Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

NEMATODA W.BANCROFTI DAN BRUGIA MALAYI

Disusun oleh :

1. Roy Richardo Hutagaol (3116038)


2. Rizqi Andriani (3116040)
3. Ayu Pratiwi (3116017)
4. Erfin Febrianti (3116077)
5. Indiastuti Handayani (3116100)
6. Ajeung Dewi Firdausia (5116006)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI

Jl. Cihanjuang No. 303 km. 6,3 Bandung Barat

Kab. Bandung

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wuchereria bancrofti merupakan parasit manusia yang


menyebabkan penyakit filariasis bankrofti atau wukereriasis
bankrofti. Penyakit ini tergolong dalam filariasis limfatik. Parasit ini
tersebar luas di daerah yang beriklim tropis di seluruh dunia dan
terdapat di Indonesia.
Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan
kelenjar limfe. Betina berukuran 65 – 100 mm x 0,25 mm dan cacing
jantan 40 mm x 0,1 mm. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria
yang bersarung dengan ukuran 250 – 300 mikron x 7 – 8 mikron.
Bentuk infektif parasit ini adalah mikrofilaria. Pada umumnya
mikrofilaria Wuchereria bancrofti bersifat periodisitas nokturna,
artinya mikrofilaria hanya terdapat di dalam darah tepi pada wktu
malam. Pada siang hari, mikrofilaria terdapat di kapiler alat dalam
(paru – paru, jantung , ginjal, dan sebagainya). Vektor nyamuk ini
adalah Anopheles atau Aedes.
Gejala klinis filariasis limfatik dapat dibagi dalam 2 kelompok.
Yang disebabkan oleh cacing dewasa menimbulkan limfadenitis dan
limfangitis retrograd dalam stadium akut disusul dengan obstruktif
menahun 10-15 tahun kemudian. Diagnostik parasit ini dapat
dilakukan :
Diagnosis Parasitologi
· Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah,
cairan hidrokel pada pemeriksaan sediaan darah tebal, teknik
konsentrasi Knott, membran filtrasi dan tes provokatif DEC.
· Diferensiasi spesies dan stadium filaria, yaitu dengan
menggunakan pelacak DNA yang spesies spesifik dan antibodi
monoklonal untuk mengidentifikasi larva filaria dalam cairan tubuh
dan dalam tubuh nyamuk vektor sehingga dapat membedakan
antara larva filaria yang menginfeksi manusia dengan yang
menginfeksi hewan.
b. Radiodiagnosis
· Pemeriksaan dengan USG pada skrotum dan kelenjar getah
bening inguinal pasien akan memberikan gambaran cacing yang
bergerak-gerak.
· Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau
albumin yang ditandai dengan zat radioaktif menunjukkan adanya
abnormalisasi sistem limfatik sekalipun pada penderita yang
asimptomatik mikrofilaremia.
c. Diagnosis Imunologi
· Dengan teknik ELISA dan immunochromatographic test (ICT).
Kedua teknik ini pada dasarnya menggunakan antibodi monoklonal
yang spesifik untuk mendeteksi antigen Wuchereria bankrofti dalam
sirkulasi.

Brugia malayi
Brugia malayi dapat dibagi dalam dua varian: yang hidup pada
manusia dan yang hidup pada manusia dan hewan, misalnya kucing,
kera, dan lain-lain. Penyakit yang disebabkan Brugia malayi disebut
filariasis malayi.Brugia malayi hanya terdapat di Asia, dari India
sampai ke Jepang termasuk Indonesia. Cacing dewasa jantan dan
betina hidup di pembuluh limfe. Yang betina berukuran 55 mm x 0,09
mm sedangkan yang jantan 22-23 mm x 0,09 mm. Ukuran
mikrofilaria malayi 200-260 mikron x 8 mikron.
Bentuk infektif parasit ini berupa mikrofilaria dan memiliki
periodisitas periodik nokturna, subperiodik nokturna atau non
periodik. Pada hewan, mikrofilaria ditularkan oleh nyamuk Mansonia
dan pada manusia ditularkan oleh nyamuk An. barbirostris. Masa
pertumbuhannya di dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada
manusia kurang lebih 3 bulan. Di dalam tubuh nyamuk kedua parasit
ini juga mengalami dua kali pergantian kulit, berkembang dari larva
stadium I menjadi larva stadium II dan III.
Gejala klinis pada stadium akut ditandai dengan serangan
demam dan gejala peradangan saluran dan kelenjar limfe, yang
hilang timbul berulang kali. Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar
limfe inguinal di satu sisi dan peradangan ini sering timbul setelah
penderita bekerja berat di ladang dan sawah. Diagnosis parasit ini
dapat dilakukan dengan cara :

