Tropical Medicine
DAFTAR ISI
Filaria Non Limfatik ………………………. 1
dr. Farindira, M.Sc
Cestoda ………………………………………………………... 61
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Leprosy ………………………………………………………... 87
dr. Rikyanto Sp.KK, M.Kes
Dracunculus
medinensis
Loa-Loa
Filariasis Non Limfatik
Filariasis Subcutan
Onchocerca
volvulus
Mansonella
streptocerca
Mansonella
Filariasis Rongga perstans
Serosa
Mansonella ozzardi
KLASIFIKASI
Berdasarkan bagian tubuh atau jaringan yang menjadi tempat bersarangnya,
filariasis dibagi menjadi 3 yaitu
1. Filariasis Limfatik: Brugia malayi, Wuchereria bancrofti, Brugia timori
2. Filariasis Subkutan (bawah jaringan kulit): Loa loa (cacing mata Afrika),
Mansonella streptocerca, Onchocerca volvulus, dan Dracunculus
1
medinensis (cacing guinea). Terdapat pada lapisan lemak yang ada di
bawah lapisan kulit.
3. Filariasis Rongga Serosa (serous cavity):Mansonella perstans dan
Mansonella ozzardi Terdapat pada rongga perut.
Hampir semua parasit ini disebarkan melalui nyamuk atau lalat pengisap
darah, sedangkan untuk Dracunculus oleh kopepoda (Crustacea).
Nah, pada bahasan kali ini, kita bakal bahas lebih jauh tentang yang filariasis
non limfatik aja ya~
FILARIASIS SUBKUTAN
DRACUNCULUS MEDINENSIS
KARAKTERISTIK
Hospes : Manusia
Penyakit :Dracunculiasis, Guinea Worm
Disease
Vektor : Host perantara pada
copepoda untuk proses reproduksi. Biasa
ditemukan pada air yang tidak bersih atau
pada ikan yang belum matang.
Distribusi geografik : Chad, Ethiopia, Mali,
and South Sudan, Saudi Arabia, Yaman,Iran.
Beberapa negara afrika lainnya kini sudah
terbebas dari Guenia Worm Disease.
2
Dracunculus bukan true filaria karena larvae Dracunculus, tidak seperti
mikrofilaria lain, dia memiliki tractus digestivus.
Females : Lebih dari 1 meter, diameter kurang dari 2 mm.
Male : Inconspicuous, panjang 2 cm
Siklus dimulai jika seseorang memakan copepod yang terinfeksi larva stadium
3 (L3) atau minum air yang mengandung L3 ini. Setelah masuk ke dalam
tubuh, L3 akan pecah dan menembus dinding usus lalu menuju ke subcutan.
Khusus cacing dewasa betina, dia akan bermigrasi pada permukaan kulit yang
menyebabkan blister/discharge larva (satu tahun kemudian setelah infeksi).
Kepala cacing betina berada pada dermis yang menyebabkan vesicular dan
berulserasi pada kulit, sedangkan bagiancacing yang menonjol ke luar kulit
adalah bagian uterus yang berisi penuh larva. Ketika kulit masuk ke dalam air
maka akan menginduksi pecahnya gravida sehingga keluarlah mikrofilaria
3
(larva 1) lalu L1 ini dimakan oleh copepoda dan berkembang menjadi L2 lalu
L3 di dalam tubuh copepoda.
Diagnosis :Adanya lesi lokal yang khas berbentuk ulcer yang berisi larva
dan larva dapat keluar jika direndam area tersebut dengan air.
TERAPI
Tidak ada obat yang dapat digunakan sebagai terapi Guinea worm disease
dan tidakada vaksin yang dapat digunakan untuk mencegah penyakit.
Kadang-kadang seluruh cacing dapat ditarik keluar dalam beberapa hari,
tapi proses ini biasanya memakan waktu berminggu-minggu.
Aspirin atau ibuprofen, dapat membantu mengurangi rasa sakit dan
pembengkakan. Salep antibiotik dapat membantu mencegah infeksi
bakteri sekunder. Cacing ini juga bisa diangkat melalui proses operasi oleh
dokter yang terlatih di fasilitas medis sebelum bentuk blister.
Bila saat cacing ini ditarik untuk dikeluarkan terasa ada tahanan, maka ikat dulu aja
cacingnya. Lalu baru kita tarik lagi cacingnya besok hari. Kayak tarik-ulur lah. Ya
pokoknya cacing aja yang ditarik ulur, hatiku jangan.
4
LOA-LOA
KARAKTERISTIK
Hospes : manusia
Penyakit : loaiasis / calabar swelling
(fugitive swelling)
Vektor : lalat Chrysops (deerfly)
Distribusigeografik :Di daerah khatulistiwa
di hutan yang berhujan (rain forest),
terutama ditemukan di Afrika Barat,Tengah
dan Sudan
5
Dalam tubuh crysoph, L1 kehilangan selubungnya dan berkembang
menjadi L3. Crysoph memasukkan L3 ke dalam pembuluh darah saat
menggigit. Lalu L3 berkembang menjadi cacing dewasa dan menetap di
jaringan subcutan atau konjungtiva. Bila sudah sampai di konjungtiva, maka
cacing tersebut harus diambil.
Dari genus Chrysops : Chrysops centurionis, Chrisoms longicornis dan
Chrysops distinctipennis Mikrofilaria Loa-loa
Periodisitas diurnal. Mikrofilaria ada di sirkulasi darah terutama saat siang
hari keperluan pengambilan sampel.
Patologi dan GK :
Cacing dewasa mengembara dalam jaringan subkutan (konjungtiva mata
dan pangkal hidung )
Iritasi pada mata : sakit dan pelupuk mata bengkak sehingga mengganggu
penglihatan
Hipersensitif reaksi radang (pruritus, eritema) temporer
Khas : calabar swelling (fugitive swelling)berupa pembengkakan jaringan
yang tidak sakit dan nonpitting (tangan atau lengan) akibat reaksi fibrosis
dari imunitas terhadap cacing dewasa.
6
encephalitis (LCS)
Diagnosis : Menemukan mikrofilaria dalam darah / menemukan cacing
dewasa dari konjungtiva mata / jar subkutan.
TERAPI
o DEC (membunuh mikrofilaria dan cc dewasa)
o Ivermectin
o Pembedahan
PROGNOSIS
Dubia ad bonam (baik).
EPIDEMIOLOGI
- Banyak ditemukan pada pria dewasa
- Menghindari gigitan lalat/pemberian profilaksis
ONHOCERCA VOLVULUS
KARAKTERISTIK
Hospes : Manusia
Penyakit : Onkoserkosis, River blindess, Blindingfilariasis
Vektor : Lalat Simulium dari genus Simulium damnosum (blackfly)
Distribusigeografik : Afrika, Amerika Tengah dan Selatan
7
SIKLUS HIDUP & PATOGENESIS
8
Cacing dewasa membentuk nodul subcutaneous, didalamnya terdapat
cacing dewasa betina dan jantan. Cacing dewasa juga dapat menyerang mata
dan menyebabkan kebutaan. Mikrofilaria di jaringan connectivus.
9
o Toksin cacing dewasa
o Supersensitif
o Nukleus tidak sampai di ujung ekor, dan ujung ekor meruncing.
PROGNOSIS
Dubia ad bonam (baik).
EPIDEMIOLOGI
o pegunungan dengan air sungai yang deras
o menggigit di sekitar sungai
o dapat mengenai orang dewasa dan anak anak
o Pencegahan :menghindari gigitan lalat
MANSONELLA STREPTOCERCA
KARAKTERISTIK
Nama Lain : Dipetalonema streptocerca,
Hospes : Manusia, monyet,
Penyakit : Mansonellosis,
Vektor : Culicoides grahami,
DistribusiGeografik :Mansonella streptocerca
10
terdistribusi di bagian barat Afrika, dan umum di Ghana dan Zaire.
Morfologi
o Streptocercae dewasa merupakan cacing tipis yang berliku-liku, ukuran
rata-rata dewasa jantan adalah 17x0,05 mm, dan ukuran dewasa
betina adalah 27x0,075 mm.
o Mikrofilaria Mansonella streptocerca tidak berselubung dengan ukuran
180-240 μm. Dengan ekor berbentuk seperti kait dan nukleusnya
memanjang hingga bagian akhir ekor. Mikrofilaria ditemukan pada
kulit dan di sirkulasi darah.
11
1. Midge menghisap darah untuk makan, Larva 3 M. Streptocercae yang
infektif masuk ke darah manusia melalui luka tusukan.
2. Stadium dewasa terdapat pada bagian dermis manusia (<1 mm dari kulit).
3. Cacing dewasa kemudian memproduksi microfilaria tidak berselubung di
kulit yang dapat mencapai pembuluh darah perifer.
4. Midge menghisap darah, mikrofilaria ikut tertelan.
5. Mikrofilaria menembus midgut midge dan berpindah ke otot thorax.
6-8. Berkembang jadi Larva 1, 2, 3 kemudian berpindah ke kepala dan
proboscis midge.
Gejala:
o Pruritic dermatitis gatal-gatal di kulit.
o Macula hipopigmentasi gambaran makula berwarna pucat.
o Adenopathy inguinal pembesaran limfonodi di inguinal.
TERAPI
o DEC (Dietilcarbamazine) 6mg/KgBB per hari selama 14 hari. Membunuh
mikrofilaria dan cacing dewasa.
o Ivermectin 15 mikrogram/KgBB dosis tunggal oral. Membunuh mikrofilaria
saja.
Sebuah penelitian berbasis komunitas telah menemukan bahwa
Ivermectin dosis tunggal dapat menekan (suppresses) mikrofilaria selama
setahun atau lebih. Konsumsi dosis tunggal selama 1 tahun dapat
mengakibatkan 46% mikrofilaria yang tidak dapat terdeteksi pada biopsy
kulit.
MANSONELLA PERSTANS
KARAKTERISTIK
Nama Lain : Acanthocheilonema perstans, Tetrapetalonema perstans,
Dipetalonema perstans,
Hospes : Manusia, primata bukan manusia,
Penyakit : Sleeping sickness, gangguan neurologik,
12
Vektor : Culicoides (Culicoides grahami, Culicoides austeni).
Distribusigeografik : Afrika sub-Sahara, dari Senegal sampai Uganda dan
ke selatan sampai Zimbabwe; dan di Amerika Tengah dan Selatan, dari
Panama sampai Argentina
Morfologi
13
SIKLUS HIDUP& PATOGENESIS
14
mikrofilaria tidak berselubung yang akan dapat ditemukan di aliran darah
sepanjang waktu.Jangka hidup dari cacing dewasa tidak diketahui. Dalam
sebuah kasus pernah dilaporkan bahwa mikrofilaria tetap positif, bahkan
setelah individu yang terinfeksi telah 10 tahun meninggalkan area
endemik.Berlaku di masyarakat miskin dan yang belum dikaitkan dengan
gambaran klinis yang jelas dan berbeda.
Pada individu yang terinfeksi Loa loa, Onchocerca volvulus dan Wuchereria
bancrofti, dapat juga mengalami Mansonella perstans co-infection (individu
mengalami infeksi karena dua penyebab yang berbeda dalam satu waktu
bersamaan).
Gejala:
o Jinak
o ‘Callabar-like swelling’ adalah reaksi alergi karena adanya cacing yang
mati atau karena produk metabolit cacing yang masih hidup di kulit,
bengkaknya terlokalisir; Pruritus, demam, nyeri kepala.
o Kampala atau Ugandan eye worm invasi Mansonella perstans pada
konjungtiva atau jaringan ikat periorbita.Terjadi edema dan inflamasi
di sekeliling cacing dewasa, dan terdapat bentuk granuloma di sekitar
filaria yang mati.
o Nyeri sendi dan tulang, limfadenitis, hidrokel.
o Eosinofilia.
TERAPI
Terapi dapat bervariasi, tergantung dari perbedaan strain regional.
o Pada strain yang mengandung Wolbachia dapat diterapi dengan
Doxycycline selama 6 minggu, hasilnya adalah mikrofilaria bersih/hilang
97% pada orang yang menajalani terapi selama 12 bulan, dan 75% pada
orang yang menjalani terapi selama 36 bulan.
o Pada strain yang tidak mengandung bakteri Wolbachia, terapi dengan DEC
selama 21 haridikombinasi dengan Mebendazole selama 21 hari, hasilnya
adalah mikrofilaria bersih/ hilang 37% pada orang setelah 1 bulan
pengobatan.
- Mebendazole 100 mg (2x/hari) selama 30 hari, atau,
- Albendazole 400 mg (2x/hari) selama 10 hari.
15
MANSONELLA OZZARDI
KARAKTERISTIK
Hospes : Manusia. Merupakan New World parasite.
Vektor : Ada dua yakni Black fly (genus Simulium) atau biting midge
(genus Culicoides).
Distribusi Geografik : Subtropis, tropis, dan daerah beriklim di Amerika
Tengah dan Selatan (Mexico, Panama, Brazil, Colombia, dan Argentina),
dan Karibia. Juga lazim di populasi Indian Amerika.
Morfologi :
16
Serangga pengigigt Lalat hitam
17
Mansonella ozzardi merupakan parasit yang tergolong dalam Filum
Nematoda. M. Ozzardi merupakan endoparasit: di rongga serosa dalam
abdomen host (manusia). Bisa hidup di mesenterik, peritoneum, dan di
jaringan subkutan. Seperti Nematoda yang lain, M. Ozzardi merupakan
cacing berbentuk silindris dan simetris bilateral, dengan pseudocoel
(rongga tubuh palsu). Di bagian eksterior parasit terdapat kutikula,
merupakan lapisan protektif yang dapat membuat parasit bertahan di
lingkungan yang keras, seperti dalam traktus digestivus host (manusia). M.
Ozzardi memiliki otot longitudinal di sepanjang dinding tubuhnya. Mereka
juga memiliki korda saraf dorsal, ventral, dan longitudinal yang terhubung
dengan otot-otot longitudinal tersebut.
Gejala : Secara umum, infeksi bersifat asimtomatik. Akan tetapi,
beberapa manifestasi klinis pernah dilaporkan, di antaranya: dingin di
kaki, nyeri sendi, seperti nyeri artikular atau athralgia, sakit kepala,
pruritus (gatal- gatal), erupsi kulit, gejala pulmoner, limfadenitis
(inflamasi di limfonodi), adenopati (pembesaran limfonodi),
hepatomegali (pembesaran hepar).
TERAPI
o Ivermectin dosis tunggal 200 mg/kg.
o Laporan kasus menyebutkan bahwa dosis tunggal Ivermectin dapat
berguna untuk terapi infeksi M. Ozzardi. Juga terdapat bukti, pada infeksi
M. Ozzardi yang mengandung bakteri Wolbachia, Doxycycline dapat
menjadi terapi yang efektif. Akan tetapi, memang belum ada data yang
mendukung pilihan terapi ini. Diethylcarbamazine tidak memiliki efek
terhadap M. Ozzardi.
o Cara kerja Ivermectin:
Merupakan lakton makrosiklik poten yang berikatan dengan kanal klorida,
kemudian kanal klorida akan terbuka, sehingga ion klorida dapat
memasuki sel yang terkena infeksi. Sel-sel itu kemudian mengalami
hiperpolarisasi yang dapat menyebabkan paralisis otot mikrofilaria M.
Ozzardi. Ini memungkinkan sel imun untuk melekatkan diri pada
permukaan mikrofilaria dan memfasilitasi proses eliminasi. Ivermectin
tidak dapat membunuh cacing dewasa.
18
PERBEDAAN KARAKTERISTIK AGEN MANSONELLA
19
PERBEDAAN KARAKTERISTIK MIKROFILARIA
ANTAR-SPESIES
20
PERBEDAAN KEPALA DAN EKOR MIKROFILARIA
ANTARSPESIES
Ekor Kepala
Sumber Belajar :
1. Medical Parasitology, Markell and Voge’s, Ninth Edition, Saunders
Elsevier.
2. Tropical Medicine
3. Parasitologi Kedokteran,FK UI
Sumber editan:
1. Hippocampus 2012
21
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
VIRUS-VIRUS PENYEBAB
TROPICAL DISEASE
dr. Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
Arbovirus
Arbovirus bisa kita pecah menjadi akar katanya yaitu Arbo-virus. Nah ARBO itu
memiliki kepanjangan ARthropod BOrne yang artinya ditransmisikan oleh
artropoda penghisap darah sebagai vektornya. Bisa juga dipanggil dengan julukan
Zoonotic Viruses yang artinya virus dapat ditransmisikan dari hewan (arthropod,
vertebrates) ke manusia. Virus-virus dengan julukan zoonotic ini ditransmisikan
oleh arthropod darah, inhalasi, konjunctiva dengan sekret yg infektif, atau dengan
kontak langsung dengan hewan (misalnya rabies).
Siklus Hidup
Virus arbo ini bereplikasi pada vektornya tapi tidak menginfeksi vektor tersebut.
Contohnya pada mosquito-borne disease, virus menimbulkan infeksi persistent pada
22
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
kelenjar saliva sehingga di salivanya akan ada banyak virus yang nanti akan
menginfeksi hospes lainnya saat menghisap darah (feeding).
Dari penjelasan singkat di atas, maka kita bisa mengambil sedikit kesimpulan
bahwa siklus si Arbo ini ada yang vector berputar di putaran vertebrate selain
manusia, dan ketika sudah sampai ke manusia maka siklusnya menjadi siklus
manusia – vector – manusia. Dua siklus ini disebut SYLVATIC CYCLE dan
URBAN CYCLE.
23
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
Sylvatic Cycle adalah Siklus yang terjadi antara arthropoda dan hospes mammalia
dimana manusia biasanya sebagai dead-end host yang terinfeksi melalui arthropoda.
Urban Cycle adalah Siklus terjadi antara manusia dengan species arthropoda.
24
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
Gambar di atas merupakan siklus dari Yellow fever dan Virus Dengue. Virus-
virus tersebut memiliki enzootic maintenance cycles yang diperantarai Vektor
Aedes dan primata selain manusia. Aedes aegypti ini nanti akan breeding atau
bertelur di tempat-tempat yang berair terutama air bersih.
25
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
Virus RNA Single Stranded, ( + ) sens RNA. Terdapat 26 jenis virus
yang dikenal. Dengan bentuk mirip spherical berukuran 70 nm diselimuti
partikel envelop.
3. Bunyavirus
Virus RNA Single Stranded, ( - ) sens RNA pada tiga segmen.
Familinya cukup banyak hingga 300 virus. Memiliki envelop dengan
diameter 90 – 100 nm.
Negatif – sense DNA (antisense) adalah untai tunggal DNA yang dapat
berhibiridisasi dengan untai DNA yang berfungsi sebagai template dalam
proses transkripsi . Negatif – sense DNA ini tidak dapat diterjemahkan menjadi
26
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
protein langsung. Sebaliknya, terlebih dahulu harus ditranskripsi menjadi positif-
sense DNA yang bertindak seperti mRNA.
Oke kita bahas dari Dengue Fever terlebih dahulu ya da yang lebih banyak kita
bahas adalah DF ini. Setelah itu kita akan bahas sekilas tentang Yellow Fever dan
Colorado tick Fever.
27
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
Flavivirus Family pada Dengue Virus
Dengue adalah penyakit serius virus yang ditransmisikan melalui gigitan nyamuk,
Aedes Aegypti. Nyamuk ini beraksi pada saat daytime atau pagi – siang hari,
biasanya meletakan telurnya di genangan-genangan air yang bersih dan yang
menginfeksi manusia adalah nyamuk yang betina.
Virus ini tergolong dalam Arbovirus family Flavivirus. Terdapat empat serotype
virus yaitu dikenal dengan DEN-1,2,3,4. Setiap serotype akan mengaktifkan
respon imun spesifik kita ketika kita terinfeksi. Penemunya yaitu:
DEN-1
Kimura & Hotta, 1943
Sabin & schlesinger, 1945
(Haw-Den-1) as a prototype
DEN-2
28
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
Isolates from New Guinea
New Guinea C (NG”C”-DEN-2) as prototype
DEN-3
From patient with hemorrhagic disease in Manila, 1956
DEN-4
From patient with hemorrhagic disease in Manila, 1956
Dengue Fever
Gejala klinis 4–7 hari (range of 3–14 days) setelah gigitan nyamuk
terinfeksi
Onset demam terjadi segera atau gejala prodromal : malaise, chills, and
headache. Rasa nyeri pada punggung, sendi, otot dan bola mata
Viremia terjadi pada saat demam dan persisten selama 3–5 hari
Suhu tubuh kembali normal setelah 5–6 hari atau hari ke-3 dan
kemudian naik sekitar 5–8 hari ("saddleback" form).
Rash muncul pada hari ke-3 atau ke-4 dan berlangsung selama 1 – 5 hari.
Limfonodi membesar
self-limited disease atau fase Convalescence memerlukan beberapa
minggu
Komplikasi dan kematian jarang
29
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
pada banyak sel mononuklear diikuti dengan pelepasan sitokin mediator
vasoaktif, pro-koagulan yang mengakibatkan disseminated intravascular
coagulation ( DIC) yang terjadi pada hemorrhagic fever syndrome.
PHATOGENESIS DHF
Melibatkan terjadinya immune enhancement dimana terdapat peningkatan
uptake virus coated with non-neutralizing antibody ke dalam makrofag melalui
Fc receptor.
Virus coated with non-neutralizing antibody ada pada saat terjadi infeksi virus
dengue yang awal dengan serotipe virus yang berbeda
Virus bereplikasi dalam makrofag dan terjadi peningkatan virus load.
Makrofag menjadi teraktivasi dan melepaskan inflammatory cytokines.
Immune enhancement oleh non-neutralizing antibody merupakan hal yang
mungkin menyulitkan untuk pengembangan vaksin
Infeksi Dengue lebih berat pada anak-anak dan adanya antibodi ibu pada
anak merupakan DHF sebagai infeksi pertama virus Dengue
Terdapat empat serotipe virus Dengue, banyak serotipe tersebar di Asia,
Afrika dan Amerika.
Pada DHF, meningkatnya vascular permeability sebagai problem
utama.
30
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
31
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
Flaviviruses
Sperical particle
Isometric nucleocapsid core (30 nm in diameter)
Lipid envelope
Single strand (+) sense RNA
11 kb in length
Genome has cap and lack of 3’ Poly A
32
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
CAPSID
112-127 aa
purified C protein tidak menginduksi viral neutralizing antibody
MEMBRAN
prM contained in intracelullar immature virions
M protein contained in extracellular mature virions
PROTEIN ENVELOPE
494-501 asam amino
Receptor binding
hemagglutionation of erythrocytes
induction of major neutralizing antibody
mediation of virus-specific membrane fusion in acid pH endosomes
virus assembly
NS-1 PROTEIN
• Soluble complement-fixing antigen.
• Secreted soluble form can elicit antibodies with complement-fixing
activities.
• Target for immune response (expressed in surface of infected cells)
NS-3 PROTEIN
• Help in viral replication
• Serine protease
33
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
• Helicase
Nah teman-teman gak perlu bingung dari karakteristik molekuler di atas, sejauh
ini sih yang menurut saya (editor) paling penting kita inget adalah NS-1 dimana
NS-1 ini akan digunakan sebagai Marker atau penanda dalam penegakan
diagnostik yang bisa dilakukan saat hari pertama. TAPI ingat ya bahwa
sebenarnya dengue adalah self limited disease dan MENJAGA CAIRAN
merupakan terapi utama nan penting dalam kasus dengue.
VIREMIA DENGUE
Dengue Virus dapat dideteksi setelah lebih 5 hari munculnya gejala
Isolasi Dengue Virus adalah paling penting untuk menentukan diagnosis
Semua tehnik uji serologi tidak bersifat spesifik
Specific monoclonal antibodies merupakan uji yang tepat dan dapat dipercaya
Viral genetic analysis
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Uji HI, Dengue Blot (Single/Rapid/Duo)
34
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari 14, pada
infeksi sekunder mulai hari ke 2
35
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
36
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
Mosquito cell culture
Mosquito inoculation
PCR
Hybridization probes
Immunohistochemistry
37
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
38
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
Deteksi Ig-M bisa menggunakan Fluorescent antibody (FA) test, ELISA, atau
Dot blot test.
Deteksi Ig-G bisa menggunakan Hemagglutination inhibition test, plaque
reduction neutralization test, Fluorescent antibody test, ELISA, Dot blot tests,
Complement fixation test.
Hasil DRTC harus dibaca setelah 10 menit, tidak boleh dibaca lebih dari 20 menit
ya.
Dimana garis itu berwarna merah maka itu menandakan postif. Jika di garis Ig-G
muncu warna berarti Ig-G positif, begitu pula untuk Ig-M. Jika garis control tidak
muncul warna setelah ditetes, berarti preparat tidak bisa digunakan.
39
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
Yellow Fever
Virus + Sens dengan Single stranded RNA dengan ukuran partikel 40 – 50 nm
dalam enoplasmic reticulum ini hanya ditemukan Afrika and South Amerika
Selatan . Di Amerika Selatan bersifat sporadik dan terjadi di area hutan sedangkan
di Afrika, yellow fever sering terjadi pada saat musim hujan di wilayah barat dan
wilayah pusat benua.
Reoviridae Family
40
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
African Hemorrhagic Fevers (Marbug & Ebola Virus)
Virus Marburg dan virus Ebola bersifat sangat virulen pada manusia dan
primata,dimana infeksi bisa berakhir kematian
Gejala klinis akut : fever, headache, sore throat, and muscle pain diikuti dengan
abdominal pain, vomiting, diarrhea dan rash disertai perdarahan internal
maupun eksternal dan sering terjadi shock dan kematian
Ebola merupakan virus Filoviridae. Pertama kali ditemukan tahun 1976 ketika
dua daerah endemis Sudan and Zaire (sekarang the Democratic Republic of the
Congo) mengalami kasus hemorrhagic fever. Liver, Spleen, lungs, ginjal, darah,
jaringan, serta cairan lain merupakan tempat virus ini berada dengan titer tinggi.
Virus ini memiliki kemampuan tubuh dalam merespon adanya stimulus dari luar
seperti macrophage system, dendritic cells, interstitial fibroblasts, and endothelial
cells. Sehingga membuat tingkat mortalitasnya sangat tinggi yaitu 25 – 90%, dan
merupakan mortalitas tertinggi diantara semua penyakit hemorrhagic fever.
Waktu rerata kematian setelah onset pada kasus ini adalah 7 – 8 hari ! wow
41
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
Karena reservoir natural dari Marburg dan Ebola masih belum diketahui, maka
belum ada cara pengendalian yang dilakukan saat ini. Satu-satunya jalan ya
membuat fasilitas isolasi di rumah sakit. Teknik batasan perawatan ketat harus
dilakukan. Intinya segala hal yang berurusan sama pasien infected harus super
dijaga ketat supaya gak nular… sedih ya…
TREATMENT
Setelah sulit dicegah atau dikendalikan, terapi antiviral juga tidak ada yang spesifik
untuk kausa, terapi hanya difokuskan pada perbaikan fungsi ginjal, keseimbangan
elektrolit, dan bertarung dengan kondisi hemorrhagic dan shock. Sampai saat ini
belum ada vaksin, namun sedang proses dikembangkan.
42
Wisnu Wisnu
Virus Penyebab Tropical Disease
dr.Inayati Habib, Sp.MK., M.Kes
Arbovirus-Associated Encephalitis
43
Wisnu Wisnu
Penatalaksanaan Demam Berdarah
Dengue pada Anak
Dr. Muhammad Artha, Sp.A
Gimana gaes... libur panjangnya??? Dah puas main kan :3 nah sekarang
waktunya kita fokus lagi buat belajar, semoga MCQnya dipermudahkan.
Amin
Sebelum belajar baca dulu tujuan belajar kita sekarang ya, semangat!!!
44
Tujuan Belajar kita:
1. Bagaimana membedakan antara Demam Dengue dengan Demam
Berdarah Dengue
2. Apa yang dimaksud dengan kriteria Warning Sign
Hal hal yang perlu dipehatikan adalah adanya Time of Defervescence
adalah saat dimana demam turun sekaligus fase kritis dimulai. Oleh
karena itu perlu bagi seorang klinisi untuk mengetahui time of
defervescence. Apabila tidak bisa mengenali fase ini maka akan rawan
terjadinya miss-diagnose pada pasien dengue.
3. Manifestasi klinis apa saja yang muncul pada Demam dengue dan
demam berdarah dengue
4. Organ-organ apa sajakah yang terlibat akibat komplikasi demam dengue
5. Siapa saja orang yang berisiko tinggi terkena infeksi dengue
PENDAHULUAN
Badan kesehatan dunia WHO telah
mengklasifikasikan Infeksi dengue
menjadi Demam dengue dan Demam
berdarah Dengue.
45
SPEKTRUM KLINIS DENGUE
Hampir semua infeksi karena virus bersifat self limiting disease. Dahulu
kriteria dengue hanya berdasarkan time of defervescence yaitu Dengue Fecer,
Dengue Haemoragic Fever dan Dengue Shock Syndrome yang dibagi menjadi
beberapa grade. Maka klasifikasi terbaru WHO tahun 2011 memunculkan
kriteria baru yaitu :
Expanded Dengue Syndrome/Isolated Organophaty
Adalah komplikasi-kompplikasi non spesifik dari Dengue.
Tujuan klasifikasi dari WHO ini adalah
untuk
menurunkan beban penyakit dari
dengue pada tahun 2020.
Menurunkan angka mortalitas
dibawah 50% pada tahun 2020.
Menurunkan angka kecacatan atau
morbiditas kurang dari 25% pada
tahun 2020.
46
karena serum dalam darah keluar dari intravaskuler dan yang tertinggal
di dalam hanya sel sel darah merahnya saja.
2. Terjadi Hipovolemia yang mengakibatkan shock
Shock adalah kegagalan perfusi
jaringan ketika darah yang
dipompakan oleh jantung tidak bisa
sampai ke tempat terjauh dari
tubuh. Oleh karena itu dalam
pengecekan nadi tidak boleh cek
nadi tangan tetapi ceklah nadi kaki.
Apabila shock terjadi maka akan timbul kondisi Anoksia pada otak,
jika hal ini terjadi dalam waktu 10 menit saja maka akan menimbulkan
kematian otak sehingga fungsi kontrol terhadap tubuh juga akan
berhenti dan pasien pun meninggal. Akibat lain dari shock adalah terjadi
asidosis metabolik.
Menurut data yang ada 30% peristiwa shock terjadi sekitar 24-48 jam
dari mulainya kebocoran plasma.
3. Perdarahan
Ketika terjadi infeksi dan terdapat
proses kompleks antigen antibodi
maka akan terjadi agregasi trombosit
(menempelnya trombosit satu dengan
yang lainnya). Terjadinya agregasi
trombosit tidak bisa bekerja dengan
baik, sehingga ketika permeabilitas
meningkat dan terjadi kebocoran
plasma, tromobosit tidak bisa menutup
kebocoran itu dengan baik.
Kebocoran akan tetap terjadi dan agregasi trombosit masih ada
tetapi lambat laun trombosit akan habis. Ketika trombosit dirasa tidak
bekerja optimal maka tubuh akan mengaktifkan sistem koagulasi (jalur
intrinsik dan ekstrinsik). Ketika semua faktor koagulasi
dikeluarkan/dihabiskan makan akan terjadi konsumtif koagulopati (habis
bahan koagulasi) sehingga terjadi Disaminated Intravaskular Koagulation
dan terjadilah Shock.
47
Dapat disimpulkan perdarahan
pada DBD disebabkan oleh :
Penurunan fungsi trombosit
Aktivasi koagulasi yang
bermasalah
Penurunan faktor
pembekuan
Permasalahan pada endotel
pembuluh darah
48
DIAGNOSIS DENGUE FEVER
Anamnesis
a. Kesan pertama : wajah kemerahan (facial flush)
b. Tipe demam tinggi mendadak (khas DB)
Review tipe demam (Remitten : Demam sepanjang hari kemudian turun
mencapai suhu normal. Intermitten : Demam ketika turun tidak
mencapai suhu normal. Demam Continue : Demam yang terus menerus
tanpa penurunan suhu. Demam pelana kuda : seperti pada Dengue
fever)
c. Tidak mau makan dan minum
d. Ada keluhan nyeri retro orbita
e. Myalgia
f. Keluhan sakit perut, batuk pilek
g. Faring hiperemis
h. 25% disertai dengan diare
i. Adanya ptechy (bintik-bintik merah dikulit) tidak selalu DB terdapat
tanda ini
j. Perdarahan kulit, mimisan
k. Muntah, nyeri kepala,arthalgia, nyeri tenggorok dengan faring
hiperemis.
l. Nyeri di bagian hepar
Adanya Hepatomegali biasanya ditemukan pada DBD karena terjadi
kebocoran plasma.
m. Hematuria keluarnya darah bersama urine
*Seringkali yang menjadi suatu kesalahan orang tua adalah mereka merasa
sudah tenang ketika demam sudah turun pada hari ke 4 padahal ketika itu
adalah masa awal memasuki fase kritis.
Perbedaan antara demam dengue
(df) dan demam berdarah dengue
adalah peningkatan permeabilitas
kapiler. Adanya perembesan
plasma oleh karena ekstravavasi
yaitu keluarnya cairan ke
ekstravaskuler.
49
Pemeriksaan
Lakukan pemeriksaan Rumple Leed untuk mengetahui adanya
perdarahan spontan. Rumple Leed dikerjakan menggunakan manset
dengan ukuran sesuai umur anak dipasang pada 2/3 lengan atas.
Dipompa dan dipertahankan dengan mengambil nilai rata rata dari sistol
dan diastol. Tahan selama 5 menit untuk mengetahui munculnya ptechie
(>10 ptechie dalam 2.5x2.5 cm).
Pemeriksaan laboratotium darah rutin. Pada pemeriksaan ini lihat kadar
trombosit (trombositopenia), hematokrit (meningkat >20%), dan
leukosit (leukopenia). Pemeriksaan darah rutin harus serial/beruntun
untuk menentukan apakah benar terjadi hemokonsentrasi. Selain itu
juga pada pemriksaan ini akan ditemukan limfosit plasma biru.
Peningkatan nilai hematokrit menandakan adanya kebocoran plasma
dengan pemeriksaan yang berkala. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh
penggantian cairan dan perdarahan.
