vol. 7, No. 1, Hal 1 - 7

Muslim. 2009. Parasitologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Natadisastra, Djaenudin. 2005. Parasitologi Kedokteran : Ditinjau dari Organ


Tubuh yang Diserang. Jakarta : EGC

Onggowaluyo, Samidjo Jangkung. 2002. Parasitologi Medik 1 Helmintologi.


Jakarta: EGC

Ramadhani, T. 2006. Mengenal Parasit Filaria. Balaba, Ed.002, No.01, Juni 2006,
Hal 21 - 22

Sutanto, Inge et al. 2008. Parasitologi Kedokteran. Edisi Keempat. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI

Anda mungkin juga menyukai