 Diagnosis parasitologi : dengan menemukan


mikrofilaria di dalam darah.
 Radiodiagnosis umumnya tidak dilakukan pada
filariasis malayi.
 Pengobatan terhadap penyakit ini dapat dilakukan
dengan mengonsumsi DEC. Pengomsumsiannya
yang dianjurkan adalah 5 mg/kg berat badan/hari
selama 10 hari.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat ditarik suatu rumusan


masalah antara lain sebagai berikut.

1. Apa yang dimaksud dengan nematoda W.bancrofti dan Brugia


Malayi.
2. bagaimana morfologi dan siklus hidup W.bancrofti dan Brugia
Malayi.
3. Bagaimana patogenitas dan gejala klinis W.bancrofti dan Brugia
Malayi.
4. Bagaimana epidemiologi dan diagnosis laboratorium W.bancrofti
dan Brugia Malayi.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah mengacu pada
rumusan masalah di atas sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan nematoda
W.bancrofti dan Brugia Malayi
2. Untuk mengetahui morfologi dan siklus hidup W.bancrofti dan
Brugia Malayi
3. Untuk mengetahui patogenitas dan gejala klinis W.bancrofti
dan Brugia Malayi.
4. Untuk mengetahui epidemiologi dan diagnosis laboratorium
W.bancrofti dan Brugia Malayi.
1.4 Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah agar masyarakat
dapat mengetahui segala sesuatu tentang nematoda W.Brancofti
dan Brugia Malayi, Untuk mengetahui morfologi dan siklus hidup
W.bancrofti dan Brugia Malayi, Untuk mengetahui patogenitas dan
gejala klinis W.bancrofti dan Brugia Malayi, Untuk mengetahui
epidemiologi dan diagnosis laboratorium W.bancrofti dan Brugia
Malayi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Wuchereria Bancrofti
merupakan parasit manusia yang menyebabkan penyakit
filariasis bankrofti atau wukereriasis bankrofti. Penyakit ini tergolong
dalam filariasis limfatik. Parasit ini tersebar luas di daerah yang
beriklim tropis di seluruh dunia dan terdapat di Indonesia.
a. Morfologi dan dan siklus hidup Wuchereria Bancrofti
 Morfologi
Cacing dewasa menyerupai benang, warna putih
kekuningan. Cacing betina berukuran 90 – 100 x 0,25
mm, ekor lurus, ujung tumpul, didelfik dan uterusnya
berpasangan. Cacing jantan berukuran 35 – 40 x 0,1
mm, ekor melingkar kearah ventral dan dilengkapi dua
spikulum.
Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria/
prelarva dengan ukuran 250 – 300 x 7-8 mikron.
Mikrofilaria terdapat didalam darah, dan paling sering
ditemukan pada darah tepi pada waktu tertentu.
Mikrofilaria ini (di indonesia) mempunyai periodisitas
noktuma, yaitu munculnya dalam darah tepi pada
malam hari. Mikrofilaria ini pada siang hari berada
dalam kapiler organ – organ dalam (viseral).
 Siklus Hidup
Untuk melengkapi siklus hidupnya, W.bancrofti
membutuhkan dua hospes yaitu manusia dan nyamuk.
Nyamuk terinfeksi cacing ini dengan menelan
mikrofilaria yang terisap pada pengambilan darah
manusia. Mikrofilaria dalam lambung nyamuk
melepaskan sarungnya dan berkembang menjadi larva
stadium 1 (L-1), larva stadium 2 (L-2) dan larva stadium
3 (L-3) pada otot toraks dan kepala nyamuk. Ukuran L-
1 135 – 375 mikron, seperti sosis, ekor memanjang dan
lancip. L-2 berukuran 310 – 1370 mikron, gemuk dan
lebih panjang daripada L-1, ekor pendek dan
membentuk kerucut. Sedangkan L-3 panjangnya 1300
– 2000 mikron, berbentuk langsing ekornya mempunyai
tiga papil berbentuk bulat dan gerakannya cepat.
b. Patogenitas dan gejala klinis Wuchereria Bancrofti
 Patogenitas
Patogenesis W. bancrofti infeksi bergantung
pada sistem kekebalan tubuh dan peradangan
tanggapan dari tuan rumah. Setelah infeksi, cacing-
cacing akan jatuh tempo dalam waktu 6-8 bulan, cacing
laki-laki dan perempuan akan kawin dan kemudian
lepaskan microfilariae. Microfilariae ini dapat
dilepaskan sampai sepuluh tahun.
1. asimtomatik fase biasanya terdiri dari microfilaremia
tinggi infeksi, dan individu-individu tidak menunjukkan
gejala terinfeksi. Ini terjadi karena sitokin IL-4 menekan
aktivitas sel-sel TH1 dalam sistem kekebalan tubuh.
Hal ini dapat terjadi selama bertahun-tahun sampai
reaksi inflamasi terbit lagi.
2. pada tahap (akut) inflamasi, antigen dari cacing
dewasa perempuan menimbulkan tanggapan inflamasi.
Cacing dalam saluran kelenjar getah mengganggu
aliran getah bening, menyebabkan lymphedema.
Individu akan menunjukkan demam, menggigil, infeksi
kulit, menyakitkan kelenjar getah bening, dan lembut
kulit ujung lymphedematous. Gejala sering mengurangi
setelah lima sampai tujuh hari. Gejala lain yang
mungkin terjadi termasuk orchitis, peradangan testis,
yang disertai dengan pembesaran menyakitkan, segera
dan epididymitis (peradangan Cord spermatic).
3. obstruktif (kronis) fase ini ditandai oleh varices getah
bening, kelenjar getah skrotum, hydrocele, chyluria
(getah bening dalam urin), dan kaki Gajah. Microfilariae
tidak biasanya hadir dalam fase ini. Fitur utama dari
fasa ini adalah pembentukan parut dari daerah terkena
dampak jaringan. Fitur lain termasuk penebalan kulit
dan kaki gajah, yang berkembang secara bertahap
dengan serangan dari sistem limfatik. Kaki gajah
mempengaruhi laki-laki terutama di kaki, lengan, dan
skrotum. Pada wanita, kaki, lengan, dan payudara yang
terkena.
 Gejala klinis
Kelainan dan perubahan patologik klinik
akibat infeksi cacing ini bisa disebabkan oleh
cacing dewasa maupun mikrofilaria. Cacaing
dewasa pada gejala stadium akut menimbulkan
limfadenitis dan limfangitis retrograd. Gejala ini
dalam waktu 10 – 15 tahun menimbulkan
kelainan, namun dalam kondisi tertentu bisa
menyebabkan occult filariasis.
Patogenesis filariasis bonkrofti dibagi
dalam tiga stadium, yaitu stadium mikrofilaremia,
stadium akut dan stadium kronik. Ketiga stadium
ini tidak menunjukkan batas – batas yang tegas,
karena prosesnya dapat terjadi tumpang tindih.
Pada stadium akut terjadi limfadenitis maupun
limfangitis retrograd. Kasus peradangan yang
umum dijumpai adalah peradangan system
limfatik organ genital pria seperti epididymitis,
funikulitis dan orkitis. Saluran sperma terjadi
peradangan sehingga membengkak dan keras
menyerupai tali dan bila diraba sakit. Pada
stadium kronik gejala yang sering terjadi adalah
terbentuknya hidrokel. Kadang – kadang terjadi
limfadema dan elephantiasis yang mengenai
tungkai dan lengan, payudara, testis dan vulva,
yang hanya dapat diperbaiki dengan tindakan
operatif. Beberapa kasus pada penderita terjadi
kiluria.

c. Epidemiologi dan diagnosis laboratorium Wuchereria bancrofti


 Epidemiologi
Filariasis bankrofti banyak ditemukan di
pedesaan maupun perkotaan. Diindonesia
penyakit ini lebih sering ditemukan dipedesaan
dan penyebarannya bersifat fokal. Vektor
didaerah perkotaan adalah Culex
Quinguefasciatus sedangkan didaerah
pedesaan adalah Aedes sp dan Anopheles sp.
 Diagnoisis laboratorium
Diagnosis filariasis hasilnya lebih tepat
bila didasarkan dengan anamnesis dan
dihubungkan dengan keberadaan vektor
didaerah endemik dan dikonfirmasikan dengan
hasil pemeriksaan laboratorium.
Bahan pemeriksaan adalah darah yang di
ambil pada malam hari. Sediaan darah tetes
tebal yang diperoleh dari tersangka, bisa
langsung diperiksa dibawah mikroskop untuk
melihat gerakan aktif mikrofilaria. Sedangkan
untuk menetapkan spesies filaria penyebab,
dibuat sediaan tetes tebal dan hapus tipis yang
diwarnai larutan giemsa atau wright.
Bila mikrofilaria ditemukan pada urin,
berarti penderita pernah mengalami kiluria.
Disini mikrofilaria dapat dipisahkan melalui
metode sentrifugasi.
B. Brugia Malayi
Brugia malayi dapat dibagi dalam dua varian: yang
hidup pada manusia dan yang hidup pada manusia dan
hewan, misalnya kucing, kera, dan lain-lain. Penyakit yang
disebabkan Brugia malayi disebut filariasis malayi.Brugia
malayi hanya terdapat di Asia, dari India sampai ke Jepang
termasuk Indonesia.
Bentuk infektif parasit ini berupa mikrofilaria dan
memiliki periodisitas periodik nokturna, subperiodik nokturna
atau non periodik. Pada hewan, mikrofilaria ditularkan oleh
nyamuk Mansonia dan pada manusia ditularkan oleh nyamuk
An. barbirostris. Masa pertumbuhannya di dalam nyamuk
kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan.
Di dalam tubuh nyamuk kedua parasit ini juga mengalami dua
kali pergantian kulit, berkembang dari larva stadium I menjadi
larva stadium II dan III.

a. Morfologi dan dan siklus hidup Brugia Malayi


 Morfologi
Cacing dewasa berbentuk silindrik dan
seperti benang, warna putih kekuningan. Pada
ujung anterior terdapat mulut tanpa bibir dan
dilengkapi dua baris papila. Cacing betina
berukuran 55 x 0,16 mm, ekor lurus, vulva
mempunyai alur transversal yang berhubungan
langsung dengan vagina dan membentuk
saluran panjang. Cacing jantan berukuran 23 x
0,09 mm, ekor melingkar dan ujungnya terdapat
3 – 4 papila.
Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria
bersarung, panjangnya 177 – 230 mikron, lekuk
tubuh kaku (patah – patah), inti tidak teratur,
ukuran panjang ruang kepala 2x lebarnya dan
pada bagian ujung ekornya terdapat dua inti
tambahan. Mikrofilaria ini terdapat dalam darah
tepi, periodisitas milrofilaria B. Malayi beraneka
ragam yaitu nokturna apabila munculnya
mikrofilaria dalam darah tepi pada malam hari,
subperiodik apabila mikrofilaria muncul dalam
darah tepi pada siang dan malam hari dan non-
periodik apabila munculnya mikrofilaria tidak
teratur (sulit ditentukan).

