Anda di halaman 1dari 39

PERAWATAN

PENDERITA
TETANUS DI ICU
Abstrak
 Laki-laki, usia 50 tahun didiagnosis →tetanus grade
III, berat badan 50 kg
 Pasien tetanus →monitor patensi jalan napas dengan
pemasangan pipa endotrakeal , support ventilasi
dengan ventilasi mekanik, menjaga stabilisasi
hemodinamik, & kesadaran. Penanganan instabilitas
hemodinamik → adanya gangguan otonomik →
memberikan diazepam, morpin.
 Tujuan utama → menetralisir toksin tetanus yang
beredar dalam sirkulasi darah, mencegah toksin
tersebut → ke saraf perifer, & eradikasi sumber toksin.
Hal ini dilakukan → pemberian ATS, perawatan luka &
pemberian antibiotik.
Pendahuluan
 Tetanus → penyakit akut → oleh exotoxin yang
→ oleh Clostridium Tetani dengan tanda klinis
→ kekakuan otot seluruh tubuh, terkadang
disertai dengan kejang dan ketidakstabilan
otonom.
 Tahun 1882 → Nicolaier dan Rosenbch
pertama kali menemukan kuman dan toxin
Clostridium tetani.
 Angka kematian tetanus → 800.000 - 100.000
pertahun.
 usia → > 60 tahun angka kematiannya 50%.
1950 1960 1970 1980 1990 2000

<5 5-14 15-24 25-39 40+


Etiologi
 Penyakit tetanus →clostridium tetani, →
anaerob, gram positf, seperti batang &
ujungnya berbentuk pemukul genderang, yang
memiliki spora. Spora yang dibentuk dapat
bertumbuh dalam jangka lama →bila tidak
terkena sinar matahari,→ kuman → toksin.
 Spora ini, tahan → antiseptic & perebusan
yang dilakukan dalam waktu beberapa menit.
Clostridium tetani dapat mati/tidak berkembang
→ perebusan > 4 jam atau dengan autoclave
pada suhu 121o C → 15 menit
Patogenesis

 Clostridium tetani berkembang →


menghasilkan spora. Spora→ menembus
jaringan yang rusak, spora →
berproliferasi dalam bentuk vegetatif,
memproduksi toksin.
 Ada 2 bentuk toksin → yaitu
tetanospasmin & tetanolisin.
 Tetanospasmin → toksin , bersifat sangat
poten. Toksin tetanolisin → kemampuan
untuk merusak jaringan disekitarnya &
me↓ reaksi reduksi –oksidasi yang
penting pada luka → memudahkan
bakteri berkembang biak
 Clostridium tetani → bakteri yang bersifat non
invasive. Tetanus terjadi → spora clostridium
tetani → masuk kedalam tubuh via luka. Paling
sering dijumpai → luka karena tembus atau
laserasi. Dapat→ luka karena operasi, luka
bakar gangrene, ulkus kronik, gigitan
binatang, luka injeksi, aborsi & persalinan,
infeksi pada gigi.
 Tetanus neonatorum → pemotongan tali
pusat pada saat lahir ( Oh”s,TE 1990, Cook
2001 ).
 Clostridium tetani → toksin. Toksin
tetanospasmin dilepaskan dari hasil otolisis
sel-sel clostridia, → berdifusi → jaringan
sekitarnya kemudian masuk & didistribusikan
keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah.
Sebagian besar → diambil oleh ujung saraf
motorik, sebagian kecil memasuki serabut
saraf sensoris & otonom. Toksin yang terikat
pada ujung saraf → ke SSP
 Exotoxin tetanospasmin → rantai polipeptida
tunggal , BM 150.000 dalton → mengikuti
sirkulasi darah & limfe serta akan berikatan
dengan ujung saraf motorik → gangguan
pelepasan neurotransmitter asetikolin &
gamma aminobutyric acid ( GABA ) & glisin.
Glisin → penghambat neuron motorik afferent
dimana pengaruh penghambatan ini →pacuan
yang tidak terkendali yang akan bermanifestasi
kontraksi yang terus-menerus ( Jackson 1984
).
Manifestasi klinis

 Masa inkubasi tetanus → 2 - 60 hari


setelah terjadi luka. > 80% timbul gejala
dalam waktu 14 hari.
 Pada tetanus → trias gejala klinis yaitu
rigiditas, spasme otot & disfungsi
otonomik.
 Kekakuan leher, sakit pada tenggorokan
& sulit membuka mulut seringkali menjadi
gejala awal.
. Pada spasme otot masetter → terjadinya
trismus atau dagu terkunci.
Risus Sardonicus → spasme progeresif
dari otot-otot wajah. Disfagia → akibat
spasme otot menelan. Rigitas pada otot
leher → retraksi kepala.
Rigiditas otot badan → epitotonus & sulit
bernapas akibat menurunnya komplians
dinding dada.
 Spasme otot pernapasan → kesulitan
bernapas → hipoksia,→ kerusakan susunan
saraf pusat yang bersifat permanen.
 Tonus otot yang meningkat dengan episode
spasme otot, tonik kontraksi ini tampak seperti
konvulsi → agonist-antagonist sekelompok otot
secara bersamaan. Gejala ini timbul → karena
trigger spontan pada sentuhan,
pandangan,dengar atau stimuli emosional.
Spasme → berakibat fraktur dan avulsi tendon.
 Pada tetanus umumnya melibatkan seluruh
tubuh. Biasanya rigiditas & spasme terjadi
pada otot kepala-leher terlebih dahulu →
progresif kearah kaudal.
Pada perifer injury & toksin tetanus yang
minimal, → spasme & rigiditas akan mengenai
tubuh yang terbatas sehingga kurang
menimbulkan mortalitas. Pada luka didaerah
kepala hal ini tidak berlaku → karena
mempengaruhi saraf kranialis, & paralisis lebih
dominat dibandingkan spasme, progresifitas &
fatalitas lebih tinggi.
 Tetanus neonatorum → kematian 50%.
Tetanus neonatorum,→ gejala neonatus
tidak mampu menetek, muntah &
konvulsi.
 Hygiene yang kurang perawatan pada
tali pusar → penyebab utama. Hal
tersebut dapat dicegah → vaksinasi
maternal selama kehamilan. ( Cook
2001 )
 Sebelum pengelolaan tetanus dengan
artificial ventilator penyebab utama
kematian → gagal napas akut
 Saat ini, masalah utama pada tetanus →
ketidak stabilan otonom. Dimana sistim
saraf simpatis akan me↑ tonus simpatis
→ takikardi & hipertensi. Vasokontriksi
dan pireksia akan tampak .
 Katekolamin basal akan me↑
→mengakibatkan serangan autonomic →
ketidakstabilan kardiovasculer. Hipertensi
berat & takikardi dapat berubah →
hipotensi, bradikardi & cardiac arrest
mendadak. Perubahan ini dapat terjadi
karena perubahan cepat pada resistensi
vasculer sistemik , pe↓ tekanan vena
sentral akibat pe↓ pengisian jantung.
 Terdapat efek otonom lainnya →
hipersalivasi & sekresi bronchial yang
me↑, stasis lambung, ileus , diare &
gagal ginjal dengan diuresis.
 Gangguan otonom → timbul beberapa
hari setelah spasme & menetap selama 1
sampai 2 minggu. Spasme → berkurang
setelah 2 sampai 3 minggu
Mekanisme klinis tetanus terbagi atas 4
jenis yaitu :
 Generalized tetanus.
 Localized tetanus.
 Cephalic tetanus.
 Neonatal tetanus.
Beberapa penggolongan
tetanus
Beratnya Periode inkubasi( hari Onset Gejal klinis
penyakit )

Ringan >10 4-7 Kekakuan lokal, trismus

Sedang 7-10 3-6 Trismus berat ,disfagia

Berat <7 <3 Kejang berat ,kekakuan


menyeluruh ,gannguan
otonom
Menurut Phillips
menggolongkan tetanus
Parameter Nilai
Masa inkubasi
< 48 jam 5
2 – 5 hari 4
6 – 10 hari 3
11 – 14 hari 2
> 14 hari 1
Lokasi infeksi
Internal/umbilikal 5
Leher,kepala/dinding 4
kepala
Ekstremitas proksimal 3
Ekstremitas distal 2
Tidak diketahui 1
Imunisasi
Tidak ada 10
Mungkin ada/ibu yang 8
mendapat
> 10 tahun 4
< 10 tahun 2
Proteksi lengkap 1
Faktor yang memberatkan
Penyakit / trauma yang
10
memberatkan jiwa
Keadaan yang tidak 8
langsung membahayakan
jiwa
Keadaan yang tidak
membahayakan jiwa 6
Trauma/penyakit ringan 2
Tidak ada 1
Dapat dibagi atas kriteria
 tetanus grade I ( ringan ) → jumlah
score < 9
 tetanus grade II ( sedang ) → jumlah
score 9- 16
 tetanus grade III ( berat ) → jumlah
score > 16
Diagnosis

