Anda di halaman 1dari 17

Oleh: Hutri Agustino., S.Sos. M.Si.

Kata kebudayaan berasal dari kata


Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak
dari buddhi yang berarti ‘budi’ dan
‘akal’. Dengan demikian ke-budaya-an dapat
diartikan: “hal-hal yang bersangkutan
dengan akal”. Ada juga yang berpendapat
bahwa kata budaya sebagai perkembangan
dari majemuk budi-daya, yang berarti ‘daya
dari budi’. Sehingga, nampaklah perbedaan
antara budaya dan kebudayaan, dimana
budaya adalah ‘daya dari budi’ yang berupa
cipta, rasa, karsa, sedangkan kebudayaan
adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa
tersebut
Konsep kebudayaan untuk pertama kalinya
dikembangkan oleh para ahli antropologi
menjelang akhir abad 19. Definisi
pertama yang sungguh-sungguh jelas dan
komprehensif berasal dari ahli
antropologi Inggris, Sir Edward Burnett
Tylor (1871), menurutnya kebudayaan
sebagai ‘kompleks keseluruhan yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, hukum, moral dan kebiasaan’.
Budaya tidak hanya sekedar
benda dan peristiwa yang dapat
diamati, dihitung, serta diukur,
namun juga termasuk gagasan-
gagasan dan makna-makna.
(J.J. Honingmann yang dikutip oleh Koentjaraningrat)

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks


dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-
norma, peraturan dan sebagainya > wujud
ideal dari kebudayaan, sifatnya abstrak.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks
aktivitas serta tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat > sistem sosial.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda
hasil karya manusia > kebudayaan fisik.
Menurut antropolog Inggris bernama
A.R. Radcliffe-Brown (1881-1855),
setiap kebiasaan dan kepercayaan
dalam masyarakat mempunyai fungsi
tertentu, yang berfungsi untuk
melestarikan struktur masyarakat
yang bersangkutan secara teratur,
sehingga masyarakat tersebut tetap
lestari.
1. Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan
biologis, seperti kebutuhan akan pangan,
sandang, dan papan (basic need).
2. Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan
instrumental, seperti kebutuhan akan
hukum dan pendidikan.
3. Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan
integratif, seperti agama dan kesenian.
Ralph Linton menyebut bahwa
kebudayaan sebagai ‘warisan
sosial’ umat manusia. Proses
penerusan kebudayaan dari
generasi ke generasi selanjutnya
disebut dengan enkulturasi.
DIFUSI

PENGARUH
BUDAYA ASING
PADA BUDAYA PROSES AKULTURASI
LOKAL DAN
NASIONAL

ASIMILASI
1. Revolusi pertanian (Agrarian revolution),
ketika manusia mulai menemukan
kepandaian bercocok tanam 10.000 tahun
yang lalu.
2. Revolusi perkotaan (Urban revolution),
ketika manusia mulai mngembangkan
masyarakat kota untuk pertama kalinya
kira-kira 4.000 tahun yang lalu.
3. Revolusi industri (Industrial revolution),
ketika manusia mulai menemukan mesin
yang dapat memproduksi barang-barang
keperluan hidupnya dalam jumlah masal,
kira-kira 200 tahun yang lalu.
Alvin dan Heidi Toffler pernah membuat
forecasting dalam Creating A New Civilization,
The Politics of the Third Wave yang kemudian
populis disebut dengan Teori Gelombang
Ketiga. Dalam teori tersebut mereka
meramalkan bahwa puncak dari modernitas
sebuah peradaban manusia di muka bumi pada
gelombang ketiga adalah ditandai dengan
berkuasanya sektor teknologi (virtual) yang
canggih (high tech).
Sosiolog Post-modernism, Michael
Foucault, pernah menulis bahwa
masyarakat kapitalis mahir dalam
menyebarkan kepercayaan ideologi
mereka tanpa harus menggunakan
kekerasan. Lalu dengan apa,
jawabannya tidak lain dan tidak
bukan adalah dengan media dan
seni.
Menurut Paul Magnarella, ‘kebudayaan
ketidakpuasan’ adalah suatu tingkat
keinginan yang jauh melampaui batas-
batas sumber-sumber daya lokal yang
ada pada seseorang. Akibatnya,
masyarakat tradisional di berbagai
belahan dunia lebih memilih kehidupan
perkotaan yang menurut mereka jauh
‘lebih baik’.

Anda mungkin juga menyukai