Oleh :
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nematodamempunyaijumlahspesiesterbesardiantaracacing-cacing yang
hidupsebagaiparasit.Nematode terdiridaribeberapaspesies,
danbanyakditemukan di darahtropisdantersebardiseluruhdunia. Salah satunya
adalah nematoda yang hidup di darah dan jaringan manusia. Nematoda darah
dan jaringan merupakan jenis cacing yang pada fase hidup dewasa dalam
sistem limfatik, sub kutan, dan jaringan ikat dalam pada tubuh manusia.
Spesies nematoda yang hidup pada darah dan jaringan manusia yang
menyebabkan penyakit yaitu cacing filaria (Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi, Brugia timori, Mansonella ozzardi, Onchocerca volvolus, Loa loa,
dan Acanthocheilonema perstans) dan cacing naga (Dracunculus medinensis).
Hospes nematoda darah dan jaringan pada umumnya adalah manusia.
Penyebarannya tidak secara langsung melainkan melalui hospes perantara
yaitu nyamuk, lalat, dan sebangsa Copepoda.
Nematoda darah dan jaringan menyebabkan penyakit filariasis.
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang
disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk. Di Indonesia
penyakit ini lebih banyak ditemukan di daerah pedesaan. Sedangkan di daerah
perkotaan hanya W.bancrofi saja yang ditemukan, seperti di kota Jakarta,
Tangerang, Pekalongan, dan Semarang dan mungkin di beberapa kota
lainnya.Di Indonesia daerah endeminya di banyak pulau di seluruh Nusantara,
seperti Sumatera dan Sekitarnya, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku
dan Irian Jaya. Pemberantasan filariasis perlu dilaksanakan agar dapat
menghentikan transmisipenularan,diperlukanprogramyang efektifdan
mungkin akan memakanwaktu lamakarena masahidupdari cacing dewasa
yang cukup lama. Dengan demikian, perlu ditingkatkan surveilans
epidemiologi di tingkatPuskesmas dan pelaksanaan program pencegahan dan
pemberantasan filariasis. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan mengenai
spesies-spesies cacing-cacing infektif serta klasifikasi, epidemiologi,
morfologi, siklus hidup, patologi, tanda dan gejala penyakit, cara
mendiagnosis penyakit, serta cara pengobatan dan pencegahannya.
B. Tujuan
Spesies nematoda darah dan jaringan atau yang biasa dikenal dengan cacing
filaria mempunyai spesies 200 lebih dan hanya beberapa yang terdapat pada
manusia. Spesies yang paling sering menginfeksi manusia antara lain Wuchereria
brancrofti, Brugia malayi, Bugria timori (di Indonesia), Acanthocheilonema
perstans ,Occult filariasis, Onchocerca volvulus, Loa loa, dan Dracunculus
medinensis ( Onggowaluyo, 2002).
A. Wuchereriabancrofti
Manusia merupakan tuan rumah definitive bagi Wuchereria bancrofti.
Habitan utamanya adalah saluran limfe dapat juga pada kelenjar limfe yaitu di
bagian bawah diafragma, antara lain inguinal, epitrochlear, dan axiler.
Mikrofilaria terdapat di dalam darah perifer (Natadisastra, 2005). W.
bancrofti merupakan parasit manusia yang menyebabkan filariasis bankrofti
atau wukereriasis bankrofti (Sutanto, 2008).
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Class : Secernentea
Ordo : Spirurida
Upaordo : Spirurina
Famili : Onchocercidae
Genus : Wuchereria
Spesies : Wuchereria bancrofti
2. Epidemiologi
3. Morfologi
Cacing betina dan cacing jantan hidup di kelenjar limfe, bentuknya
halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 65
– 100 mm x 0,25 mm dan yang jantan 40 mm x 0,1 mm. Cacing betina
mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung dengan ukuran 250 – 300
mikron x 7 – 8 mikron. Mikrofilaria hidup di dalam darah dan terdapat di
aliran darah pada waktu – waktu tertentu saja, jadi mempunyai periodisitas.
Pada umumnya, W. Bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya
mikrofilaria terdapat di tepi darah pada waktu malam. Pada siang hari
mikrofilaria terdapat di kapiler alat dalam (paru, jantung, ginjal dan
sebagainya).