50
Gambar. Perubahan Ht dan LPB selama perjalanan penyakit
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Foto thoraks dilakukan apabila terjadi kondisi ragu-ragu
ada kebocoran plasma di pleura efusi pleura. Dilakukan dengan posisi
Left lateral Dekubitus untuk melihat garis meniscus.
USG untuk melihat juga adanya efusi pleura, asites, ketebalan dinding
empedu dan VU
Pemeriksaan Immunoglobulin
Untuk mengetahui adanya immunoglobulin M yang timbul pada hari ke
4 atau ke 5 pada infeksi primer (bertahan 2-3 bulan setelah infeksi)
kemudian akan muncul IgG pada hari ke 14. Sehingga pemeriksaan igM
tidak bersifat spesifik.
Klinis :
Demam mendadak 2-7 hari
Bentuk demam seperti pelana kuda
Ada manifestasi perdarahan dengan rumple leed positif ditandai
dengan adanya ptechie, ekimosis, dan adanya epiktasis.
Perdarahan gusi, hematemesis dan melena
Adanya hepatomegali
Adanya shock
51
Laboratorium
Trombositopenia (<100.000)
Hemokonsentrasi menurut umur dan jenis kelamin
Tanda Shock
Anak gelisah, adanya penurunan kesadaran
Sianosis, nafas cepat
Nadi teraba lembut
Tekanan darah menurun
Tekanan nadi <10 mmHg
Akral dingin
Capillary refill menurun (>2 detik pada jempol kaki tempat terjauh
dari jantung)
Diuresis menurun (<1 ml/kgBB)
Anuria
Takikardia
52
Gambar. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue
Chikungunya : demam lebih tinggi, ada ruam makulopapular, uji rumple leed
kadang positif, tidak ada perdarahan GI dan shock.
ITP : ada perdarahan dan ptecie juga tetapi demamnya cepat menghilang.
Tidak ada leukopnenia walaupun ada trombositopenia. Tidak ada
hemokonsentrasi, tidak ada shift to the left.
KOMPLIKASI
Enchelopatia Dengue ditandai dengan penurunan kesadaran tetapi
tidak ada infeksi pada pemeriksaan LCS, kejang kadang tidak muncul.
Susah membedakan dengan shock karena sama sama terdapat
penurunan kesadaran.
Kelainan ginjal karena fase pre renal
Hemolitik Uremic Syndrome yaitu kelainan gangguan pada
kompartemen ginjal yaitu ureum
Expanded dengue syndrome gejalanya tidak khas seperti gejala komplikasi
diatas
53
TATA LAKSANA
Pasien datang pada hari ke 2- 7 lihat apakah terdapat warning sign ?
a. Tidak ada fase perbaikan klinis sejak hari pertama
b. Tidak bisa minum
c. Muntah yang terus menerus
d. Nyeri perut
e. Penurunan kesadaran dan perubahan perilaku menjadi gelisah
f. Pucat, akral dan kaki dingin
g. Perdarahan spontan epistaksis
h. BAB berubah pucat
i. Hematemesis, metoragia
j. Penurunan diuresis dalam 4-6 jam
Ada warning sign ? Pondokkan
Yang dilakukan ketika diperbolehkan pulang
a. Istirahat yang cukup
b. Minum cairan yang cukup (susu, jus buah, ORS)
c. Suhu dipantau dibawah 390c setiap 6 jam. Jangan berikan ibuprofen
dan aspirin karena akan memprovokasi perdarahan.
Kapan kembali ke RS ?
a. Terjadi perburukan kondisi klinis
b. Nyeri perut hebat, akral dingin, penurunan kesadaran, perdarahan,
sesak nafas, dan kejang.
Tata laksana tanpa shock
a. Berikan antipiretik
b. Jangan berikan obat yang tidak diperlukan
c. Jika ada dengue echepalopatia boleh berikan steroid
d. Berikan cairan(jika anak tak bisa minum, muntah terus menerus, ada
demam tinggi, ada tanda tanda dehidrasi (6 jam ga kencing), nilai Ht
meningkat). Apabila masuk Grade 3-4 berikan cairan 10-20cc/kgBB
bolus. Apabila belum teratasi berikan 20 cc secepatnya. Maksimal
pemberian cairan kristaloid 60 cc/kgBB/hari. Anak dengan berat 10kg
maka kita hanya boleh memberikan cairan kristaloid 600 cc/hari.
Berikan koloid tidak lebih dari 1500cc.
e. Pasang Kateter untuk memantau diuresisnya. Harus 1cc/jam
f. Berikan oksigenasi
54
Tatalaksana dengan shock
a. Berikan oksigen 4L/menit
b. Pantau Ht
c. Berikan kristaloid Ringer Laktat atau Ringer asetat 10-10 cc/kgBB
dalam 10-20 menit
d. Jika teratasi berikan cairan kristaloid separuhnya uati 10cc/kgBB
dalam 1-2 jam
e. Jika tidak teratasi cek ulang Ht dan periksa analisis gas darah jika
asidosis koreksi segera, jika hipoglikemia, hipokalsemia atasi segera.
f. Ht meningkat boleh berikan kristaloid, tetapi jika sudah melewati 60
harus berikan koloid
Kristaloid : bersifat mudah mengisi intravaskuler (hanya 30 menit)
tetapi cepat keluar ke ekstravaskuler. (untuk resusitasi hanya boleh
menggunakan Ringer laktat dan ringer asetat tidak boleh
menggunakan dextrose)
Koloid : lebih lama mengisi intravaskuler bisa bertahan 5-8 jam
(Dekstran, plasma, HES)
Sudah diberikan koloid masih tetap berikan vasopressor untuk
meningkatkan tahanan perifer dan meningkatkan kontraktilitas
jantung.
g. Apabila terjadi penurunan Ht dan shock belum teratasi hati hati
perdarahan. Berikan transfusi CRP.
h. Kapan diberikan transfusi darah ? apabila ada perdarahan klinis.
Berikan plasma segar dan trombosit.
55
Gambar. Tatalaksana Kasus Tersangka DBD
56
Gambar. Tatalaksana Kasus DBD derajat I dan derajat II tanpa hematokrit
57
Gambar. Tatalaksana Kasus DBD derajat II dengan Peningkatan Hematokrit ≥20%
58
Gambar. Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV
59
Kapan boleh pulang ?
High risk walau tidak ada warning sign maka disarankan mondok
a. Infant
b. Orang yang tua
c. Pasien dengan obesitas
d. Anak dengan datang perdarahan spontan
60
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
MORFOLOGI
61
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Cestoda tidak mempunyai rongga tubuh dan juga tidak mempunyai usus, namun
sistem pembuangan sisa metabolisme dan sistem syaraf telah dimiliki oleh
Cestoda. Segmen-segmen dari Cestoda ini tersusun dari atas ke bawah dimulai
62
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
dengan segmen imatur, matur kemudian gravid yang akan membentuk rangkaian
batang tubuh cacing yang disebut Strobila.
Telur bulat, berdinding tebal dengan garis radier atau tipis berisi embrio
heksakan/ oncosfer
Cestoda tidak mempunyai rongga tubuh dan juga tidak mempunyai usus,
namun sistem pembuangan sisa metabolisme dan sistem syaraf telah dimiliki
oleh Cestoda. Segmen-segmen dari Cestoda ini tersusun dari atas ke bawah
dimulai dengan segmen imatur, matur kemudian gravid yang akan
membentuk rangkaian batang tubuh cacing yang disebut Strobila.
SIKLUS HIDUP
– Kompleks : butuh Hospes Perantara (HP) dan Hospes Definitif (HD)
• Hospes definitif artinya jika manusia yang menjadi HD maka di dalam
tubuh manusia terdapat cacing dengan stadium dewasa karena parasit
berkembang biak secara seksual didalamnya.
• Hospes perantara merupakan hospes dimana parasit didalamnya
infektif dan siap ditularkan ke hospes lainnya. Pada manusia, dia bisa
menjadi HP maupun HD.
– Manusia :
63
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
• Hospes Definitif T. saginata, D. caninum, H. diminuta
• Hospes Definitif dan Hospes Perantara D. latum, T. solium, H. nana
Uterus disini masih lurus menunjukan bahwa uterusnya imatur atau belum
matang, jika uterusnya sudah masuk fase gravid maka uterusnya akan penuh terisi
oleh telur. Porus genitalis disini berfungsi untuk mengeluarkan telur cacing.
Sedangkan yolk glands berfungsi untuk memberi nutrisi pada organ-organ di
sekitarnya.
Telur yang tertelan hingga masuk ke usus akan terjadi pecahnya dinding telur
dan berkembang menjadi larva namun jika tidak ikut keluar dengan feces maka
akan terjadi evaginasi dan berkembang serta tumbuh di dalam usus hingga
menjadi cacing dewasa.
Telur C yang terdapat pada gambar bisa menembus dinding usus dan akan
mengikuti aliran darah hingga masuk ke organ lain diluar intestinal.
64
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Taeniidae (T. solium, T. saginata, E. granulosus)
Taenia solium
♥ Skolex dengan 4 batil isap dan memiliki rostelum berkait (ini yang
membuat dia bisa merusak usus). Rostelum merupakan bagian kepala
yang menonjol dan memiliki 2 deret kait.
♥ Identifikasi proglottid gravid dengan 7-13 cabang utama lateral
♥ Hospes perantaranya babi
65
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Taenia saginata
66
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Siklus Hidup T. solium
Fase pertama siklus hidup T. Solium yaitu adanya telur atau proglotid
gravid dalam feces dan menyebar di lingkungan, ini bisa menjadi tahap untuk
diagnosis melalui proglotid gravid dan bersifat infektif untuk telurnya.
Kemudian telur yang mengandung embrio (oncosfer) atau proglotid gravid
tersebut termakan oleh babi di dalam tubuh babi, oncosfer menembus usus
dan bersirkulasi dalam otot babi oncosfer berkembang menjadi sistiserkus
di dalam otot babi manusia yang memakan daging babi yang mengandung
sistiserkus tapi belum matang, maka manusia tersebut akan ikut terinfeksi
dari hospes perantara babi yang sudah terinfeksi terlebih dahulu. Dan jika
sistiserkus tersebut masuk ke intestinal manusia kemudian berkembang
menjadi cacing dewasa hingga memproduksi telur kembali yang dikeluarkan
melalui feces manusia tersebut, begitulah siklus hidup T. solium terus
berputar seperti itu.
Sistiserkosis terjadi jika sistiserkus dapat berkembang di beberapa organ
tubuh terutama di jaringan subkutaneus seperti otak dan mata.
67
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Siklus HidupT. saginata sama saja dengan siklus hidup T.solium, hanya saja
memiliki hospes perantara yang berbeda, jika pada T.solium adalah babi,
sedangkan pada T. saginata adalah sapi.
Pada babi bisa terjadi sistiserkosis sedangkan pada sapi tidak terjadi
sistiserkosis di tubuh manusia, yang menyebabkan sistiserkosis hanya T. solium.
Epidemiologi
• Menyebabkan sistiserkosis (larva yang ada di intestinal) dan taeniasis (adanya
cacing dewasa di usus) pada manusia
• Manusia dapat terinfeksi melalui :
– Telur cacing di feses (kontaminasi tanah/air) termakan
– Makan daging babi tidak matang yang mengandung sistiserkus
– Autoinfeksi
• Daerah endemik, berkaitan dengan:
– Kebiasaan makan daging babi setengah matang seperti di Irian Jaya.
– Sanitasi buruk kontaminasi bahan makanan melalui feses
• Di Seluruh dunia
68
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Distribusi Geografis Sistiserkosis
Klinis
a. Taeniasis
∞ Asimptom
69
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
∞ Iritasi ringan pada tempat perlekatan (gejala abdominal ringan :
abdominal discomfort, diare/konstipasi)
∞ Eosinofilia ringan
∞ Disebabkan oleh T. solium, T. saginata
jika qurban sapi kemudian di sate itu cukup berbahaya karena
khawatir ada cacing pitanya, namun daging sapi tidak lebih
berbahaya daripada daging babi.
b. Sistiserkosis
∞ Adanya larva (sistiserkus) di organ-organ
∞ Gejala tergantung organ yangg terkena (gangguan SSP, mata, muscular
pseudohipertrofi, dll)
Disebabkan oleh T. solium, menurut hasil penelitian telur cacing pada babi
oncosfernya mengandung enzim yang bisa menembus dinding usus.
70
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Parenkim: seizure, gangguan neurologis
∞ Mata: gangguan penglihatan
Larva di otot
Kalsifikasi tanpa gejala atau pseudohipertrofi (myositis, demam, eosinofilia).
Larva yang masih hidup reaksi radangnya tidak sehebat ketika larva sudah
mati, karena ketika larva sudah mati maka ia akan mengeluarkan substansi
antigenik.
Larva mati Gejala klinis lebih berat
∞ Mengeluarkan substansi antigenik dari parasit yang mati
∞ Terhentinya immunosupresi Reaksi inflamasi
Eosinofil , aktivitas limfosit , efek sitotoksis meningkat
Diagnosis Sistiserkosis
1. SC Pembedahan nodul ;
2. Otot Radiografi tampak sistiserkus; (sistiserkus banyak: rasemosa)
3. Mata Tampak sistiserkus
4. Serologis Gejala gangguan neurologis dengan sistiserkus di tempat lain
71
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Pengobatan/Treatment
♥ Cacing dewasa :
• Praziquantel dosis tunggal 5-10 mg/kg BB (pilihan);
• Niklosamid dosis tunggal 2 g (dws), 1,5 g (anak > 34 kg), 1 g (anak 11-
34 kg)
• Pengobatan segera setelah diagnosis ditegakkan (autoinfeksi!)
♥ Sistiserkosis :
• Sistiserkosis mata pembedahan.
• Sistiserkosis kulit / otot praziquantel; metrifonat
• Sistiserkosis otak (rasemosa) praziquantel, antikonvulsan,
corticosteroids, pembedahan pd kasus-kasus tertentu. Albendazole 15
mg/kg BB untuk 8 hari (max 800mg/hri)
Pencegahan
♥ Waspada thd cara-cara infeksi
• Menjaga sanitasi dan personal hygiene
• Tidak makan sayuran mentah dengan pupuk limbah
• Memasak daging babi dan produk lain
o Freezer -5oC 4 hari; -15oC 3 hari; -24oC 1 hari efektif.
o Pemanasan > 65oC efektif;
o Pengasaman / garam tidak efektif
72
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Echinococcus granulosus
Echinococcusgranulosusmerupakan cacing pita yang paling sederhana, paling
simpel karena memiliki proglotid hanya 3, yaitu: imatur, matur dan gravid.
Memiliki hospes definitif pada anjing dengan menelan cista dan masuk ke
dalam organ, sedangkan hospes perantara atau intermediate pada kambing,
domba atau babi dengan menelan telur dan dikeluarkan kembali melalui
73
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
feces. Siklus pada anjing jika anjing makan daging mentah dari hewan lain
yang terinfeksi kemudian manusia terinfeksi dari makan telur cacing yang
terdapat dalam feces anjing tersebut melalui kontaminasi makanan. Manusia
sebenarnya bukan hospes alamiah jadi hanya sebatas terdapat larva dan
diluar intestinal, larvanya bernama hidatida. Manusia bisa juga sebagai
hospes perantara (hydatid disease).Ada 3 spesies yang mengifeksi manusia
(E. granulosus, E. multilokularis, dan E. vogelli).
Epidemiologi
Hidatidosis
• Infeksi melalui tertelannya telur cacing di feses anjing atau Canidae lain.
• Larva ada di dalam jaringan
• 60% di hepar, 20% di paru-paru, 3 % di otak (Multiceps (senurosis) lebih
sering di otak)
• Gejala: tergantung lokasi
– desakan sista yang membesar (seperti tumor)
– reaksi alergi cairan yang keluar
• Pengobatan:
– Tindakan bedah (tidak dianjurkan untuk E. multilokularis), mebendazole,
prazikuantel
74
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
SISTA HIDATIDA
75
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Patogenesis
♥ Telur termakan menetas : onkosfere penetrasi mukosa usus secara
hematogenous menyerang jaringan / organ lain terutama hepar
kemudian berkembang dan membentuk sista berdinding epithel germinatif
yang mampu menghasilkan protoscolices (calon skoleks) dan diselubungi
membran nonseluler sista hidatida.
♥ Bentuk dan perkembangan sista dari ketiga spesies berbeda
♥ Sista hidatida menyebabkan nekrosis jaringan sekitar.
Gejala Klinis
♥ Tergantung lokasi sista.
♥ Biasanya asimtom kecuali bila berukuran cukup besar
o hepar ruptur duktus biliverus atau pembuluh darah kecil
o paru batuk, nafas pendek atau nyeri dada;
o otak gangguan serius
♥ Sista hidatida pecah karena trauma atau bedah
o syok anafilaktik
o menyebar ke organ lain dan terbentuk sista baru.
Diagnosis
♥ Kasus asimptom secara tidak sengaja diketahui dari radiografi
o USG
o CT scan
♥ Setelah pembedahan
o Pemeriksaan cairan hidatida
76
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
♥ Serologis
o Reaksi silang dengan sistiserkosis dan sparganosis
Diphyllobothrium latum
nah untuk morfologi lebih jelasnya, buka lagi yuk memori praktikumnya.
Penyakit :
PENULARAN
77
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Diphyllobothriasis
Gejala Klinis :
• Asimptom
• Gejala gangguan perut non spesifik
• Berat: defisiensi B12 (jarang)
Terapi :
Prazikuantel dosis tunggal 5-10 mg/kg BB (95% sembuh)
Diagnosis :
– Pemeriksaan feses : proglottid gravid/ telur
78
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Sparganosis
Penularan
Sparganosis terjadi
melalui 3 cara :
– minum
air terkontaminasi
copepods
mengandung
procercoid
Larva menembus
dinding usus dan
migrasi ke otot atau
subkutan dan
berkembang menjadi
larva Sparganum
– makan daging kurang matang (babi, ular) yang terinfeksi
pleroserkoid. Larva plerocercoid (sparganum) di usus
meninggalkan usus melalui dinding usus ke jaringan
berkembang ke bentuk sparganum.
– menapelkan daging katak atau ular yang mengandung pleroserkoid
pada luka terbuka atau konjungtiva untuk pengobatan.
Gejala Klinis :
• Tergantung jaringan yg terkena:
dinding usus, payudara, skrotum, epididymis, ureter, kantung
kemih, rongga perut, jantung, paru-paru, otak, subcutan atau mata.
• Stadium awal (migrasi) asimtomatik,
• Di tempat akhir radang di jaringan sekitar. Contoh:
Ocular sparganosis : radang berat dengan edema periorbital
kebutaan.
Cerebral sparganosis : gangguan CNS. Proliferative
sparganosis (S. proliferum) : tumor pada sc di leher menyebar
ke seluruh tubuh. Dapat berlangsung 5-25 tahun dan biasanya
fatal.
79
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Diagnosis
– Identifikasi cacing setelah pengambilan
– Lokasi di SC: keluhan nyeri di lokasi cacing
– CT scan dan MRI
Terapi
DAERAH ENDEMIK :
80
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
PREVENSI
• Dilarang minum air mentah yang mungkin mengandung copepods
• Penyediaan air bersih.
• Pencegahan penggunaan hewan yang potensial terinfeksi untuk
pengobatan.
81
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Hymenolepis nana
Intinya tidak ada hospes perantara. Telurnya dapat bersifat infeksius. Jadi telur
yang anget-anget keluar bersama feses kalo ketelen dapat menginfeksi lagi.
• EPIDEMIOLOGI
82
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
1. Hymenolepis diminuta
Kalo ini sama dengan mayoritas lain membutuhkan hospes perantara untuk
perkembangan aseksualnya.
83
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Dipylidium caninum
Merupakan parasit pada anjing-kucing, tersebar di seluruh dunia, pinjal sebagai
hospes perantara. Hidupnya tergantung pada keberadaan pinjal dan anjing-
kucing, kemampuan survive di luar tubuh sambil menunggu ditelan oleh pinjal.
MORFOLOGI
• Dipylidium caninum dewasa
Ciri khas : memiliki porus genital (PG) pada kedua sisi (bilateral)
-PG-
84
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Epidemiologi:
– Terbanyak terjadi pada anak-anak, termasuk bayi.
– Pola infeksi : kemungkinan melalui kontak antara anak-anak dengan hewan
peliharaan yang mengandung pinjal (menelan pinjal anjing/ kucing)
Gejala Klinis:
Asimtomatik - nyeri abdomen, diare, iritabilitas dan pruritus ani.
Treatment – Pengendalian:
o Praziquantel: single dose 5-10 mg/kg BB, Niklosamide
o Pengobatan cacing dan kontrol pinjal pada anjing-kucing secara periodik.
85
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Cestoda
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Latihan Soal
1. Seorang pria 25 tahun mengalami kejang secara mendadak. Kejang
dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan serupa di keluarga dielakkan
oleh ibu pasien. Namun, ia mengaku anaknya penghobi makan daging
setengah matang. Kemungkinan diagnosis pasien adalah...
A. Taeniasis
B. Dipilidiasis
C. Dipilobotriasis
D. Hidatidasis
2. Kasus nomor 1. Setelah dokter melakukan pemeriksaan lebih lanjut,
didapatkan hasil: Larva Sistiserkus, bentukan cacing memiliki 4
penghisap berbentuk globular, uterus proglotid cabang lateral.
Berdasarkan identifikasi di atas, spesies cacing apa yang menyerang
pasien?
A. Taenia solium
B. Taenia saginata
C. Ehinococcus granulosa
D. Haeminelopis nana
86
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
87
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
Indonesia merupakan urutan
ketiga peringkat dunia yang masih
berkutat dengan Lepra dari data yang
diambil dari tahun 2012.
Bakteri ini tidak dapat tumbuh secara in vitro tidak dapat juga dibiakkan pada
media buatan dan kultur jaringan, tetapi dapat tumbuh pada mencit yang sudah
dikuliti atau yang paling baik dalam armadillo yang memiliki 9 pita.
Sifatnya yang tahan asam dikarenakan si bakteri mengandung piridin,
mengoksidasi D-dopa, invasi dan tumbuh pada saraf perifer, serta mengandung
antigenik stabil. Mycobacterium lepra berkembang biak dengan cara binary fusion, dari
1 membelah menjadi 2, dari 2 menjadi 4, lalu dari 4 menjadi 16, begitu seterusnya.
Waktu yang diperlukan untuk membelah diri sekitar 13-15 hari, kemudian
dilanjutkan masa inkubasi selama 5-7 tahun.
88
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
Taksonomi M. Leprae
Gejala klinis :
• Lesi kulit, bersifat anastetik pada
akhir spectrum tuberkuloid.
• Saraf perifer menebal
• Basil yang tahan asam pada skin
smear atau biopsi
• Tahan asam merupakan
pertahanan Mycobacteria yang
mana resisten terhadap
dekolorisasi oleh asam saat
pengecetan.
• Ini adalah alat tes diagnosis yang
sangat berguna untuk M.
tuberculosis dan M. lepra
Gejala-gejala
89
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
Immunology
• Tuberculoid leprosy (Lepra Tuberkuloid)
Tuberculoid leprosy ini bersifat Reaktif yang bermakna bahwa pasien punya
respon yang baik terhadap kumannya. Begitu ada kuman, maka si
limfosit akan langsung menyerang. Daya tahan yang berperang adalah
Imunistas seluler. Skin testnya memberi hasil positif kuat. Pada TL ini
juga mempunyai respon pada T-helper 1 yang memproduksi interleukin-
2 dan interferons-γ. Pada T helper 1 akan menghasilkan IL 2 dan
interferon gamma, namun dengan kuatnya ini justru akan lebih mudah
menyebabkan kerusakan lokal.
• Lepromatous leprosy
Lepromatous leprosy, dia bersifat Anergik yang berarti bahwa daya tahannya
atau imunnya lemah. Didalamnya yang berperan yaitu Imunitas humoral,
jadi terkesan tidak baik untuk daya tahan, karena seharusnya yang
berperan adalah imunitas seluler.
Seharusnya T helper 1 menghasilkan sitokin, tapi kalo disini malah T
helper 2 yang menghasilkan, sehingga hasilnya kurang bagus.
Gambaran sebelah
kanan menunjukan
imunitasnya dan sebelah kiri
menunjukan jumlah
kumannya. Nah yang dibawah
itu jenis dari lepra nya sendiri.
Ada LL, BL, BT dan TT. Jadi,
semakin ke kiri semakin
banyak kumannya misalnya di
gambar tersebut yang paling
kiri yaitu jenis LL
(lepromatosa).
Sedangkan semakin ke kanan makin banyak imunnya (pada jenis TT) sebaliknya
makin ke LL imun seluler semakin negatif. Pada bentuk TT disebut pause basiler
karena sedikit bahkan tidak ditemukan bakteri pada pemeriksaan darah/semirnya,
kumannya negatif, sedangkan pada yang LL kumannya sangat banyak.
90
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
Klasifikasi
Klasifikasi ini dari WHO yang telah diupgrade sampai 1993, yang
tujuannya adalah untuk pengklasifikasian pengobatan. Untuk gambaran klinis dari
lesinya bisa merupakan makula flat (makul/nodul yang datar), papul, maupun
nodul.
• Pada Paucibasiler jumlah lesinya berkisar 1-5 buah, distribusinya asimetris,
kehilangan sensasi tetapi dengan batas yang jelas, jika dihitung dengan
indeks bakteri didapatkan hasil < 2 pada semua tempat yang di cat dengan
giemsa, maka terapinya disesuaikan dengan pedoman paucibasiler.
• Jumlah lesi berkisar lebih dari 5, distribusinya simetris, bisa didapatkan atau
tidak kehilangansensasinya. Indeks bakterinya > 2 pada setiap lesi yang kita
cat. Dan terapinya disesuaikandengan pedoman multibasiler.
91
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
Transmisi
• Transmisinya melalui saluran napas, yang nantinya akan mengeluarkan basil
lewat hidungke orang yang sehat.
• M. Lepra ini mekanisme pastinya masih belum diketahui, dan didapatkan
bahwa hanya manusia lah yang kena. Yang merupakan faktor resikonya yaitu
anak-anak, orang yang tinggal di daerah endemik (Kalimantan selatan,
Sulawesi selatan, Klater, Purworeji, dll), termasuk orang dengan imunitas
menurun seperti orang dengan HIV
• Penularannya bisa melalui kontak antara kulit dengan kulit tapi dalam durasi
yang lama
• Bisa juga melalui kulit, vektor nyamuk, alat2 tatto, dll
• Perlu diketahui bahwa menyusui dan transplacenta tidak menularkan
penyakit ini jadibelum tentu anaknya terkena lepra meskipun ibunya
mempunyai lepra.
Inkubasi
Inkubasinya cukup lama sekitar 2-40 tahun jadi jarang ditemukan pada
bayi. Rata-rata yangterkena kusta adalah di usia 3-5 tahun. Masa hidup dari kusta
itu selama 12 hari.
Infeksius : MH ini sangat infeksius tetapi dia punya patogenitas yang
rendah jadi sebenarnya tidakmudah terkena penyakit ini. Jika kita kontak dengan
pasien lepra, hanya 5-12 persen kemungkinankita mendapatkan gejala, semua
kembali lagi kepada imunitas seseorang lagi. Individu yang immunocompromised
lebih rentan terhadap penyakit jika terkena bakteri ini.
92
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
Virulensi
Virulensi MH ini bisa dilihat dari
dinding si lepra yang mengandung PGL-1
(phenolic–glikolipid), ini bisa dideteksi secara
selorogik. MH juga mempunyai trisakarida
yang unik, dia akan mengikat pada dinding
sel saraf yang bernama schwan, lewat ikatan
trisakarida tadi.
*Orang dengan Imunokompremis lebih rentan
terkena penyakit ini
Jenis-jenis Lepra
• Pemeriksaan dengan Skin Smear dari apusan kulit didapatkan kuman AFB
nya negatif
• Test leprominnya positif kuat, menunjukan imunitasnya.
93
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
Borderline Tuberculoid (BT)
• Sudah ada 4 atau lebih lesinya
• Distribusinya masih asimetris
• Bisa makul atau papul
• Ada pembesaran saraf
• Dia hipoestesi, batasnya ragu-ragu. Namun saat
ditusuk dengan jarum baru kita bias
membedakannya.
• SS (skin smear) mungkin postif mungkin tidak.
• Lepromin testnya positif lemah.
94
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
Borderline Lepromatous (BL)
• Awalnya didapatkan beberapa makula
• Bentuknya bervarisi cepat menyebar
keseluruh tubuh disertai papel dan
nodus yang tegas dengan distribusi
simetris
• Bagian tengah sering lebih cekung
dibandingkan bagian pinggirnya
• Ditemukan plak punch out lession
95
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
Salah satu ciri klinis dari M. Leprae yaitu adanya perbesaran saraf, paling
mudah diliat di nervus aurikularis magnus. Caranya dengan meminta pasien untuk
menoleh ke pinggir maksimal.Liat perbesarannya yang melintang. Saraf mana aja
yang bisa teraba?
N. Aurikularis Magnum, N. Medial, N. Cervikal, N. Radial, N Ulnar, N. Lateral
Poplitea, dan N. Tibia Posterior.
96
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
5. Posterior Tibia
Pada Posterior tibia, anestesi
terdapat pada telapak kaki, jari-
jarinya seperti mencengkram, ada
kekeringan pada telapak kaki juga.
97
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
Hilangnya sensori bisa menyebabkan mudahnya terjadi infeksi sekunder dan deformitas berat.
98
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
99
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
Keterangan:
Terdapat 1 lesi di kulit SLPB (Single Lesion Paucibacillary ) Leprosy
Terdapat 2-5 lesi di kulit Paucibacillary Leprosy
Terdapat > 5 lesi di kulit Multibacillary Leperosy
Diagnosis secara klinis dengan mencari tanda-tanda lepra dan didukung oleh
penggunaanacid-fast bacilli smearatau biopsi kulit. Namun hal tersebut juga
bergantung padapemeriksaan histopatologis.Dokter biasanya mencari tanda
anestesi pada lesi kulit, penebalan sarafperifer, dan sensitivitas terhadap nyeri.
100
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan:
a. Inspeksi seluruh permukaan tubuh (kulit).
b. Palpasi pada saraf-saraf superfisial (yang sering terlibat):
1) N. Ulnaris: raba pada dorsal epicondilus medial
2) N. Auricularis magnus: raba pada sisi lateral leher pada m.
sternocleidomuastoideus
3) N. Poplitea lateral: raba di fossa poplitea bagian lateral
4) N. Radialis cabang dorsal: raba lengan atas bagian lateral
Tambahan saraf lain yang bisa diperiksa juga..
- N. Facialis: raba bagian pelipis
- N. Peroneus lateral: raba dorsal capitulum fibulae
- N. Tibialis posterior: raba dorsal maleolus medialis
c. Lakukan tes:
Penurunan sensasi: panas, dingin, nyeri, sentuhan. Gunakan air hangat, air
es, jarum, dan ujung kapas.Pasien diminta untuk menutup mata saat
pemeriksaan.
Palpasi Saraf
101
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
102
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
Indeks Bakteri
103
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
Keterangan:
BI = Bacteri Index
BI 1+ jika ditemukan 1-10 basili/100 Lapang Pandang dengan perbesaran
100x
BI 2+ jika ditemukan 1-10 basili/10 Lapang Pandang dengan perbesaran
100x
BI 3+ jika ditemukan 1-10 basili/1 Lapang Pandang dengan perbesaran 25x
BI 4+ jika ditemukan 10-100 basili/1 Lapang Pandang dengan perbesaran
25x
BI 5+ jika ditemukan 100-1000 basili/1 Lapang Pandang dengan
perbesaran 25x
BI 6+ jika ditemukan >1000 basili/1 Lapang Pandang dengan perbesaran
25x
Pembacaan Smear
104
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
Terus gimana untuk penatalaksanaan Kusta?
- Obat lini pertama: rifampisin, dapson, dan clofazimin.
- WHO merekomendasikan jika pasien setelah dites acid-fast skin smear memiliki
hasil positif, maka harus diterapi regimen MB (rifampisin, dapson, dan
clofazimin).
- Jumlah bakteri pada pasien menentukan lamanya pengobatan (6-24 bulan).
- Pasien biasanya dapat membaik dengan cepat dan efek samping yang minimal.
- Obat lini kedua: ofloxacin dan minocyclin (digunakan jika ada resisten
terhadap obat linipertama) atau ROM (Rifampisin-Ofloxacin-Minocyclin).
- Multidrug therapy dapat meminimalisir terjadinya resisten karena sejak 1960-an
terjadipeningkatan resisten terhadap dapson.
105
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
106
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
1941: Penemuan Dapson
• Target:dihydropteroate synthase (DHPS)
• Menghambat sintesis asam nukleat
Clofazimine:anti-inflamasi
107
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
108
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
terjadi pada areadi sekitar lokalisasi M. leprae. Lesi kulit eritem muncul dan
saraf perifer menjadi nyeri dan sakit. Kehilanganfungsi saraf dapat terjadi
secara mendadak (contohnya: foot-drop, wrist-drop).
B. Reaksi Tipe 2: terjadi pada reaksi borderline lepromatous dan
lepromatous ,erythema nodusum leprosum (ENL) dihasilkan dari deposisi
kompleks imun. Beda dengan tipe 1, kalo tipe 2 karena reaksi imun humoral.
Gejala utama berupa malaise, demam, nodul berwarna pink pada wajah dan
anggota badan muncul secara bersamaan, berupa ENL yang dapat menetap
selama bertahun-tahun.
Prosedur menejemen meliputi: mengendalikan peradangan dan nyeri,
mengobati neuritis, danmenghentikan kerusakan yang terjadi pada mata.
109
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Leprosy
dr. Rikyanto, Sp.KK
15 mg/hari untuk minggu ke-7 dan 8
10 mg/hari untuk minggu ke-9 dan 10 100 mg 1x sehari selama 4 minggu
5 mg/hari untuk minggu ke-11 dan 12
Pada neuritis, beri terapi dengan Harus dipertahankan lebih dari 4
prednisolone 20 mg seterusnya minggu
Alhamdulillah
110
Wisnu Aisyah – Alika, Ulin
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
Pendekatan Laboratorium
Penyakit Tropis
dr. Suryanto, Sp.KK., M.Kes.