 Siklus Hidup
Siklus hidup cacing ini kompleks. Masa
pertumbuhan larva didalam tubuh vektor kurang
lebih 10 hari. Setelah larva terjadi pergantian
kulit, selanjutnya berkembang menjadi L-1, L-2,
L-3 (larva infektif). Pada manusia L-3
berkembang menjadi L-4 dan L-5 (bentuk
dewasa). Larva pada tubuh manusia
pertumbuhannya bisa mencapai 3 bulan.

b. Patogenitas dan gejala klinis Brugia Malayi


 Patogenitas

 Gejala klinis
Gejala klinis filariasis burgia sama dengan
filariasis bankrofti. Patogenesis penyakit ini, bahkan
sampai bertahun – tahun setelah terjadi infeksi.
Penderita sering tidak menunjukkan gejala – gejala
yang nyata, meskipun didarahnya terdapat mikrofilaria.
Pada stadium akut terjadi demam, saluran dan kelenjar
limfe ini menimbulkan limfangitis retrograd. Peradangan
pada saluran limfe tampak garis merah yang menjalar
kebawah dan lama – kelamaan menjalar ke jaringan
yang ada disekitarnya. Pada stadium ini tunkai bawah
membengkak dan dan terjadi limfadema. Limfadenitis
lama – kelamaan berubah menjadi bisul dan apabila
pecah akan menjadi ulkus. Ulkus pada pangkal paha
apabila sembuh meninggalkan bekas berupa jaringan
perut ( hal ini merupakan satu – satunya gejala obyektif
filariasis brugia).

c. Epidemiologi dan diagnosis laboratorium Brugia Malayi


 Epidemiologi
B malayi tidak ditemukan didaerah
perkotaan, karena vektornya tidak ditemukan
perkotaan. Vektor untuk strain periodik adalah
mensonia uniformis, sedangkan strain
periodiknya adalah Anopheles barbirostris.
Dalam program pencegahan harus diperhatikan
hospes reservoa; selain manusia. Cara
pencegahanya sama dengan filariasis bankrofti.
 Diagnosis laboratorium.
Dapat dibuat berdasarkan gejala klinik
yang dikonfirmasikan dengan pertemuan
mikrofilaria dalam darah perifer. Diagnosis juga
bisa ditegakkan dengan menemukan cacing
dewasa pada kelenjar limfe yang membengkak (
biasanya diperoleh dari hasil biopsi )
Untuk keperluan diagnosis, sekarang
sudah dikembangkan tes imunologik. Tes ini
masih dalam penelitian, terutama untuk
meningkatkan kepekaan cara diagnosis ini.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Wuchereria bancrofti merupakan parasit manusia yang


menyebabkan penyakit filariasis bankrofti atau wukereriasis
bankrofti. Penyakit ini tergolong dalam filariasis limfatik. Parasit ini
tersebar luas di daerah yang beriklim tropis di seluruh dunia dan
terdapat di Indonesia.

Brugia malayi dapat dibagi dalam dua varian: yang hidup pada
manusia dan yang hidup pada manusia dan hewan, misalnya kucing,
kera, dan lain-lain. Penyakit yang disebabkan Brugia malayi disebut
filariasis malayi.Brugia malayi hanya terdapat di Asia, dari India
sampai ke Jepang termasuk Indonesia.
Daftar Pustaka

Drs. Jangkung Samidjo OW.,SM.Bio.,M. Biomedic.2013.Buku ajar


parasitologi medik Helminthologi.Bandung.

http://wearekomando.blogspot.co.id/2012/03/makalah-nematoda-
jaringan.html

Anda mungkin juga menyukai