6. Diagnosis
Diagnosis dipastikan dengan pemerikasaan :
a. Diagnosis parasitologi
1) Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah, cairan
hidrokel atau cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal
dan teknik konsentrasi Knott, membran filtrasi. Pengambilan darah
harus dilakukan pada malam hari (setelah pukul 20.00) mengingat
periodisitas mikrofilaria umumnya nokturna. Pada pemeriksaan
histopatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat
dijumpai di saluran dan kelenjar limfe dari jaringan yang dicurigai
sebegai tumor.
2) Teknik biologi molekuler dapat digunakan untuk mendeteksi parasit
melalui DNA parasit dengan menggunakan reaksi rantai polimerase
(Polymerase Chain Reaction/ PCR). Teknik ini mampu
memperbanyak DNA sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi
parasit pada cryptic infection.
b. Radiodiagnosis
1) Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan
kelenjar getah bening inguinal pasien akan memberikan gambaran
cacing yang bergerak-gerak. Ini berguna terutama untuk evaluasi
hasil pengobatan. Pemeriksaan ini hanya dapat digunakan untuk
infeksi filaria oleh W. Bancrofti.
2) Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau
albumin yang ditandai dengan zat radioaktif menunjukan adanya
abnormalitas sistem limfatik sekalipun pada penderita yang
asimptomatik mikrofilaremia.
c. Diagnosis Imunologi
Deteksi antigen dengan immunochromatographic test (ICT) yang
menggunakan antibodi monoklonal telah dikembangkan untuk
mendeteksi antigen W. Bancrofti dalam sirkulasi darah. Hasil tes positif
menunjukkan adanya infeksi aktif walaupun mikrofilaria tidak
ditemukan dalam darah.
Deteksi antibodi menggunakan antigen rekombinan telah
dikembangkan untuk mendeteksi antibode subklas IgG4 pada filariasis
Brugia. Kadar antibodi IgG4 meningkat pada penderita mikrofilaremia.
Deteksi antibodi tidak dapat membedakan infeksi lampau dan infeksi
aktif.
Pada stadium obstruktif, mikrofilaria sering tidak ditemukan lagi di
dalam darah. Kadang-kadang mikrofilaria tidak dijumpai dalam darah,
tetapi ada di cairan hidrokel atau cairan kiluria.
7. Pencegahan dan pengobatan
Untuk mengurangi serangan akut oleh infeksi bakteri dan jamur serta
mencegah perkembangan lanjut limfedema maka pada penderita
limfedema perlu diajarkan cara membersihkan kaki dengan air dan sabun
terutama didaerah lipatan kulit dan sela jari. Bila ditemukan luka harus
segera diobati dengan antibiotik atau antimkotik. Pemberian antibiotik
pada filariasis dapat membunuh Wolbachia dan parasit filaria serta
mengurangi efek samping DEC (Sutanto, 2008).
b. Brugia malayi
Kingdom : Animalia
Phylum : Nematoda
Class : Secermentea
Ordo : Spirurida
Genus : Brugia
Species : Brugia malayi
2. Epidemiologi
Brugiamalayidanbrugiatimorihanyaterdapatdipedesaan,
karenavektornyatidakdapatberkembangbiakdiperkotaan.
Brugiatimoribiasanyaterdapatdidaerahpersawahan,
sesuaidengantempatperindukanvektornya,
An.barbirostris.Brugiatimorihanyaterdapat di Indonesia bagiantimuryaitu
N.T.T dantimor-timur.Yang
terkenapenyakitiniterutamaadalahpetanidannelayan.Kelompokumurdewasa
muda paling seringterkenapenyakitini,
sehinggaproduktivitaspendudukdapatberkurangakibatseranganadenolimfan
gitis yang berulang kali. Cara pencegahansamadenganfilariasisbankrofti.
3. Morfologi
Cacing jantan dan betina hidup di pembuluh limfe. Bentuknya halus
seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 55 mm x
0,16 mm (B. Malayi), 21 – 39 mm x 0,1 mm (B. Timori) dan yang jantan
22 – 23 mm x 0,09 mm (B. Malayi), 13 – 23 mm x 0,08 mm (B. Timori).
Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung. Ukuran mikrofilaria
B. Malayi adalah 200 – 260 mikron x 8 mikron dan B. Timori 280 – 310
mikron x 7 mikron.
4. Siklus hidup
Daur hidup Brugi timori cukup panjang. Masa pertumbuhannya di
dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3
bulan. Di dalam tubuh nyamuk, parasit ini juga mengalami dua kali
pergantian kulit, berkembang dari larva stadium I menjadi larva stadium II
dan III.
6. Diagnosis
Diagnosis dibuktikan dengan menemukan mikrofilaria di dalam darah tepi.
Diagnosis parasitologi : sama dengan pada filariasis bankrofti.
Radiodiagnosis umumnya tidak dilakukan pada filariasis malayi.
Diagnosis imunologi belum dapat dilakukan pada filariasis malayi.
C. Acanthocheilonema perstans
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Fylum : Nematoda
Class : Secernentea
Ordo : Spiruria
Family : Onchocercidae
Genus : Acanthocheilonema
Spesies : Acanthocheilonema perstans
2. Epidemiologi
Epidemiologinya terdapat di Afrika Tropik, Afrika bagian utara dan
Amerika Selatan.
a. Distribusi Geografik
Acanthocheilonema perstans ditemukan terutama di Afrika daerah
tropik, walaupun telah dilaporkan juga di Afrika Utara dan Amerika
Selatan.
3. Morfologi
Cacing dewasa betina panjangnya 80 mm, sedangkan yang jantan 45
mm. Cacing dewasa terdapat di dalam jaringan mesenterium, jaringan
retroperitoneum, rongga pleura dan pericardium. Mikrofilaria terdapat di
dalam darah tepi dan kapiler paru-paru. Di berbagai daerah cacing ini
mempunyai periodisitas diurna, atau lebih sering periodisitas nocturna,
tetapi pada dasarnya bersifat nonperiodik.
D. Onchocerca volvulus
Parasit ini ditemukan pada manusia. Penyakitnya disebut onkoserkosis,
river blindness, blinding filariasis. O’Neill menelitibmikrofilaria parasit ini
didalam kulit seorang penderita di Afrika Barat pada tahun 1875. Kemudian
seorang dokter Jerman menemukan cacing dari benjolan kulit dari orang
Negro di Ghana, Afrika Barat, lalu dinamakan sebagai Filaria volvulus oleh
Leuckard 1893. Tahun 1915 Robles menemukan cacing Onchocerca di
Guatemala dan oleh Brumptdiidentifikasi sebagai cacing Onchocerca
caecutiens, tetapi kemudian dinamakan Onchocerca volvulus (Sutanto, 2008).
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Rabdithea
Ordo : Spirurida
Super family : Filaroidea
Familiy : Onchocercidae
Genus : Onchocerca
Species : Onchocerca volvulus
2. Epidemiologi
Cacing ini banyak ditemukan di dataran tinggi Afrika( kurang dari 1000
kaki). Kasusu penyakit terbatas disekitar sungai yang alirannya deras.
Vektor onkoserkois lebih menyukai badan perairan yang lebar. Manusia
merupakan sumber infeksi tunggal. Pada hari-hari cerah menggigit pada
pagi dan sore. Pada tempat yang rindang dan suasana langit berawan,
vektor menggigit sepanjang hari (Sutanto,2008).
a. Distribusi Geografik
Parasit ini banyak ditemukan pada penduduk Afrika, dari pantai barat
Sierra Lione menyebar ke Republik Kongo, Angola, Sudan sampai
Afrika Timur. Di Amerika Tengah terbatas di dataran tinggi sepanjang
sungai tempat perindukan lalat Simulium. Di Amerika selatan terdapat
di dataran tinggi Guatemala, Mexico dan bagian timur Venezuela
(Sutanto, 2008).
3. Morfologi
Cacing dewasa hidup dalam jaringan ikat; melingkar satu dengan
lainnya sepert benang kusut dalam benjolah (tumor). Cacing betina
berukuran 33,5 – 50 cm x 270 – 400 mikron, cacing jantan 19 – 42 mm x
130 x 210 mikron. Bentuknya seperti kawat berwarna putih, opalesen dan
transparan. Cacing betina yang gravid mengeluarkan mikrofilaria di dalam
jaringan subkutan dan kemudian meninggalkan jaringan subkutan mencari
jalan ke kulit. Ukuran mikrofilaria ada dua macam ukuran, yaitu 285 – 368
x 6 – 9 mikron dan 150 – 287 x 5 – 7 mikron. Bagian kepala dan ekor
tidak ada inti dan tidak mempunyai sarung.