Hai cems, materi kali ini lumayan banyaklah yaa dan diwaktu-waktu untuk tidur
lagi yaa, tapi ini penting looh untuk kita nanti apalagi udah taun depan mau koas,
karna dari data data inilah kalian bisa menegakkan diagnosis pasien. Jadi,
semangaaat yaaahhh
DHF
1. Peran pemeriksaan lab. dalam tatalaksana DHF
Pendahuluan
Infeksi dengue pada manusia gambaran klinis bervariasi dari ringan
(silent dengue dengue fever) sampai klinis berat yaitu DBD (dengue
haemorrhagic fever) dan DBD disertai syok (Dengue Shock Syndrome).
Resiko kematian pada DSS 6 kali lebih tinggi pada DBD tanpa syok.
Diperkirakan bila terdapat 1 kasus DBD yang di rawatdi RS maka
dijumpai 150 – 200 kasus dengue ringan di masyarakat.
Patofisiologi dan pathogenesis
Virus dengue : genus Flavivirus dari famili Flaviviridae, yang
mempunyai 4 serotipe (Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4). Den-2 dan
Den-3 serotipe dominan, dan serotipe Den-3 berkaitan dengan kasus
yang berat.
Timbulnya DSS berkaitan dengan serangan yang ke-dua (infeksi
sekunder) oleh serotipe virus yang berbeda dari serangan pertama. re-
111
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
112
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
113
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
114
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
115
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
116
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
117
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
Tifoid
Pendahuluan
Gejala demam tifoid yaitu demam yang lebih dari 6/7 hari yang
biasanya demam itu menjelang sore hari. Gejala lainnya ialah pada
lidahnya yaitu tepi nya hiperemis dan tengahnya kotor karena lidahnya
jarang untuk dipakai membalikan makanan karna demam tifoid
menurunkan nafsu makan, lidahnya tremor dapat ditujukan dengan
menjulurkan lidah. nyeri ulu hati juga merupakan gejala dari demam
tifoid.
Penularan demam tifoid itu melalui makanan, nah untuk yang
makannya ga abis dan disimpen terus biar awet dan hemat bisa nih
terkena tifoid karna makanan yang sering dihangatkan berkali-kali dapat
tumbuh jamur yang bahaya, jadi kalo makan dihabiskan yaah jangan
disisakan untuk besok-besok :D
Pemeriksaan paling mudah itu dengan uji widal namun ujii
widal itu sensitive dan spesifitasnya kurang dari 8%. Dilakukan test widal
itu saat demam hari ke 6 karna toksin baru muncul pada hari ke 6.
Pemeriksaan penunjang laboratorium klinik : cepat & tepat,
angka kesakitan, biaya kesehatan & infeksi nosokomial. Diagnosis
demam tifoid sebelumnya lebih lama (perbeníhan /kultur) cara cepat
menggunakan tata sero-imonologis.
Faktor sero-imunologis :
• R/antibiótika
118
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
Patogenesis
119
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
120
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
Isolasi Kuman
• Angka keberhasilan cara ini rendah yang disebabkan:
- Pemberian antibiotik
- Waktu pengambilan yang tidak tepat (> 2 kali dengan jarak 1
jam), minggu ke 1 positip 80-90%, mgg ke 3 : 20-25% dan
mgg ke 4: 10-15%.
- Volume darah yang kurang atau bahan darah yang terlanjur
dibiarkan menggumpal.(dewasa 10-15 ml, anak 2-4 ml)
Pemeriksaan biakan (kultur) darah
• > 103 CFU/cmm( di bawah angka tersebut biakan tidak dapat
tumbuh).
• Keuntungan :S.typhi memastikan diagnosis
• R/Antibiotika tumbuh (-)
• > minggu I tumbuh (-)
Pemeriksaan biakan (kultur) sumsum tulang
• diagnosis pasti demam tifoid.
• Keuntungan << pengaruh antibiotika,
• Kepekaan biakan (kultur) sumsum tulang 96 % ,
• Kerugian cara ini ialah karena terlalu mengganggu (invasif)
Pemeriksaan biakan (kultur) air kemih (urine),tinja
• Setelah 2 minggu dia demam
• Orang sakit (penderita) : untuk diagnosis
121
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
• Uji widal dipakai sejak tahun 1896 oleh Felix Widal, dengan
prinsip terjadi reaksi aglutinasi antara antigen S.typhi dengan
aglutinin penderita (penentuan kadar aglutinasi antibodi terhadap
antigen O (somatik) dan H(flagel) S.typhi.
• Kadar aglutinin diukur dengan menggunakan pengenceran
serum berulang dalam dua cara (tabung inkubasi semalam
dan slide inkubasi 5-30 menit)
• Antibodi O meningkat hari 6-8 dan antibodi H hari ke 10-12,
• Yang harus diperhatikan adalah titer O nya karna jika titer O
nya meningkat maka itu infeksi tifoid, kalo H nya meningkat
maka itu merupakan re-infeksi.
• Keuntungan penentuan Antibodi
- Cepat
- Hasil berarti untuk daerah nonendemik dan anak
- Metode menentukan kepekaan (sensitivitas) dan kekhasan
(spesifitas)
• Kelemahan penentuan Antibodi
122
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
123
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
124
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
125
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
126
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
127
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
128
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
129
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
130
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
131
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
132
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
133
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
134
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
Gambar di atas menjelaskan tentang proses penularan virus TB, yaitu lewat
pernafasan atau tertelan.
135
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
136
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
137
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
• Pembuatan Sediaan
1. Penomoran Sediaan
Tulis pada bagian frosted
Kode : XX / YY / ZZZ . A (sesuai tata cara penomoran
sediaan)
2. Apusan Dahak
Ambil sampel dahak pada bagian yang purulen dengan lidi.
Sebarkan secara spiral kecil-kecil dahak pada permukaan kaca
sediaan dengan ukuran 2 x 3 cm.
3. Pengeringan
Keringkan pada temperatur kamar.
Masukkan lidi bekas ke dalam wadah berisi desinfektan.
4. Fiksasi
Dengan pinset sediaan kaca dijepit dan fiksasi 2-3 kali melewati
api bunsen/LPG.
Pastikan apusan menghadap ke atas
138
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
Pewarnaan
1. Atur sediaan diatas rak jangan
terlalu rapat, buat jarak
139
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
140
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
((Buruk))
Skala IUATLD
a. Negatif : Tidak ditemukan BTA minimal dalam 100 lapang pandang
b. Scanty : 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang
(Tuliskan jml BTA yang ditemukan)
c. 1+ : 10 – 99 BTA dlm 100 lapang pandang
d. 2+ : 1 – 10 BTA setiap 1 lapang pandang
(periksa minimal 50 lapang pandang)
e. 3+
(periksa minimal 20 lapang pandang)
141
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
2. Catat hasil pemeriksaan pada Register Lab (TB 04) dan beri nomor
register lab
3. Catat hasil pemeriksaan pada Form TB 05
4. Beri tanggal dan tandatangani Form TB 05
142
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
143
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
144
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
Pemeriksaan Laboratorium
a) Metoda Konvensional
Pemeriksaan mikroskopik dengan sediaan darah tepi dapat
dipakai untuk menetapkan spesies, stadium perkembangan parasit,
dan derajat infeksi. Teknik ini murah, tetapi perlu tenaga terlatih
untuk pemeriksaan darah dengan menggunakan mikroskop.
Pemeriksaan yang dilakukan pada saat penderita demam atau panas
dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit
b) Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal.
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria
karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah
tipis. Sekaligus juga untuk identifikasi jenis plasmodium.
c) Pemeriksaan sediaan darah tipis
Secara rutin, sediaan darah tipis dipakai untuk identifikasi
spesifik parasit, meskipun jumlah organisme per lapangan pandang
sangat kurang dibandingkan dengan sediaan darah tebal. Sediaan
darah tipis dibuat secara benar seperti pada hitung jenis
(defferential count)
d) Metoda Quantitative Buffy Coat (QBC)
Metoda ini diperkenalkan pada tahun 1983 dan dinyatakan
sepuluh kali lipat lebih sensitive dibandingkan dengan pemeriksaan
konvensional. Sistim ini didasarkan pada pewarnaan DNA dan RNA
parasit oleh acridine orange dan diperiksa dengan mikroskop
145
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
146
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
147
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
148
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Pendekatan Laboratorium Penyakit Tropis
149
Wisnu Irfan – Latifa, Novi
Diphteria
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
Diphteria
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
Assalamualaikum guys. Ini materi prof termesra yang selalu bawa istrinya ke
kampus. Hihi. Selamat membaca.
Diphteria berasal dari Bahasa latin dipthera yang artinya kulit tersembunyi.
Penyakit ini pertama kali dikenalkan oleh Hippocrates pada abad ke 5 SM. Dan
epidemiknya dijelaskan pada abad ke-6.
Corynebacterium diphteriae
Merupakan bakteri batang aerob gram positif. Bentuk khas bakteri ini adalah
menggelembung tidak teratur pada salah satu ujungnya yang akan menyebabkan
gambaran club shaped atau penampakan seperti korek api.
Pada media agar, koloni C.diphteriae kecil, granuler, dan berwarna abu-abu dengan
tepi tak teratur dan bisa ditemukan adanya zona hemolysis yang sempit. Bakteri
ini merupakan bakteri aerob dengan kandungan guanine dan sitosin yang tinggi
dan bentuk irregular.
Produksi toksin hanya terjadi ketika C.diphteriae terinfeksi oleh virus (phage) yang
membawa gena tox. Gena tox ini merupakan toxin yang berbahaya. Jika terisolasi,
maka harus dibedakan dari normal diphterioid. Btw, diphteroid merupakan basil
seperti bakteri diphtheria tapi sebenarnya bukan bakteri diphtheria.
Clinical Features
150
Wisnu Fauzan, Zhara
Diphteria
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
Komplikasi
1. Kebanyakan disebabkan oleh toksin
2. Tingkat keparahan umumnya terkait dengan luasnya penyakit lokal
3. Kebanyakan komplikasi umum adalah myocarditis dan neuritis
4. Kematian terjadi pada 5-10% pada penyakit pernapasan.
151
Wisnu Fauzan, Zhara
Diphteria
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
Anti toksin ini diproduksi dari kuda. Pertama kali digunakan di Amerika Serikat
pada tahun 1891. Toksin ini hanya digunakan untuk terapi difteri, namun tidak
bisa untuk terapi lainnya karena spesifisitasnya yang tinggi. Bakteri difteri yang
meninfeksi tubuh manusia mengeluarkan toksin dan membahayakan organ vital
seperti jantung, hepar, cerebral sehingga antitoksin harus segera diberikan
sebelum menyebab ke berbagai organ dan menyebabkan kerusakan organ.
Epidemiologi
Manusia merupakan reservoir dari infeksi difteri. Penyebaran penyakit ini melalui
udara/droplet nuclei, selain itu bisa melalui kulit dan kutu tapi sangat jarang.
Berdasarkan waktu penyebarannya yaitu pada musim dingin dan musim semi.
Biasanya penularannya terjadi beberapa minggu tanpa antibiotic.
152
Wisnu Fauzan, Zhara
Diphteria
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
153
Wisnu Fauzan, Zhara
Diphteria
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
Pencegahan
DTaP dan DT anak digunakan pada usia 6 tahun. TD dewasa untuk anak usia 7
tahun dan lebih cepat dari itu. Tdap untuk usia 10-18 tahun (Boostrix) atau 11-64
(dewasa).
Diphteria Toxoid
Merupakan toksin difteri dari formalin inaktif. Jadwal pemberian 3-4 dosis +
booster setiap 10 tahun sekali. Efikasinya sekitar 95%, durasi kira-kira 10 tahun.
Harus bersamaan dengan vaksin tetanus lainnya seperti DTaP, DT, Td, atau
TDaP.
Anak yang mendapatkan DT, maka harus dilengkapi kasus tergantung usia anak
pada saat dosis pertama, yaitu:
a. Jika dosis pertama diberikan <12 bulan, 4 dosis rekomendasinya
b. Jika dosis pertama > 12 bulan, 3 dosis utamanya.
154
Wisnu Fauzan, Zhara
Diphteria
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
Dosis Booster
a. Usia 4-6 tahun sebelum masuk sekolah
b. 11-12 tahun, jika 5 tahun sejak dosis terakhir (TDaP)
c. Setiap 10 tahun setelah ini (Td)
Jadwal Rutin Td pada anak usia > 7 tahun yang belum tervaksinasi
Dosis Interval
Primary 1 -
Primary 2 4 minggu
Primary 3 6-12 bulan
Dosis Booster tiap 10 tahun
*ACIP merekomendasikan salah satu dari dosis diatas diadministrasikan sebagai
Tdap.
_Alhamdulillah_
155
Wisnu Fauzan, Zhara
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
156
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Sekarang dua clade P. Ovale telah muncul dan sama bedanya dengan
spesies lain
Malaria pada monyet sangat erat kaitannya dengan P. Vivax
P. Inui telah lama dianggap sebagai P. Malariae karena pola demam yang
quartan
Monyet P. Brazilianum dekat atau identik dengan P. Malariae
- Jadi zoonosis dari hutan hujan Amazon ini menginvasi manusia juga
- Dan P. Knowlesi menginfeksi manusia. Dalam periode 2 tahun
dengan tidak ada parasit malaria lainnya, lebih dari 100 kasus infeksi
P. Knowlesi terjadi di Borneo Malaysia. Kemudian hal tersebut
terjadi juga di Thailand.
157
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Indonesia mentargetkan tahun 2030 Indonesia bebas malaria dengan cara
mengeliminasi vector malaria
Malaria yang resisten klorokuin muncul dan muncul kembali pada tahun 1980
dan 1990
Pada zaman ini resistensi terhadap klorokuin sangat tinggi dan untuk itu
pasien malaria diobati dengan diberikan ACT.
Sedangkan obat malaria yang paling aman untuk ibu hamil adalah
klorokuin, namun manajemen dengan cara dijaga kondisi ibunya, dijaga
status gizi dan dijaga untuk tidak anemia. Setelah bayi lahir obati ibu
dengan klorokuin
Reintroduksi Malaria
Korea: Malaria dibasmi tahun 1960
Kasus P. Vivax sepanjang perbatasan
Gen cocok dengan strain Cina
Cape Verde off W Africa coast
P. falciparum di Santiago telah dibasmi tapi baru diperkenalkan pada
tahun 1955
40% dari penduduk menjadi terinfeksi dari satu orang yang
memperkenalkannya. Hal ini ditunjukan dengan analisis DNA.
Australia wabah P. vivax menginfeksi antara 10 orang di sebuah
perkemahan dari orang yang
pernah berada di Indonesia
Eropa dan USA
158
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Resistensi ini menyebar ke seluruh Afrika. Sehingga anak-anak dapat
mengalami episode berulang dari malaria. Bertahun-tahun tidak ada
obat yang efektif dan murah untuk mengobati daerah endemic.
TRANSMISI MALARIA
Transmisi nyamuk terseringnya melalui:
1. Kasus transmigrasi Negara
2. Bisa juga karena asosiasi lain yang tidak umum, seperti :
a. Kongenital
b. Transfusi darah: apabila terdapat skizon dalam darah
c. Transplantasi organ
d. Transmisi nyamuk lokal di sekitar bandara
SIKLUS HIDUP
Siklus hidup malaria terdapat pada manusia (aseksual) dan nyamuk Anopheles
betina (seksual)
A. Pada manusia (ASEKSUAL) 8-25 hari
1. Stadium eksoeritrositic/praeritrosit/intrahepatik
Nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi parasite malaria menggigit
manusia tahap infektif
Sporozoit ikut keluar dari kelenjar ludah nyamuk dan masuk ke dalam
sirkulasi darah. Sporozoit akan mencapai hepar dalam waktu 45 menit.
Di dalam sel hepar sporozoit bermultiplikasi dan berkembang menjadi
skizon hepar. Skizon dapat menampung beberapa merozoit.
Skizogoni akan pecah dan mengeluarkan merozoit hepar. Proses ini
memerlukan waktu 1-2 minggu
Pada P. Vivax dan P.Ovale tidak semua sporozoit akan menjadi skizon,
tapi bisa juga menjadi hipnozoit. Apabila imun seseorang menurun
hipnozoit menjadi aktif dan menimbulkan keadaan relaps. P. Vivax perlu
berikatan dengan Duffy antigen (semacam golongan darah duffy +).
2. Stadium eritrosit
Skizon hepar yang pecah mengeluarkan merozoit hepar tersebut akan
masuk ke peredaran darah kemudian menginvasi eritrosit.
Di dalam eritrosit parasit akan berkembang dari merozoit-tropozoit-
skizon (proses perkembangan aseksual = skizogoni), merozoit
berkembang menjadi sel uninukleus immature tropozoit yang disebut
trofozot cincin. Nucleus trofozoit cincin tersebut kemudian membelah
159
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
secara aseksual membentuk mature trofozoit dan gametosit. Mature
trofozoit lalu membentuk skizogoni yang memiliki banyak nucleus,
skizon tersebut membelah dan membentuk merozoit mononukleus yang
dapat menginvasi eritrosit lainnya tahap diagnostic.
Eritrosit yang terinfeksi (skizon) kemudian pecah dan melepaskan 6-24
merozoit ke sirkulasi. Destruksi eritrosit terjadi secara periodic sehingga
menimbulkan gejala khas malaria yaitu demam diikuti menggigil dan
berkeringat.
Sebagian besar merozoit masuk kembali ke eritrosit dan mengulangi fase
skizogoni.
Sebagian kecil membentuk gametosit jantan dan betina yang siap dihisap
oleh nyamuk Anopheles betina dan melanjutkan siklus hidup di tubuh
nyamuk.
160
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Masa inkubasi: sejak sporozoit masuk samai timbul gejala klinis yang ditandai
dengan demam
Masa prepaten: sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam
darah dengan pemeriksaan mikroskopik.
161
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
DAUR HIDUP ANOPHELES
162
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Gejala Klinis Malaria
Masa Inkubasi
• P.Falciparum : 12 Hari
• P.Vivax / P. Ovale : 13 – 17 Hari
• P. Malariae : 28 – 30 Hari
Stadium Dingin
• 15 menit – 1 jam
Stadium Demam
• suhu meningkat sampai 42oC / lebih
• 2 – 4 jam, karena skizon pecah
• periode tiap 3 hari : p.falciparum, p.vivax & p. ovale
• 4 hari : p.malariae
Stadium Berkeringat
163
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Selain trias malaria tersebut, juga terdapat gejala lain, seperti anemia.
- Semakin banyak skizon yang pecah, berarti semakin banyak eritrosit
terdestruksi, sehingga terjadilah anemia hemolitik. Bila dilakukan
pemeriksaan darah tepi maka akan ditemukan banyak sel-sel
retikulosit (eritrosit muda).
-
tulang belakang sehingga jumlah eritrosit menurun.
Tidak semua plasmodium selalu memiliki paroxysms klasik seperti
menggigil dan demam hingga 40 derajat celcius.
Apabila saat terjadi gejala klasik malaria sering diikuti berkeringat banyak,
maka bisa terjadi karena kelelahan ekstrim dan tidur.
Semua gejala tersebut
makrofag yang dirangsang oleh glycosyl phosphatidylinositol gugus yang
terbebaskan karena pecahnya skizon.
Paroxysms terjadi beberapa jam dengan periode regular yang bertepatan
dengan pecahnya skizon darah.
o P. Falciparum
o P. Vivax
Dampak satu serangan tiba-tiba malaria atau episode gejala
menyebabkan hilangnya 5-20 hari kerja.
164
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Malaria celebral adalah contoh masalah pada sekuestrasi
Skizogoni Di Hepar
Skizogoni Merozoit
Keterangan:
P.f= Plasmodium falciparum
P.v= Plasmodium vivax
P.o= Plasmodium ovale
P.m= Plasmodium malariae
165
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
• Gejala klinis :
• Demam
• Splenomegali
• Anemia.
DEMAM
• Berhubungan dengan pecahnya eritrosit yang mengandung skizon dan
keluarnya merozoit yang masuk ke aliran darah (sporulasi) --------
periodisitas demam
(1) Menggigil (15 menit – 1 jam)
(2) Puncak demam (2-6 jam)
(3) Berkeringat (2-4 jam).
(4) Periodisitas tergantung spesies
SPLENOMEGALI
• Akibat kongesti (bendungan)
• Limpa menjadi hitam
• Bila menahun konsistensi limpa menjadi keras
ANEMIA
• Jenisnya anemia hemolitik, normokrom dan normositik.
• Disebabkan oleh :
(1) Penghancuran eritrosit .
(2) Reduced survival time
166
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
(3) Diseritropoiesis
PLASMODIUM FALCIPARUM
Plasmodium jenis ini merupakan spesies yang paling mematikan dibanding
dengan spesies plasmodium yang lainnya. Falciparum paling mematikan
karena memiliki siklus pecahnya skizon paling cepat yaitu 48 jam sekali dan
menginfeksi semua jenis sel eritrosit (baik muda maupun tua).
Mekanisme terpenting adalah sekuestrasi
RBC terinfeksi akan mengikat RBC yang tidak terinfeksi dan endothelium
pembuluh darah
- RBC akan kekurangan deformalitisnya
- RBC dapat mencapai plasenta atau paru-paru, otak, jantung, hati, ginjal,
sumsum tulang belakang. Tapi justru kerusakan limpa jarang terjadi.
Binding adalah tanda adanya padatan pada RBC sel yang terinfeksi. P.
Falciparum pada eritrosit. Membrane protein-1 atau PfEMP-1 (nempel di
eritrosit yang terinfeksi skizon bisa nempel di endotel tersumbat jadi
proff sign, bisa menarik eritrosit lain disebut resetting sign)
- 60 gen yang berbeda kode PfEMPT dengan antigenic bersifat unik dan
cytoaherent
- Pergantian ekspresi antar gen terjadi pada 2-18% per sel per generasi
- Hal ini memberikan variasi antigenic di P. Falciparum selama infeksi
malaria
MALARIA BERAT
• Biasanya karena Plasmodium falciparum
167
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
168
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
mikrovaskular organ-organ vital. Selain itu pada permukaan eritrosit yang
terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen Plasmodium
falciparum.
Pada saat terjadi proses sitoadheresi, knob tersebut akan berikatan dengan
reseptor sel endotel kapiler. Akibat dari proses ini adalah terjadilah obstruksi
dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan.
Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses “rossete” yaitu
bergerombolnya sel darah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya.
Pada proses sitoadheresi ini diduga juga terjadi proses imunologik yaitu
terbentuknya mediator-mediator lain antara lain sitokin (TNF- , interleukin,
sitokin lainnya) dimana mediator tersebut) dan produksi NO yang diduga
mempunyai peranan penting dalam pathogenesis malaria
berat. Kematian pada Malaria serebral, 94% otak mikrovasa pada parasite yang
terkontrol, sedang pada malaria tidak terkontrol hanya mencapai 13%.
Pathophysiology of Hypoglycemia
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah sewaktu < 40
mg/dl. Hipoglikemia sering terjadi pada malaria berat yang dapat menyebabkan
kejang, koma dan berkontribusi pada mortalitas dan morbiditas pada malaria
serebral. Mekanisme yang berbeda antara anak-anak dan dewasa:
∞ Children: Pada anak-anak kadar insulin biasanya mencukupi tetapi
glukoneogenesis pada hati terganggu hal ini disebabkam karena
kebutuhan metabolik dari parasit telah menghabiskan cadangan glikogen
dalam hati (peningkatan uptake glucose oleh parasit).
∞ Adults: Pada orang dewasa terjadi hipoglikemia yang persisten karena
hiperinsulinemia akibat pemberian terapi Kina dan terjadinya stimulasi dari
islet cell, TNF-α yang meningkat.
Pathophysiology of Anemia
Penyebab terjadinya anemia multifaktorial, selama infeksi malaria pada
manusia, banyak sel darah merah yang tidak terinfeksi hancur di limpa dan sangat
mungkin di hati, dan kerusakan sel-sel darah merah ini telah diidentifikasi sebagai
penyumbang utama anemia pada malaria (banyaknya eritrosit yang lisis), atau
lebihnya destriksi eritrosit secara berlebih hingga mencapai 90%.
Dapat dimediasi oleh stres oksidatif & deformabilitas gangguan RBC.
Kegiatan dan jumlah makrofag juga meningkat selama infeksi malaria pada
manusia, dan karena itu dapat menyebabkan peningkatan penghilangan sel
yang tidak terinfeksi. Peningkatan penghilangan eritrosit yang tidak terinfeksi
169
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
ini tidak hanya disebabkan aktivasi makrofag limpa tetapi juga untuk
perubahan ekstrinsik dan intrinsik pada sel darah merah yang meningkatkan
keberadaannya dan fagositosis. Pertama, sel darah merah yang tidak terinfeksi
mengalami penurunan deformabilitas yang menyebabkan peningkatan
penghilangan sel darah merah dalam limpa. Mekanisme yang bertanggung
jawab atas hilangnya deformabilitas ini belum sepenuhnya dipahami.
Peningkatan oksidasi dalam membrane eritrosit terinfeksi telah terbukti pada
anak-anak dengan malaria falciparum P berat, dan inflamasi yang sedang
berlangsung yang terkait dengan malaria akut (proinflamasi cytokines), atau
efek langsung produk parasit telah terbukti menyebabkan hilangnya
pembentukan sel darah merah
Adanya gangguan respon sum-sum tulang belakang karena destruksi eritrosit
yang berlebih.
Pelepasan TNF – mengganggu roduksi eryt ro oietin, enurunan res on
sel progenitor
erythroid ke EPO yang memadai , dan peningkatan aktivitas erythrophagocytic
karena TNF- mam u mendestruksi sum-sum tulang belakang.
170
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Pathophysiology of Metabolic Acidosis
Asidosis metabolic merupakan komplikasi tersering pada anak dengan malaria
berat berkolerasi dengan prognosis yang buruk. Asidosis laktat merupakan hal
utama terhadap turunnya pembentukan bikarbonat di ginjal dan gangguan
asidosis utama lainnya yang tidak terdeteksi
tubuh.
1. Dikloror asetat (stimulat piruvat dehydrogenase tubuh) terbukti bisa
menurunkan laktat plasma pada pasien malaria berat.
2. Hemofiltrasi juga merupakan factor lain yang terbukti bisa mengeleminasi
laktat plasma pada pasien malaria berat yang disertai gagal ginjal, walau pasien
dengan asidosis laktat sekalipun. Tubuh akan segera membetuk hemofiltrasi
sebagai mekanisme pencegahan asidosis dan turunnya fungsi ginjal sebelum
gagal ginjal terjadi(belum ada bukti secara ilmiah).
3. Yang sering adalah sediaan infus resusitasi yang biasa digunakan pada kasusu
syok hemoragik tanpa menimbulkan resiko asidosis dan terutama di
metabolism di otot.
4. Asidosis terjadi karena berkurangnya pengiriman asidosis ke jaringan.
5. Dari anemia (penurunan daya dukung oksigen), sekuestrasi (obstruksi
mikrovaskular) dan hipovolemia (berkurangnya perfusi).
6. Demam, penurunan asupan, muntah, diare
7. Penurunan aliran hepatic menurunkan laktat clearance, peningkatan produksi
laktat oleh TNF- dan sitokin lain, kerusakan gin al dan enggunaan salisilat
atau herbal untuk demam.
171
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Pathophysiology of Malaria of Pregnancy
Malaria yang ditularkan melalui plasenta sering menyebabkan kematian pada
ibu. Begitupun juga pada janinnya, janin yang lahir bias menjadi cacat retardasi,
kelahiran premature sampai kematian bayi.
1. Akumulasi parasite secara selektif di plasenta melalui sinsiotrofoblas
chondroitinsulfat CSA, hyaluronic acid dan imunoglobin.
2. Cd36 merupakan reseptor utama endotel
3. Parasite dalam plasenta mengekspresikan PfEMP-1 varian yang mengikat CSA
tapi tidak CD36
4. Malaria dari ikatan CSA pada kehamilan pertama mengurangi kekeblan
terhadap PfEMP-1 varian antigenic
5. Meskipun telah terbentuk kekebalan terhadap CD36 varian dari infeksi
sebelumnya, infeksi baru masih rentan terjadi
6. Malaria pada kehamilan berikutnya biasanya tidak separah malaria pada
kehamilan pertama
PLASMODIUM MALARIAE
Malaria quartan yang bergejala demam dengan paroxysme mirip dengan
p.vivax tetapi dengan 3 hari periodesitas bukan 2 hari periodesitas
Parasitemia sering terdektesi rendah dengan mikroskop
172
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Infeksi p.malariae kronis dapat menyebabkan sindrom nefrotik pada anak di
daerah endemic (It has features of immune complex-mediated GN)
1. P. Falciparum
- Hari-hari pertama pola demam tidak teratur,
hampir tiap hari
- Gejala meliputi: demam, menggigil, berkeringat,
sakit kepala, athralgia, mialgia, nyeri pada sub kosta
kanan, gejala gastro intestinal spt diare, muntah,
nyeri abdomen, pada anak-anak: kejang
- Splenomegali
- Anemia
- Berkembang menjadi berat
2. P. Vivax
- Tanpa pengobatan demam dapat sembuh,
tapi dapat
- Relaps kembali, adanya laporan malaria berat
3. P. Ovale
Parasitemia sedikit
4. P. Malariae
Dapat menimbulkan glomerulonefritis
173
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
PATOGENESIS
DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan mikroskopis
2. QBC
3. Imunodiagnosis : deep stick, ifat
4. DNA-BASED
- semi nested PCR
174
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
- hibridisasi
Nah di bawah ini akan kita bahas ya tentang pemeriksaannya.
1. Mikroskopis
• pewarnaan giemsa dari sediaan darah tebal identifikasi parasite dan
jumlahnya
• pewarnaan giemsa dari sediaan tipis melihat morfologi (jenis dan
stadium) parasite lebih detail
Berikut ini ciri-ciri morfologis :
plasmodium falciparum dan pl vivax dari sediaan darah tipis
Plasmodium Falciparum
trofozoit muda
175
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Trofozoit tua
Skizont tua
176
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Gametosist jantan
Gametosit Betina
Plasmodium vivax
Trofozoit muda p.vivax
177
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Trofozoit tua
1. bentuk amuboid
2. sitoplasma tampak tidak teratur
3. ciri khas, tampak titik-titik schuffner
Skizon muda
178
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
179
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Skizont tua
Gametosit jantan
180
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Gametosit betina
181
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
MALARIA
• malaria merupakan penyakit yang endemik di negara tropis termasuk
indonesia.
• malaria yang menyerang manusia adalah malaria falciparum, malaria vivax ,
malaria malariae, malaria ovale dan malaria knowlesi
• Di Indonesia yang dominan adalah malaria falciparum (malaria tropika,
malaria tertiana maligna) dan malaria vivax (malaria tertiana benigna).
• Yang banyak mengalami kegagalan pengobatan sampai kematian adalah
malaria falciparum yang sering menimbulkan komplikasi ke berbagai
organ termasuk otak.
• Banyak faktor yang berhubungan dengan timulnya malaria misalnya dari
segi pengobatan, penanggulangan vektor, penanganan lingkungan yang
membantu perkembang biakan nyamuk, perilaku manusia sendiri
terhadap malaria, dan pelaksanaan program penanggulangan malaria.
• Pengobatan penderita malaria merupakan salah satu segmen dari
penanggulangan malaria dengan tujuan mengurangi jumlah penderita
sebagai sumber penularan.
• Diagnosa yang benar, pengobatan yang tepat dan kepatuhan minum obat
sangat diperlukan untuk keberhasilan penanggulangan malaria.
• Petunjuk pengobatan standar untuk malaria telah dikeluarkan oleh world
health organization (who) dan departemen kesehatan
• Depkes telah menyediakan 4 macam obat standar antimalaria yang masih
dipakai sampai saat ini.yaitu klorokuin, sulfadoxin/pirimetamin (s/p atau
fansidar), primakuin dan kina. Tapi sekarang sudah ditemukan kasus adanya
resistensi pada kloroquin.
• Pemakaian obat antimalaria yang lama yang tidak terkontrol telah
menyebabkan adanya drug pressure di masyararakat sehingga menyebabkan
timbulnya banyak kegagalan pengobatan atau bahkan resistensi terhadap
beberapa obat antimalaria tersebut.
TERAPI
Obat Anti Malaria standar
• Di dalam perkembangannya plasmodium penyebab malaria mengalami
siklus sisogoni di hati (hepar), sisogoni di eritrosit, gametogoni di
eritrosit dan sporogoni di dalam nyamuk.
• Siklus yang menimbulkan gejala klinis pada malaria adalah siklus sisogoni
di eritrosit, sehingga untuk pengobatan gejala klinis harus diberikan
sisontosida darah.
182
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
• Obat standar yang termasuk sisontosida darah adalah klorokuin (lini
pertama), fansidar (lini kedua) dan kina (lini ketiga). obat-obat tersebut
akan membunuh sison di eritrosit sehingga gejala klinis dan parasitemia
akan berangsur hilang dengan cepat.
• Dosis yang tepat adalah syarat yang utama yang harus dipenuhi.
• Kekurangan dosis akan menyisakan parasit dalam densitas (parasitemia)
rendah sekali yang akan beredar di dalam darah dan tidak terdeteksi
secara mikroskopis (subpaten).
• Lambat laun parasitemia akan berkembang sampai suatu saat terdeteksi
secara mikroskopis dan menyebabkan rekrudesensi.
• Akibat yang lain adalah akan memacu adanya siklus gametogoni,
sehingga di dalam darah perifer penderita terdapat banyak gametosit
yang berbahaya bagi penularan malaria.
• Gametosit dapat ditanggulangi dengan obat-obat standar tersebut,
misalnya klorokuin sendiri akan membunuh gametosit p. vivax , p. ovale,
p. malariae dan p. falciparum muda.
• Siklus selanjutnya terjadi di hati setelah nyamuk menggigit manusia,
sebagian besar akan mengalami siklus sisogoni (ekstraeritrositer).
• Sebagian kecil dari parasit tidak langsung mengalami sisogoni dan akan
tidur (dormant) menjadi hipnosoit sebagai sumber terjadinya relaps.
Hipnosoit kelak akan menjadi aktif meneruskan siklus sisogoni dan
terjadilah relaps.
• Stadium ini juga harus diberantas dengan obat sisontosida jaringan, yaitu
primakuin (derivat 8-aminokuinolin) sehingga tidak terjadi relaps.
• Melihat target stadium parasit tersebut maka pengobatan dengan obat
malaria standar sebenarnya telah mencakup semuanya,membunuh sison
di darah, sison di hati dan gamtositnya.
• KLOROQUIN
• Formula :
obat berbentuk tablet 100 mg atau 150 mg basa klorokuin sulfat atau
fosfat
• Khasiat :
Sisontosida darah yang cepat. gametositosidal untuk p. falciparum yang
muda (stadium1-3) dan gametosit jenis plasmodium yang lainnya. tidak
mempunyai efek terhadap sporosoit dan sison di hepar (hipnosoit)
183
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
• Dosis :
dosis sebagai sisontosidal darah: dosis total 25 mg/ kilogram (kg) berat
badan (bb) selama 3 hari: (10 mg/kg bb) pada hari ke 1 dan 2, diikuti 5
mg/kg bb pada hari 3) atau (10 mg/kg bb pada hari ke 1 diikuti 5 mg/kg
bb pada 6-8 jam berikutnya), kemudian 5 mg/kg bb pada hari ke 2 dan
3).
• Parenteral
bila diperlukan pemberian parenteral misalnya pada keadaan koma, maka
diberikan dosis 200 mg klorokuin basa im, ½ dosis pada setiap bokong.
dosis boleh diulang setiap 6 jam dengan syarat dalam 24 jam tidak
melebihi 800 mg klorokuin basa. pengobatan parenteral harus segera
dihentikan bila obat telah dapat diberikan per oral (sukarban dan zunida,
1998).
• chloroquine hcl 5 mg basa/kg bb, im setiap 6 jam sampai terapi oral
memungkinkan (markell et al, 1986)
•Kontraindikasi :
- Hipersensitifitas terhadap klorokuin
- Riwayat epilepsy
- Menderita psoriasis
• KINA
• obat ini dipakai pada daerah dengan resistensi terhadap klorokuin dan
terhadap kombinasi sulfadoxin-pirimetamin (fansidar).
• kina sebaiknya dipakai bersama dengan antimalarial yang lain terutama
pada daerah yang sudah menunjukkan tanda resistensi terhadap kina
seperti beberapa daerah di indonesia, misalnya papua.
• Untuk meningkatkan kepatuhan dan mempertahankan efikasi, kina
biasanya dikombinasikan dengan antibiotik seperti tetrasiklin atau
doksisiklin (kontra indikasi untuk ibu hamil dan anak-anak, sehingga
dapat diganti dengan klindamisin).
• Efek kina
1. sisontosida darah untuk semua spesies
2. tidak aktif terhadap sison di hati
3. aktif terhadap gametosit p. vivax, p. ovale dan p. malariae dan p
falciparum yang muda
4. tidak aktif terhadap sporosoit
184
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
• Dosis
Daerah yang masih sensitif terhadap kina: 8 mg basa /kg bb 3x sehari
selama 7 hari
• Daerah yang menunjukkan kegagalan dengan kina: 8 mg basa/kg bb 3x
sehari selama 7 hari dikombinasi dengan antibiotika tetrasiklin 250 mg
4x sehari selama 7 hari atau doksisiklin 100 mg basa setiap hari selama 7
hari
• Kina: 8 mg basa/kg bb 3x sehari selama 7 hari dikombinasi dengan
klindamisin 300 mg 4x sehari selama 5 hari (baik untuk ibu hamil dan
anak-anak).
• Apabila pemberian secara oral tidak memungkinkan (penderita tidak
sadar/ malaria berat) maka diberikan secara intravena secara perlahan
dalam cairan isotonic atao 5% glukosa selama 4 jam atau intramuskular
memakai cairan kina dengan konsentrasi 60 mg/ml dibagi dalam 2
bagian, masing-masing diberikan pada sisi depan paha kanan dan kiri.
• Apabila penderita sudah dapat minum obat maka pemberian kina
diteruskan secara peroral sampai dosis penuh tercapai.
• Loading dose diperlukan untuk diberikan pada mangemen malaria berat
yang memerlukan konsentrasi obat yang optimal secara cepat dalam
beberapa jam.
PENCEGAHAN
1. Ibu hamil.
185
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
- Pencegahan malaria pada ibu hamil sangat penting karena malaria
pada ibu hamil dapat menyebabkan kematian janin, aborsi spontan,
berat bayi lahir rendah atau kematian ibu.. Sampai saat ini belum ada
bukti klinik bahwa fansidar menyebabkan gangguan pada
perkembangan fetus.
- Pemberian klorokuin 5 mg/kg bb dosis tunggal setiap minggu atau
10 mg/kg bb setiap minggu dibagi menjadi 6 dosis harian.
Masalahnya adalah kepatuhan minum obatnya selama kehamilan
yang biasanya membuat kegagalan.
- Untuk meningkatkan kepatuhan maka dapat dilakukan dengan
pemberian fansidar dosis pengobatan penuh kepada ibu hamil pada
kunjungan antenatal pertama pada trimester 2 dan diulangi sekali
lagi pada trimester 3;
- Hal ini sangat efektif untuk eliminasi parasit di plasenta atau
pencegahan infeksi plasental dan parasitemia di darah perifer pada
malaria falciparum.
2. Wisatawan/militer
• Untuk para wisatawan/militer yang akan mengunjungi/tugas ke
daerah malaria yang masih sensitive terhadap klorokuin, 2 tablet
klorokuin 150 mg basa dapat diberikan setiap minggunya, diminum 2
minggu sebelum berangkat, diteruskan selama di sana sampai 2
minggu setelah pulang; atau doksisiklin 100 mg garam (atau 1.5 mg
garam/kg) setiap hari dapat dipakai juga untuk pencegahan malaria
• Penelitian terbaru pemberian 30 mg (2 tablet) primakuin setiap hari
dapat diberikan bagi wisatawan atau militer yang akan mengunjungi/
bertugas di daerah yang resisten terhadap klorokuin.
Catatan :
Obat antimalaria lainnya yang saat ini digunakan yaitu ACT (Artemisinin based
Combination Therapy ).
186
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
• Apusan darah tebal bertujuan melihat parasite plasmodium,
sementara pemeriksaan apusan darah tipis bertujuan melihat
pemeriksaan eritrosit dan jenis plasmodium.
- Pemeriksaan PCR sensitive terhadap deteksi parasite di daerah endemik.
Tidak menunjukan level kuantitas, tetapi hasil dari HRP2 protein capture
test cukup baik.
187
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Koma dan kejang
Papiledema atau edema retina
Reflek kornea absen, decerebrate/ opisthotonus
Organ disfungsi, respirasi distress
Hiperparasitemia >5%
Peripheral schizonts atau parasite yang berpigmen dewasa
Hb <5 gm
Glukosa darah <40mg
Kreatinin >3
Vena asam laktat >5mmol
ALT >3x dari normal
Tingginya CSF asam laktat >6 dengan CSF gula rendah
Peningkatan 5’nukleotidase plasma
Rendah tingkat anti thrombin III
Tinggi konsentrasi plasma TNF
2. Enteric fever
Anoreksia, tapi pada salmonella enteric terjadi diare, sakit perut, sembelit,
untuk membedakannya pada enteric fever terdapat bintik-bintik relative
bradikardi.
3. Sepsis
Bakteremia dengan malaria 12% pada anak-anak di diagnosis malaria
4. Dengue fever
Anoreksi yang sama, Tapi pada demam berdarah memliliki mlagia lebih parah
dari pada malaria. Ruam, petechiae, conjungtival injected, tenggorokan merah
dan relative bradikardi.
5. Acute Schistosomiasis (katamaya fever)
Transmisi melalui air tawar, 4-8 minggu setelah paparan, pada penyakit ini
memiliki urtikaria umum tetapi sering pada kaki yang berada lama di air,
pruritus ruam.
188
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
6. Leptospirosis
Dari air tawar atau tanah. Onset 7-12 hari setelah terpapar. Leptospirosis
mampu sebabkan sufision konjungtuva, ruam,hati dan insufisiensi ginjal,
perdarahan, bilirubin yang sangat tinggi
7. African thick fever
Penyakit ini ditularkan oleh gigitan kutu, nodes and multiple eschars.
8. East African trypanosomiasis. Sleeping sickness
Trypanosoma brucei rhodensiense dari gigitan lalat.
9. Yellow fever
Berasal dari gigitan nyamuk di daerah tropis di seluruh dunia. Demam kuning
inkubasinya cepat hanya 3-6 hari, bisa menyebabkan gagal hati, perdarahan,
dan kematian.
189
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
190
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Determination of the Species of the Infecting Organism is Important
Info penting:
- Pada P. falciparum sering menyebabkan penyakit parah dengan cepat
- Pada P. vivax dan ovale memiliki hypnozoit dalam hati bisa menyebabkan
infeksi kambuh jika tidak diobati dengan primaquine
- Pada P. falcifarum dan p.vivax memiliki profil kerentanan geogerafis tertentu
- Jika kita tidak yakin dengan penyebab plasmodiumnya kasih aja dengan obat
falciparum
-
191
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Plasmodium Malaria
Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes
Latihan Soal
1. Seorang laki-laki usia 56 tahun datag ke rumah sakit karena panas sejak 1
minggu yang lalu. Pasien tersebut baru saja berkunjung selama 6 minggu
ke Lampung. Hasil pemeriksaan tanda vital suhu 40oC, nadi 110x/menit,
tekanan darah 110/70, pernapasan 24x/menit. Hasil pemeriksaan fisik
ditemukan adanya hepatosplenomegali. Hasil pemeriksaan laboratorium
ditemukan angka trombosit 140.000/mm3, trigliserid meningkat dan
hematuria ringan. Hasil apusan darah tipis ditemukan adanya eritrosit
yang terdapat gambaran seperti pita, parasitemia 1,5%. Apakah penyebab
yang paling mungkin pada pasien tersebut?
A. Malaria malariae
B. Malaria ovale
C. Malaria vivax
D. Malaria falciparum
2. Seorang tentara berumur 22 tahun dibawa ke klinik setempat karena
panas. Pasien juga mengalami mual, muntah, lemah dan kadang
menggigil sejak 15 hari yang lalu. Pasien pulang tugas dari Afrika selama
1 tahun. Tidak ada riwayat adanya defisiensi G6PDH. Hasil pemeriksaan
tanda vital didapatkan: tekanan darah 100/60mmHg, suhu 38,2oC, nadi
98x/menit. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan conjunctiva anemis dan
pembesaran lien sampai H2. Hasil pemeriksaan laboratoris didapatkan
AL=3200/l, Hb= 7,3gr%. Apusan darah tipis ditemukan adanya bentuk
amuboid dan pembesaran eritrosit. Apakah diagnosis yang paling
mungkin?
A. Malaria vivax
B. Malaria malariae
C. Malaria falciparum
D. Malaria ovale
192
Wisnu Irfan – Ela, Hanum
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Assalamu’alaikum Amyg Lovers. Dimateri ini kita akan belajar tentang apa saja
vektor penyakit, jenis-jenis arthropoda vektor. Dan proses-proses penularannya.
Baca Bismillah dulu yah…
A. Pengertian
Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tapi
menyebarkan patogen dari satu inang ke inang lain. Dalam PP No. 374
tahun 2010 disebutkan bahwa vektor adalah arthropoda yang dapat
menularkan, memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada
manusia
B. Arthropoda
Salah satu bentuk vektor yang paling sering adalah golongan Arthropda, yang
merupakan Phylum terbesar, yaitu 75% dari seluruh jumlah binatang.
Ciri-ciri Arthropoda diantaranya tubuh beruas-ruas, bagian luar
dilindungi eksoskeleton berkhitin, ekskresi lewat anus, respirasi lewat
trakhea/insang/spirakel, mata majemuk.
193
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
- arthropod - borne diseases (vector borne disease)
- bersifat endemis maupun epidemis
- Dipengaruhi oleh iklim, reservoir, geografis, dan perilaku manusia
Contoh arthropod - borne diseases di Indonesia :
- DBD, malaria, kaki gajah (filariasis), chikungunya gigitan nyamuk
- Penyakit saluran pencernaan seperti disenteri, cholera, typhoid fever
dan paratyphoid diperantarai secara mekanis oleh lalat
rumah/kecoa.
- Plaque/pes melalui pinjal tikus
Transmisi Arthropod Borne Diseases
1. Vektor mekanis
- Tidak ada perkembangan dalam tubuh vektor
- Vektor mekanis membawa agen penyakit dari manusia yang berasal
dari tinja, darah, ulkus superfisial atau eksudat.
- Misal: penularan penyakit diare, tifoid, keracunan makanan, dan
trakoma oleh lalat.
2. Vektor Biologis
- Ada perkembangan dalam tubuh vektor
- Ada masa inkubasi di dalam tubuh vektor (inkubasi ekstrinsik)
- Cara transmisi melalui vektor biologis :
a. Propagative : hanya multiplikasi agen penyakit
(Contoh : DBD pada nyamuk Aedes/ plague pada pinjal tikus)
b. Cyclo-propagative : multiplikasi dan perub. bentuk (siklus)
(Contoh: plasmodium pada nyamuk Anopheles)
c. Cyclo-developmental : hanya perubahan bentuk (siklus) tapi
tidak ada multiplikasi
(Contoh : filaria pada nyamuk Culex, cacing pita pada cyclops)
194
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Arthropoda yang penting
Kelas Insekta
Ordo sebagai vektor penyakit antara lain:
1) Ordo Dipthera (nyamuk dan lalat)
- Nyamuk Anopheles sebagai vektor malaria
- Nyamuk Culex sbg vektor filariasis
- Nyamuk Aedes sebagai vektor DBD
- Lalat rumah sebagai vektor mekanik bbg mikroorganisme patogen
2) Ordo Siphonaptera (pinjal)
- Pinjal tikus sebagai vektor plague/ pes
3) Ordo Anoplura (kutu kepala, kutu badan, )
- Kutu badan sebagai vektor relapsing fever dan typhus
exanthematicus
Ordo dari Kelas Insekta sebagai binatang pengganggu/hama antara lain:
1) Ordo Hemiptera (contoh : kutu busuk)
2) Ordo Isoptera (contoh : rayap)
3) Ordo Orthoptera (contoh : kecoa)
195
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
4) Ordo Coleoptera (contoh : kumbang)
5) Ordo Hymenoptera (contoh : semut)
196
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Kelas Arachnida
Anggota : Tick dan Mites
a) Tick (Soft tick dan Hard tick)
197
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
- Vektor rickettsia (rocky mountain spotted fever, epidemic typhus,
queensland tick typhus)
- Vektor Virus (arbovirus: Rusia ensefalitis, Kyasanur forest disease)
- Vektor bakteri (Borrellia recurentis, Pasteurella tularensis)
- Vektor protozoa pada binatang
198
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
- Ingested rickettsia bermultiplikasi di usus ticks kemudian keluar
dari usus melewati haemocoel, berkembangbiak dan menyebar pada
seluruh jaringan tubuh tick, seperti pada saliva, organ coxal dan
ovarium.
- Transmissinya dilakukan melalui saliva, excrete dari organ coxal
(osmoregulatory function), trans-ovarial (3-4 generasi)
199
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
- Sebagai vektor Arbovirus
o Russian Spring-Summer Encephalitis (I. persulcatus, H. concinna)
o Tick Borne Encephalitis (I. ricinus, D. marginatus, Haemaphysalis sp)
o Omsk Haemorrhagic Fever (Dermacentor, Ixodes)
o Kyasanur Forest Disease (H. spinigera)
o Crimean-Congo Haemorrhagic Fever (Hyalomma marginatum, D.
marginatus)
• Prevensi Gigitan Tick
b) Mites
Ada dua Famili yang penting yaitu Sarcoptidae & Trombiculidae
Sarcoptidae
Spesies yang penting adalah Sarcoptes scabiei yang dapat menyebabkan scabies
(sudah pernah dibahas di blok sensori).
Mite
Mite mempunyai dua Famili yang penting yaitu Sarcoptidae &
Trombiculidae. Mari kita bahas satu-satu yaa.
1. Sarcoptidae
Spesies penting pada sarcoptidae adalah Sarcoptes scabiei yang
menyebabkan scabies. Famili ini sudah pernah dijelaskan ya diblok sensori.
200
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
2. Trombiculidae (scrub typhus mite)
Scrub typhus mite ini ditularkan oleh trombiculidae yang biasa disebut
dengan red bug (karna bentuknya berwarna merah dan kecil seperti
beludru). Siapa yang dulunya suka main disemak-semak terus ketiaknya
timbul merah hayo? Itu bisa terjadi karna gigitan dari Trombiculidae looh~
• Stadium parasitik
– Larva juga disebut red bugs/chiggers/scrub typhus mite.
• Morfologi:
– ukuran : larva 0,5-1mm; dewasa 1-2 mm, capitulum di anterior.
– (D) : 4 ps kaki, ditutupi rambut merah seperti beludru.
– (L) : 3 ps kaki, kemerahan/orange/ kuning pucat, ditutupi
banyak rambut panjang. Yang menjadi vector pada
trombiculidae itu adalah bentuk larvanya, ditandai dengan kaki
yang berjumlah 3 pasang.
– Dorso-anterior: pentagonal/skutum rektanguler dengan 306
setae dan sepasang mata.
• Siklus Hidup
– Telur (4-7 hari) deutovum (ovum mengandung larva) (5-7
hari) larva deutnimfa trithonimfa (dewasa)
– Larva menjadi sangat aktif, naik dari rumput dan mengisap
cairan limfe tikus, burung, dan manusia.
– Tempat yg disukai: kulit lunak dan lembab (ketiak, telinga,
genitalia, sekitar anus)
201
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
– Lama hidup biasanya 40-75 hari, tapi mungkin bisa sampai 8-10
bulan
Insecta
JENIS-JENIS VEKTOR PENYAKIT PENTING DI INDONESIA
• LALAT
o vektor mekanik bbp mikroorganisme patogen
o vektor mekanik penyakit anthrax
• KECOA
o vektor mekanik bbp mikroorganisme patogen
• PINJAL TIKUS
o vektor biologis pes/ plaque
• NYAMUK
202
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
o sbg vektor biologis bbp penyakit penting (DBD, malaria,
filariasis, chikungunya)
• MORFOLOGI
– Non-metalik, ukuran sedang (6-9 mm), warna abu-abu, ada garis 4
di dorsal toraks.
– Alat mulut (probosis) untuk mengisap cairan/ semisolid (sponging)
– Telur seperti butiran beras.
• SIKLUS HIDUP
– Lama hidup 15 - 30 hari, tgt
suhu dan kondisi tempat
hidup
– Hidup di tempat-tempat
hangat
– Bertelur 150 buah/ batch,
dlm bbp hari 5-6 batches
– Breeding place: basah dan
gelap sepeti sampah atau
benda-benda organik
membusuk lainnya.
– Menularkan penyakit melalui
o Ketika makan semua
bahan organik, tmsk
food dan feces
o Membawa patogen melalui kaki
– Mikroorganisme yang ditularkan
203
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
o Virus (hepatitis, polio), bakteri (Staph, Strept, Salmonella, Shigella,
E.coli), spirochaeta (Treponema pertenue), rickettsia (Coxiella
burnetti), protozoa (Entamoeba, Giardia, Cryptosporidium), telur
cacing (cestoda, nematoda).
Penularan anthrax
Penularan anthrax ini tidak semuanya melalui gigitan lalat, dapat juga
melalu intesti (makan daging sapi/kambing yang mengandung spora anthrax)
204
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
atau melalui inhalasi (ada hewan yang terkena anthrax terus dikubur ditanah
lalu menjadi sumber spora dan kemudian menjadi debu lalu terinhalasi). Jika
didapatkan lukanya dicutaneus maka lukanya akan susah sembuh-sembuh.
• Morfologi
– Dua ps sayap
• Hindwing membranous
• Forewing spt kulit
– Ada spesies tidak bersayap
– Tipe kaki berlari
– Tipe mulut : mengunyah
– Antena filiformis
– Berbau tidak enak
• Siklus Hidup Kecoa
205
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
• Perkembangan
• Biologi Kecoa
– Di seluruh dunia
– Luar dan dalam rumah: dapur, kelas (tempat yang hangat dan
tersembunyi/ gelap box).
– Makanan: wallpaper, pakaian, tinta, kotak dan makanan
berprotein.
– Peran dalam Kesehatan
o Vektor mekanik dari virus, bakteri, jamur, protozoa, dan
cacing.
o Penyebab alergi, gigitan kecoa.
206
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Segitiga, mata hitam/ tanpa mata, antena didalam sulkus, mulut
tipe tusuk isap
– Toraks
3 segmen: pro-meso-metathorax ; 3 ps kaki tipe meloncat.
– Abdomen
Sexing: betina: ujung posterior membulat, terdapat spermateka,
Jantan-betina mengisap darah menularkan penyakit
– Spesifik Morfologi:
Adanya bulbous proventriculus (seperti lambung) pelebaran
esophagus sebelum masuk ke ventriculus guna mencegah
regurgitasi darah kembali ke esofagus.
• Siklus Hidup
eggs (in crack, crevious, debris floor) (2-4 days) larvae (2-3 moulting)
pupae (7-14 days) adult
207
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
208
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
– Cat and dog flea (Ctenocephalides felis and. Ct. canis),
– Rat flea (Pulex irritans),
– Chicken flea (Ceratophyllus sp.)
– Tunga penetrans (tungiasis)
• Vector of Plague
– Xenopsylla cheopis, X. astia, X.brasiliensis, Pulex irritans
• Vector of Endemic typhus
– X. cheopis, Nosopsyllus fasciatus, Ct. felis, Ct. canis, P. irritans.
• Intermediate host of Cestode
– Xenopsylla sp., Nosopsyllus sp. H. diminuta, D. caninum, may H.
nana
• Vector of other disease (minute)
– Tularemia (Francisella tularensis), Rickettsia conori, Coxiella burnetti.
209
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Vektor Penyakit Tropis
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Latihan Soal
1. Seorang wanita 32 tahun asal Thailand datang ke RS dengan keluhan
mengalami pembengkakan sub kutan berulang. Pembengkakakn
berdiameter 4-5cm, tidak berbatas tegas di distal lengan kanan.
Pembengkakan pertama kali diketahui sejak 6 tahun lalu dan selalu
berulang setiap tahun. Setiap kali kambuh selalu terjadi di tempat yang
sama dan disertai rasa nyeri selama kurang lebih dua minggu. Tidak ada
demam atau gejala sistemik lain. Pasien menyangkal menderita penyakit
perifer. Riwayat menunjukkan pasien suka makan ikan mentah.
Pengobatan dengan Albendazole 400mg 2x sehari selama 14 hari. Pasien
sembuh dan tidak kambuh lagi. Parasit apakah yang kemungkinan
menyeybabkan gangguan pada kasus?
A. Gnathostoma spinigerum
B. Fasciolopis busci
C. Paragonismus westermani
D. Clonorchis sinensis
2. Seorang wanita 32 tahun asal Thailand datang ke RS dengan keluhan
mengalami pembengkakan sub kutan berulang. Pembengkakakn
berdiameter 4-5cm, tidak berbatas tegas di distal lengan kanan.
Pembengkakan pertama kali diketahui sejak 6 tahun lalu dan selalu
berulang setiap tahun. Setiap kali kambuh selalu terjadi di tempat yang
sama dan disertai rasa nyeri selama kurang lebih dua minggu. Tidak ada
demam atau gejala sistemik lain. Pasien menyangkal menderita penyakit
perifer. Riwayat menunjukkan pasien suka makan ikan mentah.
Pengobatan dengan Albendazole 400mg 2x sehari selama 14 hari. Pasien
sembuh dan tidak kambuh lagi. Berisi apakah pembengkakan tersebut?
A. Larva-3
B. Cacing dewasa
C. Larva-2
D. Larva-1
210
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Nyamuk dan Tingkah Lakunya
drh. Tri Wulandari, M.Kes
211
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Nyamuk dan Tingkah Lakunya
drh. Tri Wulandari, M.Kes
• Di Indonesia umumnya nyamuk mentransmisikan 4 penyakit, Malaria,
Dengue, Filariasis, dan Chikungunya.
C. Morfologi Nyamuk
E. Genus
• Culicines :
- Aedes
- Mansonia
- Culex
• Anophelines :
- Anopheles
212
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Nyamuk dan Tingkah Lakunya
drh. Tri Wulandari, M.Kes
F. Morfologi Nyamuk
213
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Nyamuk dan Tingkah Lakunya
drh. Tri Wulandari, M.Kes
• Natural Behaviors
1) Makanan
- Larva : pemakan segalanya
- Dewasa : Nectar
- Betina : membutuhkan darah untuk produksi telur (that’s why
nyamuk yang menggigit manusia itu ya nyamuk betina aja)
2) Habitat
- Larva dan pupa : tinggal di air
- Dewasa : sembunyi di semak-semak atau tumbuhan yang dekat
dengan air dingin, dan tinggal di tempat yang lembab.
3) Predator (Hewan yang memakan nyamuk)
- Larva dan pupa : dimakan oleh ikan
- Nyamuk dewasa : dimakan oleh kelelawar, burung, dan laba-laba.
4) Interesting Behaviours
Breeding place, Mating, Spreading, Biting behavior, Gonotrophic cycle,
Resting behavior
214
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Nyamuk dan Tingkah Lakunya
drh. Tri Wulandari, M.Kes
AEDES
215
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Nyamuk dan Tingkah Lakunya
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Nyamuk aedes ini banyak tinggal di genangan air jernih buatan manusia, seperti
kolam, bak mandi. (bedanya kalo anopheles sukanya di genangan air kotor ya)
• Habits
- Menggigit pada siang hari antara jam 8.00-10.00 dan jam 14.00-16.00
- Jarak terbang sekitar 50-100 meter
- Aedes aegypti menginfeksi manusia, sedangkan Aedes albopictus dapat
menggigit manusia maupun hewan
- Nyamuk ini lebih aktif pada suhu atau cuaca hangat.
ANOPHELES
• Telur
- Nyamuk betina anopheles menelurkan 50-200 telur dalam sekali
waktu
- Telur diletakkan di dalam air
- Keunikan dari telur ini adalah dia mengapung pada sisi lateral
- Tidak bisa hidup tanpa air atau dalam kondisi kering
- Menetas dalam waktu 2-3 hari
- Penetasan mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama tau sekitar
2-3 minggu pada cuaca yang lebih dingin
• Larvae
- Kemampuan bernafas di dalam airnya rendah sehingga dia sering
berada di permukaan air
- Bernafas dengan ‘spiracles’ (8 segmen di perut) naik turun ke
permukaan air untuk ambil nafas
- Larva anyak menghabiskan waktunya untuk makan
- Larva ini lebih sering berada di permukaan air, dan hanya menyelam
ketika merasa terancam atau ada gangguan
- Larva berkembang dalam 4 fase
216
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Nyamuk dan Tingkah Lakunya
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Larva
217
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Nyamuk dan Tingkah Lakunya
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Dewasa
218
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Nyamuk dan Tingkah Lakunya
drh. Tri Wulandari, M.Kes
- Rawa-rawa air tawar
- Kolam dihutan
- Tempat lain yang bersih dan lambat perairannya
HABIT
• Exophagic / endophagic tergantung pada spesies
• Kebanyakan menggigit di malam hari (peak: 19.00-21.00; 00.00-04.00)
• Lebih suka menggigit dibagian kaki dan lengan .
CULEX
219
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Nyamuk dan Tingkah Lakunya
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Siklus hidup
Dewasa
• Ukurannya 4-10 mm
220
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Nyamuk dan Tingkah Lakunya
drh. Tri Wulandari, M.Kes
• Memiliki sayap untuk bertindak sebagai faktor yang sangat penting
dalam kemampuan penyebaran penyakit
• Berwarna coklat atau abu-abu – hitam
Habit
• Kemampuan terbang 160 m – 2km
• Memakan darah setiap 2 – 5 hari (siklus Gonothropics)
• Nyamuk yang menularkan filariasis memangsa di malam hari.
• Nyamuk dewasa harus hidup selama 10 hari atau lebih untuk dapat
mengirimkan cacing yang menyebabkan filariasis.
• Menggigit manusia atau hewan, dalam keadaan didalam ruangan
maupun diluar ruangan.
MANSONIA
Telur
• Telurnya banyak berbentuk unformis
dan berkumpul
• Biasanya menempel pada tumbuhan
air
Larva
221
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Nyamuk dan Tingkah Lakunya
drh. Tri Wulandari, M.Kes
222
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Nyamuk dan Tingkah Lakunya
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Habit
Reference
• Service M.W., 1996. Medical Entomology for Students, 1st ed., Chapman
& Hall. London.
• Soedarto, 1995. Entomologi Kedokteran. EGC, Jakarta.
223
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
Nyamuk dan Tingkah Lakunya
drh. Tri Wulandari, M.Kes
Latihan Soal
1. Seorang laki-laki 44 tahun berasal dari Jakarta ke RS setempat dengan
keluhan demam intermetten dengan periode tiap 24 jam. Demam diikuti
menggigil, sakit kepala, malaise, mual, muntah, nyeri abdomen dan nyeri
otot. Dia baru saja pulang dari penelitian di daerah pelosok irian jaya
selama beberapa bulan tanpa menggunakan repelen maupun obat
profilaksis. Hasil pemeriksaan apusan darah ditemukan parasit berbentuk
cincin sel darah merahnya. Apakah breeding place nyamuk vector di
atas?
A. Kubangan air di tanah
B. Genangnan ar di talang rumah
C. Sungai beraliran deras
D. Tempat minum burung
224
Wisnu Irfan – Latifah, Novi
ANTITUBERCULOSIS DRUGS
dr. Wiwik Kusumawati
KOMPETENSI TB DI SKDI
Kompetensi SKDI. Nih penting yaaa soalnya kita harus tau kapabilitas kita
sebagai dokter nanti gimana.
- Pulmonary TB tanpa komplikasi (kompetensi level 4)
- Pulmonary TB dengan HIV (kompetensi 3A)
- Multi Drug Resistance (MDR) TB/AFB (kompetensi level 2)
KASUS-KASUS TUBERCULOSIS
Pulmonary tuberculosis
Ditemukan 7.5 sampai 10.2 juta kasus baru TBC (WHO) dan 2.5 sampai
3.5 juta kasus meninggal akibat TBC
Biasanya terjadi pada negara berkembang atau negara yang sedang
berkembang
Kasus
Contoh Kasus :
A 54 years old man bring to the hospital with cough more than 3
weeks, fever, and decreasing of appetite after taking history and conducting
clinical examination, the doctor do laboratory test (sputum test). Laboratory
result revealed mycobactterium tbc positive and the doctor prescribe
antituberculosis drugs.
Pulmonary Tuberculosis
Yang penting dalam TBC adalah diagnosis dan pemberian terapi yang
efektif untuk menyembuhkan penyakit. Gejala umum yang terjadi, yakni
Penurunan berat badan, malaise, demam. Sedangkan gejala pada sistem
respirasi, yakni batuk, terdapat sputum, dan batuh berdarah.
Resistensi M. tuberculosis
Resistensi seseorang terhadap tuberkulosis diduga dikarenakan :
Mutasi spontanain
Peresepan terapi yang tidak tepat
Perjanalan obat saat dikonsumsi
Dosis yang tidak adekuat
Terapi yang tidak komplit, misalnya harusnya 6 bulan namun cuman 3
bulan
Kesalahan dalam pemeriksaan
Kepatuhan minum obat (ini yang paling penting)
Multi Drug Resistent (MDR) = INH dan Rifampisin
Extensively Drug Resistant/XDR (Tuberculosis yang disebabkan oleh
bakteri yang resistan pada beberapa obat TB yang efektif biasanya
diakibatkan oleh kegagalan manajemen MDR) = INH dan Rifampisin +
Fluoroquinolone + 1 injection drug
MDR
Primary
Seseorang yang belum pernah terinfeksi TB tetapi menjadi terinfeksi
strain bakteri yang resistant terhadap pengobatan
Secondary
Terjadi ketika seseorang mendapat pengobatan dengan regimenn obat
yang tidak efektif membunuh strain bakteri biasanya terjadi akibat
peresepan obat yang tidak benar atau kepatuhan pasien yang kurang
dalam menyelesaikan terapi.
Distribution of Primary MDR
Untuk melihat 2 gambar diatas sebaiknya lihat softfile yaaa soalnya berwarna. Hehe
Keterangan :
INH & Rifampin
Tuberculocidal (membunuh bakteri tuberkulosis untuk
organisme) extracellular maupun intracellular
Streptomycin
Tuberculocidal hanya untukorganisme extracellular
Pyrazinamide
Tuberculocidal untuk organisme intracellular
Ethambutol, p-aminosalicylic acid & ethionamide
Tuberculostatic (menghambat pertumbuhan kuman)
OBAT-OBATAN
1. INH (Isoniazid)
Merupakan obat Bakterisidal (membunuh bakteri) dengan cara
mengganggu sintesis asam myolitik sehingga dapat menghambat
sintesis dinding sel
Pemberian secara kombinasi untuk :
Infeksi aktif Tidak boleh digunakan sebagai obat tunggal untuk
mengobati TBC aktif. Diingat yaa ini penting nih guys.
Kemoprofilaksis sekunder harus diberikan bersama dengan 2 atau
lebih obat efektif lainnya
Single agent (monoterapi) untuk kemoprofilaksis primer
Farmakologi
Pemberian secara Per Oral (PO) akan diabsorbsi dengan baik dan
cepat
Konsentrasi tertinggi di plasma dicapai dalam 1-2 jam
Distribusi luas
Dosis : 3-5 mg/kg/hari sampai 20 mg/kg/hari
Metabolisme dengan proses Asetilasi dan Hidroksilasi
a. Slow acetylators (Scandinavia, North Africa) bisa
meningkatkan kadar dalam darah adverse effects
b. Rapid acetylators (Japan, Escimo) menurunkan obat dalam
darah intermittent regimen
c. Tidak ada pengaruh terhadap efek terapi dan efek samping jika
INH diberika setiap hari
Efek samping
Peripheral neuropathy (gejalanya berupa kesemutan). Efek ini
disebabkan karena adanya pengosongan piridoksin (vitamin b6)
padacelah sinaps. Dapat diatasi dengan pemberian pyridoxine
sebanyak 10 mg/day of
Menginduksi gangguan hepar
2. Rifampicine
Merupakan lini pertama obatanti tuberculosis (OAT)
Mekanismenya menghambat enzim RNA-polymerase
Jika dikombinasikan dengan pyrazinamide bisa membunuh bakteri
yang tersembunyi di jaringan “persisters”
Farmakologi
Pemberian obat dapat diberikan secara Per Oral (PO) atau Intravena
(IV)
Jika diberikan secara Per Oral (PO), akan diabsorpsi dengan baik
dalam keadaan perut kosong (semacam sebelum makan). Hampir
semua obat TB diabsorpsi sempurna pada saat perut kosong, namun
jika pasien intoleran atau muncul gejala mual/muntah, maka jangan
dipaksakan. Pemberiannya setelah makan saja.
