• Hermeneutika merupakan salah satu teori filsafat mengenai
interpretasi makna. Sebagai sebuah pendekatan, saat ini hermeneutika banyak dikaji oleh para peneliti akademis seperti: kritikus sastra, sosiolog,sejarawan, antropolog, filosof, maupun teolog, khususnya untuk mengkaji, memahami, dan menafsirkan teks kitab suci, seperti Injil atau Alquran. • Ada beberapa persoalan mengapa hermeneutika digunakan dalam memahami suatu undang-undang. Di antaranya adalah; “bagaimana teks undang-undang mampu berbicara dengan generasi yang datang setelah teks tersebut lahir? • Bagaimana teks UU tersebut bisa operasional dan fungsional dalam masyarakat yang berbeda corak hidup dan kultur budayanya dengan masyarakat saat teks tersebut turun/lahir? • Apakah jaminannya sebuah penafsiran atau pemahaman itu dapat bisa diterima? • Dan bisakah pesan teks tersebut disampaikan tanpa mengalami distorsi dan penyimpangan makna. • Secara etimologis, hermeneutika (hermeneutic) berasal dari Bahasa Yunani “hermeneuo (hermeneuo) atau hermeneuein” yang berarti menerjemahkan (translate) atau menafsirkan (interpret). Dalam tradisi Yunani kuno kata hermeneuein dan hermeneia (bentuk kata benda) dipergunakan dalam tiga makna, yaitu; • 1) mengatakan (to say); • 2 menjelaskan (to explain); • 3) menerjemahkan (to translate). • Sedangkan secara terminologis, hermeneutika diartikan dengan teori atau metode penafsiran teks, khususnya penafsiran teks UU, kata-kata bijak dan teks filsafat. • Hery A Vikrler dalam bukunya, “hermeneutic” mendefinisikan hermeneutika sebagai ilmu dan seni tentang interpretasi Bibel (the science and art of biblical interpretation). Dari kata kerja hermeneuein dapat ditarik tiga bentuk makna dasar masih dalam koridor makna aslinya, yaitu mengungkapkan, menjelaskan, dan menerjemahkan. Ketiga makna ini dapat diungkapkan dengan bentuk kata kerja dalam bahasa Inggris to interpret, namun masing-masing dari ketiga makna tersebut membentuk sebuah makna yang independen dan signifikan bagi interpretasi • Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika terdiri atas tiga bentuk atau model. Pertama, hermeneutika objektif yang dikembangkan tokoh-tokoh klasik, khususnya Friedrick Schleiermacher, Wilhelm Dilthey, dan Emilio Betti. Menurut model ini, penafsiran berarti memahami teks sebagaimana yang Di pahami pengarangnya, sebab apa yang disebut teks adalah ungkapan jiwa pengarangnya, sehingga apa yang disebut makna atau tafsiran atasnya tidak didasarkan atas kesimpulan pembaca melainkan diturunkan dan bersifat instruktif. Kedua, hermeneutika subjektif yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh modern khususnya Hans-Georg Gadamer dan Jacques Derida. Menurut model ini, hermeneutika bukan usaha menemukan makna objektif yang dimaksud si penulis seperti yang diasumsikan model hermeneutika objektif melainkan memahami apa yang tertera dalam teks itu sendiri. • Ketiga, hermeneutika pembebasan yang dikembangkan oleh tokoh- tokoh Muslim kontemporer khususnya Hasan Hanafi dan Farid Esack. Menurut model ini, hermeneutika tidak hanya berarti ilmu interpretasi atau metode pemahaman tetapi lebih dari itu adalah aksi. • Adapun hermeneutika hukum menurut pendapat Gadamer merupakan proses rekonstruksi dari seluruh problema hermeneutika dan kemudian membentuk kembali kesatuan hermeneutika secara utuh, di mana ahli hukum dan teologi bertemu dengan para ahli humaniora. Dengan demikian, hermeneutika hukum bukan merupakan suatu objek khusus, akan tetapi