4. Siklus hidup dan Kondisi Terkini
6. Diagnosis
a. Klinis: adanya nodul subkutan, hanging groin, kelainan kulit seperti
kulit macan tutul (leopard skin), atrofi kulit, kelainan pada mata berupa
keratitis, limbitis, uveitis, dan adanya mikrofilaria dalam kornea.
b. Parasitologik: menemukan mikforilaria atau cacing dewasa pada
benjolan subkutan. Diagnosis dibuat dengan menemukan mikrofilaria
pada biopsi kulit yakni menyayat kulit (skin-snip) dengan pisau tajam
atau pisau silet kira-kira 2-5 mm bujur sangkar. Sayatan kulit diletakkan
pada kaca obyek yang berisi larutan garam faal. Sesudah diinkubasi
mikrofilaria akan keluar dari jaringan, dijepit dengan dua buah kaca
obyek kemudian dipulas dengan Giemsa. Untuk menemukan cacing
dewasa dapat dilakukan dengan mengeluarkan benjolan (tumor),
mikrofilaria dapat ditemukan juga dalam benjolan. Tes serologi
sekarang sedang digalakkan untuk menunjang diagnosis onkoserkosis.
c. Ultrasonografinodul: untuk menentukan beratmya infeksi (worm
burden).
d. Pelacak DNA: menggunakan teknik multiplikasi DNA (Polymerase
Chain Reaction) dengan pelacak ONCHO-150 yang spesies spesifik.
e. Mazzoti test: dengan memberikan 50 mg DEC, kemudian diobservasi
selama 24 jam untuk mengetahui adanya reaksi berupa gatal, erupsi
kulit, limfadenopati dan demam.
E. Loa Loa
Parasit ini hanya ditemukan pada manusia. Untuk pertama kalinya Mongin
pada tahun 1770 mengeluarkan cacing dewasa Loa loa dari mata seorang
perempuan Negro di Santo Domingo. Penyakit ini disebut loaiasis atau
callabar swelling (fungitive swelling). Loaiasis terutama terdapat di Afrika
Barat, Afrika Tengah dan Sudan (Sutanto, 2008).
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelmynthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Spirurida
Superfamili : Filarioidea
Family : Onchocercidae
Genus : Loa
Spesies : Loa loa
2. Epidemiologi
Parasit ini hanya ditemukan pada manusia. Untuk pertama kalinya
Mongin pada tahun 1770 mengeluarkan cacing dewasa Loa loa dari mata
seorang perempuan Negro di Santo Domingo. Penyakit ini disebut loaiasis
atau callabar swelling (fungitive swelling). Loaiasis terutama terdapat di
Afrika Barat, Afrika Tengah dan Sudan (Sutanto, 2008).
Daerah endemi adalah daerah lalat Chrysops silacea dan Chrysops
dimidiata yang mempunyai tempat perindukandi hutan yang berhujan
dengan kelembaban tinggi. Lalat-lalat ini menyerang manusia, yang sering
masuk hutan, maka penyakitnya lebih banyak ditemukan pada pria dewasa
(Sutanto, 2008).
a. Distribusi Geografik
Parasit ni tersebat disekitar daerah kathulistiwa di hutan yang berhujan
(rain forest) dan sekitarnya; ditemukan di Afrika tropik dibagian barat
dari Sierra Lione sampai Angola, lembahsungai Kongo, Republik
Kongo (Sutanto, 2008).
3. Morfologi
Cacing dewasa hidup di jaringan subkutan, cacing betina
berukuran 50 – 70 x 0,5 mm dan yang jantan burukuran 30 – 34 x 0,35 –
0,43 mm. Cacing betina beredar dalam darah pada siang hari (diurna).
Pada malam hari mikrofilaria berada dalam pembuluh darah paru.
Mikrofilaria mempunyai sarung berukuran 250 – 300 mikron x 6 – 8,5
mikron yang dapat di temukan di urin, dahak, dan kadang – kadang di
dalam cairan sumsum tulang belakang.
4. Siklus hidup
Mikrofilaria yang beredar dalam darah diisap oleh lalat dan setelah
kurang lebih 10 hari di dalam badan serangga, mikrofilaria tumbuh
menjadi larva infektif dan siap ditularkan kepada hospes lainnya. Cacing
dewasa tumbuh dalam badan manusia dalam waktu 1 sampai 4 tahun
kemudian berkopulasi dan cacing dewasa betina mengeluarkan
microfilaria (Sutanto, 2008).
