Anda di halaman 1dari 14

Oleh kelompok

Nama – nama kelompok :


1. Danaria Gulo
2. Finta Oktafia
3. Fransiskus Yulius CH
4. Maria Ena Ngamul

UNIVERSITAS LEPISI
Sebagai Subjek Pajak

Joint operation merupakan bentuk kerjasama operasi


antara 2 (dua) badan atau lebih atas suatu proyek hanya
sampai dengan proyek tersebut selesai, dengan
demikian joint operation bukan merupakan subjek pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b UU Pajak
Penghasilan.
Sebagai Pemotong Pajak

Kewajiban pemotong pajak sama dengan kewajiban


subjek pajak pada umumnya yaitu, kewajiban
mendaftar, kewajiban menghitung pajak yang dipotong,
kewajiban menyetor/membayar pajak yang dipotong
dan kewajiban melaporkan pemotongan pajak yang
dilakukannya setiap masa pajak.
Sebagai Pengusaha Kena Pajak

Kewajiban Pengusaha Kena Pajak adalah:

1. mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha


Kena Pajak apabila sampai dengan suatu bulan dalam
tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan
bruto atas penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa
kena pajak melebihi Rp4.800.000.000 (empat milyar
delapan ratus juta rupiah)(Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 197/PMK.03/2013);
2. membuat Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal
13 UU PPN;
3. menghitung PPN yang masih harus dibayar yaitu
dengan cara mengkreditkan Pajak Masukan dalam
suatu masa pajak kepada Pajak Keluaran masa pajak
yang sama (Pasal 9 ayat (2));
4. membayar Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus
dibayar paling lambat akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya masa pajak (Pasal 15A ayat (1));
5. melaporkan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai paling
lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa
pajak (Pasal 15A ayat (2)).
1. Kewajiban PPh Pasal 21

JO wajib melakukan pemotongan atas pembayaran


sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan kepada
Wajib Pajak Orang Pribadi.

2. Kewajiban PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, Pasal 23, dan
Pasal 26

Kewajiban pemotongan, pembayaran dan pelaporan PPh


atas pembayaran/biaya yang terutang PPh Pasal 4 ayat (2),
Pasal 15, Pasal 23, dan Pasal 26 sama dengan Wajib Pajak
pemotong lainnya.
3. Kewajiban PPh Pasal 4 ayat (2) sebagai penerima
penghasilan

Pengguna jasa konstruksi dari JO wajib melakukan


pemotongan imbalan jasa konstruksi kepada JO. Pada
prinsipnya Joint Operation tidak termasuk sebagai
subyek Pajak Penghasilan, oleh karena itu penghasilan
yang diterima suatu joint operation sebenarnya adalah
penghasilan para anggota yang besarnya bagian
masing-masing ditentukan sesuai perjanjian
pembentukan joint operation.
Tata cara pemecahan bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)
sebagai berikut:

1. Dalam hal penerima jasa sudah melakukan pemotongan


PPh Pasal 4 ayat (2) atas nama JO, JO dapat mengajukan
permohonan pemecahan bukti pemotongan ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) dimana JO terdaftar. Selanjutnya
KPP dimana JO terdaftar melakukan pemindahbukuan ke
KPP dimana masing-masing anggota JO terdaftar sesuai
proporsi bagi hasil;
2. Dalam hal penerima jasa belum melakukan pemotongan
PPh Pasal 4 ayat (2), JO dapat mengajukan pemecahan
bukti potong kepada penerima jasa yang selanjutnya akan
menerbitkan bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas
nama JO qq. Masing-masing anggota JO sesuai dengan
proporsi bagi hasil.
4. Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai

Dalam penjelasan Pasal 3 ayat (2) Peraturan


Pemerintah No. 1 Tahun 2012 Administrative JO (yang
melakukan kontrak/perjanjian atas nama JO) wajib
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Konsekuensi logis dari hal tersebut JO bentuk ini
mempunyai kewajiban PPN secara penuh yaitu
mendaftar, menghitung, membayar dan melapor.
5. Kewajiban pembukuan memenuhi ketentuan Pasal
28 UU KUP

Tujuan utama dari pembukuan/pencatatan dalam pasal


28 UU KUP adalah agar pajak terutang dapat dihitung.
Untuk memenuhi hal tersebut JO wajib membuat
catatan mengenai peredaran usaha (merupakan objek
PPh Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi dan PPN) dan
biaya yang dikeluarkan untuk menghitung besarnya
Pajak Penghasilan yang harus dipotong oleh JO.
Seluruh pekerjaan dan tanggung jawab terhadap
penerima jasa konstruksi Non-Administrative JO
dilakukan oleh masing-masing anggota JO. Oleh
karena itu seluruh kewajiban perpajakan berkaitan
dengan transaksi tersebut menjadi tanggung jawab
masing-masing anggota JO.
 Joint operation merupakan bentuk kerjasama operasi antara 2 (dua)
badan atau lebih atas suatu proyek hanya sampai dengan proyek
tersebut selesai, dengan demikian joint operation bukan merupakan
subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b UU Pajak
Penghasilan.

 Tata cara pemecahan bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebagai
berikut:
1. Dalam hal penerima jasa sudah melakukan pemotongan PPh Pasal 4
ayat (2) atas nama JO, JO dapat mengajukan permohonan pemecahan
bukti pemotongan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana JO
terdaftar. Selanjutnya KPP dimana JO terdaftar melakukan
pemindahbukuan ke KPP dimana masing-masing anggota JO terdaftar
sesuai proporsi bagi hasil;
2. Dalam hal penerima jasa belum melakukan pemotongan PPh Pasal 4
ayat (2), JO dapat mengajukan pemecahan bukti potong kepada
penerima jasa yang selanjutnya akan menerbitkan bukti pemotongan
PPh Pasal 4 ayat (2) atas nama JO qq. Masing-masing anggota JO
sesuai dengan proporsi bagi hasil.
Kewajiban Perpajakan Administrative Joint Operatioan
Meliputi :
1. Kewajiban PPh Pasal 21
2. Kewajiban PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, Pasal 23, dan
Pasal 26
3. Kewajiban PPh Pasal 4 ayat (2) sebagai penerima
penghasilan
4. Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai
5. Kewajiban pembukuan memenuhi ketentuan Pasal 28
UU KUP

Anda mungkin juga menyukai