Anda di halaman 1dari 57

Kelompok 1

Dwi Gunarti Aji

PEMULIAAN INDUKSI (4401416003)


Salwa Nurafifah
VARIASI ATAU KERAGAMAN (4401416004)
SOMAKLONAL Astuti Purwaningsih

(4401416006)
Lutfi Rahma Adiani

(4401416035)
Dwi Widya Arum Sari
(4401416041)
Latar Belakang
Keragaman genetik
yang tinggi
merupakan salah
kultur jaringan
satu faktor utama
berpotensi untuk
dalam upaya
induksi keragaman
pemuliaan atau
yang bermanfaat dan
perbaikan sifat
stabil untuk perbaikan
tanaman.
tanaman.
Proses kultur
jaringan, dapat
menginduksi Perbaikan
perubahan genetik tanaman secara
tanaman yang dapat in vitro
diwariskan. dilakukan antara
lain melalui
keragaman
somaklonal
Rumusan Masalah

Bagaimana
kelebihan dan
kekurangan dari Bagaimana proses
keragaman mendapatkan variasi
somaklonal? somaklonal
memanfaatkan teknik
mutasi?
Tujuan
Mengetahui kelebihan
dan kekurangan dari
keragaman somaklonal

Mengetahui proses
untuk mendapatkan
variasi somaklonal
dengan teknik mutasi
Metode
Sumber dan Jenis • berbagai literature
kepustakaan yang terkait
Data
Pengumpulan • metode pustaka
Data
• Data yang terkumpul
Analisis Data diseleksi sesuai topik kajian

Penarikan • merujuk kembali ke tujuan


Kesimpulan penulisan dan pembahasan
Tujuan
Mendapatkan tanaman yg tahan penyakit blas daun
Bahan
Kalus yg diberi perlakuan irradiasi dengan sinar gamma dosis 1-50 Gy
kemudian diregenasikan pada media MS + BA 1mg/l + 1AA 0,8mg / l
METODE

 Kalus diradiasi dengan dosis 10, 20, 30, 40, dan 50 Gy kemudian
diregenerasikan menghasilkan tunas.
 Planlet yang dihasilkan diaklimatisasi di rumah kaca dan dipelihara
sampai menghasilkan benih.
 Benih yang diperoleh kemudian disemai untuk diuji ketahanannya
terhadap penyakit blas daun dengan menggunakan ras isolat 001, 003,
dan 173
 Benih ditanam dalam larikan pada bak plastik Bibit berumur
18 hari diinokulasi.
 Tanaman kemudian dipindahkan ke rumah kaca yang dindingnya
dilapisi kain dan kelembaban yang tetap dipertahankan di atas 90%.
 Pengamatan gejala penyakit dilakukan satu minggu setelah tanaman
keluar dari ruang lembab.
Hasil dan pembahasan

Tanaman yang tidak tahan penyakit blas Tanaman yang tahan penyakit

B C
 Hasil skoring : 21 galur somaklon yang dianggap tahan terhadap
serangan blas daun dari tanaman asal tanpa radiasi dan radiasi 10-
50 Gy.
 Dari kalus yang tidak diradiasi juga diperoleh tanaman yang tahan
penyakit.
Intensitas serangan dari masin-masing isolat pada
galur somaklon yang diuji
Somaklon Ras 001 Ras 033 Ras 173
0 0 0 1,35
10 0,21 0 1,0
20 4,93 0,29 3,64
30 2,42 0,64 2,35
40 11,52 2,70 0,54
50 15,79 2,02 0,30
Tanaman kontrol
Fatmawati 31,42 1,37 1,99
Asahan 74,71 1,37 48,27
Kencana Bali 83 29,52 76,86
Kesimpulan
 Induksi mutasi dengan irradiasi sinar gamma dosis 30-50 Gy pada
kalus padi varietas Fatmawati dapat meningkatkan keragaman
somaklonal.
 Uji ketahanan penyakit blas dengan 3 ras isolat, yaitu 001, 033, dan
173 diperoleh 21 galur somaklon yang sangat tahan.
 Tujuan penelitian: mendapatkan komposisi
media terbaik dalam menginduksi embrio
somatic sekunder secara langsung dan
Induksi Embrio mendeteksi dini kemungkinan terjadinya
variasi somaklonal dari embrio somatic yang
dihasilkan menggunakan marka SSRs (simple
Somatik sequance repeat).
Sekunder Kopi Penelitian dibagi
Arabika Dan atas 2 tahap