Mencapai konsentrasi tertinggi pada waktu 2 – 4 jam
Kombinasi dengan INH tidak memengaruhi kecepatan absorpsi
Distribusi luas, akan berikatan dengan protein (albumin) sebanyak
80%
Berefek dapat mewarnai cairan tubuh menjadi merah kecoklatan
(semacam pipisnya merah) harus dijelaskan kepada pasien agar
tidak mengurangi kepatuhan minum obat
Metabolisme deasetilasi – metabolit aktif
Diekskresikan melalui sistem bilier dan renal (30%)
Jika Pasien resisten terhadap rifampicin, bisa diganti dengan
rifabutine
Dosisnya 450-600 mg/hari (dewasa); 10-20 mg/kgBB/hari (anak-anak)
Efek Samping
Ruam, demam, mual (nausea), muntah (vomiting)
Flu like syndrome
Hepatotoksik hepatitis
Menginduksi enzim pemetabolisme obat di hepar, yaitu enzim
sitokrom P450. Akibatnya yakni dapat meningkatkan metabolisme
obat dan mengurangi efek obat kontrasepsi oral, kortikosteroid, agen
hipoglikemik, dan vitamin D. Misal kalau KB ntar Kbnya gagal, kalau
infeksi ntar infeksinya bisa nggak sembuh, atau ada gula ntar gulanya
gak bisa turun, dsb. Jadi harus diperhatikan
Interaksi Obat
PAS (Paraamino- salisilic acid) dapat menghambat absorpsi
rifampicine
Rifampicine + INH (slow acetlators)
3. Pyrazinamide
Merupakan baktericidal (membunuh bakteri) terhadap pembelahan
mycobacteria secara intrasel pada keadaan PH yang rendah
Biasanya digunakan pada 2 bulan pertama pengobatan di tahap
inisiasi
Menurunkan kecepatan relaps atau kekambuhan di kemudian hari
Memperpendek masa pengoabatn
Pemberian secara Per Oral (PO) akan diabsorpsi dengan baik
Dapat menembus cairan serebral (CSF) dengan baik
Efek samping
Menimbulkan mual, flushing, arthralgia, dan reaksi hepatotoksik
4. Streptomycin
Merupakan obat golongan aminoglikosida
Membunuh bakteri yang ada di ekstrasel
Tidak efektif sebagai obat tunggal
Harus diberikan secara injeksi IM
Distribusinya luas, tidak bisa menembus CSF dengan baik
30% akan berikatan dengan protein
90% obat akan disekresikan lewat urin meningkatkan beban ginjal
dan berisiko bagi pasien yang sudah memilliki riwayat sakit ginjal
perlu diperhitungkan dosisnya dan pilihan obat lainnya
Dosis = 20 mg/kgBB – maksimal 1 gram/hari
Efek samping
Neurotoxic dan nephrotoxic
Kerusakan Nervus Cranial VIII, toksisitas vestibular, ruam (rash)
Caution! Perhatian!Penggunaan pada ibu hamil (dapat menyebabkan
ketulian pada janin, apalagi jika dikonsumsi di trimester I), Lansia,
penyakit ginjal, etc.
5. Ethambutol
Merupakan jenis bakteriostatik
Bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel mycobacteria
Pemberian secara PO akan diabsorpsi dengan baik (75% sampai 80%)
Tidak bisa menembus blood barrier (BBB)
Eksresi tidak diubah di urin
Jangan diberikan pada pasien TB anak, karena bisa menimbulkan
retribulbar neuritis. Gejalanya berupa penyempitan lapang pandang,
disertai penurunan visus lalu lama-lama bisa menjadi kebutaan. Jika
pada orang dewasa, sudah muncul gejala penyempitan lapang
pandang dan penurunan visus, gejala ini masih reversible, tapi
obatnya harus dihentikan
Dosis= sebesar 15 mg/kgBB/hari
Efek Samping
Retrobulbar neuritis (bilateral)
Rash, demam, peningkatan asam urat dalam darah, etc.
TAHAPAN TREATMENT
1. Initial treatment Tahap awal atau tahapan intensif
Paling tidak menggunakan 3 jenis obat
Misal, INH, Rifampicin, Pyrazinamide
Digunakan paling tidak selama 8 minggu – teruji sensitive
2. Continuation Treatment Tahap lanjutan
Misalnya :
o Rifampicin dan INH selama 4 bulan Berikutnya
o 2HRZ/4HR – 6 months
o 2EHR/7HR – 9 months
o Rifampicin not included : 18 months
KATEGORI OBAT
Nah kalo dari sumber lain obat-obat yang dijelasin dokternya itu
bersumber dari WHO dan IUALTD.
Sebelum baca dibawah ini keterangan yang harus kita tau yaaa
H = INH
R = Rifampicin
Z = Pyrazinamide
E = Ethambutol
A. Obat-obat Kategori 1
2HRZE/4H3R3
Keterangan
o Tahap Intensif HRZE diberikan selama 2 bulan
o Tahap lanjutan HR diberikan selama 4 bulan sebanyak 3X
dalam seminggu
2HRZE/4HR
2HRZE/6HE
Diberikan untuk :
1. Penderita TB baru BTA (+)
2. Penderita TB ekstrapulmoner dengan kondisi buruk
C. Obat-Obat Kategori 3
2HRZ/4H3R3
Keterangan
o Tahap Intensif HRZ diberikan selama 2 bulan
o Tahap lanjutan HR diberikan selama 4 bulan sebanyak 3X
dalam seminggu
2HRZ/4HR
2HRZ/6HE
Diberikan Untuk :
1. Pasien baru BTA (-) tapi rontgen (-)
2. TB ekstrapulmoner ringan (KU masih baik)
MONITORING
Monitoring bukan hanya soal kepatuhan pasien meminum obat
Memonitor efek samping dan kemanjuran (efficacy) obat
misalnya, sebagian obat TB bersifat hepatotoksik. Efek samping
paling tidak dipantau secara klinis, lebih baik lagi kalau bisa secara
laboratoris. Misalnya apakah ada ikterik atau gejala klinis lain yang
berkaitan dengan liver. Jangan sampai tidak terdeteksi dan malah
menimbulkan penyakit baru.
Jika sampai muncul efek samping yang membahayakan, obat harus
diberhentikan
Monitoring dilakukan sampai 1 tahun setelah satu regimen diberikan
secara lengkap
Kasus
Contoh Kasus:
A 44 years old woman suffering from tbc infection and also A type of
hepatitis infection. Health care provider give this patient rifampicine, INH,
pyrazinamide as antituberculosis drugs for 2 months in intensive phase.
Pembahasan
Pada kasus dengan hepatitis dengan TB, perhatikan dulu kondisi hepatitisnya.
Jika hepatitisnya sangat akut yang ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi
liver :
- Jika SGOT dan SGPT meningkat 3X lipat di atas normal, maka obat
harus dihentikan.
- Jika SGOT dan SGPT normal, KU baik, maka obat dapat dilanjukan
namun dengan monitoring yang ketat. Misalnya, SGOT dan SGPT naik
tapi hanya 1 atau 2 kali lipat, pemberian obat tergantung keijakan
dokter tapi jika berisiko lebih baik tidak diberikan dan mengganti
dengan obat lain yang tidak hepatotoksik, misalnya streptomycin,
ethambutol atau pyrazinamide.
Refferences
Avery’s Drug Treatment 4th edition (Trevor & Nicholas) : 1047 – 1054
Clinical Pharmacology, Basic Principles in Therapeutics (Melmon and
Morelli’s) : 711 – 712
_Alhamdulillah Selesai_
MEKANISME PATHOGENITAS
BAKTERI
Dra. Lilis Suryani, M.Kes.
Assalamualaikum guys. Kita akan membahas tentang pathogenesis dari
bakteri yaaa. Ini editornya ojan dan zhara. Tak kasitau biar hitz..
PATOGENESIS INFEKSI:
1. Inisiasi proses infeksi
2. Mekanisme timbulnya tanda-tanda dan simptom penyakit
Daya invasi
Sebagai proses penyebaran didalam tubuh individu yang cocok
dengan reseptor bakteri yang masuk. Makin lebih menyebar jika individu
tersebut mempunyai daya imunitas yang rendah.
Toksigenisitas
Sebagai daya racun infektif yang terdapat di bakteri patogen untuk
meracuni tubuh
Daya hindar dari sistem imun inang
Sebagai proses pertahanan dari bakteri patogen. Jadi, walaupun
diserang oleh makrofag, bakteri tersebut akan tetap hidup. Contohnya adalah
Salmonella typhii yang mempunyai antigen phi.
Flora normal tidak boleh terdapat di area steril tubuh, misal di traktus
urinarius atas, alveolus-bronkhiolus, dan darah. Bakteri patogen tidak
termasuk flora normal.
PROSES INFEKSI
1. Adhesi
Merupakan proses inisiasi atau perkenalan bakteri dengan
reseptor spesifik
2. Multiplikasi
Kemampuan multiplikasi setiap spesies berbeda-beda,
bahkan ada yang tidak diketahui, yaitu Mycobacterium tuberculosis,
sehingga butuh terapi yang lama bahkan sampai menjadi resisten
karena sudah terlalu lama dan tidak patuh untuk minum obat.
Bakteri sensitive dengan anti mikroba saat proses
multiplikasi, sehingga obat diberi sesuai periode multiplikasinya. Jadi
kita harus mengetahui proses perjalanan penyakit setiap pasien ya
guys.
3. Invasi melalui jaringan atau system limfatik ke aliran darah
PERLEKATAN
Bakteri masuk, kemudian melekat, dan menjadi mikrokoloni.
Tergantung hidrofobisitas permukaan (ligan bakteri) dan muatan bersih
permukaan (reseptor sel inang)
pili D manosa E.coli melekat pada sel epitel intestinum
Asam lipoteichoat dan protein M: S.pyogenes melekat pada sel epitel
buccal (fibronektin sebagai reseptor)
Faktor-faktor adhesi inang-kuman:
Adhesin Makromolekul yang mengikatkan bakteri pada permukaan
khusus
Sex Pilus Pili untuk transfer DNA bakteri. Pili juga membantu dalam
perlekatan bakteri
Capsule
Lipoteichoic dan
Asam Teichoic
(LTA) komponen dinding sel bakteri gram positif
Contoh morfologi bakteri patogen. Terdapat beberapa komponen seperti
enterotoksin, endotoksin, fimbriae, sitotoksin, flagella, dan antigen O
Pendegradasi Jaringan
Enzimnya adalah: lechitinase, fosfolipase, hyaluronidase, hemolisin,
leukosidin.
- Lesitinase: memecah lesitin membran sel
- Fosfolipase: memecah fosfolipid
- Hemolisin: melisiskan sel drh merah
- Leukosidin: melisiskan sel darah putih
Invasi Bacteria Activity
Involved
Hyaluronidase Streptococci, Degrades hyaluronic of connective
staphylococci tissue
and clostridia
Collagenase Clostridium Dissolves collagen framework of
species muscles
Neuraminidase Vibrio cholerae Degrades neuraminic acid of
and Shigella intestinal mucosa
dysenteriae
Coagulase Staphylococcus Converts fibrinogen to fibrin which
aureus causes clotting
Kinases Staphylococci Converts plasminogen to plasmin
and which digests fibrin
streptococci
Leukocidin Staphylococcus Disrupts neutrophil membranes and
aureus causes discharge of lysosomal
granules
Hemolysins Streptococci, Phospholipases or lecithinases that
staphylococci destroy red blood cells (and other
and clostridia cells) by lysis
Lecithinases Clostridium Destroy lecithin in cell membranes
perfringens
Phospholipases Clostridium Destroy phospholipids in cell
perfringens membrane
Pertussis Bordetella Toxin component is an adenylate
pertussis cyclase that acts locally producing
an increase in intracellular cyclic
AMP
Protease IgA1
Kegunaannya adalah untuk perlindungan bakteri dari imunitas inang.
- Dihasilkan oleh kuman NGO, N.meningitidis, H.influenzae,
S.pneumoniae
- Nonaktifkan antibodi primer yang terdapat pada permkukaan
mukosa
- Perlindungan terhadap inang hilang
TOKSIN
- Eksotoksin
Mempunyai reaksi yang spesifik ketika bakteri masih hidup.
Bakteri gram positif dan negative punya fitur ini. Ada juga efek dari
eksotoksinnya berupa neurotoksin yang bisa ditemukan pada
Botulinum
- Enterotoksin
Klasifikasinya bisa masuk ke dalam eksotoksin
- Endotoksin:
Dalam darah terikat pada protein, berinteraksi dengan
reseptor pada makrofag, monosit, sel IL-1, TNF, sitokin. Menimbulkan
demam, leukopenia, hipoglikemia, hipotensi, syok, kematian.
Pada endotoksin, bakteri yang mati masih bisa menghasilkan
toksin karena dari dinding gram negative yang besturuktur
lipopolisakarida, dan bereaksi menjadi demam yang bersifat
pirogenik.
Toksin Bakteri Aktivitas
Anthrax Bacillus Edema Factor (EF) is an adenylate cyclase
toxin anthracis that causes increased levels in intracellular
cyclic AMP in phagocytes and formation of
ion-permeable pores in membranes
(hemolysis)
Adenylate Bordetella Acts locally to increase levels of cyclic AMP
cyclase pertussis in phagocytes and formation of ion-
toxin permeable pores in membranes (hemolysis)
Cholera Vibrio ADP ribosylation of G proteins stimulates
enterotoxin cholerae adenlyate cyclase and increases cAMP in
cells of the GI tract, causing secretion of
water and electrolytes
Shiga toxin Shigella Enzymatically cleaves rRNA resulting in
dysenteriae inhibition of protein synthesis in susceptible
cells
Tetanus Clostridium Zn++ dependent protease that inhibits
toxin tetani neurotransmission at inhibitory synapses
resulting in spastic paralysis.
Clostridium tetani masuk kedalam kategori
anaerob obligat, sehingga dia masuk
ketubuh individu dalam bentuk spora.
Diphtheria Corynebacteri ADP ribosylation of elongation factor 2
toxin um leads to inhibition of protein synthesis in
diphtheriae target cells
Pertussis Bordetella ADP ribosylation of G proteins blocks
toxin pertussis inhibition of adenylate cyclase in
susceptible cells
Staphylococ Staphylococcu Massive activation of the immune system,
cus s aureus including lymphocytes and macrophages,
enterotoxins leads to emesis (vomiting)
Patogen masuk dan menempel di brush border. Kemudian patogen tersebut
bermultiplikasi dan mengeluarkan enterotoksin. Kemudian enterotoksin tersebut
masuk kedalam sel dalam bentuk toksin. Jika ada makanan yang sudah bertoksin,
reaksinya akan menjadi lebih cepat, misal 1 jam setelah makan langsung bereaksi
berupa diare. Sedangkan jika pada makanan terdapat patogen biasa yang belum
mengeluarkan toksin, maka butuh masa inkubasi terlebih dahulu didalam tubuh
baru menimbulkan reaksi.
Faktor invasi yang dimiliki oleh bakteri patogen Shigella sp. mempunyai
kemampuan untuk merusak jaringan dan homeostasis tubuh, pada saat invasi,
tubuh melalui system imun merangsang munculnya antibody. Akibatnya akan
terjadi reaksi inflamasi dan terjadi perlukaan di usus. Setelah itu, hasil invasi
Shigella sp. tadi akhirnya akan masuk kedalam peredaran darah.
Gambar diatas memperlihatkan cara Shigella sp. menginvasi tubuh
manusia. Shigella masuk melalui membran sel dengan cara endositosis.
Shigella dapat melewati imunitas barrier cairan sel dan dapat lolos dari
proses apoptosis dari magrofag. Bakteri tersebut juga merusak jaringan sel
dipermukaan yang dapat menyebabkan luka pada usus yang nantinya akan
terjadi feedback homeostasis sehingga terbentuklah antibodi tubuh. Proses
pembentukan antibodi ini akan menimbulkan reaksi inflamasi dan bakteri
akan menyerang sel-sel tubuh yang lain dan akhirnya bakteri tersebut bisa
masuk kedalam darah. Itulah terkadang bakterimia dapat terjadi didalam
tubuh manusia yang diinfeksi Shigella sp.
VIRUS
Patogenitas Virus
Proses penyebaran penyakit oleh virus : siklus replikatif virus dalam
sel inang baik itu cara transkripsi bagi virus RNA ataupun replikasi
bagi virus DNA.
Untuk melihat terinfeksi atau tidak maka dapat ditinjau dari respon
inang, antara lain dengan : sitopatologi (kelainan pada sel), kematian
sel, hiperplasia, kanker, atau tidak ada akibat yang tampak.
Deteksi infeksi virus:
1. Sitopatik efek, misal dengan dilakukannya pemeriksaan
histopatologi dapat dilihat apakah terjadi lisis, nekrosis, benda
inklusi, giant cell dan lain sebagainya.
2. Hemaglutinasi, pemeriksaan ini bisa dideteksi apabila sudah
diketahui antigennya. Misal pada kasus hepatitis B yang sudah
diketahui antigen yang dimiliki seperti envelope, core, surface
sehingga dapat direaksikan dengan serum untuk diketahui
apakah terjadi aglutinasi atau tidak.
3. Hemadsorpsi
4. Asam nukleat, deteksi ini bisa dilakukan dengan menggunakan
PCR dimana yang dilihat yaitu urutan basa dari virus tersebut.
Apabila terdapat “T”= timin pada urutan basa menunjukkan
bahwa itu adalah benang DNA sedangkan apabila terdapat “U”=
urasil maka menunjukkan bahwa itu adalah benang RNA.
1. Penempelan (Adsorption)
- Interaksi virion dengan reseptor (glikoprotein)
- Reseptor: HIV butuh CD4 selimun, Epstein barr butuh CD21 sel B
2. Penetrasi (penelanan/engulfment)
- Ditentukan oleh endositosis diperantarai reseptor
- Virus masuk endosom lewat membrane plasma
Cycle of infection
4. Penyembuhan infeksi
Tergantung imunitas humoral, berperantara sel, interferon, limfokin,
factor pertahanan tubuh yang lain
Penyebaran
Horizontal:
1. Direct/ langsung
adanya kontak antara inang satu dengan inang lainnya. Misalnya lesi kulit
(papilloma virus), saliva (rabies, mumps, CMV, EBV, HIV), trauma mekanik
(HIV, HSV) atau udara ( influenza, measles, rhinoviruses).
2. Indirect/ tidak langsung
Adanya penyebaran dari inang melalui media (makanan, air, jarum,
mediasi vektor) dan kembali lagi pada inang, contohnya hepatitis A, polio,
hepatitis B dan penyakit kuning.
Vertical:
Tranmisi secara kongenital
1. Transplacental: CMV, parvovirus B19 lintas placenta
2. Perinatal: HIV atau HSV dapat terjadi selama kelahiran (selama
bagian bayi memalui jalan lahir)
3. Via ASI : ASI dapat berfungsi sebagai perantara untuk transmisi HIV1
and HTLV1
Kulit
Virus masuk melalui abrasi kulit, gigitan serangga, injeksi dan lain-lain.
Lapisan epidermis miskin akan pembuluh darah dan serabut saraf infeksi
sehingga cenderung menetap. Maka virus akan masuk ke daerah dermis
dimana pada daerah dermis virus akan mempunyai akses ke pembuluh darah,
limfe, sel dendrite sistemik. Lesi kulit: makula, papula, vesikel, pustule
Saluran Pernapasan
Virus masuk ke dalam tubuh melalui droplet, air liur. Mekanisme imunitas
yang berada pada inang dapat berupa mukus, silia, sel limfoid, makrofag
alveolar, IgA. Infeksi local yang sering terjadi yaitu flu dan rhinovirus
sedangkan infeksi asimptomatik terjadi di tempat infeksi dan menyebar di
tempat lain contohnya measles, mumps.
Saluran pencernaan
Banyak virus yang tidak beramplop (lapisan selubung pelindung) sehingga
invasi virus terjadi pada lapisan mukosa. Contoh infeksi local yaitu rotavirus.
Invasif: enterovirus, HAV. Proteksi inang berupa pH asam lambung, garam
empedu, enzim proteolitik. Tambahan proteolitik dapat mengubah kapsid
virus dan membantu penempelan virus.
Saluran Genitourinaria
Virus yang bertransmisi melalui hubungan
seksual, contohnya HIV, herpes simplex (sebagian
besar HSV II), dan papilloma virus (kutil kelamin).
Pertahanan inang antara lain:
1. Mukosa serviks
2. pH vagina
3. Komponen kimia urine
Sistem Saraf Pusat
1. Virus sampai di otak melalui aliran darah
- Endotel pembuluh serebral kecil
- Transport pasif menyeberang endotel vaskuler
- Transport dalam monosit, lekosit, limfosit terinfeksi
2. Serabut Saraf Perifer
- Virion diambil di saraf sensorik/ akhir saraf motorik akson ruang
endoneural
- Virus berjalan dari akson dikirim ke ganglia radix dorsal saraf
Pustaka
_Alhamdulillah selesai_
New Emerging Disease
– ZIKA
dr. Fitria Nurul
Assalamualaikum guys. Nah kan baru-baru ini lagi hitz dan heboh
temennya DHF yakni Zika. Apa sih itu Zika? Yuks kita telusuri.
ZIKA
Sebelum 2015 Zika itu udah ditemui di Africa, Southeast Asia, dan
the Pacific Islands.
Jadi zika ini transmisinya hampir mirip sama transmisi penyakit nyamuk
lainnya,tapi bedanya si zika ini ternyata bisa menular lewat hubungan
syeksuwal hlo!! Jadi dulu ada peneliti yang sedang meneliti si zika ini di
daerah endemis, tapi ketika dia balik ke negaranya dan ‘ena ena’ dengan
istrinya, ga lama kemudian kedua sejoli ini sakit bareng , padahal si istri ga
ikutan ke Negara endemis dan ga ada vector di Negara asal peneliti ini, jadi
ditarik kesimpulan bahwa zika dapat menular lewat hubungan seksual.
GEJALA
Gejala yang biasa muncul pada infeksi zika adalah:
Demam (ga terlalu tinggi)
Rash (yang paling dominan pada zika, beda yaa sama si DF, kalo DF
itu petekie)
Sakit di persendian (ga terlalu dominan, kalo dominan pada
cikungunya)
Conjunctivitis (red eyes white dragon)
Gejala lain yang muncul Sakit otot dan Pusing
DILIAT YA TABELNYAAA!! IYA GUE GA SANTAI !, yang ada tanda “+” nya ada
tiga berarti dia dominan!
ZIKA DALAM KEHAMILAN
Ingat!: Virus Zika dapat ditemukan di dalam darah dalam 7 hari pertama.
Virus Zika dapat ditularkan dari nyamuk yang terinfeksi ataupun dari orang
yang terinfeksi. Lihat diatas yaaa.
Nah di zika ini banyak peneliti yang mengkaitkan zika dengan GBS,
hitutuh penyakit auto imun yang menyerang saraf yang menimbulkan
kelumpuhan (kerusakan saraf, kelemahan otot, dan mungkin paralisis),
sangat sedikit sekali pasien yang terinfeksi virus Zika juga terkena GBS, maka
dari itu sampai nsekarang masih perlu diselidiki bagaimana kaitannya, apakah
berhubungan atau tidak.
HOW TO DIAGNOSE ZIKA?
Nb: Semua wanita hamil harus diperiksa apakah terinfeksi virus Zika setiap
kali kunjungan prenatal care. Harus ditanyakan riwayat bepergian ke area
endemis atau aktif dengan transmisi Zika. Melakukan hubungan sex dengan
pasangan yang tinggal atau bepergian ke daerah yang endemis atau aktif
dengan transmisi Zika.
Nih, Negara yang dilaporkan baru infeksi zika yang aktif, jadi kebanyak
America latin, tapi kalo di Asia ada Singapur sama Papua Nugini.
TREATMENT
Sebenarnya untuk zika , kebanyakan gejala yang ditimbulkan tidak
butuh perawatan intensif, yang penting adalah:
Istrirahat
Minum air yang banyak untuk rehidrasi
Minum obat penurun panas, acetaminophen( parasetamol) aja yaa
jangan NSAID, soalnya takut ada perdarahan kalo pake aspirin dan
kawan-kawan.
Gunakan acetaminophen (Tylenol®) untuk mengurangi demam dan
nyeri
PENCEGAHAN
Nah pencegahannya sebenernya simple, yaitu adalah memutus rantai
penularan si nyamuk dengan 3M (menguras , mengubur,menutup), soalnya si
nyamuk aedes hidup pada air bersih kann?? Jadi kebanyakan penularannya
juga di kota, terus kalo berpergian pake lengan panjang, pake awutan
(mosquito repellant), dan yang paling penting adalah kalo salah satu dari
pasutri terdiagnosis dengan zika atau mengalami gejala diatas, sebaiknya
berhubungannya menggunakan condom atau ngga ena ena dulu yaa selama
6 bulan, *yaahhh * ,kalo baru pulang dari daerah endemis tapi ngga
ngerasain apapun ,ga ada gejala lebih baik ga berhubungan atau pake
condom selama 8 minggu setelah pulang.
_Alhmdulillah_
Thypoid Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
Thypoid Fever
dr. Doni Priambodo Wijisaksono, Sp.PD
Definisi
Terapi &
Etiologi
Pencegahan
THYPHOID
FEVER
Lab Transmisi
Patogenesis
&
Manifestasi
Klinis
Hai pembaca setia Amygdala, setelah kemarin berjumpa dr. Doni di materi DHF
kini kita kembali berjumpa di materi typhoid fever atau demam tifoid. Sekarang
kita mulai dengan demam tifoid dulu ya. Jangan lupa berdoa ^.^
DEFINISI
Jangan berpikir kalau demam tifoid atau bahasa awamnya “tifus” ini adalah
keadaan infeksi local. Jadi sebenarnya demam tifoid adalah infeksi sistemik yang
akut yang mempunyai bermacam- macam keparahan. Yang termasuk kedalam
serotype Salmonella enterica adalah S. typhi dan S. paratyphi. Keduanya dapat
menyebabkan terjadi demam tifoid. Gejala klinis yang ditimbulkan S. typhi akan
lebih parah dibandingkan dengan S. paratyphi. Komplikasi yang berat juga lebih
sering diakibatkan oleh S.typhi.
268
Wisnu Nadia – Tika Citra
Thypoid Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
ETIOLOGI
Dibahasan sebelumnya sudah disinggung. Penyebab demam tifoid adalah bakteri
Salmonella sp . Merupakan genus enterobacteriaceae, basil gram negatif, motil,
pathogenic. Salmonella memiliki 3 antigen pokok determinan. Yakni:
1. Antigen somatik O (dengan dinding sel bertipe lipopolisakarida—LPS).
2. Permukaan antigen Vi (tebatas pada S. typhi dan S. paratyphi), biasanya
digunakan untuk vaksin. Kalau anak- anak kos gak perlu di vaksin ya, kan tiap hari
makan tifoid alias nasi kucing wkwk. Jadi udah gak perlu divaksin tapi makannya gak
boleh sering- sering juga nanti malah kena tifoid. Secukupnya aja ya. Vaksin tifoid
(yang beneran, bukan nasi kucing) ini hanya bertahan 3 bulan.
3. Antigen flagella H
Bila antigen gram negative terdapat LPS maka pada gram positif, virus, parasit,
terdapat superantigen.
Ketika ada antigen masuk ke dalam tubuh, maka tubuh tentu akan memberikan
respon imun baik selular maupun humoral. Nah yang humoral adalah dalam
bentuk antibody. Pada demam tifoid antibody IgM demam tifoid ini dapat
bertahan hingga 1 bulan setelah infeksi. Jadi IgM ini bukan patokan untuk
diagnosis. Kalau ada gejala klinis dan IgM positif maka bisa kita terapi. Kalau
gejala klinis sudah tidak ada tapi IgM masih positif itu hal yang normal.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini telah menyebar secara luas di seluruh dunia, kebanyakan terjadi
bersamaan dengan standar kebersihan makanan yang rendah dan pembuangan
kotoran yang tidak baik.
269
Wisnu Nadia – Tika Citra
Thypoid Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
TRANSMISI/ PENULARAN
Kebanyakan kasus terjadi karena proses pencernaan yang terganggu karena
makanan dan minuman yang terkontaminasi. Penularan lewat anal-oral.
Periode inkubasi terjadi 3 hari - 3 minggu.
270
Wisnu Nadia – Tika Citra
Thypoid Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
PATOGENESIS
271
Wisnu Nadia – Tika Citra
Thypoid Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
Sama seperti penjelasan sebelumnya, dapat dilihat pada gambar diatas Salmonella
masuk ke mukosa usus halus. Seperti yang dijelaskan dr. Doni ada hal yang perlu
kita ingat. BIla terjadi infeksi bakteri gram negatif pada tubuh kita maka,
makrofag yang akan melindungi tubuh kita. Dan bila bakteri gram positif, virus,
jamur, parasit, maka Limfosit T yang akan bereaksi. Nah pada gambar diatas,
merespon masuknya Salmonella akan terjadi fagositosis oleh makrofag. Kadang
Salmonella (intrasel) bisa menembus pembuluh darah sehingga Salmonella akan
berada di aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
272
Wisnu Nadia – Tika Citra
Thypoid Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
Bila ada pasien yang datang ke kita dengan keluhan deman lebih dari 7 hari
dengan suhu yang semakin meningkat, gangguan penceranaan, gangguan
kesadaran maka bisa kita “tebak” dengan demam tifoid. Tapi, kalau demam
kurang dari 5 hari kita harus berpikir DHF/ DF. Karena perkembangan ilmu
yang cepat, biasanya demam tifoid sembuh sebelum minggu ketiga.
Contoh Klinis :
Minggu I: demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis.
Pemeriksaan fisik suhu badan meningkat
Minggu II: demam, bradikardi relatif, lidah tifoid/typhoid tongue (kotor
ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali,
meteorismus, gangguan mental (somnolen, stupor, coma, delirium, psikosis),
roseola
273
Wisnu Nadia – Tika Citra
Thypoid Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
Bradikardi Relatif adalah keadaan dimana nadi yang lambat pada suhu yang tinggi. Suhu
yang tinggi seharusnya mengakibatkan keadaan Takikardi, namun pada kasus ini terjadi
nadi yang lambat. Contohnya suhu 40 derajat Celsius dengan nadi 70, maka bisa disebut
bradikardi relatif. (Sebenarnya pada orang dengan suhu normal jumlah denyutnya
dianggap normal, namun karena keadaan demam jadi dianggap lambat)
274
Wisnu Nadia – Tika Citra
Thypoid Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
KOMPLIKASI
LABORATORIUM
Beberapa hasil pemeriksaan lab yang dapat kita temukan pada pasien demam
tifoid:
275
Wisnu Nadia – Tika Citra
Thypoid Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
• Anemia Normokromik
• Angka leukosit normal atau menurun (tinggi pada salmonellosis non typhoid,
perforasi). Pada kasus demam tifoid kita bisa berpatokan pada angka leukosit,
bila leukopenia terjadi dan demam 7 hari maka bisa disimpulkan sementara
dengan tifoid. Bila leukopenia dan demam masih sekitar 3 hari maka kita
harus berpikir DHF/DF.
• Trombositopenia ringan
• Meningkatnya angka AST,ALT,ALP, Bilirubin, LDH
Tes Widal
Pertama kali dijelaskan oleh Widal P pada tahun 1896 (jadi sekarang tau kan kenapa
namanya tes widal?) Nah tes ini sedikit membantu untuk penatalaksanaan pasien
karena terdapat peningkatan titer yang tertunda (puncaknya pada minggu 3-5)
nilai prediksi positif tidak diketahui.
• Perbedaan yang besar interlaboratory
• Titer O : spesifik tetapi kurang sensitive
Peningkatan titer tunggal : sulit untuk diartikan
Patokan lama= 1:160 pada daerah non endemic
1:640 pada daerah endemic
Patokan baru (+) = Antigen H > 1/640
Antigen O > 1/320
276
Wisnu Nadia – Tika Citra
Thypoid Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
Tubex TF
Alat diagnostik yang paling dapat dipercaya, sederhana, mudah, dan inovatif
untuk mendeteksi antibodi anti-S.typhi IgM dalam 10 menit dengan Inhibition
Magnetic Binding Immunoassay (IMBI).
TERAPI
Penatalaksanaan demam tifoid:
• Antibiotik yang efektif
• Perawatan yang baik (istirahat)
• Nutrisi yang adekuat, udah gak zaman ya pasien tifoid makan bubur tiap
hari :p tapi beberapa sumber memang menyebutkan lebih baik diberikan
diet rendah serat karena kasian ususnya kan lagi atit terus kalau kita
makan eceng gondok gitu nanti ususnya harus kerja keras.
277
Wisnu Nadia – Tika Citra
Thypoid Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
Dari tabel disamping, dapat kita lihat bahwa quinolon (>18 tahun) merupakan pilihan
pengobatan untuk demam tifoid tanpa komplikasi (perforasi, ensefalopati, dll).
Namun pada anak- anak usia dibawah 18 tahun quinolon dapat mengakibatkan
pertumbuhan yang terhambat. Oleh karena itu anak- anak, ibu hamil dapat kita berikan
Azithromycin/Sefalosporin generasi 3. Pada seseorang dengan multidrug resistant
(Ampisilin, Kloramfenikol, Cotrimoxsasol) dapat kita berikan quinolon juga. Pada
pengobatan lini kedua terdapat Kloramfenicol, sebenarnya obat ini tidak terlalu
direkomendasikan karena dapat mengakibatkan anemia aplastik yang tidak dapat
disembuhkan kembali. Jadi, bila dalam keadaan yang tidak terdesak lebih baik memilih
obat yang lainnya.
