Disusun oleh :
Kab. Bandung
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Brugia malayi
Brugia malayi dapat dibagi dalam dua varian: yang hidup pada
manusia dan yang hidup pada manusia dan hewan, misalnya kucing,
kera, dan lain-lain. Penyakit yang disebabkan Brugia malayi disebut
filariasis malayi.Brugia malayi hanya terdapat di Asia, dari India
sampai ke Jepang termasuk Indonesia. Cacing dewasa jantan dan
betina hidup di pembuluh limfe. Yang betina berukuran 55 mm x 0,09
mm sedangkan yang jantan 22-23 mm x 0,09 mm. Ukuran
mikrofilaria malayi 200-260 mikron x 8 mikron.
Bentuk infektif parasit ini berupa mikrofilaria dan memiliki
periodisitas periodik nokturna, subperiodik nokturna atau non
periodik. Pada hewan, mikrofilaria ditularkan oleh nyamuk Mansonia
dan pada manusia ditularkan oleh nyamuk An. barbirostris. Masa
pertumbuhannya di dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada
manusia kurang lebih 3 bulan. Di dalam tubuh nyamuk kedua parasit
ini juga mengalami dua kali pergantian kulit, berkembang dari larva
stadium I menjadi larva stadium II dan III.
Gejala klinis pada stadium akut ditandai dengan serangan
demam dan gejala peradangan saluran dan kelenjar limfe, yang
hilang timbul berulang kali. Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar
limfe inguinal di satu sisi dan peradangan ini sering timbul setelah
penderita bekerja berat di ladang dan sawah. Diagnosis parasit ini
dapat dilakukan dengan cara :
A. Wuchereria Bancrofti
merupakan parasit manusia yang menyebabkan penyakit
filariasis bankrofti atau wukereriasis bankrofti. Penyakit ini tergolong
dalam filariasis limfatik. Parasit ini tersebar luas di daerah yang
beriklim tropis di seluruh dunia dan terdapat di Indonesia.
a. Morfologi dan dan siklus hidup Wuchereria Bancrofti
Morfologi
Cacing dewasa menyerupai benang, warna putih
kekuningan. Cacing betina berukuran 90 – 100 x 0,25
mm, ekor lurus, ujung tumpul, didelfik dan uterusnya
berpasangan. Cacing jantan berukuran 35 – 40 x 0,1
mm, ekor melingkar kearah ventral dan dilengkapi dua
spikulum.
Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria/
prelarva dengan ukuran 250 – 300 x 7-8 mikron.
Mikrofilaria terdapat didalam darah, dan paling sering
ditemukan pada darah tepi pada waktu tertentu.
Mikrofilaria ini (di indonesia) mempunyai periodisitas
noktuma, yaitu munculnya dalam darah tepi pada
malam hari. Mikrofilaria ini pada siang hari berada
dalam kapiler organ – organ dalam (viseral).
Siklus Hidup
Untuk melengkapi siklus hidupnya, W.bancrofti
membutuhkan dua hospes yaitu manusia dan nyamuk.
Nyamuk terinfeksi cacing ini dengan menelan
mikrofilaria yang terisap pada pengambilan darah
manusia. Mikrofilaria dalam lambung nyamuk
melepaskan sarungnya dan berkembang menjadi larva
stadium 1 (L-1), larva stadium 2 (L-2) dan larva stadium
3 (L-3) pada otot toraks dan kepala nyamuk. Ukuran L-
1 135 – 375 mikron, seperti sosis, ekor memanjang dan
lancip. L-2 berukuran 310 – 1370 mikron, gemuk dan
lebih panjang daripada L-1, ekor pendek dan
membentuk kerucut. Sedangkan L-3 panjangnya 1300
– 2000 mikron, berbentuk langsing ekornya mempunyai
tiga papil berbentuk bulat dan gerakannya cepat.
b. Patogenitas dan gejala klinis Wuchereria Bancrofti
Patogenitas
Patogenesis W. bancrofti infeksi bergantung
pada sistem kekebalan tubuh dan peradangan
tanggapan dari tuan rumah. Setelah infeksi, cacing-
cacing akan jatuh tempo dalam waktu 6-8 bulan, cacing
laki-laki dan perempuan akan kawin dan kemudian
lepaskan microfilariae. Microfilariae ini dapat
dilepaskan sampai sepuluh tahun.
1. asimtomatik fase biasanya terdiri dari microfilaremia
tinggi infeksi, dan individu-individu tidak menunjukkan
gejala terinfeksi. Ini terjadi karena sitokin IL-4 menekan
aktivitas sel-sel TH1 dalam sistem kekebalan tubuh.
Hal ini dapat terjadi selama bertahun-tahun sampai
reaksi inflamasi terbit lagi.