hanya merupakan hasil dari sebuah rekonstruksi dari problem hermeneutika yang telah ada. • Hermeneutika hukum juga dapat dipahami sebagai sebuah metode interpretasi terhadap teks di mana metode dan teknik penafsirannya dilakukan secara holistik dalam bingkai keterkaitan antara teks, konteks, dan kontekstualisasi. Teks tersebut dapat berupa teks hukum, peristiwa hukum, fakta hukum, dokumen resmi negara, naskah kuno, atau kitab suci • Fungsi dan tujuan dari hermeneutika hukum menurut James Robinson adalah untuk memperjelas sesuatu yang tidak jelas supaya menjadi lebih jelas. Sedangkan menurut Greogry, tujuan hermeneutika hukum adalah untuk memosisikan perdebatan kontemporer tentang interpretasi hukum di dalam kerangka hermeneutik secara umum Kajian hermeneutika hukum dapat membuka cakrawala pemikiran para pengkaji hukum untuk tidak hanya berada pada paradigma positivisme dan metode logis formal saja. Tetapi lebih dari itu, hermeneutika hukum menganjurkan agar para pengkaji hukum menggali dan meneliti makna-makna hukum dari perspektif para pengguna dan pencari keadilan Kajian hermeneutika hukum mempunyai dua makna sekaligus. Pertama, hermeneutika hukum dapat di pahamisebagai metode interpretasi atas teks-teks hukum. Interpretasi yang benar terhadap teks hukum harus Selalu berhubungandengan isi atau kaidah hukum, baik yangtersuratmaupun yang tersirat. Menurut Gadamer ada tiga syarat yang harus dipenuhi oleh seorang penafsir, yaitu memenuhi ketepatan pemahaman (subtilitasintelegendi), ketepatan penjabaran (subtilitas explicandi), dan ketepatan penerapan(subtilitas applicandi). Kedua, hermeneutika hukum mempunyai korelasi dengan teori penemuan hukum. Hal ini ditunjukkan dengan kerangka lingkaran spiral hermeneutika, yaitu proses timbal balik antara kaidah dan fakta. Dalam hermeneutika seseorang harus mengkualifikasi fakta dalam bingkai kaidah dan menginterpretasi kaidah dalam bingkai fakta. Metode hermeneutika ini menuntut adanya kemampuan untuk menafsirkan masa lalu yang tidak dialami, kemudian dibawa ke masa sekarang. Atau dengan kata lain, sebagaimana pendapat Josef Bleicher, bahwa hermeneutika merupakan suatu teori atau filsafat Pendekatan hermeneutika umumnya membahas tentang interpretasi makna. • Jadi hermeneutika dalam arti umum adalah sebuah kajian tentang aturan-aturan hermeneutika yang berpengaruh terhadap interpretasi teks Bibel secara keseluruhan yang mencakup halhal yang berkaitan dengan budaya historis, kontekstualitas, tinjauan leksikal dan sintaksis (berkaitan dengan bahasa), dan analisis teologis. Sedangkan hermeneutika dalam arti khusus adalah sebuah studi tentang aturan- aturan yang diterapkan terhadap genre-genre yang spesifik, seperti cerita perumpamaan (ibarat), alegori, ramalan, dan sejenisnya. Bagaimana hermenetika diterapkan dalam tafsir al-Quran Adian Husaini mengemukakan terdapat tiga persoalan besar apabila hermeneutika diterapkan dalam tafsir al-Qur‟an: pertama, Hermeneutika menghendaki sikap yang kritis dan bahkan cenderung curiga. Sebuah teks bagi seorang hermeneut tidak bisa lepas dari kepentingan-kepentingan tertentu, baik dari si pembuat teks maupun budaya masyarakat pada saat teks itu dilahirkan; kedua, hermeneutika cenderung memandang teks sebagai produk budaya (manusia), dan abai terhadap hal-hal yang sifatnya transenden (ilahiyyah); ketiga, aliran hermeneutika sangat plural, karenanya kebenaran tafsir ini menjadi sangat relatif, yang pada gilirannya menjadi repot untuk diterapkan.