Deteksi
Keragaman zat pengatur tumbuh
Evaluasi yaitu sitokinin
Somaklonal keragaman
Induksi embrio
somatik sekunder
somaklonal Coffea arabica L
Menggunakan menggunakan kepadatan media
(media padat dan
marka SSRs. semi padat
Marka Ssrs
Induksi embrio somatik sekunder Coffea arabica L

Eksplan yang  Faktor pertama adalah Peubah yang diamati


zat pengatur tumbuh yaitu
digunakan untuk meliputi:
 sitokinin yang terdiri dari
menginduksi 5 perlakuan yaitu 2-iP  persentase pembentukan

embrio somatik (4,54 atau 9,08 μM), embrio somatik sekunder


sekunder adalah  kinetin (9,30 μM), BAP dan
embrio somatik (17,76 µM atau 1,33 μM)  jumlah embrio somatik
yang ditambahkan pada sekunder yang dihasilkan
primer fase media ½ MS.
torpedo kopi  Faktor kedua adalah
Arabika varietas kepadatan media (media
Andung Sari 2 padat dan semi padat).
Komposit (AS2K).
Media padat dibuat dengan
,.....
penambahan phytagel 2,50 gram L-1

sementara media semi cair


dengan 1,50 gram L1

Kultur diinkubasi dalam ruang Eksplan yang membentuk Media


gelap dengan suhu ± 25oC embrio somatik sekunder pendewasaan
sampai terbentuk embrio fase kotiledonari merupakan media
somatik sekunder disubkultur ke media MS tanpa zat
pendewasaan pengatur tumbuh.

Kultur diinkubasi dalam kondisi Planlet yang


terang pada ± 25oC dengan terbentuk kemudian
intensitas penyinaran 1000 - diaklimatisasi di
1500 luks dan kelembaban rumah kaca
relatif ± 60%
Hasil • Pembentukan embrio somatik sekunder
dapat terbentuk pada medium yang
penelitian hanya menggunakan satu jenis sitokinin.

Semakin tinggi konsentrasi sitokinin yang


ditambahkan dalam media perlakuan,
maka jumlah embrio somatik sekunder
yang dihasilkan juga semakin banyak.
Pengamatan morfologi memperlihatkan bahwa
ukuran embrio somatik fase globular, oblong,
torpedo dan kecambah yang dihasilkan pada media
semi padat ukurannya terlihat lebih besar
dibandingkan dengan media padat, namun tidak
sampai menjadi abnormal.
Keterangan:
- E: eksplan
awal embrio Embriogenesis somatic primer
somatic primer kopi Arabic yang berkembang
- S: embrio
somatic menjadi embrio somatic
sekunder sekunder, tersier, kuarter, dan
- T: tersier kuiner.
- K: kuarter
- Q: kuirer

 Penambahan BAP 17,76 µM menghasilkan persentase tertinggi pembentukan


embrio somatik (75,50%) dengan jumlah embrio somatik sekunder terbanyak
(10,63/eksplan embrio somatik primer).
 Jumlah embrio somatik sekunder yang dihasilkan pada media padat lebih
banyak dibandingkan semi padat.
 Pada media dengan penambahan BAP 17,76 µM selain embrio somatik
sekunder, juga terbentuk embrio somatik tersier, kuarter dan kuiner.
INDUKSI DAN REGENERASI KALUS KELADI TIKUS
(TYPONIUM FLAGELLIFORME. LODD. ) SECARA IN
VITRO
Perbanyakan
secara vegetatif
Keladi tikus akan mengurangi Upaya eksplorasi
(Typonium pembentukan ke berbagai
flagelliforme Lodd) genotipe-genotipe daerah di
umumnya baru. Walaupun Indonesia belum
diperbanyak menghasilkan biji, mampu
secara vegetative persilangan meningkatkan
dengan pemisahan tampaknya jarang
anakan/bonggol. terjadi, sehingga ragam dalam jenis.
keragaman dalam
jenis cukup sempit.
Salah satu upaya untuk meningkatkan ragam
genetik tanaman adalah pemanfaatan kultur in
vitro melalui keragaman somaklonal yang
dalam hal ini dapat dilakukan melalui kultur
proptoplast, kultur sel tunggal maupun kultur
kalus.

Keragaman somaklonal berpeluang


sebagai sumber genotipe tanaman baru
untuk tujuan pemuliaan.
Timbulnya keragaman dapat disebabkan karena perubahan
genetik pada tingkat DNA, gen atau kromosom yang terjadi
selama proses pengkulturan. Keragaman ini dapat ditingkatkan
dengan perlakuan mutasi baik secara fisik maupun kimia,
terutama bila diaplikasikan pada kultur yang tidak
berdeferensiasi.
Bahan tanaman yang
digunakan adalah daun
Penelitian dilakukan di steril keladi tikus in vitro.
Laboratorium Kultur Media dasar yang
Jaringan, Balai Penelitian digunakan adalah
Tanaman Obat dan MURASHIGE dan SKOOG
Penelitian bertujuan untuk yang diperkaya vitamin
mengetahui pengaruh Aromatik Bogor dari
bulan April sampai dari group B. Sebagai
beberapa taraf sumber energi digunakan
konsentrasi auksin dan Desember 2005.
sukrosa sebanyak 30 g/l
sitokinin dalam induksi dan media dibuat padat
dan regenerasi kalus dengan penambahan
keladi tikus in vitro. bacto agar sebanyak 8
g/l. pH media diatur
hingga mencapai 5,8
dengan penambahan HCL
atau NAOH.
Penelitian terdiri dari dua tahap kegiatan, yaitu induksi dan regenerasi kalus.

Induksi Kalus Regenerasi Kalus


Daun steril keladi tikus dipotong-potong dengan ukuran Kalus-kalus yang diperoleh pada perlakuan
0,5 cm x 0,5 cm, bagian tengah daun dilukai untuk sebelumnya diregenerasikan untuk membentuk tunas.
memudahkan penyerapan media
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak
Selanjutnya daun ditempatkan di dalam media lengkap dalam pola faktorial dengan lima ulangan per
perlakuan untuk induksi kalus. perlakuan.

perlakuan yang diuji pada kegiatan ini adalah Faktor pertama adalah asal kalus dan factor kedua
beberapa taraf konsentrasi auksin (2,4-D) secara adalah tiga taraf konsentrasi BA yaitu BA 0,1 mg/l; BA
tunggal maupun kombinasi dengan sitokinin (kinetin) 0,3 mg/l dan BA 0,5 mg/l.
terhadap induksi kalus
Parameter yang diamati adalah jumlah tunas dan daun
Parameter yang diamati adalah waktu inisiasi kalus, serta penampilan kultur secara visual. Kultur
struktur dan warna kalus. ditempatkan pada rak-rak kultur dengan intensitas
cahaya sebesar 1000 lux dengan lama penyinaran 16
jam dalam sehari. Suhu ruang inkubasi sekitar 22℃.
Hasil dan pembahasan (Induksi Kalus)
 Dari sembilan perlakuan yang diuji, hanya dua
perlakuan yang memberikan respon
pertumbuhan yaitu:
 2,4- D 1,0 mg/l + kinetin 0,1 mg/l dan 2,4-D
1,0 mg/l + kinetin 0,3 mg/l, sedangkan tujuh
perlakuan lainnya tidak memberikan respon
sama sekali (Tabel 1).
 Penggunaan 2,4-D secara tunggal pada ketiga
taraf konsentrasi tidak mampu memberikan
respon terhadap inisiasi kalus. Walaupun 2,4-D
umum digunakan untuk induksi kalus, namun
pada tanaman keladi tikus, aplikasi zat
pengatur tumbuh ini dengan pemberian tunggal
belum mampu merangsang sel-sel untuk
berdediferensiasi membentuk kalus.
 Gambar 1. Kalus keladi tikus yang  Gambar 2. Kalus keladi tikus yang
diperoleh pada perlakuan 2,4-D diperoleh pada perlakuan 2,4-D
1,0 mg/l + kinetin 0,1 mg/l 1,0 mg/l + kinetin 0,3 mg/l
 Sebelum diregenerasikan pada media
regenerasi, kalus-kalus yang berasal dari
kedua perlakuan tersebut di subkultur pada
media yang sama dengan media awal. Hasil
sub kultur selama tiga minggu menunjukkan
hasil pertambahan ukuran kalus dan struktur
kalus menjadi lebih remah dengan warna
kalus hijau muda sampai hijau muda
kekuningan (Tabel 2).
Hasil dan pembahasan (Regenerasi Kalus)

 Terdapat interaksi antara asal kalus dengan beberapa taraf konsentrasi BA terhadap banyaknya tunas dan daun
yang terbentuk, dimana jumlah tunas dan daun terbanyak diperoleh pada perlakuan asal kalus 2,4-D 1,0
 mg/l + kinetin 0,3 mg/l kombinasi dengan BA 0,3 mg/l sebanyak 13,2 tunas dan 4,4 helai daun (Tabel 3 dan 4).
 Gambar 3. Regenerasi kalus keladi tikus pada  Gambar 4. Plantlet keladi tikus asal
penggunaan media MS + BA 0.3 mg/l (kanan) kultur kalus
dan kalus yang tidak mampu beregenerasi pada
media tanpa BA ( kiri)
Kesimpulan
 Induksi kalus pada keladi tikus dapat diperoleh pada perlakuan yaitu 2,4-D 1,0 mg/l + kinetin 0,1

mg/l dan 2,4-D 1,0 mg/l + kinetin 0,3 mg/l dalam waktu 8 – 10 minggu setelah kultur. Interaksi

antara perlakuan asal kalus 2,4-D 1,0 mg/l + kinetin 0,3 mg/l dengan media regenerasi BA 0,3 mg/l

menghasilkan jumlah tunas dan daun terbanyak yaitu 13,2 tunas dan 4,4 helai daun, dalam waktu

empat minggu.

 Akar dapat diperoleh pada media yang hanya diperkaya BA.

 Dengan diperolehnya metode regenerasi kalus pada keladi tikus, maka penelitian lanjutan dapat

dilanjutkan dalam mengaplikasikan teknik mutasi baik fisik maupun kimia terhadap kalus. Untuk

mengetahui adanya peningkatan ragam genetik tanaman, diperlukan pengujian tumbuh plantlet di

rumah kaca dan lapang.


KERAGAMAN SOMAKLONAL UNTUK
PERBAIKAN TANAMAN ARTEMISIA
(ARTEMISIA ANNUA L.) MELALUI KULTUR IN
VITRO

Jurnal AgroBiogen 6(1):26-32


Endang G. Lestari, Ragapadmi Purnamaningsih, M. Syukur, dan Rosa Yunita
Latar Belakang
Artemisia annua L. merupakan tumbuhan obat termasuk suku Asteraceae,
berupa tanaman perdu semusim, tanaman ini berasal dari Cina. Di Cina,
Artemisia annua L. digunakan untuk mengobati demam akibat malaria.
Bahan aktif dalam tumbuhan ini disebut qinghaosu dalam bahasa Cina
atau artemisinin, yang terbukti secara klinis bisa menghambat
perkembangan Plasmodium sp. penyebab penyakit Malaria. Tanaman ini
tumbuh di dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 1.000 m.
Latar Belakang

• Genotip yang tersedia saat ini


mempunyai kandungan artemisinin
Teknik mutasi dapat meningkatkan
yang sangat rendah, yaitu
keragaman genetik tanaman
berkisar 0,01-0,5%.
sehingga memungkinkan pemulia
• Dianggap tidak efektif dan tidak
melakukan seleksi genotipe tanaman
ekonomis bagi pengusaha yang
sesuai dengan tujuan pemuliaan yang
akan mengembangkan dalam
dikehendaki.
skala industri.
Bahan dan Metode
Bahan tanaman diperoleh dari Balittro, sedangkan iradiasi dilakukan di
Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN).
Percobaan terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
(1) menentukan dosis iradiasi yang optimum,
(2) multiplikasi tunas hasil iradiasi dan perbanyakan
genotipe,
(3) aklimatisasi,
(4) karakterisasi dan seleksi
genotipe di lapang.
Hasil dan Pembahasan
Pengaruh dosis iradiasi pada pertumbuhan eksplan dapat dilihat dari
kecepatan pertumbuhan tunas untuk masing-masing dosis iradiasi yang
diberikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
 pada iradiasi dengan dosis 10-30 Gy, multiplikasi dan pemanjangan tunas
relatif cepat, namun dengan dosis 10-20 Gy tidak menimbulkan
penghambatan sehingga dianggap belum memberikan efek mutasi.;
 pada dosis iradiasi 50-60 Gy, pertumbuhan tunas sudah mulai terhambat
tetapi tingkat multiplikasi relatif masih tinggi, sehingga dosis tersebut
dianggap sudah tepat untuk menimbulkan mutasi;
 pada dosis 70-100 Gy menjadi coklat dan mati, beberapa tunas masih
hijau namun tidak berkembang.
Hasil dan Pembahasan
Hasil dan Pembahasan
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
Dari hasil penelitian tersebut, faktor yang mempengaruhi terbentuknya
mutan antara lain besarnya dosis iradiasi.
 Dosis tertinggi untuk iradiasi tunas pucuk artemisia adalah 60 Gy dan
terendah 40 Gy.
 Iradiasi pada dosis 40-60 Gy menghasilkan variasi warna daun dan

batang, tinggi tanaman, percabangan, umur berbunga, dan biomasa


serta kandungan artemisinin.
 Diperoleh 8 genotipe tanaman yang baru berbunga umur 8 bulan dan
tingginya mencapai 2 m.
“KERAGAMAN MORFOLOGI, PERTUMBUHAN,
PRODUKSI, MUTU DAN FITOKIMIA KELADI TIKUS
(TYPONIUM FLAGELLIFORME LODD.) BLUME ASAL
VARIASI SOMAKLONAL”
Latar Belakang
 Tanaman keladi tikus (Typonium flagelliforme) merupakan salah satu
tanaman yang berkhasiat untuk mengobati penyakit, salah satunya
adalah penyakit kanker.
 Perbanyakan keladi tikus umumnya dilakukan secara vegetatif dengan
pemisahan anakan/bonggol, sehingga ragam genetiknya terlalu sempit.
Latar Belakang
 Upaya meningkatkan variasi genetik pada keladi tikus melalui kultur
kalus telah dilakukan dan diperoleh plantlet keladi tikus yang normal
baik dalam bentuk daun, batang dan warna daun. Namun, keragaman
morfologi, pertumbuhan, produksi, mutu dan fitokimia tanaman hasil
kultur kalus belum diketahui/dievaluasi.
Tujuan Penelitian
 Untuk mengetahui keragaman morfologi, komponen pertumbuhan dan
produksi, mutu, dan fitokimia tanaman keladi tikus asal kultur kalus.
Dengan cara membandingkan benih asal kultur kalus dengan benih asal
kultur jaringan dan benih konvensional.
Metode Penelitian
1. Planlet keladi tikus asal kultur kalus dan kultur jaringan dicuci bersih untuk
menghilangkan sisa agar yang menempel pada akar.
2. Planlet kemudian ditanam pada campuran media tanah dengan sekam
steril (1:1).
3. Planlet dipelihara selama 4 minggu sampai tanaman kuat untuk dipindah
ke polibag yang lebih besar.
4. Tanaman keladi tikus asal benih kultur kalus dan benih kultur jaringan
ditanam dalam polibag ukuran 20cm x 30cm yang berisi campuran
media tumbuh tanah dengan pupuk kandang (2:1).
Metode Penelitian
5. Tanaman dipelihara di rumah kaca sampai umur 9 bulan.
6. Untuk benih konvensional hanya dilakukan observasi individu terhadap
karakter morfologi, pertumbuhan dan produksi tanaman, tanpa
menggunakan perlakuan khusus.
7. Parameter yang diamati dari ketiga benih adalah karakter morfologi,
komponen pertumbuhan dan produksi, mutu, serta senyawa fitokimia.
Hasil dan Pembahasan

Tabel Morfologi Tanaman


Hasil dan Pembahasan

Tabel Komponen Pertumbuhan


Hasil dan Pembahasan

Tabel Komponen Produksi


Hasil dan Pembahasan

Tabel Mutu
Hasil dan Pembahasan

Tabel KandunganSenyawa Fitokimia


Kesimpulan
1. Morfologi tanaman yang dihasilkan dari benih kultur kalus, benih kultur jaringan,
dan benih konvensional tidak jauh berbeda atau sama persis.
2. Jumlah anakan dari benih asal kultur kalus dan kultur jaringan lebih sedikit dari
benih konvensional. Sedangkan jumlah daun, panjang dan lebar daun tidak
berbeda antara ketiganya. Tinggi tanaman asal benih kultur kalus lebih pendek
dari benih kultur jaringan dan konvensional.
3. Komponen produksi berupa umbi yang dihasilkan oleh benih asal kultur kalus dan
benih asal kultur jaringan lebih berat jika dibandingkan umbi yang dihasilkan oleh
benih konvensional yang lebih ringan.
Kesimpulan
4. Mutu tanaman yaitu kadar sari terlarut dalam air asal kultur jaringan
jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan benih kultur kalus dan
benih konvensional.
5. Ditemukan adanya senyawa steroid dalam benih kultur kalus dan
benih kultur jaringan, namun tidak ditemukan dalam benih
konvensional. Sedangkan senyawa flavonoid dan senyawa
triterpenoid dapat ditemukan dalam benih konvensional dengan
jumlah yang sangat tinggi, namun tidak ditemukan dalam benih kultur
kalus dan benih kultur jaringan.
Evaluasi
 Daun dari sepuluh planlet yang berasal dari masing-masing perlakuan kopi Arabika
varietas AS2K hasil embrio somatik sekunder diekstraksi menggunakan metode Cetyl
Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB).
 Terjadinya variasi somaklonal pada perlakuan BAP 17,76 µM diduga akibat
adanya proses pembentukan embrio somatik yang berulang.
 Efi Trihastuti
Teknik?
 Sella I

Apakah bahan lain bisa digunakan selain kalus? Spt jaringan yg sudah
terdiferensiasi.
 Diah S

Media yang digunakan dalam penumbuhan kalus?

Anda mungkin juga menyukai