278
Wisnu Nadia – Tika, Citra
Thypoid Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
Keunggulan Quinolones
• Level obat yang tinggi pada lumen gastrointestinal setelah pengkonsumsian
lewat oral
• MIC (Minnimum inhibitory concentrations) untuk sebagian besar Salmonella
sangat rendah
• Bakterisidal terhadap Salmonella
• Penetrasi intraseluler baik
• Terkonsentrasi pada traktus biliary (empedu) [tempat infeksi persisten saat
stadium kronis Salmonella]
• Dapat diberikan melalui oral maupun IV
• Murah
279
Wisnu Nadia – Tika, Citra
Thypoid Fever
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
PENCEGAHAN
• Air yang aman, kebersihan makanan, pembuangan kotoran manusia yang
baik adalah langkah penting dalam pencegahan
• Perubahan sanitasi merupakan tuntutan public terbesar. Pada negara
berkembang ini merupakan tantangan yang besar.
• Mungkin penurunan angka kejadian demam tifoid disesbabkan oleh
vaksinasi. Namun hal ini masih didiskusikan. Vaksin resmi yakni Vi
polysaccharide tidak terlalu efektif. Vaksin tifoid tidak digunakan di
Brazil .
RANGKUMAN
• Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang akut yang mempunnyai
bermacam- macam keparahan.
• Generasi kedua Quinolones: Obat lini pertama dalam penatalaksanaan
demam tifoid.
Alhamdulillah…
280
Wisnu Nadia – Tika, Citra
Leptospirosis
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
Leptospirosis
dr. Doni Priambodo Wijisaksono, Sp.PD
Epidemiologi
LEPTOSPIROSIS
Definisi
Patogenesis
Kasus
Manifestasi
Klinis
281
Wisnu Nadia – Citra, Tika
Leptospirosis
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
LEPTOSPIRA
• Leptospira termasuk ke dalam spirochetes meiliki urutan urutan
Spirochaetales dan keluarga Leptospiraceae. Lebih dari 200 serovar
membentuk 23 serogrup.
• Karakteristik: Bentuk bergulung, tipis, sangat motil, aerob, bakteri gram
(-), dengan ujung bengkok dan dua flagela periplasmic yang
memungkinkan untuk menggali ke dalam jaringan. Organisme ini 6
sampai 20 um dan panjang sekitar 0,1 m lebar
• Lebih dari 240 Serovar telah diidentifikasi di dunia. Beberapa serovar/
strain dinobatkan dengan
umum nama Indonesia (orang atau kota) seperti: sarmin, salinem,
Paidjan, sentot hardjoprajitno, rachmat, djasiman medanensis,
samaranga, bataviae, javanica, bindjei, Bangkinang dll
EPIDEMIOLOGI
a. Angka leptospirosis di dunia rata-rata 0,1-100 kasus per 100.000
b. Indonesia memiliki insiden leptospirosis tinggi
282
Wisnu Nadia – Citra, Tika
Leptospirosis
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
c. Indonesia: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogjakarta, Lampung,
Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Bali, NTB, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Dan Kalimantan Barat.
d. Jakarta tahun 2002: lebih dari 100 kasus leptospirosis (Mortality rate ±
20%).
e. Jogjakarta wabah tahun 2010: ± 500 kasus (Mortality Rate ± 10%)
Kasus Leptospirosis di RS Umum Dr. Sardjito Periode Januari 2010 sampai Mei
2011
• Angka pasien rawat inap: 31
• LOS : 9,48 hari
• CFR : 9,7%
• Score Faine’s (dimodifikasi):
– < 20 : 16%
– 20-25 : 23%
– >25 : 61%
RESERVOIR
a. Tikus liar maupun tikus domestik (rumah)
b. Hewan ternak (sapi, kuda, domba, kambing, babi)
c. Hewan liar yang menjadi reservoir untuk leptospirosis
283
Wisnu Nadia – Citra, Tika
Leptospirosis
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
CARA PENULARAN
Kontak melalui hidung, membran mukosa mulut atau mata, kulit yang
luka dan kontak dengan air kening atau bangkai hewan yang terinfeksi. Infeksi
melalui urine dapat terjadi melalui paparan secara tidak langsung melalui air,
tanah, atau makanan yang terkontaminasi oleh urine dari hewan yang terinfeksi
adalah cara penularan yang paling umum.
PATOGENESIS
• Masuknya host dapat melalui lecet di kulit atau melalui selaput lendir
yang utuh
• Penggandaan bakteri berlangsung dalam darah dan jaringan, leptospira
dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal (CSF) selama 4 sampai
10 hari
• Di ginjal, menyebabkan nefritis interstitial dan nekrosis tubular
• Dalam hati, nekrosis centrilobular dengan proliferasi sel Kupffer
• Pada leptospirosis berat, vaskulitis pada akhirnya mengganggu sirkulasi
mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler
MANIFESTASI KLINIS
• Leptospira disebut juga dengan biphasic disease dimana melalui 2 fase
dengan 2-26 masa inkubasi (14/7)hari fase 1: Fase leptospiremic
adanya bakteri dalam darah dan CSF. Manifestasi pada leptospira berat
akan jelek sekali di minggu pertama. untuk leptospira ringan mungkin
tidak begitu menunjukkan gejala yang parah. fase 2: Fase imun bakteri
terlihat dalam urin tetapi tidak organ lain atau darah, antibodi IgM
muncul, tanda-tanda meningitis mungkin karena peradangan atau
kompleks imun.
284
Wisnu Nadia – Citra, Tika
Leptospirosis
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
• Anicteric Leptospirosis pada 90% kasus berupa penyakit influenza akut
dengan demam, menggigil, sakit kepala parah, mual, muntah, dan mialgia.
Nyeri otot, yang terutama mempengaruhi betis, punggung, dan perut,
merupakan fitur penting dari infeksi leptospiral. Temuan yang paling
umum pada pemeriksaan fisik adalah demam dengan suffusion
konjungtiva. Temuan yang kurang umum termasuk nyeri otot,
limfadenopati, injeksi faring, ruam, hepatomegali, dan splenomegali.
Ikterik ringan bisa muncul pada kasus ini.
• Awal fase 2 (imun) bertepatan dengan perkembangan antibodi. Gejala
lebih bervariasi daripada selama fase 1 (leptospiremic). leptospirosis berat
disebut juga weil sindrom, bentuk yang paling parah dari leptospirosis,
ditandai dengan ikterus, disfungsi ginjal, diatesis hemoragik, dan
kematian yang tinggi. Sindrom ini sering terjadi tetapi tidak secara
eksklusif terkait dengan infeksi akibat serovar icterohaemorrhagiae.
SINDROM WEIL
Merupakan bentuk leptospirosis berat terutama bermanifestasi ikterik
berat, disfungsi ginjal, nekrosis hati, disfungsi paru, dan diatesis hemoragik. Hal
ini terjadi pada akhir tahap pertama dan puncak pada tahap kedua, namun kondisi
pasien dapat memburuk secara tiba-tiba setiap saat. Demam mungkin ditandai
selama tahap kedua. Kriteria untuk menentukan siapa yang akan mengembangkan
penyakit Weil tidak didefinisikan dengan baik. Manifestasi paru meliputi batuk,
dyspnea, nyeri dada, sputum berlumuran darah, hemoptisis, dan gagal napas.
285
Wisnu Nadia – Citra, Tika
Leptospirosis
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
Diagnosis pasti dari Leptospirosis didasarkan baik pada isolasi organisme dari
pasien atau serokonversi atau peningkatan titer antibodi dalam tes mikroskopis
aglutinasi (MAT) dengan klinis positif dan manifestasi.
Dipstick-assay (LDA), Lateral - assay aliran,
LEPTO Dri Dot: Leptospira dapat diisolasi dari darah dan / atau CSF selama 10
hari pertama sakit dan dari urin selama beberapa minggu dimulai pada sekitar 1
minggu. Budaya dapat menjadi positif setelah 2 sampai 4 minggu, dengan kisaran
1 minggu sampai 4 bulan. Pemeriksaan gelap-bidang darah atau urine sering
menyebabkan misdiagnosis dan tidak boleh digunakan.
DEFINISI KASUS
1. Kasus Suspek
– Demam akut (>=38.50C) dengan atau tanpa
• Sakit kepala hebat
• Mialgia
• Malaise
286
Wisnu Nadia – Citra, Tika
Leptospirosis
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
• Conjuctival suffusion: Mata merah dengan atau tanpa
ikterik. Pada kasus leptospira berat dapat dijumpai
ikterik pada mata.
– Ada riwayat kontak dengan lingkungan yang terkontaminasi
bakteri Leptospira
Pada kasus suspek bisa langsung diterapi dengan terapi leptospira.
2. Kasus Probable
A. Unit Pelayanan Kesehatan Dasar
Kasus suspek disertai minimal dua dari gejala:
o Nyeri betis
o Batuk dengan atau tanpa batuk darah
o Ikterus
o Manifestasi perdarahan (petekie, mimisan, gusi berdarah,
melena, hematoschezia)
o Iritasi meningeal
o Anuria / oligouria dan atau proteinuria
o Sesak napas
o Aritmia jantung
o Ruam kulit
Jika ada minimal dua dari gejala, Penderita segera dirujuk ke Rumah Sakit
287
Wisnu Nadia – Citra, Tika
Leptospirosis
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
3. Kasus Konfirm
Kasus suspek atau kasus probable disertai salah satu dari berikut ini
o Isolasi bakteri Leptospira dari spesimen klinik
o PCR positif
o Sero konversi MAT dari negatif menjadi positif atau
o Adanya kenaikan titer 4x dari pemeriksaan awal
o Titer MAT 320 (400) atau lebih pada pemeriksaan satu sampel
o Apabila tidak tersedia fasilitias laboratorium:
o Hasil positif dengan menggunakan dua tes diagnostik cepat
(RDT) yang berbeda dapat dianggap sebagai kasus confirm.
Kalau dibawah ini, definisi kasus leptospirosis yang lama berdasarkan Faine:
288
Wisnu Nadia – Citra, Tika
Leptospirosis
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
289
Wisnu Nadia – Citra, Tika
Leptospirosis
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
TATALAKSANA
LEPTOSPIROSIS
Kasus suspek dapat ditangani di Unit Pelayanan Dasar.
• Kasus suspek:
Pilihan: Doksisiklin 2x100mg (7 hari) (kecuali anak, ibu hamil,
atau bila ada kontraindikasi doksisiklin)
Alternatif (bila tidak dapat diberikan doksisiklin): Amoksisilin
3x500mg/hari pada dewasa atau 10-20mg/kgBB per 8 jam pada
anak (7 hari)
Bila alergi amoksisilin: diberikan makrolid
• Kasus probable:
Ceftriaxon 1-2 gram iv per hari (7 hari)
Penisilin Prokain 1.5 juta unit im per 6 jam (7hari)
Ampisilin 4 x 1 gram iv per hari (7 hari)
Terapi suportif dibutuhkan bila ada komplikasi: gagal ginjal,
perdarahan organ (paru, saluran cerna, saluran kemih, serebral),
syok dan gangguan neurologi
PROGNOSIS
Kebanyakan pasien dengan leptospirosis dapat sembut total. Kematian tertinggi
terdapat pada pasien yang sudah lanjut usia dan mereka yang memiliki sindrom
Weil. Terapi jangka panjang dari pasien dengan gagal ginjal dan disfungsi hati
telah didokumentasikan pemulihan yang baik dari fungsi ginjal dan hati.
290
Wisnu Nadia – Citra, Tika
Leptospirosis
dr. Doni Priambodo W., Sp.PD
PENCEGAHAN
Individu yang mungkin terkena leptospira melalui pekerjaan mereka atau
keterlibatan mereka dalam kegiatan rekreasi air harus diberitahu tentang risiko.
Langkah-langkah untuk mengendalikan Leptospirosis termasuk menghindari
paparan urin dan jaringan dari hewan yang terinfeksi dan kontrol hewan pengerat.
Kemoprofilaksis dengan doxycycline (200 mg seminggu sekali) telah muncul
menjadi berkhasiat personil militer tetapi diindikasikan hanya dalam kasus yang
jarang terjadi.
291
Wisnu Nadia – Citra, Tika
Campak, Varicella, Rubella
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
Campak
Campak merupakan penyakit akut yang mudah ditularkan melalui udara yang
disebabkan oleh virus. Penyakit ini menyebar di seluruh dunia karena bersifat
mudah menular. Sebelum era imunisasi semua orang rentan terkena campak,
sehingga imunisasi memang efektif untuk mencegah penyakit ini. Semua anak dan
orang dewasa yang lahir pada dan setelah tahun 1966 harus divaksinasi dengan 2
dosis vaksin MMR jika belum mempunyai kekebalan.
Diantara ketiga jenis campak diatas (measles, morbilli, rubeola) : rubeola
paling jarang ditemukan dikasus klinis.
A. Penyebab
VIRUS GOLONGAN PARAMYXOVIRIDAE
Masa Inkubasi : 8 – 13 hari (rata – rata 10 hari)
B. Cara Penularan
1) Virus menular melalui jalan pernapasan, campak ditularkan oleh manusia,
bukan kera.
2) Dari sekresi hidung dan tenggorokan : bersin, batuk, pernapasan
menular ke organ lain
3) Ditularkan 1-3 hari sebelum panas dan batuk
4) Daya tular menurun secara cepat segera timbulnya rash. 4 hari sebelum
dan sesudah terjadinya rash merupakan waktu yang sangat infeksius.
5) Gambaran penularan : terutama saat peralihan musim dari musim hujan ke
musim kemarau.
C. Gejala Klinis
1) Tahap kataral (berlangsung selama 3-7 hari)
• Mula – mula panas, lesu, batuk pilek, mata merah (biasanya fotophobia)
• Akhir stadium dijumpai Koplik’s spot patognomosis
292
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Campak, Varicella, Rubella
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
2) Tahap erupsi :
• Suhu meningkat timbul bercak kemerahan (rash, exanthem)
• Berlangsung 4 – 6 hari
• Panas menurun
• Biasanya muncul ruam dimulai dari belakang telinga muka badan
kaki
3) Tahap konvalesensi :
• Bercak kemerahan berkurang
• Hiperpigmentasi
• Dekskuamasi
• Suhu turun menjadi normal, kecuali ada komplikasi
• Batuk masih sering ada
Pada pemeriksaan fisik
dimulut, terdapat putih –
putih pada mukosa mulut.
Bagaimana membedakannya
dengan sisa susu yang
diminum anak?
Gosokkan spatel lidah pada
putih – putih tsb, kalau
menghilang berarti hanya
sisa susu yang diminum
anak.
D. Perjalanan Klinis
293
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Campak, Varicella, Rubella
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
E. Epidemiologi di Indonesia
• Merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
• Insidens di beberapa daerah masih tinggi
• SKRT 1986 : 44/10.000 gol umur/bulan 528/10.000 dalam 1 tahun
• KLB : CFR masih cukup tinggi tahun 1989 – 4,6%, 1993 – 7,2 %, 1994 –
4,5%
• CFR Rumah Sakit di Indonesia: bervariasi 2,4%-26%, rata-rata 10,9%
• Di negara maju CFR campak berkisar antara 1/10.000 dan 1/1000 kasus,
sedang di negara berkembang sekitar 1-6 %
• CFR tertinggi pada umur 6 – 11 bulan.
294
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Campak, Varicella, Rubella
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
*FYI : Case Fatality Rate (CFR) adalah presentase angka kematian oleh suatu
penyakit, dan dalam materi ini tentu yg kita bahas adalah CFR campak
F. Proporsi Penderita
Terjadi pergeseran umur ke golongan umur yang lebih tua Proporsi penderita
Campak menurut umur
G. Diagnosis Campak
Untuk kepentingan survailans ada 3 kasus campak :
1) Kasus tersangka yaitu kasus yang dilaporkan oleh masyarakat dgn gejala
panas, bercak kemerahan, batuk, pilek dan mata merah atau nama lain dari
penyakit campak yang dikenal masyarakat.
2) Kasus klinis campak kasus campak di lapangan yang dilaporkan oleh
petugas kesehatan dengan kriteria :
• Bercak kemerahan pada tubuh berbentuk makulopopuler selama 3 hari
atau lebih.
295
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Campak, Varicella, Rubella
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
• Panas badan lebih 38 0C, disertai salah satu gejala berikut: Batuk, pilek
atau mata kemerahan
3) Kasus konfirmasi Campak adalah kasus klinis campak disertai salah satu
atau lebih hal sebagai berikut :
• Pemeriksaan laboratorium serologis positif
• Adanya hubungan epidemiologis dgn kasus campak.
• Ditemukan koplik spot (bintik putih kecil di mulut)
• Meninggal karena campak
296
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Campak, Varicella, Rubella
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
I. Komplikasi
• Paling sering: bronchopneumonia (range 26,2%-85,4%)
• Diare menyerang usus (range 3,4%-62,9%)
• Encephalitis (range 1%-9,1%)
• Otitis Media (range 1,5%-7,1%)
• Febris konvulsi (range 7,1%-11,1%)
• Penyebab kematian utama: bronchopneumonia
• Kombinasi dengan diare CFR lebih tinggi.
J. Terapi
• Campak tanpa penyulit berobat jalan
• Pengobatan simptomatik : Pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran,
dst.
• Dengan penyulit (komplikasi) perlu dirawat di RS
1) Kebutuhan cairan
2) Diet yang memadai
3) Vitamin A 100.000 IU per oral
• Campak dengan Bronkopneumonia dapat diberi amphicilin +
khloramfenicol
• Enteritis : cairan mengatasi dehidrasi
• Otitis Media : o.k infeksi sekunder kotrimoksazole-Primetropin
297
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Campak, Varicella, Rubella
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
K. Pencegahan
• Imunisasi campak bayi umur 9 bulan (antibodi maternal akan menghilang
pada usia 9 tahun, dan pada anak di negara maju setelah 15 bulan)
• Ulangan pada saat anak masuk sekolah SD (Program BIAS)
• Penderita campak harus tetap tinggal di rumah sampai tidak lagi dapat
menularkan penyakit (yaitu sampai 4 hari setelah ruam timbul)
• Bagi orang yang tidak mempunyai kekebalan dan telah mempunyai kontak
dengan seorang penderita campak, adakalanya infeksi masih dapat dicegah
dengan vaksin MMR jika diberikan dalam waktu 3 hari setelah eksposur
atau dengan imunoglobulin dalam waktu 7 hari setelah eksposur.
L. Ringkasan
• Campak masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
• Terjadi pergeseran kasus campak ke arah usia lebih tua
• CFR masih cukup tinggi :
- KLB
- Rumah sakit
• Untuk mengurangi insidens dan kematian oleh karena campak perlu :
- Peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan
- Peningkatan promosi kesehatan pada
- Masyarakat
- Imunisasi ulangan pada murid sekolah sd
A. Penyebab
• Virus Herpes Varicella (Varicella Zooster Virus (VZV))
• HerpesZooster (shingles) merupakan reaktivasi infeksi
endogen pada periode laten VZV
• Sangat menular
• Gejala tidak berat
298
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Campak, Varicella, Rubella
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
• Sedikit penyulit
• Pada imunokompeten komplikasi & kematian
B. Epidemiologi
• Di Indonesia peralihan musim
• Penularan melalui percikan ludah dan kontak langsung
• Menyerang semua umur
• 90% berumur 10 tahun, terbanyak 5-9 tahun
• Menular 24 jam sebelum lesi kulit timbul sampai semua lesi timbul
krusta, biasanya 7-8 hari
C. Patogenesis
• Melalui mukosa saluran pernafasan bagian atas (orofaring)
• Replikasi, menyebar melalui darah dan limfe
• Berkembang biak di sel retikuloendotekial (viremia pertama)
• 1 minggu kemudian menyebar (viremia kedua)
• Timbul demam dan malaise
• Ke kulit dan mukosa
• Siklus berakhir 3 hari
299
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Campak, Varicella, Rubella
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
D. Gejala Klinis
1) Stadium Prodromal:
• Masa inkubasi 14-15 hari
• Ruam kulit dan demam yang tidak begitu tinggi
• Malaise
• Pada anak besar dan dewasa ruam didahului demam selama 2-3 hari
• Menggigil, malaise, nyeri kepala, anoreksia, nyeri punggung
• Nyeri tenggorok dan batuk
2) Stadium Erupsi
• Ruam muncul di muka dan kulit kepala
• Menyebar ke badan dan ekstremitas
• Jarang di telapak kaki dan tangan
• Sentrifugal
• Khas: pembukaan cepat dari makula kemerahan ke papula, vesikula,
pustuk krusta
• Terjadi 8-12 jam
• Krusta lepas 1-3 minggu.
E. Diagnosis Klins
• Gambaran dan perkembangan lesi kulit yang khas (ada kontak 2-3 minggu
sebelumnya)
300
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Campak, Varicella, Rubella
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
• Gambaran Khas:
1) Muncul setelah masa prodormal yg singkat dan ringan
2) Lesi berkelompok dibagian sentral
3) Perubahan lesi yg cepat dari makula, vesikula, pustuk sampai krusta
4) Semua tingkat lesi kulit dalam waktu bersamaan pada daerah yg sama
5) Lesi mukosa mulut
F. Komplikasi
• Ringan, jarang penyulit yang serius
• Tusering: infeksi sekunder bakteri pada lesi kulit
• Pneumonia Primer pada dewasa, janrang terjadi pada anak
• Pada kehamilan: ancaman untuk ibu maupun janin
• Infeksi VZV intra uteri 20 minggu kehamilan 5% malformasi
kongenital
• Ibu menderita infeksi varisela berat mengenai bayi baru lahir gejala
berat kematian 26-30%
• Saat berbahaya 5 hari sebelum dan 2 hari setelah melahirkan.
G. Terapi
• Ringan bisa sembuh sendiri
• Lotio calamin
• Gatal antihistamin
H. Pencegahan
• Pemberian imunisasi
301
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Campak, Varicella, Rubella
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
RUBELA (GERMAN MEASLES)
Rubela umum menyerang anak dan dewasa muda. Pada anak labil besar,
sesekali infeksi berat disertai kelainan sendi dan purpura. Infeksi pada kehamilan
muda dapat meyebabkan; abortus, lahir mai atau kelainan kongenital yang berat.
A. Etiologi
• Virus RNA, genus Rubivirus, famili Togaviridae
• Gejala klinik ditemukan pada sekret nasofaring, darah, feses dan urin
• Pejamu (host) manusia
B. Patogenesis
• Penularan: oral droplet dari nasofaring/ pernafasan
• Masuk aliran darah
• Erupsi dikulit (belum diketahui patogenesisnya)
• Viraemia
• Di nasofaring, virus tetap ada s.d 6 hari setelah erupsi
• Penularan 7 hari sebelum hingga 5 hari sesudah eruppsi
• Daya tular tertinggi pada akhir masa inkubasi
C. Epidemiologi
• Distribusi luas di dunia
• Epidemi terjadi interval 5-7tahun (6-9 tahun)
• Mengenai anak dan dewasa muda
• Melalui droplet dan placenta (congenital)
• Sebelum ada vaksinasi anak usia 5-14 tahun
• Masa kini pada remaja dan dewasa muda
302
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Campak, Varicella, Rubella
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
• Kelainan pada fetus 30% selama minggu pertama kehamilan
• Risiko tertinggi (50-60%) pada bulan pertama kehamilan
• Menurun 4-5% pada bulan keempat kehamilan
• Sebelum 85% bayi terinfeksi rubela kongenital mengalami defek
D. Manifestasi Klinis
1) Masa inkubasi 14-21 hari ( 12-21 hari)
2) Masa Prodromal (1-5 hari):
a. Demam ringan, sakit kepala, nyeri tenggorok, kemerahan,
conjungtiva
b. Rinitis, batuk
c. Limfadenopati menghilang pada waktu erupsi timbul
d. 20% timbul enantema (tanda forschheimer): makula atau petekie
pada palatum molle
e. Pembesaran kel. Limfe 5-7 hari sebelum timbul eksantema
f. Khas kel suboksipital, postaurikular dan servikal, disertai nyeri
tekan
3) Masa Eksantema
a. Mulai retro-aurikular atau muska
b. Meluas cepat secara kramiokandul
c. Mula-mula makula berbatas tegas, meluas, menyatu
morbilliform
d. Hari ke 2 eksantem di muka menghilang, hari ke 3 di tubuh dan
hari ke 4 di anggota gerak
e. 40% kasus tanpa eksantema
f. Limfadenopati gejala klinis yg penting
g. Pembengkakan kel. Limfe berlangsung selama 5-8 hari
303
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Campak, Varicella, Rubella
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
E. Diagnosis
DIAGNOSA BANDING
a. Virus: campak, roseola infantum, eritema mononukleosis, infeksiora dan
pityriasi rosea
b. Bakteri: scarlet fever (Skarlatina)
c. Erupsi Obat: ampisilin, penisilin, asam salisilat, barbitura, INH,
fenotiazin, diuretik tiazid
DIAGNOSIS
• Klinis sukar dibuat
• Perlu anamnesis yg cermat
• Demam jarang sekali diatas 38,5o C
• Kearah diagnosa:
o makula merah muda eritema aifus
o artralgia pada tangan
• Diagnosa pasti:
o Peningkatan titer antibodi (HI) 4x
o Antibodi IgM rubella
DIAGNOSIS RUBELLA KONGENITAL
• Ditemukan 2 dari 3 gejala klinis utama (ketulian, katarak dan atau
retinopati rubela, lesi jantung kongenital)
• Virologik dan atau serologik
• Infeksi rubela maternal selama kehamilan
• Antibodi IgM
304
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Campak, Varicella, Rubella
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
F. Komplikasi
• Jarang pada anak
• Remaja dan dewasa: artritis dan astralgia sendi kecil, tangan, kaki, lutut,
dan bahu
• Artralgia pada tangan gejala meyakinkan
• Artritis biasanya hilang dalam 1 bulan
• Encefalitis sangat jarang
• 2 minggu
• Purpura trombositopenik
• Epistaksis, perdarahan gusi dan saluran cerna
• Hematuria, ekimosis falatum dan periobila
• Jarang berakibat fatal
Rubella Kongenital
• Infeksi rubella ibu hamil infeksi janin
• Tergantung umur kehamilan
• Infeksi rubella ibu hamil, 50% tidak menunjukkan gejala/ tanda klinis
• Infeksi melalui plasenta:
o Non infeksi
o Infeksi tanpa kelainan
o Dengan kelainan kongenital
o Resorpsi embrio
o Abortus atau kelahiran mati
• Infeksi rubella trimester pertama sindrom rubella kongenital:
Trial anomali kongenital:
o mata (katarak)
o telinga (ketulian)
o defek jantung
• Kelainan jantung dan mata – embrio umur < 6 minggu
• Ketulian dan defek mental – embrio umur 10 minggu
• Kelainan lain: SSP dan gigi, glaukoma, mikrosefali, kel. Viseral
• 1/3 menderita katarak
305
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Campak, Varicella, Rubella
Prof. Djauhar Ismail, Sp.A
• Tuli sensori neural, bilateral
• Manifestasi umum waktu lahir:
o retardasi pertumbuhan
o retardasi psikomotoral
o 50-80% berat lahir <2500gr
G. Terapi
• Tidak ada, suportif
• IMUNITAS:
o Setelah menderita rubella, imunitas jangka lama
o Setelah imunisasi: 88-98% stlh 16 thn
o 87-89% stlh 8-18 thn
306
Wisnu Salma – Afif, Oriza
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
INTRODUCTION
• Mycobacteria adalah bakteri batang aerob dan tidak membentuk spora
• Acid fast Bacilli (AFB) Bakteri yang tahan terhadap decolorization oleh
asam & alkohol
• Mycobacteium tuberculosis penyebab Tuberculosis dan merupakan patogen
yang penting pada manusia
• Mycobacterium leprae penyebab Leprosy
• Mycobacterium avium-intracelullare & atypical mycobacteria lainnya
menginfeksi pasien dengan AIDS, infeksi opportunistik pada orang
immunocmpromised, atau dapat menyebabkan penyakit pada orang dengan
sistem imun yang normal
• Terdapat lebih dari 50 spesies Mycobacterium termasuk beberapa yang
bersifat saprophyt
307
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
TUBERCULOSIS
• Salah satu penyakit tertua pada manusia yang disebabkan oleh
bakteri yang tergolong dalam Mycobacterium tuberculosis complex.
• Penyakit ini biasanya berpengaruh pada paru-paru, meskipun lebih
dari sepertiga kasus bisa melibatkan organ-organ lainnya
• Transmisi melalui droplet nuklei di udara yang dikeluarkan oleh
pasien dengan tuberkulosis paru yang infeksius
• Penyakit penyebab utama kecacatan dan kematian hampir di
sebagian besar negara diseluruh dunia
• Infeksi awal biasanya berlangsung tanpa gejala
• Tes tuberkulin akan memberikan hasil yang positif 2 – 10 minggu
kemudian.
• Lesi awal pada paru umumya akan sembuh dengan sendirinya tanpa
meninggalkan gejala sisa
• Hampir 90 – 95% mereka yang mengalami infeksi awal akan
memasuki fase laten dengan risiko terjadi reaktivasi seumur hidup
mereka
EPIDEMIOLOGI
• Tahun 1993 WHO mendeklarasikan bahwa tuberkulosis a global
public health emergency
• Seluruh dunia, satu diantara tiga orang terinfeksi tuberkulosis
• Setiap tahun Tuberkulosis membunuh lebih dari 3 juta orang.
Walaupun sebenarnya bisa disembuhkan dan pengobatannya relatif
tidak mahal
MYCOBACTERIA
308
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
• Mycobacteria tergolong dalam family
Mycobacteriaceae dan ordo Actinomycetales
• Spesies yang patogenik tergolong dalam M.
tuberculosis complex yang sering dan
penting sebagai penyebab infeksi pada
manusia adalah M. tuberculosis
M. Tuberculosis Complex
• M. bovis
Bovine tubercle bacillus, sebagai penyebab penting tuberkulosis yang
ditransmisikan melalui susu yang tidak dipasteurisasi. Sedikit
persentase kasus terjadi di negara berkembang.
• M. africanum
Diisolasi dari sedikit kasus-kasus di Afrika Barat dan Tengah
• M. microti
the "vole" bacillus, berhubungan erat tetapi merupakan
mikroorganisme yang jarang ditemukan.
309
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
• Perbedaan murni berdasarkan aspek epidemiologi dan tidak
berhubungan secara tegas dalam hal manajemen dan prognosis
MORFOLOGI
• Mycobacteria batang tidak membentuk spora, bakteri aerob, tipis ukuran
0.5 x 3 m
• Mycobacteria bersifat Aerob obligat
• Mycobacteria tidak dapat diklasifikasikan dalam bakteri gram positif
maupun gram negatif Pengecatan Gram bersifat netral
KARAKTERISTIK MYCOBACTERIA
• Komponen dinding sel menunjukkan sifat karakteristik pada
pengecatan
• Basil tuberkel bersifat "acid-fastness“ < yaitu tidak dapat dilunturkan
oleh 95% ethyl alcohol dan 3% hydrochloric acid (acid-alcohol)
• Asam mikolat menunjukkan kemampuan resistensi Mikobakterium
terhadap proses destaining oleh asam dan alkohol disebut acid-
fast bacillus (AFB)
310
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
mikroorganisme ini punya asam mikolat tinggi, cross-linked rantai panjang asam
lemak, dan lemak dinding sel lainnya.
Mikroskopis M. Tuberculosis
Yang ditunjuk anak panah yaitu bakteri tahan asam (warna merah).
STRUKTUR MYCOBACTERIA
• Dinding sel mycobacterium: lipids berikatan berada di bawah
arabinogalactan dan peptidoglycan
• Struktur ini berpengaruh terhadap permeabilitas dinding sel yang rendah
dan berakibat beberapa antibiotika tidak efektif melawan mikobakterium
• Molekul lainnya terdapat pada dinding sel yaitu lipoarabinomannan,
berkaitan dalam interaksi pathogen-host dan memfasilitasi bertahannya
M. tuberculosis di dalam makrofag
• Beberapa protein yang karakteristik terdapat pada M. tuberculosis adalah
purified protein derivative (PPD) tuberculin
• PPD : presipitat dari molekul non-species-specific yang didapatkan dari
filtrat konsentrat kultur cair M.tbc yang telah disterilisasi dengan
pemanasan
GENOMS
• Genom M. tuberculosis terdiri dari sekitar 4000 genes yang mengandung
guanine-plus-cytosine yang tinggi
311
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
• Sebagian besar gen berkaitan dengan produksi enzim-enzim yang terlibat
dalam lipogenesis and lipolysis dan protein kaya glycine mungkin
berkaitan dengan variasi antigenik
• Beberapa gen telah teridentifkasi menentukan sifat virulensi M.
tuberculosis
• katG : menyandi katalase, enzim protektif terhadap stress oxidative
• rpoV : sigma factor yang utama, menginisiasi transkripsi beberapa gen.
Adanya defek pada 2 gen tersebut terkait hilangnya virulensi
• erp gene menyandi protein yang dibutuhkan untuk multiplikasi, juga
berperan dalam virulensi
312
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
PATOGENESIS
• Tidak memproduksi toksin
• Droplet (1-5 Um) inhalasi alveoli
• M.tbc virulen : interaksi dengan hospes SAKIT : tergantung
hipersensitivitas & resistensi hospes
• Perkembangan lesi,penyembuhan & progresi tergantung : jumlah bakteri
, resistensi dan hipersensitivitas hospes
PATOGENESIS TUBERKULOSIS
• Interaksi antara M. tuberculosis dengan hospes manusia diawali dengan
inhalasi droplet nuclei yang mengandung mikroorganisme dari pasien
terinfeksi
• Mayoritas basilus terinhalasi akan terperangkap masuk ke dalam saluran
pernafasan atas dan berusaha dikeluarkan oleh silia sel mukosa saluran
pernafasan.
• Sekitar kurang dari 10% droplet tetap dapat mencapai alveoli
• Mycobacterium tuberculosis menginfeksi paru-paru dan terdistribusi secara
sistemik dalam makrofag dan menetap secara intraselluler
• Penghambatan fusi phagosome-lysosome dan resistensi terhadap enzim
lysosom diduga berperan dalam terjadinya infeksi
• Cell-mediated immunity berkembang dan menyebabkan infiltrasi
makrofag dan limfosit mengakibatkan terbentuknya granuloma
(tubercles).