2. pada tahap (akut) inflamasi, antigen dari cacing
dewasa perempuan menimbulkan tanggapan inflamasi.
Cacing dalam saluran kelenjar getah mengganggu
aliran getah bening, menyebabkan lymphedema.
Individu akan menunjukkan demam, menggigil, infeksi
kulit, menyakitkan kelenjar getah bening, dan lembut
kulit ujung lymphedematous. Gejala sering mengurangi
setelah lima sampai tujuh hari. Gejala lain yang
mungkin terjadi termasuk orchitis, peradangan testis,
yang disertai dengan pembesaran menyakitkan, segera
dan epididymitis (peradangan Cord spermatic).
3. obstruktif (kronis) fase ini ditandai oleh varices getah
bening, kelenjar getah skrotum, hydrocele, chyluria
(getah bening dalam urin), dan kaki Gajah. Microfilariae
tidak biasanya hadir dalam fase ini. Fitur utama dari
fasa ini adalah pembentukan parut dari daerah terkena
dampak jaringan. Fitur lain termasuk penebalan kulit
dan kaki gajah, yang berkembang secara bertahap
dengan serangan dari sistem limfatik. Kaki gajah
mempengaruhi laki-laki terutama di kaki, lengan, dan
skrotum. Pada wanita, kaki, lengan, dan payudara yang
terkena.
Gejala klinis
Kelainan dan perubahan patologik klinik
akibat infeksi cacing ini bisa disebabkan oleh
cacing dewasa maupun mikrofilaria. Cacaing
dewasa pada gejala stadium akut menimbulkan
limfadenitis dan limfangitis retrograd. Gejala ini
dalam waktu 10 – 15 tahun menimbulkan
kelainan, namun dalam kondisi tertentu bisa
menyebabkan occult filariasis.
Patogenesis filariasis bonkrofti dibagi
dalam tiga stadium, yaitu stadium mikrofilaremia,
stadium akut dan stadium kronik. Ketiga stadium
ini tidak menunjukkan batas – batas yang tegas,
karena prosesnya dapat terjadi tumpang tindih.
Pada stadium akut terjadi limfadenitis maupun
limfangitis retrograd. Kasus peradangan yang
umum dijumpai adalah peradangan system
limfatik organ genital pria seperti epididymitis,
funikulitis dan orkitis. Saluran sperma terjadi
peradangan sehingga membengkak dan keras
menyerupai tali dan bila diraba sakit. Pada
stadium kronik gejala yang sering terjadi adalah
terbentuknya hidrokel. Kadang – kadang terjadi
limfadema dan elephantiasis yang mengenai
tungkai dan lengan, payudara, testis dan vulva,
yang hanya dapat diperbaiki dengan tindakan
operatif. Beberapa kasus pada penderita terjadi
kiluria.
Siklus Hidup
Siklus hidup cacing ini kompleks. Masa
pertumbuhan larva didalam tubuh vektor kurang
lebih 10 hari. Setelah larva terjadi pergantian
kulit, selanjutnya berkembang menjadi L-1, L-2,
L-3 (larva infektif). Pada manusia L-3
berkembang menjadi L-4 dan L-5 (bentuk
dewasa). Larva pada tubuh manusia
pertumbuhannya bisa mencapai 3 bulan.
Gejala klinis
Gejala klinis filariasis burgia sama dengan
filariasis bankrofti. Patogenesis penyakit ini, bahkan
sampai bertahun – tahun setelah terjadi infeksi.
Penderita sering tidak menunjukkan gejala – gejala
yang nyata, meskipun didarahnya terdapat mikrofilaria.
Pada stadium akut terjadi demam, saluran dan kelenjar
limfe ini menimbulkan limfangitis retrograd. Peradangan
pada saluran limfe tampak garis merah yang menjalar
kebawah dan lama – kelamaan menjalar ke jaringan
yang ada disekitarnya. Pada stadium ini tunkai bawah
membengkak dan dan terjadi limfadema. Limfadenitis
lama – kelamaan berubah menjadi bisul dan apabila
pecah akan menjadi ulkus. Ulkus pada pangkal paha
apabila sembuh meninggalkan bekas berupa jaringan
perut ( hal ini merupakan satu – satunya gejala obyektif
filariasis brugia).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Brugia malayi dapat dibagi dalam dua varian: yang hidup pada
manusia dan yang hidup pada manusia dan hewan, misalnya kucing,
kera, dan lain-lain. Penyakit yang disebabkan Brugia malayi disebut
filariasis malayi.Brugia malayi hanya terdapat di Asia, dari India
sampai ke Jepang termasuk Indonesia.
Daftar Pustaka
http://wearekomando.blogspot.co.id/2012/03/makalah-nematoda-
jaringan.html