5. Tanda dan gejala
Cacing dewasa dapat ditemukan pada seluruh tubuh dan seringkali
menimbulkan gangguan di konjungtiva mata dan pangkal hidung serta
menimbulkan iritasi pada mata, mata sendat, sakit, pelupuk mata menjadi
bengkak sehingga menggangu penglihatan. Pada saat-saat tertentu
penderita menjadi hipersensitif terhadap zat sekresi yang dikeluarkan oleh
cacing dewsa dan menimbulkan reaksi radang yang bersifat temporer.
Pembengkakan jaringan yang tidak sakit dan noppiting dapat menjadi
sebesar telur ayam. Sering tejadi di tangan atau lengan dan sekitarnya.
Timbul secara spontan dan menghilang setelah beberapa hari atau
seminggu sebagai manifestasi supersensitive hospes terhadap parasit.
6. Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan mikrofilaria dalam darah
yang diambil pada waktu siang hari atau menemukan cacing dewasa dari
konjungativa mata ataupun dalam jaringan subkutan.
F. Dracunculus medinensis
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Ordo : Camallanidae
Family : Dracunculidae
Genus : Dracunculus
Species : D. Medinensis
2. Epidemiologi
Penularan cacing ini terjadi pada musim panas. Faktor yang
menunjang penularan adalah air dalam sumur maupun sumber air minum
lain yang jumlahnya sedikit dan ditunjang kepadatan hospes perantara
(Cyclops sp.) tinggi.
a. Distribusi Geografik
Dracunculus medinensis distribusi geografiknya meliputi Afrika, Amerika
Selatan, Amerika Tengah, Timur Tengah, Iran, Arab, Irak dan Myanmar
(Muslim, 2009).
3. Morfologi
Cacing dewasa berbentuk silindrik, sangat panjang, ujung anterior
tumpul, dan ujung ekor melingkar ke ventral dengan kutikula halus.
Ujung anterior dilengkapi alat pelindung oval yang bagian tengahnya
terdapat mulut kecil berbentuk segi tiga dan dikelilingi oleh cincin dalam
dengan enam papila dan cincin luar empat pasang papila. Papila servikal
terdiri dari satu pasang papila lateral yang terletak di sebelah cincin saraf.
Cacing betina berukuran 200-500x0,9-1,7 mm, oviduck dan uterus
berpasangan. Cacing betina gravit uterus banyak mengandung larva
rabditiform. Cacing jantan berukuran 12-29x0,4 mm, ujung ekor
melengkung yang dilengkapi dengan sepuluh batang papila ekor.
Larva yang dikeluarkan oleh cacing betina berukuran 500-79x15-
25 mikron, berbentuk langsing dengan ekor halus menyerupai benang,
bergerak di dalam air dan dinamakan Cyclops sp. (sebangsa copepoda)
(Onggowaluyo, 2002).
4. Siklus hidup
Siklus hidup Dracunculus medinensis akan berlanjut bila manusia
atau hospes terminal lain memakan Cyclops sp. yang mengandung larva
stadium tiga. Larva akan keluar dari Cyclops sp. dengan bantuan cairan
lambung penderita. Selanjutnya larva akan menembus mukosa usus
penderita dan bermigrasi melalui dinding saluran pencernaan menuju
jaringan ikat longgar, biasanya jaringan retroperitoneal. Disanalah larva
stadium tiga tersebut berkembang menjadi cacing dewasa(jantan dan
betina). Waktu yang diperlukan untuk proses tersebut sekitar 8-12 bulan.
Kopulasi cacing jantan dan betina juga terjadi di jaringan ikat longgar,
bukan di saluran cerna.
Cacing betina yang telah dibuahi/gravid juga mengalami proses
pematangan di jaringan retroperitoneal. Hampir keseluruhan tubuh cacing
betina gravid ini dipenuhi oleh uterus yang berkembang dan berisi dengan
larva stadium pertama. Selanjutnya cacing tersebut akan bermigrasi ke
jaringan subcutan dan permukaan kulit, terutama bagian tubuh yang
banyak kontak dengan air.
Saat ujung kepala cacing betina gravid mencapai kulit,
terbentuklah lesi berupa papula. Hal ini terjadi karena dikeluarkannya
sejumlah toksin yang merusak jaringan disekitar cacing itu berada. Dalam
waktu 24 jam, lesi dapat berubah menjadi vesikula tetapi terkadang dapat
pula membesar sampai beberapa hari sebelum menjadi vesikula. Dan
dalam waktu 2 minggu, vesikula tersebut akan pecah dan membentuk
ulkus. Uterus cacing akan keluar melalui bagian terdepan dari dinding
vesikula yang pecah dan kemudian mengeluarkan larva stadium pertama.