 Anamnesis → riwayat luka, ditemukan


adanya luka & gejala klinis. Tidak ada
pemeriksaan laboratorium yang spesifik.
Kultur bakteri → memberikan hasil positif
pada kurang dari setengah penderita.
Penatalaksanaan

 Pasien tetanus harus dirawat di ICU.


Penanganan diICU →airway manajemen,
sedasi, perawatan luka, terapi antitoksin,
pemberian antibiotik serta support disfungsi
hemodinamik. Pasien dengan rigiditas otot →
diberikan sedasi & analgetik. Ketidak stabilan
kardiovasculer → pemberian sedasi( diazepam
IV dosis titrasi) & morpin. Bila tidak berhasil →
MgSO4 IV.
Imunisasi pasif
 Sekarang → menggunakan toksin anti
tetanus manusia ( HTIG ) menggantikan
anti tetanus ( ATS ) yang berasal dari
kuda
 Toksin antitetanus berperan →
menetralkan toksin dalam sirkulasi &
tidak berperan pada toksin yang sudah
terikat pada SSP. Dosis → dianjurkan
3000 – 6000 unit IV.
Perawatan luka

 Perlunya perawatan luka → berulang-


ulang dengan menggunakan H2O2 3%.
Dianjurkan pemberian HTIG sebelum
dilakukan tindakan → tindakan
pembedahan → terlepasnya toksin
kedalam jaringan
Antibiotik

 Antibiotik pilihan utama → penicillin,


alternatif → eritromisin, tetrasiklin,
kloramfenikol & klindamisin. Penisillin
bekerja → GABA antagonis. Dapat juga
diberikan metronidazole
Pengendalian spasme otot
 Diazepam & morfin → menekan efek
tetanospasmin. Morfin → mengganti opioid
yang hilang. Benzodiazepin me↑ aktivitas &
efekasi GABA. Diazepam sampai dosis 3400
mg/hari & morfin dengan dosis 235 mg/hari
masih ditoleransi dengan baik.
 Pelumpuh otot sering dipakai bersama dengan
sedasi kuat → mengendalikan spasme yang
hebat.
 Magnesium juga memiliki efek menghambat
neuromuscular → me↓ intensitas spasme
otot.dosis bolus 5 gr I.V → maintenance 1-3
gr/jam. Kadar dalam darah 3 mmol
 Klonidin → menghasilkan sedasi &
ansiolisis,me↓ aktifitas motorik spontan &
mempotensiasi efek sedative. Hal ini klonidin
sangat berguna dalam me↓ aktifitas simpatis
yang berlebihan
Nutrisi dan keseimbangan
cairan
 Pada pasien tetanus yang disertai dysphagia
sebaiknya terpasang pipa nasogastrik.
Pemberian kalori & cairan, diberikan → pipa
nasogastrik.
 Pada tetanus berat → ileus paralitik, biasanya
respon baik dengan pemberian antasida &
metoclopramide
 Pada tetanus berat terjadi pengeluaran cairan
yang banyak → disebabkan oleh keringat yang
banyak & air liur yg tidak dapat ditelan
 Untuk menetralkan toksin → sudah beredar →
pemberian anti tetanus serum ( ATS ) 50.000
unit IV, & 50.000 unit IM, lebih murah, harus
dilakukan pengawasan → reaksi allergi yang
dapat ditimbulkan

 Pada hari ke 22 dilakukan ekstubasi →


penderita sudah kuat untuk bernapas tanpa
bantuan ventilator. Post ekstubasi penderita
diberikan O2 dengan NRM.
KESIMPULAN

 Perawatan penderita tetanus di ICU →


perawatan yang lama, perlunya bantuan &
pemilihan obat didasarkan pada kejadian yang
ada. Terapi utama tetanus → kontrol rigiditas
& spasme otot, penanganan gangguan
otonom, pencegahan komplikasi yang
berhubungan dengan perawatan ICU yang
lama. Penyebab kematian paling sering pada
tetanus → akibat disfungsi otonom
63

Anda mungkin juga menyukai