313
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
• Makrofag alveolar teraktifasi memfagosit Mycobacteria secara non
spesifik
• Invasi makrofag oleh Mycobacteria mungkin sebagai bagian akibat
adanya penggabungan dinding sel bakteri dengan C2a dilanjutkan
dengan opsonisasi C3b bakteri,dan pengenalan mikobakteria oleh
makrofag
• Keseimbangan antara aktivitas bakterisidal makrofag dan virulensi
Mycobacteria ( selanjutnya berikatan dengan dinding sel bakteri yang
kaya lipid dan kapsul glikolipid, dimana keduanya menimbulkan
resistensi terhadap komplemen dan radikal bebas) menentukan
proses fagositosis selanjutnya
• Jumlah Mycobacteria /Basilus yang tersembunyi juga penting
• Tahap awal interaksi hospes-basilus : makrofag hospes mengandung
basilus yang bermultiplikasi dengan memproduksi enzim proteolitik
dan sitokin atau basilus memulai untuk bermultiplikasi
• Jika basilus bermultiplikasi, pertumbuhannya dengan cepat
membunuh makrofag yang lisis
• Nonactivated monocytes tertarik dari pembuluh darah menuju
tempat infeksi oleh beberapa macam chemotactic factors
memfagosit basilus yang dilepaskan dari makrofag yang lisis
• Tahap awal infeksi ini biasanya asymptomatic
KULTUR M. TUBERCULOSIS
• Media selektif dan nonselektif
• Media selektif: Antibiotik (mencegah kontaminasi)
• Ada 3 media umum yang bisa digunakan:
1) Semisynthetic agar media (Middlebrook 7H10 dan 7H11).
Menghasilkan inokula yang besar yang tumbuh dalam beberapa
minggu, untuk mengamati morfologi koloni untuk succeptibility
testing
2) Inspissated egg media (Louwenstein Jenseen). Inokula kecil
dalam 3-6 minggu. Terdapat Malacyt green yang berfungsi untuk
mencegah bakteri yang lain
3) Broth media (middlebrook 7H9 dan 7H12). Support proliferation
small inokula, tweens (larut dalam air ester asam lemak).
314
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
Pertumbuhan tersebar pada media cair, lebih cepat ketimbang
media kompleks
Koloni M.tuberculosis
Ciri Koloni M.tuberculosis :
Kering, berwarna kuning gading,
seperti remahan roti
Sifat-Sifat Pertumbuhan
• Aerob Obligat
• Energi oksidasi C sederhana.
• Tekanan CO2 naik meningkatkan pertumbuhan
• Laju : lambat
• Proliferasi : 18 jam
• SAPROFIT : kurang tahan asam,cepat, banyak pigmen, 22-23 0 C
315
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
TRANSMISI M. TUBERCULOSIS
Penyebaran melalui droplet nuclei
• Ditularkan pada saat seseorang dengan TB infeksius batuk, bersin,
berbicara atau bernyanyi
• Kontak langsung yang dekat merupakan resiko tertinggi menjadi
terinfeksi
• Transmisi terjadi dari orang penderita TB yang infeksius
316
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
MASA PENULARAN
• Secara teoritis seorang penderita tetap menular sepanjang ditemukan
basil TB didalam sputum mereka.
• Penderita yang tidak diobati atau yang diobati tidak sempurna dahaknya
akan tetap mengandung basil TB selama bertahun tahun.
317
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
• Pemberian OAT yang efektif mencegah terjadinya penularan dalam
beberapa minggu paling tidak dalam lingkungan rumah tangga.
• Anak-anak dengan TB primer biasanya tidak menular
IMUNITAS
• Cell-mediated immunity penting pada tahap awal infeksi
• Sel yang teraktivasi membentuk agregat di sekitar pusat lesi dan secara
efektif menetralisir basilus tuberkel tanpa menyebabkan kerusakan
jaringan lebih lanjut
• Mayoritas individu yang terinfeksi, makrofag lokal teraktivasi pada saat
antigen M.tbc dipresentasikan makrofag, dan menstimulasi sel Limfosit T
untuk melepaskan bermacam limfokin.
• di bagian pusat lesi, terkumpul jaringan/material nekrotik yang
menyerupai soft cheese (caseous necrosis)
• Cell-mediated immunity memberikan perlindungan parsial terhadap M.
tuberculosis
• Imunitas humoral perannya tidak diketahui dalam proteksi terhadap M.
tuberculosis
• Dua tipe sel yang esensial dalam imunitas tuberkulosis :
1) makrofag : memfagosit M.tbc secara langsung
2) T cells (terutama CD4+ lymphocytes), : menginduksi proteksi
melalui produksi limfokin.
Pulmoner Tuberculosis (Granuloma, caseous necrosis, Giant cell)
318
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
RESPON HOST
Sekitar 2 – 4 minggu setelah terinfeksi, berkembang 2 mekanisme respon hospes
terhadap M.tuberculosis , yaitu :
1) A Tissue-Damaging Response
merupakan reaksi Hipersensitivitas tipe lambat/ delayed-type hypersensitivity
(DTH) terhadap beberapa antigen M.tbc. Terjadi kerusakan nonactivated
macrophages yang mengandung M.tbc yang bermultiplikasi
2) A Macrophage-Activating Response
merupakan fenomena cell-mediated yang menyebabkan aktivasi makrofag
yang mampu membunuh dan mendigest M.tbc
SITOKIN
• Setelah infeksi M. tuberculosis, alveolar macrophages mensekresikan beberapa
sitokin :
• interleukin (IL-1) fe er
• interleukin (IL-6 y erglobulinemia
• tumor necrosis factor a (TNF-alfa
o membunuh mycobacteria,
o pembentukan granuloma,
o efek sistemik : fever and weight loss
319
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
IMUNITAS TERKAIT DIAGNOSIS
• Tuberkulosis dapat didiagnosis dengan skin testing untuk mengetahui
adanya reaksi delayed hypersensitivity terhadap tuberculin yang juga dikenal
sebagai protein purified derivatif berasal dari Mycobacterium tuberculosis ( PPD)
• Hasil test positive tidak menunjukkan tuberkulosis aktif, lebih
menunjukkan adanya riwayat pemaparan dengan M.tuberculosis
320
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
DIAGNOSTIK LABORATORIUM
• Tuberkulin test belum bisa menunjukkan adanya infeksi aktif infeksi M.
tuberculosis
• Isolasi M.tuberculosis dengan kultur sebagai bukti adanya infeksi
• Tuberkulosis pulmoner didiagnosis berdasarkan :
321
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
1) ditemukannya BTA ( Bakteri Tahan Asam) pada mikroskopis sputum
2) Isolasi pertumbuhan M. tbc pada kultur spesimen sputum
• Spesimen: sputum segar, cuci lambung, urin, cairan pleura, cairan
serebrospinal, cairan sendi, biopsi, darah dan spesimen lain yang dicurigai.
• Saat ini banyak laboratorium menggunakan auramin-rhodamin atau auramin
O untuk mewarnai sputum, lalu discan flouresensinya. Tak lagi menggunakn
pengecatan Ziehl-Neelsen.
SAMPLING SPUTUM
322
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
DIAGNOSTIK LABORATORIUM ( Mikroskopis)
Skala IUATLD
• Negatif : Tidak ditemukan BTA minimal dalam 100 lapang pandang
• Scanty : 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang (Tuliskan jml BTA yang
ditemukan)
• 1+ : 10 – 99 BTA dlm 100 lapang pandang
• 2+ : 1 – 10 BTA setiap 1 lapang pandang (periksa minimal 50
lapang pandang)
• 3+
pandang)
Diagnostic Laboratory Tests : Kultur
• Dekontaminasi dan Konsentrasi
Diencerkan dengan N-acetyl-I-cysteine; lalu didekontaminasi dengan
NaOH)
• Pengecatan
Pengecatan Ziehl-Neelsen, flouresensi mikroskopik dengan pengecatan
auramin-rodamin yang lebih sensitif.
• Kultur
Tes identifikasi dan kecurigaan mengarah pada TB menggunakan media
selektif atau non selektif.
IDENTIFIKASI MYCOBACTERIA
Konvensional
323
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
• Tingkat pertumbuhan
• Morfologi pigmentasi koloni
• Karakteristik biokimiawi
• Membutuhkan waktu 6 -8 minggu.
Marker Molekuler
• Hibridisasi
• HPLC
• Teknik Biakan kaldu radiometrik
• Deteksi DNA, Tes serologi antigen: PCR,ELISA
Rapid Diagnostic Test for TB
• NAAT (Nucleic acid amplification test)
• ADA (Adenosine Deaminase) Test
• Line Probe Assay (LPA)/ HAIN test
• GenExpert untuk pemeriksaan TB MDR dan TB HIV.
EPIDEMIOLOGI
• Sumber infeksi manusia, Transmisi: droplet
• Genetik
• Umur, gizi, status imun, penyakit penyerta, resistensi.
• TBC meningkat pada penderita HIV
• Terinfeksi secara eksogen kedua dengan riwayat TBC
• Reaktivasi endogen AIDS, manula, gizi kurang, orang miskin pecandu
alkohol.
PENGOBATAN
• Kemoterapi efektif, 2 obat untuk mencegah mutan yang resisten
324
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
• terapi obat jangka panjang (waktu proliferasi & masa inaktivitas
metabolisme panjang)
• Masalah utama: kelalaian pasien,kegagalan tx, kegawatan &
penularan organisme resisten obat
• Tx jangka pendek, 2 x seminggu.
• Pengobatan dengan regimen kombinasi 4 -5 obat :
Harus diawasi (PMO)
Berpotensi munculnya : MDR strain
RESISTENSI OBAT
• Mono Drug Resistance
Resisten terhadap satu macam OAT
• Poly Drug Resistance
Resisten terhadap 2 a lebih OAT, bukan INH dan R ( masih dapat di
terapi dg regimen FLD dan SLD)
• Multi Drug Resistance
Resisten setidaknya terhadap INH dan R
325
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Mycobacteria
dr. Inayati Habib, Sp.MK
- Tidak menaati ketentuan minum obat (non compliant)
- Memliki masalah finansial
326
Wisnu Salma – Dea, Hendrian
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
Pendahuluan
Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang memberikan
morbiditas yang cukup tinggi didunia. 40% populasi dunia berada di endemik
area. Terdapat 3-500 juta kasus per tahun dengan 1,5-2,7 juta angka kematian
(90% Afrika). Peningkatan kasus (re-emerging disease) disebabkan karena
munculnya lagi kasus malaria dibeberapa daerah dan resistensi obat yang dapat
meningkatkan mortalitas.
327
Wisnu Faizal, Ira
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
SIKLUS HIDUP
Siklus hidup plasmodium terdiri dari fase seksual eksogen (sporogoni) dalam
badan nyamuk Anopheles betina sebagai hospes definitif dan fase aseksual
(skizogoni) dalam tubuh manusia.
1. Fase Aseksual
• Siklus eksoeritrositer
Saat nyamuk Anopheles betina infektif menghisap darah manusia,
sporozoit ke dalam aliran darah invasi ke sel hati
berkembangbiak membentuk skizon hati yang terdiri dari 10.000-
30.000 merozoit.
• Siklus eritrosit
Merozoit menyerang eritrosit membentuk tropozoit pengulangan
siklus eritrositik skizogony (tropozoit-skizon-merozoit) sebagian
merozoit berkembang menjadi bentuk seksual (gametosit) jantan
dan betina.
328
Wisnu Faizal, Ira
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
Exoerythrocytic Schizogony
• Terbentuk dihepatosit
• Replikasi aseksual
• 6-15 hari
• Memproduksi 1000-10.000 merozoit
• Belum menimbulkan efek pada patologi pada manusia
329
Wisnu Faizal, Ira
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
Hyponozoite Forms
Erythrocytic Stage
• Parasit intraseluler
330
Wisnu Faizal, Ira
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
• Tropozoit muda yang disebut “ring form” masuk ke eritrosit, dapat
menginjeksi/memakan hemoglobin sehingga bentuknya seperti food
vakuola dan terdapat sitosom serta hemozoin (pigmen malaria).
Erythrocytic Schizogony
MANIFESTASI KLINIS
• Demam periodik dengan pecahnya skizon matang
• Manifestasi dan derajat keparahan tergantung pada imunitas, status nutrisi,
genetik, keadaan umum.
• Recruden dan relaps dapat terjadi beberapa bulan atau tahun.
• Komplikasi dapat terjadi khususnya pada infeksi P. Falciparum
331
Wisnu Faizal, Ira
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
• Gejala pertama malaria tidak spesifik
• Trias malaria: menggigil, demam, berkeringat. Muncul pada interval yang
reguler.
• Demam pada Falciparum bersifat irregular dapat timbul diatas 40OC,
muncul takikardi bahkan sampai delirium
• Gejala klinis lain meliputi: nyeri kepala, lemas, abdominal discomort, nyeri
dada, arthralgia, myalgia, diare, mual, muntah, hipotensi orthostatik.
Pemeriksaan Fisik
• Anemia
Sering terjadi pada anak-anak yang tinggal di daerah endemis
• Hepatomegali
• Ikterik
Sering terjadi pada orang dewasa dengan komplikasi malaria yang biasanya
menghilang setelah 1-3 minggu. Berhubungan dengan infeksi P. Falciparum.
Ikterik dapat terjadi karena hemolysis, kerusakan hepatosit dan cholestasis.
• Malaria tidak ada hubungannya dengan rash
Jika ada demam dan ada rash, kemungkinan besar bukan malaria. Ptekie
pada kulit atau mukosa sangat jarang terjadi pada malaria falciparum yang
berat
332
Wisnu Faizal, Ira
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
Malaria Paroxysm
333
Wisnu Faizal, Ira
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
Gametocytogenesis
334
Wisnu Faizal, Ira
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
• Cincin gametosit
Pf: ~ 10 hari
lain: ~ sama schizogony
• Dimorfisme seksual (perbedaan sistematik luar antar individu yang berbeda
jenis kelamin dalam spesies yang sama)
microgametocytes: bulat, merah, inti difus, pigmen tersebar, kecuali pada
P. Falciparum berbentuk seperti pisang.
macrogametocytes: bulat, biru, inti padat, pigmen disekitar ini, kecuali
pada P. Falciparum berbentuk seperti pisang
• Tidak ada patologi
• Merupakan tahap infektif untuk nyamuk
Gametogenesis
335
Wisnu Faizal, Ira
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
Sporogony
Invasive Stages
• Merozoite: eritrosit
• Sporozoite: kelenjar saliva, hepatosit
• Ookinete: epithelium
336
Wisnu Faizal, Ira
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
MALARIA BERAT
• Selain menginfeksi eritrosit, malaria dapat mengurangi deformabilitas
eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga mudah pecah dan memperparah
terjadinya anemia.
• Malaria tidak mudah untuk masuk ke pembuluh darah yang cukup kecil,
seperti kapiler, venula dan
• Memperpendek kelangsungan hidup sel darah merah.
• Anemia pada P. Vivax, P. Ovale, P. Malariae tidak terlalu nyata karena tidak
terjadi skuestrasi seperti pada P. Falciparum. Semua tahap perkembangan
parasit dapat terlihat jelas pada apusan darah
• P. Vivax, P. Ovale hanya menginfeksi pada eritrosit muda, pada P. Malariae
mengenai eritrosit tua
dan menghasilkan tingkat parasitemia yang jarang > 2%, P. Falciparum dapat
menyerang eritrosit dari segala usia dan mungkin terkait dengan tingkat
yang sangat tinggi parasitemia.
Respon Host
• Pada awal infeksi, terjadi kerusakan pada eritrosit kemudian sistem
retikuloendotelial akan bekerja sehingga liver dan limpa dapat membesar
(produk dari rusaknya eritrosit akan dibawa ke limpa). Imunitas spesifik
muncul untuk mengontrol infeksi, akan tetapi tidak timbul imunitas
humoral.
• Paparan strain yang cukup memberikan perlindungan dari tingkat tinggi
parasitemia dan penyakit tetapi tidak dari infeksi.
• Infeksi tanpa penyakit, asimtomatik parasitemia umum terjadi diantara orang
dewasa dan anak-anak yang tinggal di daerah dengan transmisi stabil dan
intens.
• Transfer IgG pasif orang dewasa dapat mengurangi parasitemia pada anak-
anak
• Transfer pasif antibodi maternal dapat melindungi bayi dari malaria berat
pada bulan pertama kehidupan
• Kekebalan terhadap penyakit menurun ketika seseorang hidup di luar daerah
endemik selama beberapa bulan atau lebih.
• Parasit dapat bertahan dalam darah selama berbulan-bulan (atau, dalam
kasus P. malariae, selama bertahun-tahun)
337
Wisnu Faizal, Ira
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
Malaria Falciparum Berat
• Mortality rate of 0.1%
• Malaria Cerebral/kejang
• Asidosis
• Anemia normochromic normositik
• Gagal ginjal
• Edema paru/ ARDS
• Hipoglikemi : problem pada anak-anak dan perempuan hamil. Parasit
menyerang liver sehingga mengganggu glukoneogenesis. Pada infeksi
malaria, terjadi peningkatan konsumsi glukosa. Selain itu hipoglikemia dapat
terjadi karena efek samping dari Quinine, quinidine.
• Hipotensi/Syok
• Perdarahan/DIC
• Hemoglobuminuria
338
Wisnu Faizal, Ira
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
Tropical Splenomegaly
(Hyperreactive Malarial Splenomegaly)
• Kronis atau berulang
• Dalam beberapa kasus parasit malaria tidak dapat ditemukan pada apusan
darah
• Besar Splenomegali, Hepatomegali
• Hipergammaglobulinemia; normokromik, anemia normokromik
• Kemoprofilaksis antimalaria; hasil biasanya baik
Diagnosis
Diagnosa malaria terutama dilakuakan dengan pemeriksaan terhadap sediaan
darah tebal maupun sediaan darah tipis. Sediaan darah tipis digunakan untuk
pemeriksaan morfologi parasit dan pemeriksaan sediaan darah tebal untuk
melihat populasi dari malaria. Dapat mengunakanpengecatan Giemsa
(preferred), Field', Wright', Leishman's stain.
• RDTs
Cepat, sederhana, sensitif, dan spesifik berbasis antibodi diagnostik stik
mendeteksi P. falciparum khusus, dalam sampel darah dari jari tangan yang
sekarang digunakan secara luas dalam program pengendalian.
RDT menggantikan mikroskop di banyak daerah karena kesederhanaan dan
kecepatannya, tetapi relatif mahal dan tidak mengukur parasitemia.
• PCR
Untuk mendeteksi antibodi, tetapi tidak digunakan untuk diagnosis karena
terlalu mahal. Dapat digunakan pada mix malaria, atau pada apusan darah
tidak ditemukan parasit.
Temuan Laboratorium
• Normokromik, normokromik Anemia
• hitung WBC umumnya normal, meskipun mungkin naik pada infeksi yang
sangat berat
• Monositosis, limfopenia, dan Eosinopenia, dengan reaktif Limfositosis dan
Eosinophilia dalam minggu-minggu setelah infeksi akut
• ESR, CRP Tinggi
339
Wisnu Faizal, Ira
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
• infeksi berat bisa disertai dengan berkepanjangan PT dan parsial kali
tromboplastin dan oleh Trombositopenia lebih parah
Penatalaksanaan
• Ulangi apusan darah pada 12-24 jam untuk 2 hari. Dapat menggunakan
alternatif RDTs.
340
Wisnu Faizal, Ira
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
Radical Treatment
• Vivax or Ovale
Primaquine
(0.5 mg of base/kg qd) diberikan selama 14 hari untuk mencegah relaps
Pada defisiensi G6PD sedang, 0.75 mg of base/kg diberikan sekali seminggu
selama 6–8 minggu.
Tidak diberikan pada defisiensi G6PD berat
• Falciparum
Artesunatec (3 days) + Sulfadoxine/Pyrimethamine dosis tungga,l atau
Artesunatec (3 days) + Amodiaquine (3 days)
atau
Lo pade tau gak qid,qd bid apaan? Ni we kasih tau itu bahasa latin ya
341
Wisnu Faizal, Ira
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
ATAU
• Quinine dihydrochloride (diinfuskan selama 4 jam, diikuti dengan
infus selama 2–8 jam sekali tiap 8 jam)
ATAU
• Quinidine (diinfuskan selama 1–2 jam, diikuti tiap jam juga pantau
dengan EKG)
Vaksin Malaria?
Vaksin pada malaria hingga kini masih dalam penelitian, para peneliti
sedangengusaksin malaria untuk membunuh pada fase sporogoni.
342
Wisnu Faizal, Ira
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
Pencegahan
no safe, effective, long-lasting vaccine is likely to be available for
general use in the near future
Chemoprophylaxis
Chemoprophylaxis ini tidak sepenuhnya dapat diandalkan ada apa ajaa nuihh?
Cow kita tengok:
• Chloroquine phosphate
• Atovaquone-Proguanil (Malarone)
• Doxycycline / tetrasiklin jangan dikasih ke ibu hamil dan anak
<8 tahun eak
• Mefloquine
343
Wisnu Faizal, Ira
Malaria
dr. Fitria Nurul H., Sp.PD
“Belajarlah hingga yang sulit menjadi mudah dan bekerjalah hingga yang mahal terasa
murah.”
_Alhamdulillahirabbilalamin_
344
Wisnu Faizal, Ira
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Communicable Disease
Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Tujuan
Setelah pembelajaran ini diharapkan mahasiswa dapat:
• Menjelaskan epidemiology dari HIV, TBC, DHF dan malaria dalam hal
waktu, variasi geografis dan grup suspek.
• Mengintrepetasikan perubahan pada epidemiologi dari HIV, TBC, DHF and
malaria.
• Menjelaskan masalah besar yang akan berdampak pada HIV, TBC, DHF
dan malaria kedepannya.
345
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Jadi secara bahasa epi adalah diatas/menimpa, demos itu masyarakat dan
ology itu ilmu. So guys secara istilah epidemiologi itu adalah cabang ilmu yang
mempelajari sesuatu yang terjadi pada masyarakat. Dan epidemiologi sendiri ini
jembatan antara ilmu biomedis, sosial dan tingkah laku.
• Mortalitas
• Morbiditas (prevalensi & insidensi)
Variabel epidemiologik yang baru, yaitu :
346
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
• Dengan melakukan tes tuberkulin pada kelompok tertentu, biasanya adalah
populasi anak-anak.
Definisi Modern
Ilmu yang mempelajari kemunculan dan distribusi dari penyakit atau
kejadian yang berkaitan dengan kesehatan pada suatu populasi spesidik, termasuk
mempelajari tentang faktor-faktor penentu yang mempengaruhi negara-negara,
dan mengaplikasikan pengetahuan ini untuk mengontrol masalah kesehatan. (Porta
M, Last J, Greenland S. A Dictionary of Epidemiology, 2008)
347
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Tujuan Epidemiologi
1. Untuk menginvestigasi lingkungan melalui tingkat fenomena yang
berhubungan dengan kesehatan pada masyarakat dan mementukan
prioritasnya.
2. Untuk mempelajari sejarah alamiah dan prognosis dari masalah yang
berkaitan dengan kesehatan.
3. Untuk mengindentifikasi masalah dan faktor resiko
4. Untuk merekomendasikan / membantu dalam penggunaan atau
mengevaluasi intervensi terbaik (prevensi dan pengukuran terapeutik)
5. Untuk memberikan basic untuk membuat kebijakan publik
Pengaplikasian Epidemiologi
• Klasik : deskriptif, observasional, lapangan, analitikal, ekperimental, terpakai
(applied), pelayanan kesehatan, kesehatan primer, rumah sakit, penyakit
menular, penyakit tidak menular, lingkungan, pekerjaan, psiko-sosial, dll.
• Modern : faktor resiko, molekular, genetik, life-course, CVD, nutrisi,
kanker, bencana, etc.
348
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Jadi gambar diatas lebih menitik beratkan ke negara dengan low income,
seperti Indonesia. Dikarenakan pada negara dengan low income tingkat
penyakitnya masih tinggi dengan negara high income seperti negara maju, but
cheers up guys kanker kita rendah dari negara maju
349
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Selain income juga dari region, bagian africa masih tinggi gitu tingkat penyakitnya
dibanding western pasific region, yah ini bisa dari income, pelayanan kesehatan
yang kurang memadai dan kurangnya tingkat pendidiakan. Bukan konstipasi dari
wahyudi dan mamarika
350
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Selain income juga dari region, bagian africa masih tinggi gitu tingkat penyakitnya
dibanding western pasific region, yah ini bisa dari income, pelayanan kesehatan
yang kurang memadai dan kurangnya tingkat pendidiakan. Bukan konstipasi dari
wahyudi dan mamarika
• Globalisasi
Perpindahan penduduk dan barang secara besar-besaran
• Perkembangan yang cepat
Urbanisasi (ex. TB)
Pembalakan hutan (ex. Malaria)
• Konsumsi produk hewan berlebihan
Mengembagbiakan hewan secara mandiri – becocok tanam secara
intensif
• Sistem kesehatan yang gagal
Fokus yang berat pada perawatan kuratif
351
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Mengabaikan kesehatan masyarakat
Penggunaan antibiotic berlebihan
Epidemiologi HIV/AIDS
Ada 10 highlights pada statistik kesehatan yang ada di indonesia
• Orang yang hidup denga HIV di dunia ini pada 2007 diperkirakan 33.2 juta
jiwa; mungkin bisa kurang sekitar 30.6 juta jiwa atau sebanyak 36.1 juta jiwa.
• Secara keseluruhan, prevalensi hiv pada dengan umur dewasa 15 – 49
berkisar 0.1 persen pada 2005 atau 1 per 1000 jiwa. Prevalensi terus menerus
naik sejak 1987.
• Tapi tetap harus berkonsentrasi pada populasi beresiko (pekerja sex,
pengguna narkoba suntik, dan laki sex laki). Berdasarkan data nasional 2002.
• Metode estimasi yang digunakan oleh Kementerian kesehatan yang berfokus
pada populasi berisiko tinggi, ada sekitar 90.000 sampai 130.000 orang yang
hidup dengan HIV / AIDS di Indonesia.
• Sebuah revisi perkiraan yang di rencanakan pada agustus 2006. Pada 31
desember 2005, angka kumulatif untuk kasus dan kematiannya AIDS sekitar
5321 dan 1332. Rasio laki-laki dibanding perempuan dilaporkan pada kasus
tahun 2003 terdapat 4.7:1
• Menjadi peningkatan pesat dalam jumlah infeksi HIV baru pada populasi
umum di Papua dan di antara pengguna narkoba suntikan di seluruh negeri,
terutama di penjara, menyebabkan keprihatinan besar.
• Epidemi pengguna narkoba suntik telah menyebabkan peningkatan pesat
dalam jumlah kasus HIV / AIDS sejak pertengahan 90-an di Jakarta, Jawa
Barat dan Bali, dan infeksi menyebar dari pengguna nrakoba suntik ke
pasangan seks mereka non-suntik, termasuk pekerja seks.
• Depkes memperkirakan ada sekitar 160.000 pengguna narkoba suntik,
terkonsentrasi di sejumlah pusat populasi besar dengan setidaknya
seperempatnya hidup dengan HIV.
• Jumlah pria yang dilaporkan melakukan hubungan seks dengan pekerja seks
tampaknya akan meningkat. Wabah di Papua sekarang dianggap sebagai
kejadian umum. Pada tanggal 31 Desember 2005, Papua dilaporkan terdapat
832 kasus AIDS, yang merupakan angka kasus dilaporkan 40 per 100.000
orang, atau 20 kali rata-rata nasional 2 per 100.000.
352
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
• Pejabat memperkiraan jumlah infeksi HIV di Papua berkisar 8.000 dan
14.000, atau sekitar 0,6 hingga 1 persen dari total populasi orang dewasa.
Survei pada wanita hamil di beberapa daerah di Papua (Mimika dan
Merauke) menunjukkan tingkat prevalensi lebih dari 1 persen.
• Tingginya tingkat infeksi menular seksual di kalangan pekerja seks komersial
di Papua (sekitar 62 persen) juga mempengaruhi penularan HIV.
Meskipun daerah lain kurang terpengaruh, 4 juta orang di selatan dan selatan-
timur Asia dan 1,6 juta di Eropa Timur dan Asia Tengah yang hidup dengan HIV
/ AIDS
353
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
354
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Rasio pria dan wanita
Laju dan pertumbuhan dari urbanisasi
Spesifitas topografik/geografikal
• Faktor Politik dan Ekonomik
Hasil dari sistem pelayanan kesehatan
Respon dari epidemik
Kemiskinan, penjarahan, dan kurangnya pendidikan
Perang dan gangguan sosial
Status perempuan
Sikap dalam sex
355
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Pendahuluan
• Penyakit ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu
• Merupakan penyebab kematian yang utama pada masa lalu
• Dengan penemuan OAT angka kematian menurun tajam
• Saat ini terjadi peningkatan kembali angka kejadian tuberkulosis (TB)
• TB mengambil nyawa setiap 15 menit
Sepertiga dari populasi dunia sudah terinfeksi TB.
Setiap detik, seseorang di dunia menjadi infeksi baru.
Selama berabad-abad, TB telah mengambil lebih dari 1 miliar jiwa.
Setiap tahun, lebih dari delapan juta orang mengembangkan TB aktif,
dan setiap tahun, 2 juta orang meninggal karena TB.
Jika kecenderungan ini terus berlanjut, akan ada total 36 juta kematian
akibat TB pada tahun 2020.
Faktor resiko
Siapa saja yang beresiko?
356
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
• Malnutrisi, orang tua, miskin.
• Migran, pengungsi, travelers.
• Perokok, pengguna alkohol
• Mereka dengan komorbiditas : diabetes, HIV/AIDS, silicosis.
• Vaksinasi BCG
• Pencarian kasus
• Terapi efektif
• Pendidikan kesehatan
• Kemoprofilaksis
TB adalah :
357
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
358
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
359
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
360
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
361
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Penyebab
• Pemakaian obat tunggal dalam terapi TB
• Panduan terapi yang tidak tepat kombinasi yang tidak tepat, dosis yang
tidak tepat
• Addition syndrome
• Kombinasi obat yg menggangu bioavabilitas antar obat
• Penyediaan obat tidak reguler
• Terapi yang tidak teratur
362
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
• Penggunaan obat lini kedua yang tidak terkontrol di rumah sakit dan sektor
swasta (quinolones, kanamycin dll)
• Kinerja pengobatan yang buruk di kebanyakan rumah sakit:
- Tingkat konversi yang rendah
- Angka kesembuhan rendahkarena banyak pasien putus dari perawatan.
• Saat ini kasus TB kronis tidak dapat diobati (tidak ada DOTS Plus tersedia)
• Kasus-kasus kronis terus mentransmisikan TB yang resistan terhadap obat
• TB- HIV meningkat
Terapi
• Amat sulit obat baru masih dalam tahap pengembangan
• Memerlukan waktu lama bisa sampai 24 bulan
• Dasar terapi adalah “tailor made” berdasar hasil uji kepekaan
Hasil
• Response rate 65% kasus dan kesembuhan pada 56% pada penderita non
HIV
• Angka kematian pada penderita TB dg MDR dan HIV (+) 70 – 80%
363
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Alasan kenapa MDR-TB adalah alarm
100%
90%
80%
70%
DO
60%
Not examined
50%
Still Positive
40%
Conversion
30%
20%
10%
0%
Puskesmas Hospitals/BP4
364
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
100%
90%
80%
70% Transfer out
60% DO
50% Failure
40% Died
30% Completed
20%
10%
0%
Puskesmas Hospital/BP4
365
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Dasar dari terapi anti-TB dan MDR-TB: HDL
• pendaftaran Vital
366
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
• survei penduduk
• Insiden × kasus kematian
Nb : kematian TB dihitung dengan cara yang berbeda untuk tujuan yang berbeda
1000
100
10
1
45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
367
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
368
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Penegakan Dianosa TB
1. KLINIS
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
a. Mikroskopis ( dahak SPS )
b. Pemeriksaan Biakan
c. Foto Thorak
d. lain2 sesuai indikasi
Klasifikasi Penyakit TB
369
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
3. Tingkat keparahan penyakit
a. Ringan
b. Berat
4. Riwayat Pengobatan sebelumnya
a. Kasus Baru
b. Relaps
c. Default
d. Failure
e. Transfer In
f. lain kasus kronik
Pengobatan TB
TUJUAN : menyembuhkan pasien, memutuskan rantai penularan dan mencegah
resistensi kuman
PRINSIP PENGOBATAN :
1. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi bbrp obat,dlm jumlah cukup dan
dosis yang tepat sesuai kategori pengobatan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien minum obat dilakukan pengawasan
langsung (DOT=Directly Observed Treatment) oleh seorang PMO
370
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
pada orang dewasa dilaksanakan dg pemeriksaan ulang dahak secara
mikroskopis 2x (S-P)
371
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
372
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Indikator Program Penanggulangan TBC
1. Angka Penjaringan Suspek
Jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk dalam 1
tahun.
jumlah penderita baru BTA (+) yang diperkirakan ada di wilayah tersebut.
Contoh :
373
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
maka perkiraan TB BTA (+)
107
× 50.000 = 53.5 → 54 orang
100.000
6. Error Rate
Angka kesalahan laboratorium yang menyatakan presentase kesalahan
pembacaan slide yang dilakukan oleh laboratorium pertama setelah di cross
check oleh BLK.
Angka ini menunjukan kualitas pembacaan slide, Error rate hanya bisa
ditoleransi maksimal 5%
374
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Situasi Epidemiologi DBD di Indonesia
Epidemiologi
• Secara global, diperkirakan ada 50 sampai 100 juta kasus demam berdarah
(DF) dan beberapa ratus ribu kasus demam berdarah dengue (DBD) per
tahun.
• 2,5 miliar orang beresiko di seluruh dunia.
• Dalam 20 tahun terakhir, transmisi dengue dan frekuensi epidemi dengue
telah sangat meningkat di sebagian besar negara tropis.
• Ini adalah penyakit bangkitan (re-emergent) di seluruh dunia di daerah
tropis.
Faktor yang berkontribusi terhadap munculnya dan timbulnya kembali
penyakit yang ditularkan oleh artopoda
• Perubahan demografi global (urbanisasi dan pertumbuhan penduduk)
• Perubahan demografi telah mengakibatkan sanitasi lingkungan menjadi jelek
yang memfasilitasi transmisi Aedes aegypti; (Kepadatan penduduk di kota-
kota dengan sanitasi yang buruk)
• Peningkatan perjalanan dengan pesawat udara yang mengakibatkan
pertukaran sering virus dengue dan patogen lainnya.
• jasa pengendalian nyamuk yang tidak memadai; penggunaan semprotan
insektisida untuk nyamuk dewasa terbukti sebuah pendekatan efektif untuk
mengendalikan Aedes aegypti (Habitat Domestik).
• Munculnya resistensi terhadap insektisida terkait dengan peningkatan
penyalahgunaam.
375
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
376
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Virus, Vector dan Transmisi
Virus Dengue
• Empat virus dengue yang berkaitan erat dengan untai tunggal RNA (DEN-
1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4)
• Setiap serotipe menyediakan kekebalan hidup tertentu seumur hidup, dan
lintas kekebalan jangka pendek (Seseorang dapat terinfeksi sebanyak empat
kali, sekali dengan masing-masing serotipe)
• Semua serotipe dapat menyebabkan penyakit parah dan mematikan
377
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
• Risiko yang lebih tinggi pada lokasi dengan dua atau lebih serotipe beredar
secara simultan pada tingkat tinggi (transmisi hiper-endemik)
Kesalah pahaman umum tentang Demam Berdarah Dengue
• Dengue + Pendarahan = DHF x setidaknya butuh 4 kriteria WHO dan
permeabilitas kapiler
• Pendarahan pada DHF membunuh x pasien meninggal dikarenakan shock
• Manajemen yang buruk mengakibatkan DHF x manajemen dengue yang
buruk akan mengakibatkan keparahan, tapi DHF adalah sebuah kondisi yang
berbeda, bahkan pasien yang di manajemen dengan baik juga bisa
mendapatkan DHF
• DHF adalah penyakit anak-anak x semua umur dapat terkena DHF
• DHF adalah masalaha pada keluarga dengan pemasukan rendah x semua
lapisan masyarakat bisa terkena
Prognosis
• Respons klinis yang yang dramatis terhadap cairan secara giat dan elektrolit.
• Pemulihan mungkin akan berkepanjangan, dengan kelemahan dan depresi
mental
• Kelangsungan hidup berkaitan langsung perawatan awal dan perawatan
suportif yang giat
• perwatan DBD dikaitkan dengan tingkat kematian 3%
• tanpa perawatan DBD dikaitkan dengan tingkat kematian 50%.
Prevensi
• perlindungan pribadi terhadap gigitan nyamuk oleh:
- Skrining pintu dan jendela
- Pakaian yang melindungi
- Penggunaan lotion nyamuk pada kulit yang terekspos
• Namun, pencegahan terbaik adalah pengendalian vektor.
378
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
• Kontrol lingkungan
- Mengeliminasi habitat larva, menutup penampungan air, mengganti
penampungan buatan.
- Ini adalah metoda yang sepertinya efektif untuk jangka waktu yang lama
• Kontrol kimia
- Larvasida mungkin bisa digunakan untuk membunuh larva imatur pada
fase air.
- Volume fumigasi yang sangat rendah tidak efektif dalam melawan
nyamuk aedes aegypti dewasa hanya melemahkan.
- Nyamuk mungkin resisten terhadap semprotan nyamuk komersial.
Vaksin Dengue?
• Tidak ada vaksin yang terdaftar sampai sekarang.
• Vaksin yang efektif seharusnya tetravalen.
• Pengetesan terhadap vaksin tetravalen yang dilemahkan saat ini sedang
berlangsung.
• Vaksin yang Efektif, aman dan terjangkau tidak akan tersedia dalam waktu
dekat ini.
Partisipasi komunitas
• keterlibatan masyarakat secara aktif dan partisipasi untuk mengurangi
sumber pembibitan larva adalah kunci untuk pencegahan dan kontrol.
• Edukasi masyarakat mengenai dasar dengue, seperti :
- Dimana nyamuk menaruh telurnya
- Hubungan antara larva dan nyamuk dewasa
- Informasi general mengenai trasmisi dengue, gejala dan pengobatan.
Edukasi Masyrakat
• Demam dengue tidak menural dari kontak secara langsung.
• Perawatan awal sangatlah penting.
• Kurangi populasi vektor aegypti.
• Kurangi paparan terhadap aegypti.
- Gunakan losion serangga
- Tidur menggunakan tudung pada daerah terinfeksi
- Gunakan pakaian yang protektif
379
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
• Vaksin belum ada sist.
380
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
381
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
382
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
383
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
384
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
385
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Tren Epidemiologi
1. DHF meningkan dan menyebar dengan epidemi setiap 5 tahun.
2. Kasus DHF bergeser ke dewasa.
3. Musim tansmisi : musim hujan.
4. DEN-3 meningkat dari 1-2 tahun sebelumnya menjadi epidemik.
5. Epidemik 2004 :
a. Pusing, mual, muntah, nyeri ulu hati adalah gejala yang paling sering.
b. 64% pasangan sera positiv dengan HI tes, dimana 65% indeksi
sekunder.
c. DEN-3 (37%) dan DEN-4(19%) predominan, dibandingkan DEN-3
dan DEN-2
d. Pengurutan DNA sedang berlangsung.
386
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Kebijakan KEMENKES No. 581/1992 :
1. Penanggulangan DBD oleh pemerintah dan masyarakat.
2. Diintesifkan sebelum musim penularan.
387
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Pemberantasan Sarang Nyamuk
388
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Ringkasan
• DBD masih akan menjadi masalah kesehatan masyarakat.
• Upaya selama ini telah berhasil menurunkan angka kematian.
• Penggerakan PSN belum berhasil mengurangi angka kesakitan.
• Kewaspadaan tinggi sblm musim penularan untk mencegah KLB.
• Diperlukan KOMITMEN yang lebih besar dari semua pihak.
• Penelitian2: klinik,epidemiologi,entomologi,virologi,vaksin dll
389
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Malaria
Epidemiologi Malaria
390
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
391
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Tipe kontrol
kontrol vektor
• modifikasi lingkungan (perkotaan) *
• Kimia dan larvasida biologi *
392
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
• Penyemprotan insektisida residual dalam ruang *
• Penyemprotan insektisida residual luar ruangan
* Mahal dan efektif
Proteksi Personal
• bahan yang bisa menghalau serangga: jaring, tirai, pakaian *
• screening house
• lokasi rumah
• lotion anti nyamuk
• fumigants
*Biaya yang efektif untuk negara-negara berpenghasilan rendah
Antiplasmodial
• manajemen pasien: awal diagnosis, pengobatan, rujukan, pendidikan
• kemoprofilaksis
• pengobatan intermiten (kehamilan) *
• Terapi yang kuat untuk kekambuhan (P.vivax, P.ovale)
* Biaya yang efektif
Aksi Sosial
• Mobilisasi dari individual, keluarga, komunitas
• Edukasi kesehatan
Management yang afektif
• efektivitas sistem kesehatan (kualitas), efisiensi
• Kepemimpinan, perencanaan, kebijakan, strategi, taktik
• Pengawasan
• Pemantauan dan evaluasi
393
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
394
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Malaria di Indonesia
Aktivitas utama
• Pencegahan dan pengendalian transmisi lokal dan faktor-faktor risiko
• diagnosis dini dan pengobatan yang cepat
• Penguatan pengawasan epidemiologi dan pengendalian wabah
• Penguatan informasi komunikasi, pendidikan, pemberdayaan masyarakat dan
dukungan dari pemerintah lokal di pengendalian malaria
395
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
396
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
397
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
1. Advokasi kepada stake holder di semua tingkat pemerintahan administrasi
untuk pembentukan VMP (village Malaria Post).
2. Penyebaran informasi dari VMP untuk masyarakat.
3. Rekrutmen kader
4. Traning kader dari staf tenaga kesehatan
Peran dari Kader Malaria
1. penemuan kasus secara aktif melalui pemeriksaan hapusan darah dan
memberikan perlakuan terhadap malaria klinis
2. Promosi kesehatan
3. Bekerja sama dengan bidan dan petugas desa melakukan pertemuan bulanan
4. Distribusi kelambu
5. Motivator untuk melakukan kegiatan kesehatan lingkungan khusus
membersihkan situs pemuliaan
398
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
399
Wisnu Bimo
Communicable Disease Epidemiology
dr. Titiek Hidayati, M.Kes
Resume
5 Propinsi di Indonesia Timur:
• Dikerahkan ahli malaria nasional, telah ditempatkan dalam tingkat
kabupaten dan dipandu kegiatan di lapangan
• Sampai tahun ke - 3 kejadian malaria tahunan dari 56,5 di Tahun 2
(2004/05) menjadi 39,3 kasus per 1.000 populasi di tahun 3 (2005/06)
• dari penemuan kasus dan pengobatan melalui Mass Blood Survey(MBS)
• Lebih dari 126.000 kasus positif (110% dari target) telah diperlakukan
dengan ACT
• Di Indonesia, lebih dari 25% kasus malaria diobati oleh kader malaria di Pos
Desa Malaria.
• Melalui VMP, meningkatkan peran masyarakat untuk memerangi malaria
• Pos Desa Malaria adalah pelajaran untuk mengurangi kejadian malaria di
desa-desa terpencil
_ALHAMDULILLAH SELESAI_
400
Wisnu Bimo
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
Tuberkulosis: diagnosis
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis, baik
overdiagnosis, missal dokternya dapet pasien anak dengan keluhan batuk
langsung didiagnosis TB, anaknya keringat malam langsung diarahin ke TB,
padahal keringat malam pada anak itu bukan karakteristik infeksi TB, beda sama
dewasa. Bisa juga terjadi underdiagnosis. Pada anak, batuk bukan merupakan
gejala utama.
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. Tuberculosis pada
pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan
pleura, atau pada biopsy jaringan. Kesulitan menegakkan diagnosis pasti pada
anak disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan
sulitnya pengambilan spesimen sputum.
Pemeriksaan sputum pada anak sulit dilakukan karena anak susah untuk
mengeluarkan dahak, maka dari itu bias dilakukan bilasan lambung karena si anak
biasanya suka nelen dahaknya. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan jika
ada meningitis, cairan pleura jika ada efusi pleura, atau biopsy jaringan jika ada
limfadenopati.
Anamnesis:
• Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turuttan apa sebab yang jelas atau
gagal tumbuh.
• Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
401
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
• Batuk kronik minggu, dengan atau tanpa wheeze.
• Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.
Pemeriksaan fisis:
• Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal.
• Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang.
• Uji tuberkulin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bias
negative pada anak dengan TB milier atau yang juga menderita HIV/AIDS,
gizi buruk atau baru menderita campak.
Uji tuberculin positif infeksi TB (belum muncul gejala klinis)
Uji tuberculin positif disertai keadaan gizi buruk, demam, batuk yang kronis,
limfadenopati sakit TB
• Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat
menurut panjang / tinggi badan.
402
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
404
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
dan pelaporan kasus TB anak. Diperkirakan banyak anak menderita TB tidak
mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan benar sesuai dengan
ketentuan strategi DOTS. Kondisi ini akan memberikan peningkatan dampak
negative pada morbiditas dan mortalitas anak. Data TB anak di Indonesia
menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB pada tahun
2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada
tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi proporsi
dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB anak masih
sangat bervariasi pada level provinsi.
Kasus TB Anak dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14
tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang lebih
tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus BTA positif pada TB anak tahun
2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak, sedangkan tahun 2011 naik
menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.
405
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
Perjalanan Penyakit
Nah kita perlu memahami ini biar anamnesis-nya tepat dan gak mbleber
bleber.
6
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
*Catatan:
Jadi droplet yang mengandungkumanMycobacterium tuberculosis
masukkedalamtubuhdengancarainhalasilalumenginfeksitubuh. Kuman
yang tidakdifagositolehmakrofag alveolus paruakanberkembangbiak.
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult
hematogenic spread). Kuman TB kemudian membuat focus koloni di
berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi
mengalami reaktivasi di kemudian hari.
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan
limfadenitis regional (3). Jika dilakukan uji tuberculin hasilnya positif.
3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.
4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB
(endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar
(eksogen), ini disebut TB tipe dewasa (adult type TB).
Diagnosis TB padaAnak
Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada:
a) Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular.
Yang dimaksud dengan kontak erat adalah anak yang tinggal serumah
atau sering bertemu dengan pasien TB menular. Pasien TB menular adalah
terutama pasien TB yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif dan
umumnya terjadi pada pasien TB dewasa. Pemeriksaan kontak erat ini
akan diuraikan secara lebih rinci dalam pembahasan pada bab profilaksis
TB pada anak.
b) Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB
anak.
Tuberkulosis merupakan penyakit infek sisistemik dan organ yang
paling sering terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat berupa
gejala sistemik / umum atau sesuai organ terkait. Perlu ditekankan bahwa
gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.
407
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
DIAGNOSIS TB PADA ANAK
408
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal
tumbuh (failure to thrive).
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare.
409
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
4. Skrofuloderma:
Ditandai adanya ulkus
disertai dengan jembatan
kulit antar tepi ulkus (skin
bridge). Berwarna hitam.
Gambar 1. Skrofuloderma
5. Tuberkulosis mata:
• Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).
• Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
6. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal
dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut
tanpa sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.
410
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
Pemeriksaan mikrobiologi sulit dilakukan pada anak karena sulitnya
mendapatkan spesimen. Spesimen dapat berupa sputum, induksi sputum atau
emeriksaan bilas lambung selama ari berturut-turut, apabila fasilitas tersedia.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
histopatologi (PA/Patologi Anatomi) yang dapat memberikan gambaran yang
khas. Pemeriksaan PA akan menunjukkan gambaran granuloma dengan nekrosis
perkejuan di tengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia langhans
dan atau kuman TB.
411
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
yangmampu mengeluarkan dahak.Kemungkinan mendapatkan hasil
positif lebih tinggi pada anak >5 tahun.
2. Bilas lambung
Bilas lambung dengan NGT (Naso Gastric Tube) dapat dilakukan pada
anak yang tidak dapat mengeluarkan dahak.Dianjurkan spesimen
dikumpulkan selama 3 hari berturut-turut pada pagi hari.
3. Induksi Sputum
Induksi sputum relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak
semua umur, dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung,
terutama apabila menggunakan lebih dari 1 sampel.Metode ini bisa
dikerjakan secara rawat jalan, tetapi diperlukan pelatihan dan
peralatan yang memadai untuk melaksanakan metode ini.
412
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
2. Perintahkan anak menarik dua kali nafas panjang, tahan selama
beberapa detik setelah setiap inhalasi lalu keluarkan nafas perhalan.
Bernafas lagi untuk ketiga kalinya lalu dengan kuat keluarkan udara
keluar. Minta anak untuk menarik nafas kembali lalu batuk. Tindakan
ini akan menghasilkan sputum dari dalam paru. Minta anak
memegang kontainer sputum dekat dengan bibir dan masukkan
sputum ke kontainer setelah batuk produktif.
3. Jika jumlah sputum tidak cukup, minta pasien untuk batuk
lagi.Banyak pasien tidak dapat memproduksi sputum dari dalam
saluran pernafasan hanya dalam beberapa detik. Berikan anak waktu
yang cukup untuk memproduksi ekspektorasi.
4. Bila tidak ada ekspektorasi, anggap kontainer sudah digunakan dan
buang pada tempat yang sesuai.
B. Bilas lambung
Latar belakang
Anak dengan TB dapat menelan mukus yang mengandung M.
tuberculosis. Bilas lambung merupakan teknik yang digunakan untuk
mengumpulkan isi lambung untuk dapat mengkonfirmasi diagnosis TB
dengan mikroskop dan biakan kuman Mtb. Karena distress yang akan
dialami anak, dan rendahnya lapang pandang BTA positif di mikroskop,
maka prosedur ini hanya dilakukakan bila biakan tersedia. Mikroskopi
kadang bisa memberikan hasil false-positive (terutama pada anak yang
terinfeksi HIV yang berisiko memiliki mycobacteria
nontuberculous).Biakan dapat menentukan kepekaan organisme
terhadap obat anti TB.
Bilas lambung digunakan untuk mengumpulkan spesimen untuk
pemeriksaan mikroskopi dan biakan kuman MTb dimana sputum tidak
dapat diekpektorasi secara spontan ataupun diinduksi dengan
menggunakan salin hipertonis.Prosedur ini paling berguna untuk anak
yang dirawat di RS.Namun, hasil biakan positif dari 3 set bilas lambung
Prosedur
Prosedur dapat dilakukan pada pasien rawat inap, pagi hari ketika pasien
bangun di bedside atau di ruangan tindakan yang ada di bangsal, atau pada pasien
414
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
rawat jalan (diperlukan fasilitas yang lengkap). Anak berpuasa setidaknya 4 jam
bayi am sebelum rosedur.
1. Cari asistan untuk membantu
2. Siapkan semua peralatan sebelum memulai prosedur
. Posisikan anak dengan posisi terlentang atau miring. Asisten membantu
memegang pasien.
4. Tentukan jarak antara hidung dan lambung, untuk memperkirakan jarak
yang akan dibutuhkan untuk memasukan tube ke dalam lambung.
5. Sambungkan syringe ke nasogastric tube.
6. Masukan nasogastric tube dengan lembut melalui hidung sampai ke
lambung.
7. Aspirasi isi lambung (2-5 ml) menggunakan syringe yang sudah melekat ke
nasogastric tube.
8. Untuk memeriksa posisi tube benar atau tidak, test isi lambung dengan
kertas litmus, kertas litmus biru berubah menjadi merah (dalam respons
terhadap asam lambung) (Juga bisa diperiksa dengan memasukan
bebera a udara -5 ml dari syringe ke lambung dan dengarkan
menggunakan stetoskop).
9. Jika tidak ada cairan yang teraspirasi, masukan 5-10 ml air atau normal
saline dan coba untuk mengaspirasi lagi
a. Jika masih belum berhasil coba lagi (walaupun posisi nasogastric tube
tidak benar dan air ataupun normal salin masuk kedalam saluran
udara, risiko efek samping sangatlah kecil)
b. Jangan diulangi lebih dari tiga kali.
10. Ambil isi lambung (idealnya 5-10 ml)
11. Pindahkan cairan lambung dari syringe ke kontainer steril (sputum collection
cup).
12. Tambahkan volume cairan sodium bicarbonate sejumlah spesimen (
untuk menetralkan isi lambung yang asam dan mencegah pengrusakan
basil tuberkel).
415
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
Setelah prosedur
1. Seka kontainer spesimen dengan alkohol/chlorhexidine untuk
mencegah infeksi silang dan beri label.
2. Isi formulir permintaan laboratorium.
. Transportasikan spesimen (di cool box) ke laboratorium untuk diproses
secepat mungkin (dalam 4 jam)
4. Jika ada kemungkinan dibutuhkan waktu lebih dari 4 jam untuk
metransportasikan spesimen, letakkan dalam refrigerator (4–8 °C) dan
simpan sampai bisa ditransportasikan.
5. Berikan anak makanan seperti biasa.
Keamanan
Bilas lambung biasanya merupakan prosedur yang tidak menghasilkan
aerosol. Anak hanya berisiko kecil mentransmisikan infeksi, sehingga dapat
dilakukan dengan aman di kamar rawat inap atau ruang tindakan rutin.
C. Induksi sputum
Tidak seperti bilas lambung, induksi sputum merupakan prosedur yang
menghasilkan aerosol. Bila memungkinkan, prosedur ini sebaiknya dilakukan
diruang isolasi yang memiliki tindakan pencegahan kontrol infeksi yang
mencukupi (negative pressure, sinar ultraviolet (nyalakan jika ruang tidak digunakan)
dan kipas ekstraktor).
Induksi sputum merupakan prosedur yang berisiko rendah.Hanya sedikit
efek samping yang dilaporkan,seperti coughing spells, mild wheezing dan
epistaksis. Penelitian terbaru menunjukkan prosedur ini dapat dilakukan
dengan aman pada bayi. Namun staf memerlukan pelatihan dan peralatan
khusus untuk melakukan prosedur ini pada bayi.
Pendekatan umum
Periksa anak sebelum prosedur untuk memastikan mereka cukup sehat
untuk menjalani prosedur. Anak dengan karakteristik dibawah ini sebaiknya tidak
menjalani induksi sputum :
6
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
elum uku uasa ika anak belum uasa setidaknya am, tunda
prosedur sampai waktu yang tepat.
• Distress pernafasan berat (termasuk tachypnea, wheezing, hipoksia)
• Sedang dalam intubasi
• Perdarahan : hitung trombosit rendah, kemungkinan pendarahan, epistaksis
(simptomatik atau hitung platelet<50/ml darah).
• Penurunan kesadaran
• Riwayat asma (yang didiagnosis dan ditatalaksana oleh klinisi)
Prosedur
1. Berikan bronkodilator (contoh salbutamol) untuk mengurangi risiko
wheezing.
. erikan nebulisasi saline i ertoni a l selama menit atau
sam ai m larutan suda diberikan.
. erikan fisiotera i dada bila erlu al ini berguna untuk memobilisasi
sekresi.
4. Untuk anak yang lebih besar dan sudah bisa ekspektorasi, ikuti prosedur di
section A untuk mengekspektorat sputum.
5. Untuk anak yang tidak dapat mengekspektorate (contoh anak yang lebih
muda), lakukan :
(i) suction hidung untuk membersihkan sekresi nasalatau (ii)aspirasi
nasopharyngeal untuk mengumpulkan spesimen yang sesuai.
Setiap peralatan yang akan digunakan kembali harus didisinfektan dan
disterilisasi sebelum digunakan pada pasien berikutnya.
417
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
Sistem skoring (scoring system ) gejala dan pemeriksaan penunjang TB di
fasyankes
418
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
• Jika respon positif (+) Sakit TB. Contoh respon positif : BB yang tadinya
turun, jadi naik, atau demamnya berkurang, dan anoreksia membaik.
• Jika respon negative (-) rujuk ke RS. Karena kalau di Puskes, hanya
menggunakan system skoring, kalau hasil >6 maka langsung diobati. Jika
setelah dievaluasi membaik, lanjutkan.
• Jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini, pasien dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan rujukan:
1. Foto toraks menunjukan gambaran efusi pleura atau milier atau
kavitas
2. Gibbus, koksitis
3. Tanda bahaya:
• Kejang, kaku kuduk
• Penurunan kesadaran
• Kegawatan lain, misalnya sesak napas
Penegakan Diagnosis
- nak didiagnosis ika umla skor 6 skor maksimal
- Apabila Infeksi TB (PPD test positif tanpa disertai gejala klinis)
diberi INH profilaksis
- Apabila sakit TB (PPD test positif disertai dengan gejala klinis)
diberi ifam isisn, , Pyra inamide
- Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang
meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih
lanjut
- Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala
klinis lain, pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka dapat
didiagnosis, diterapi dan dipantau sebagai TB anak. Pemantauan
dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat perbaikan klinis,
maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai.
- Jika ada bayi disuntik BCG harusnya sebulan kemudian baru muncul
benjolan bernanah, tapi jika munculnya (< 2 minggu) maka disebut
reaksi cepat dicurigai TB sebelum imunisasi dan harus dievaluasi
419
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
dengan system skoring TB. Bahkan reaksi cepat tersebut dapat dianggap
sebagai PPD test positif, tapi dicari juga gejala lainnya.
- Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB
- Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas
(uji tuberkulin dan atau foto toraks belum tersedia) maka evaluasi dengan
sistem skoring tetap dilakukan, dan dapat didiagnosis TB dengan syarat
skor 6 dari total skor .
- Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan
klinis sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor
penyebab lain misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta,
gizi buruk, TB MDR maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari
pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien dirujuk ke RS. Yang
dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal yang
ditemukan pada anak tersebut pada saat diagnosis.
420
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
Algoritma Tatalaksana TB Anak
421
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
Pada anak kuman TB sangat sulit ditemukan disamping karena
sulitnya mendapatkan spesimen pemeriksaan, TB anak bersifat
paucibacillary (kuman sedikit). Sehingga tidak ditemukannya kuman TB
pada pemeriksaan dahak tidak menyingkirkan diagnosis TB anak.TB
dengan konfirmasi bakteriologis terdiri dari hasil positif baik dengan
pemeriksaan BTA, biakan maupun tes cepat.
2. Tuberkulosis Meningitis
Tuberkulosis meningitis, merupakan salah satu bentuk TB
pada Sistem Saraf Pusat yang sering ditemukan pada anak, dan
merupakan TB dengan gejala klinis berat yang dapat mengancam
nyawa, atau meninggalkan gejala sisa pada anak.
Anak biasanya datang dengan keluhan awal demam lama,
sakit kepala, diikuti kejang berulang dan kesadaran menurun
khususnya jika terdapat bukti bahwa anak telah kontak dengan
pasien TB dewasa BTA positif.Apabila ditemukan gejala-gejala
tersebut, harus segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan.Pada keadaan ini, diagnosis dengan sistem skoring tidak
direkomendasikan.
Di rumah sakit rujukan, akan dilakukan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan dilengkapi dengan uji tuberkulin, laboratorium darah serta
pengambilan cairan serebrospinal untuk dianalisis. Apabila didapatkan
tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti muntah-muntah dan
edema papil, perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI,
untuk mencari kemungkinan komplikasi seperti hidrosefalus. Apabila
keadaan anak dengan TB meningitis sudah melewati masa kritis, maka
pemberian OAT dapat dilanjutkan dan dipantau di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
3. TB Milier
Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB dengan
gejala klinis berat dan merupakan 3—7% dari seluruh kasus TB,
422
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
dengan angka kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada
bayi).TB milier terjadi oleh karena adanya penyebaran secara
hematogen dan diseminata, bisa ke seluruh organ, tetapi gambaran
milier hanya dapat dilihat secara kasat mata pada foto torak.
Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:
1. kuman M. tuberculosis (jumlah dan virulensi),
2. status imunologis pasien (nonspesifik dan spesifik), seperti
infeksi HIV, malnutrisi, infeksi campak, pertusis, diabetes
melitus, gagal ginjal, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid
jangka lama
3. faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan
yang padat, polusi udara, merokok, penggunaan alkohol, obat bius,
serta sosioekonomi).
6. Tuberkulosis Pleura
Efusi pleura adalah penumpukan abnormal cairan dalam
rongga pleura.Salah satu etiologi yang perlu dipikirkan bila
menjumpai kasus efusi pleura di Indonesia adalah TB. Efusi pleura TB
bisa ditemukan dalam 2 bentuk, yaitu (1) cairan serosa, bentuk ini
424
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
yang paling banyak dijumpai ; (2) empiema TB, yang merupakan efusi
pleura TB primer yang gagal mengalami resolusi dan berlanjut ke
proses supuratif kronik.
Gejala dan tanda awal meliputi demam akut yang disertai
batuknonproduktif (94%), nyeri dada (78%), biasanya unilateral
(95%).Pasien juga sering datang dalam keadaan sesak nafas yang
hebat.Pemeriksaan foto toraks dijumpai kelainan parenkim paru.
Efusi pleura hampir selalu terjadi di sisi yang sama dengan kelainan
parenkim parunya. Untuk diagnosis definitif dan terapi, pasien ini
harus segera dirujuk.
7. Tuberkulosis Kulit
Skrofuloderma merupakan manifestasi TB kulit yang paling
khas dan paling sering dijumpai pada anak.Skrofuloderma terjadi
akibat penjalaran perkontinuitatum dari kelenjar limfe yang terkena
TB. Manifestasi klinis skrofuloderma sama dengan gejala umum TB
anak. Skrofuloderma biasanya ditemukan di leher dan wajah, dan di
tempat yang mempunyai kelompok kelenjar limfe, misalnya di
daerah parotis, submandibula, supraklavikula, dan daerah lateral
leher.Selain itu, skrofuloderma dapat timbul di ekstremitas atau
trunkus tubuh, yang disebabkan oleh TB tulang dan sendi.
Lesi awal skrofuloderma berupa nodul subkutan atau infiltrat
subkutan dalam yang keras (firm), berwarna merah kebiruan, dan tidak
menimbulkan keluhan (asimtomatik). Infiltrat kemudian meluas/
membesar dan menjadi padat kenyal (matted and doughy).Selanjutnya
mengalami pencairan, fluktuatif, lalu pecah (terbuka ke permukaan kulit),
membentuk ulkus berbentuk linear atau serpiginosa, dasar yang
bergranulasi dan tidak beraturan, dengan tepi bergaung (inverted),
berwarna kebiruan, disertai fistula dan nodul granulomatosa yang sedikit
lebih keras.Kemudian terbentuk jaringa parut/sikatriks berupa
pita/benang fibrosa padat, yang membentuk jembatan di antara ulkus-
ulkus atau daerah kulit yang normal. Pada pemeriksaan, didapatkan
425
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
berbagai bentuk lesi, yaitu plak dengan fibrosis padat, sinus yang
mengeluarkan cairan, serta massa yang fluktuatif.
7. Tuberkulosis Abdomen
TB abdomen mencakup lesi granulomatosa yang bisa
ditemukan di peritoneum (TB peritonitis), usus, omentum,
mesenterium, dan hepar.M tuberculosis sampai ke organ tersebut
secara hematogen ataupun penjalaran langsung.Peritonitis TB
merupakan bentuk TB anak yang jarang dijumpai, yaitu sekitar 1—5%
dari kasus TB anak.Umumnya terjadi pada dewasa dengan
perbandingan perempuan lebih sering dari laki-laki (2:1).
Pada peritonium terbentuk tuberkel dengan massa perkijuan
yang dapat membentuk satu kesatuan (konfluen). Pada
perkembangan selanjutnya, omentum dapat menggumpal di daerah
epigastrium dan melekat pada organ-organ abdomen, sehingga pada
akhirnya dapat menyebabkan obstruksi usus. Di lain pihak, kelenjar
limfe yang terinfeksi dapat membesar, menyebabkan penekanan
pada vena porta dengan akibat pelebaran vena dinding abdomen dan
asites.
Umumnya, selain gejala khusus peritonitis TB, dapat timbul
gejala klinis umum TB anak. Tanda yang dapat terlihat adalah
ditemukannya massa intraabdomen dan adanya asites. Kadang-kadang
ditemukan fenomena papan catur, yaitu pada perabaan abdomen
didapatkan adanya massa yang diselingi perabaan lunak, kadang-kadang
didapat pada obstruksi usus dan asites.
9. Tuberkulosis Mata
Tuberkulosis pada mata umumnya mengenai konjungtiva dan
kornea, sehingga sering disebut sebagai keratokonjungtivitis
fliktenularis (KF). Keratokonjungtivitis fliktenularis adalah penyakit
pada konjungtiva dan kornea yang ditandai oleh terbentuknya satu
atau lebih nodul inflamasi yang disebut flikten pada daerah limbus,
6
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
disertai hiperemis di sekitarnya. Umumnya ditemukan pada anak usia
3—15 tahun dengan faktor risiko berupa kemiskinan, kepadatan
penduduk, sanitasi buruk, dan malnutrisi.
Manifestasi klinis KF dapat berupa iritasi, nyeri, lakrimasi,
fotofobia, dan dapat mengeluarkan sekret mata, disertai gejala umum
TB.Untuk menyingkirkan penyebab stafilokokus, perlu dilakukan usap
konjungtiva.
427
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
biopsi perikardium yang tinggi dan adanya granuloma sering
menyokong diagnosis TB jantung. Selain OAT diberikan juga
kortikosteroid.Perikardiotomi parsial atau komplit dapat diperlukan
jika terjadi penyempitan perikard.
Penentuan klasifikasi dan tipe kasus TB pada anak tergantung dari hal
berikut:
• Lokasi atau organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis Ekstra Paru. Tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Anak
428
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
dengan gejala hanya pembesaran kelenjar tidak selalu menderita
TB Ekstra Paru.
• Status HIV
Pemeriksaan HIV direkomendasikan pada semua anak suspek TB
pada daerah endemis HIV atau risiko tinggi terinfeksi HIV.
Berdasarkan pemeriksaan HIV, TB pada anak diklasifikasikan sebagai:
429
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
a. HIV positif
b. HIV negatif
c. HIV tidak diketahui
d. HIV expose/ curiga HIV. Anak dengan orang tua penderita HIV
diklasifikasikan sebagai HIV expose, sampai terbukti HIV negatif.
Apabila hasil pemeriksaan HIV menunjukkan hasil negatif pada
anak usia< 18 bulan, maka status HIV perlu diperiksa ulang
setelah usia > 18 bulan.
• Resistensi Obat
Pengelompokan pasien TB berdasarkan hasil uji kepekaan M. tuberculosis
terhadap OAT terdiri dari:
a. Monoresistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap
salah satu jenis OAT lini pertama.
b. Polydrug Resistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap
lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
c. Multi Drug Resistance (MDR) adalah M. tuberculosis yang resistan
terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) dengan atau tanpa OAT
lini pertama lainnya.
d. Extensive Drug Resistance (XDR) adalah MDR disertai dengan
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan
minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan yaitu
Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin.
e. Rifampicin Resistance adalah M. tuberculosis yang resistan
terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistansi terhadap OAT
lain yang dideteksi menggunakan metode pemeriksaan yang
sesuai, pemeriksaan konvensional atau pemeriksaan cepat.
Termasuk dalam kelompok ini adalah setiap resistansi terhadap
rifampisin dalam bentuk Monoresistance, Polydrug Resistance,
MDR dan XDR.
Paduan OAT Kategori Anak dan peruntukannya secara lebih lengkap sesuai
dengan tabel tabel berikut ini:
Keterangan:
R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid
• Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk
kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan
• Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan,
menyesuaikan berat badan saat itu
• Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai
umur). Tabel Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran
• OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak
boleh digerus)
• Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum
(chewable), atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
• Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah
makan
• Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat
tidak boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer
6
Wisnu Aisyah – Ulin, Alika
Tuberkulosis Pada Anak
dr. Bambang Edi, Sp.A
• Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan di
fase lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali
mulai dari awal.
• Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di
fase lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan
sampai selesai.
Pada pasien dengan pengobatan yang tidak teratur akan meningkatkan
risiko terjadinya TB kebal obat.