Proses pengeluaran larva ini berlangsung sampai beberapa kali hingga
semua larva habis dan uterus benar-benar kosong. Diperkirakan proses ini
terjadi selama 3 minggu. Seekor cacing betina gravid dapat mengeluarkan
larva stadium pertama sampai 3 juta ekor. Larva tersebut dapat bertahan
hidup 1-2 minggu, dan akan mati bila tidak dimakan oleh Cyclops sp.
Larva yang dimakan oleh Cyclops sp. masuk ke dalam saluran
pencernaan dan mengalami dua kali perubahan sampai menjadi bentuk
infektif. Proses perubahan ini memerlukan waktu sekitar 14 hari, pada
suhu 26oC dan larva tidak akan menjadi infektif jika tidak mengalami
metamorfosis. Dalam kondisi normal Cyclops sp. dapat bertahan hidup
sampai 3 bulan dan mampu memakan 15-20 larva. Bila Cyclops sp. tidak
dimakan oleh hospes terminal, dengan sendirinya Cyclops sp. dan larva di
dalamnya akan mati. Siklus ini terusberlangsung seperti diatas.
Sementara itu, cacing betina gravid yang gagal mencapai
permukaan kulit, akan mati dan mengalami proses pengapsulan di
jaringan ikat. Begitu pula cacing jantan dewasa yang mati akan
mengalami proses yang sama (Siahaan,2004).
6. Diagnosis
a. Diagnosis pasti: menemukancacingdewasa/ larva padaulkus/
cairanulkus
b. Diagnosis pendukung : tes intradermal, radiologi, laboratorim,
eosinofili
G. Mansonella ozzardi
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Nematoda
Class : Secernentea
Ordo : Spirurida
Family : Onchocercidae
Genus : Mansonella
Spesies : Mansonella ozzardi
2. Epidemiologi
Di India Barat, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan infeksi M.
ozzardi bersifat indigenus. Vektor utama filariasis ozzardi adalah
Culicoides sp (Onggowaluyo, 2002).
a. Distribusi Geografik
Mansonella ozzardi habitatnya saat dewasa terdapat di rongga tubuh,
mesenterium dan jaringan lemak viscera dan saat larva berada di peredaran
darah tepi. Mansonella ozzardi tersebar di Amerika Tengah, dan di bagian
selatan pada beberapa pulau di hindia barat.
3. Morfologi
Mansonella ozzardi dewasa memiliki Kutikulum tubuh halus.
Mansonella ozzardi jantan berukuran 38 mm dan betina 81 mm. Dan
dalam bentuk mikrofilaria memiliki panjang 240 mikron, tidak memiliki
selubung dan memiliki Inti yang tidak mencapai ekor. Cacing dewasa
betina berukuran 6,5-8 x 0,2-0,25 mm. Kulit mengandung kutikulum,
ekor tampak sepasang lipatan mengilap. Cacing jantan berukuran 3,8 x
0,2 mm, bagian anterior melengkung ke arah ventral, dan ujungnya
membesar. Mikrofilaria tidak bersarung, panjangnya 173-240 mikron,
berujung runcing, ujung ekor tidak ada inti dan sifatnya non-periodik,
Pertumbuhan larva infektif di vektor sampai ke probosis kurang lebih 6
sampai 8 hari (Muslim,2009).
4. Siklus hidup
Mansonella ozzardi memiliki Hospes Definitif pada manusia dan
Hospes Perantara melalui lalat (Culicoides furens). Larva Mansonella
ozzardi infektif setelah 6 hari didalam tubuh lalat hingga hari ke 8
melakukan migrasi ke rongga tubuh (cavum peritonium), mesenterium
dan jaringan lemak kemudian menjadi dewasa.
6. Diagnosis
a. Pemeriksaandarahtepiuntukmenemukankirofilaria
Behrman, Kliegman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: EGC
Ramadhani, T. 2006. Mengenal Parasit Filaria. Balaba, Ed.002, No.01, Juni 2006,
Hal 21 - 22
Sutanto, Inge et al. 2008. Parasitologi Kedokteran. Edisi Keempat. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI