Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

STATUS EPILEPTIKUS
Yolanda Pramudiya
71 2017 030

Pembimbing
dr. Irma Yanti, Sp.S
Kegawatan
merupakan suatu
keadaan dimana
seseorang kritis dan STATUS
jika tidak dilakukan
suatu usaha atau EPILEPTIKUS
tindakan akan
menyebabkan
kematian

Kontinyu Durasi ≥ 30
menit
Gangguan
berulang
Kesadaran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Definisi status epileptikus non konvulsif
Definisi Konseptual
bangkitan epileptik berupa perubahan kesadaran
Bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit,
atau adanya dua bangkitan atau lebih di mana di maupun perilaku tanpa disertai manifestasi
antara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat motorik yang jelas namun didapatkan aktivitas
pemulihan kesadaran. bangkitan elektrografik pada perekaman
elektroensefalografi (EEG).
Definisi operasional status epileptikus
konvulsif
bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit, atau
bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa
pulihnya kesadaran diantara bangkitan.
ETIOLOGI
1. Alkohol
2. Anoksia
3. Antikonvulsan-withdrawal
4. Penyakit cerebrovaskular
5. Epilepsi kronik
6. Infeksi SSP
7. Toksisitas obat-obatan
8. Metabolik
9. Trauma
10. Tumor
EPIDEMIOLOGI

Status epileptikus merupakan suatu


masalah yang umum terjadi dengan
angka kejadian kira-kira 60.000 –
160.000 kasus dari status epileptikus
tonik-klonik umum yang terjadi di
Amerika Serikat
KLASIFIKASI

■ Berdasarkan klinis:
1. SE fokal
2. SE general
■ Berdasarkan durasi:
1. SE Dini( 5-30 menit)
2. SE menetap/ Established(>30 menit)
3. SE Refrakter ( bangkitan tetap ada setelah mendapat dua atau tiga jenis
antikonvulsan awal dengan dosis adekuat )
■ Status epileptikus nonkonvulsivus (SE-NK) dibagi menjadi dua kelompok utama:
1. SE-NK Umum
2. SE-NK fokal
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
1. serangan bangkitan berulang tanpa diikuti pulihnya kesadaran
2. A. Sebelum bangkitan/gejala prodromal:
 perubahan perilaku, perasaan lapar, berkeringat, hipotermi, mengantuk, menjadi
sensitif, dan lain-lain.
B. Selama bangkitan/iktal:
 Apakah terdapat aura, gejala yang dirasakan pada awal bangkitan?
 Bagaimana pola/bentuk bangkitan, mulai dari deviasi mata, gerakan kepala,
gerakan tubuh, vokalisasi, otomatisasi, gerakan pada salah satu atau kedua lengan
dan tungkai, bangkitan tonik/klonik, inkontinensia, lidah tergigit, pucat, berkeringat,
dan lain-lain. (Akan lebih baik bila keluarga dapat diminta untuk menirukan gerakan
bangkitan atau merekam video saat bangkitan)
C. Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan?
 Apakah terdapat perubahan pola dari bangkitan sebelumnya?
D. Pasca bangkitan/ post iktal:
■ Bingung, langsung sadar, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, Todd’s paresis.

3. Faktor pencetus : kelelahan, kurang tidur, hormonal, stress psikologis, alkohol.


4. Usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antar
bangkitan, kesadaran antar bangkitan.
5. Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap OAE sebelumnya:
– jenis obat anti epilepsi (OAE)
– dosis OAE
– jadwal minum OAE
– kepatuhan minum OAE
– kadar OAE dalam plasma
– kombinasi terapi OAE.
PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI
1. status mental, “gait“ ,
2. koordinasi,
3. saraf kranialis,
4. fungsi motorik dan sensorik, serta refleks tendon.

Adanya defisit neurologi seperti hemiparese ,distonia, disfasia, gangguan lapangan pandang,
papiledema mungkin dapat menunjukkan adanya lateralisasi atau lesi struktur di area otak yang
terbatas.

KRITERIA DIAGNOSIS

■ Status epileptikus konvulsif Bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit, atau bangkitan berulang 2
kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran diantara bangkitan.

■ Status epileptikus non konvulsif Bangkitan epileptik berupa perubahan kesadaran maupun
perilaku tanpa disertai manifestasi motorik yang jelas namun didapatkan aktivitas bangkitan
elektrografik pada perekaman elektroensefalografi (EEG), dapat didahului oleh status epileptikus
konvulsivus.
PATOFISIOLOGI
TATALAKSANA
1. Stabilitas Penderita
■ Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan (bila perlu
intubasi)
– Periksa tekanan darah
– Mulai pemberian Oksigen
– Monitoring EKG dan pernafasan
– Periksa secara teratur suhu tubuh
– Anamnesa dan pemeriksaan neurologis
■ evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kadar glukosa, hitung darah lengkap,
toksisitas obat-obatan dan kadar antikonvulsan darah; periksa AGDA (Analisa Gas
Darah Arteri)
■ Asidosis di koreksi dengan bikarbonat intravena. Segera diberi 50 ml glukosa 50%
glukosa iv, diikuti pemberian tiamin 100 mg im.
TATALAKSANA
■ Infus NaCl 0,9% dengan tetesan lambat
■ Berikan 50 mL Glukosa IV jika didapatkan adanya hipoglikemia, dan Tiamin 100 mg
IV atau IM untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wernicke’s encephalophaty
TATALAKSANA
1. Mengatasi kejang
Stadium Penatalaksanaan
Stadium I (0-10 menit) - Memperbaiki fungsi kardio-respirasi
- Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi bila perlu
Stadium II (10-60 menit) - Pemeriksaan status neurologic
- Pengukuran tekanan darah, nadi dan suhu
- Monitor status metabolic, AGD dan status hematologi
- Pemeriksaan EKG
- Memasangi infus pada pembuluh darah besar dengan NaCl 0,9%. Bila akan digunakan
2 macam OAE pakai jalur infus
- Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan laboratorium (AGD, Glukosa, fungsi
ginjal dan hati, kalsium, magnesium, pemeriksaan lengkap hematologi, waktu
pembekuan dan kadar OAE), pemeriksaan lain sesuai klinis
- Pemberian OAE emergensi : Diazepam 0.2 mg/kg dengan kecepatan pemberian 5
mg/menit IV dapat diulang bila kejang masih berlangsung setelah 5 menit
- Berilah 50 cc glukosa 50% pada keadaan hipoglikemia
- Pemberian tiamin 250 mg intervena pada pasien alkoholisme
- Menangani asidosis dengan bikarbonat
Stadium III (0-60/90 menit) - Menentukan etiologi
- Bila kejang berlangsung terus setelah pemberian lorazepam / diazepam, beri phenytoin iv
15 – 20 mg/kg dengan kecepatan < 50 mg/menit. (monitor tekanan darah dan EKG pada
saat pemberian)
- Atau dapat pula diberikan fenobarbital 10 mg/kg dengan kecepatan < 100 mg/menit
(monitor respirasi pada saat pemberian)
- Memulai terapi dengan vasopressor (dopamine) bila diperlukan
- Mengoreksi komplikasi

Stadium IV (30/90 menit) - Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit, pasien dipindah ke ICU, diberi Propofol
(2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu) atau Thiopenton (100-250 mg bolus iv pemberian
dalam 20 menit, dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan sampai 12-
24 jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG terakhir, lalu dilakukan tapering off.
Iviemonitor bangkitan dan EEG, tekanan intracranial, memulai pemberian OAE dosis rumatan
Tipe Terapi Pilihan Terapi Lain
SE Lena Benzodiazepin IV/Oral Valproate IV

SE Parsial Complex Klobazam Oral Lorazepam/Fenintoin/Fenobarbital IV

SE Lena Atipikal Valproat Oral Benzodiazepin, Lamotrigin, Topiramat,


Metilfenidat, Steroid Oral

SE Tonik Lamotrigine Oral Metilfenidat, Steroid


SE Non-konvulsif pada Fenitoin IV atau Anastesi dengan tiopenton,
pasien koma Fenobarbital Penobarbital,Propofol atau Midazolam
PROGNOSIS

Sehingga jelas terlihat bahwa prognosis juga tergantung terhadap baik buruknya respon
pasien terhadap pengobatan yang diberikan. Semakin rendah respon terhadap
pengobatan, semakin buruk prognosis
KOMPLIKASI

■ hipertermia, asidosis, hipotensi, kegagalan pernapasan , rabdomiolisis, serta


aspirasi
SIMPULAN

1. status epileptikus sebagai aktivitas kejang yang berlangsung terus menerus selama
30 menit atau lebih. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang
mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima
menit atau lebih, harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus

2. Dengan ditetapkannya atau lebih dipahaminya dasar dari patofisologi penyakit ini
dan adanya konsensus mengenai penatalaksanaan Maka diharapkan prognosis
pasien yang mengalami kasus ini dapat menjadi lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai