Anda di halaman 1dari 57

Best Practice dalam Penanganan Proses

Hukum terhadap Perempuan dan Anak


Korban Kekerasan

Hj. Diah Sulastri Dewi, SH., MH


Ketua Pengadilan Negeri Cibinong

Rapat Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak


Jakarta, Balai Kartini
17 April 2015
“Anak bukanlah miniatur orang Dewasa”
“Anak sebagai pelaku bukanlah pelaku murni”
DASAR HUKUM :
• UUD 1945, Pasal 28 B ayat (2) dan Pasal 28 H ayat (2)
• UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
• UU No. 12 Tahun 1995 tentang Kemasyarakatan
• UU No. 5 Tahun 1998 tentang ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan/Hukuman Yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan (Convention
against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment).
• UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
• UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
• UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
• UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
• UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
• UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Diversi, Restorative
Justice dan Mediasi)
Sistem dan Mekanisme Proses
Hukum dalam Penanganan
Perempuan dan Anak baik
Sebagai Pelaku maupun Korban
• PENANGANAN ANAK/PEREMPUAN
SEBAGAI PELAKU/KORBAN/SAKSI
BERDASARKAN
UNDANG UNDANG NO 11 TAHUN
2012 TENTANG
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
SPPA Mengutamakan RJ

Sistem Peradilan
Pidana Anak Wajib
mengutamakan
pendekatan
Keadilan Restoratif
(PASAL 5)
Pergeseran Paradigma Dalam Hukum Pidana
Tentang KEADILAN
Retributive Restorative
Restitutive Justice
Justice Justice
• Menekankan keadilan • Menekankan keadilan • Menekankan keadilan pada
perbaikan/ pemulihan keadaan
pada pembalasan pemberian ganti rugi • Berorientasi pada korban
• Anak di posisi sebagai • Memberikan kesempatan pada
objek pelaku untuk mengungkapkan
rasa sesalnya pada korban dan
• Penyelesaian sekaligus bertanggung jawab.
bermasalah • Memberikan kesempatan
hukumtidak seimbang kepada pelaku dan korban
untuk bertemu untuk
mengurangi permusuhan dan
kebencian.
• Mengembalikan keseimbangan
dalam masyarakat
• Melibatkan anggota
masnyarakat dalam upaya
pemulihan.
Keadilan Restoratif Diversi

penyelesaian perkara tindak


pidana dengan melibatkan pelaku,
korban, keluarga pelaku/korban, pengalihan penyelesaian
dan pihak lain yang terkait untuk perkara Anak dari proses
bersama-sama mencari
penyelesaian yang adil dengan peradilan pidana ke proses
menekankan pemulihan kembali di luar peradilan pidana. (Ps
pada keadaan semula, dan bukan 1 ayat (7) UU SPPA)
pembalasan. (Ps 1 ayat (6) UU
SPPA).
Kewajiban Diversi
Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan perkara Anak di Pengadilan Negeri
wajib diupayakan Diversi ( Pasal 7 ).

Pihak-Pihak Diversi
Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah
dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya,
korban dan/atau orang tua/Walinya,Pembimbing
Kemasyarakatan,dan Pekerja Sosial Profesional
berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif
( Pasal 8 ).
Syarat Diversi (pasal 7 ayat 2)
dilakukan anak yang berusia 12 ke
atas

tindak pidana ybs diancam dengan


pidana penjara di bawah 7 (tujuh)
tahun; dan

bukan merupakan pengulangan


tindak pidana.
PENANGANAN SAKSI/KORBAN ANAK
DAN PEREMPUAN
Proses Diversi di Pengadilan Negeri dapat dilaksanakan di
ruang mediasi (PASAL 52).

Hakim dapat memerintahkan Anak Korban dan/atau Anak


Saksi didengar melalui pemeriksaan langsung jarak jauh
dengan alat komunikasi audiovisual dengan didampingi
oleh orang tua/Wali, Pembimbing Kemasyarakatan atau
pendamping lainnya (PASAL 58 ayat (3) huruf b).
TATA CARA / ALUR
DIVERSI / RESTORATIF JUSTICE
(UU SPPA)
Forum Musyawarah
Diversi

Penyidik / UPPA, PK
UP2A BAPAS, Pelaku / Orang
LAPORAN PENYIDIK DIVERSI Tua, Korban, Penasehat
MASYARAKAT (POLISI) 30 HARI Hukum Anak, PEKSOS /
7 HARI Tenaga Kesejahteraan
Sosial / Pendamping
Anak /, Perwakilan
masyarakat
Penyidik
SP3 PENETAPAN
TIDAK (Bapas)
KPN
BERHASIL Pengawasan
3 HARI

BERKAS
DILIMPAHKAN KE PERM
PENUNTUT PENYIDIK /
BERHASIL
UMUM BA DIV KESEPAKATAN
LANJUTAN

Forum Musyawarah
Diversi
KAJARI
BERKAS
MENUNJUK DIVERSI Penuntut Umum, PK
DITERIMA JAKSA ANAK 30 HARI BAPAS, Pelaku / Orang
KEJARI 7 HARI Tua, Korban, Penasehat
Hukum Anak, PEKSOS /
Tenaga Kesejahteraan
Sosial / Pendamping
PENETAPAN Anak /, Perwakilan
JPU
TIDAK SKP3 KPN masyarakat

BERHASIL
(Bapas) (DIVERSI)
Pengawasan
3 HARI

BERKAS
DILIMPAHKAN PERM
JPU/ BA BERHASIL
KEPENGADILAN
DIV KESEPAKATAN
LANJUTAN
Forum Musyawarah
BERKAS Diversi
DITERIMA KPN Hakim Anak, PK BAPAS,
PENGADILAN MENUNJUK DIVERSI Pelaku / Orang Tua,
NEGERI HAKIM ANAK 30 HARI Korban, Penasehat
Hukum Anak, PEKSOS /
3 HARI 7 HARI
Tenaga Kesejahteraan
Sosial / Pendamping
Anak , Perwakilan
Hakim Anak PENETAPAN masyarakat
Pent. Penghentian KPN
(PERMA NO 4 TAHUN
Pemeriksaan ( DIVERSI) 2014)
(Bapas) 3 HARI
Pngawasan

SIDANG
TIDAK DILANJUTKAN PERM
BERHASIL (KUHAP UU HA/ BA DIV BERHASIL
SPPA) KESEPAKATAN
(LANJUTAN) PERSIDANGAN

SIDANG
(KUHAP UU SPPA) REQUISITOR PLEDOI

PUTUSAN

HAKIM WASMAT
ANAK
Proses Mediasi dalam Penanganan
Perkara Kekerasan terhadap Perempuan
dan Anak
Pengertian Mediasi/ Musyawarah
Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak yang dibantu
oleh seorang mediator (Ps. 1 ayat 7 PERMA No 1 Tahun 2008).
Mediasi penal adalah penyelesaian perkara pidana anak melalui
perundingan dengan melibatkan, pelaku,
orangtua/kelurga,korban/orangtua korban/keluarga dan pihak-pihak
lain yang tekait untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh
seorang mediator.
Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam
proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian
sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan
sebuah penyelesaian.

4/4/22 DS DEWI 17
lanjutan
• Musyawarah berasal dari kata Syawara
(bahasa arab) yang artinya berunding, urun
rembug dan mengajukan sesuatu. Singkatnya
musyawarah adalah suatu upaya bersama
dengan sikap rendah hati untuk memecahkan
persoalan guna mengambil keputusan
bersama dalam penyelesaian atau pemecahan
masalah yang menyangkut urusan
keduniawian.
4/4/22 DS DEWI 18
Proses Mediasi Penal

1. Pertemuan bersama (Joint Meeting) : dihadiri mediator


dan para pihak
2. Pertemuan terpisah (Kaukus) : Jika diperlukan mediator
bertemu dengan korban dan pelaku secara terpisah.
Dimungkinkan pertemuan mediator dengan perwakilan
masyarakat tujuannya untuk mengungkap kepentingan
tersembunyi atau hal-hal yang tidak bisa disampaikan
dalam pertemuan bersama untuk mewujudkan keadilan
yang menekankan kepada pemulihan pelaku/ korban/
lingkungan masyarakat.
Pihak-pihak Proses Mediasi di
Pengadilan

1. Majelis Hakim/Jaksa (Mediator)


2. Korban/Keluarga
3. Terdakwa /Keluarga
4. Penasehat Hukum
5. Perwakilan masyarakat / Kasuistis ( RT, RW,
Kepala Desa, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat,
Guru, LSM)
Tahapan Proses Mediasi Penal

Pra Mediasi Penal


● Aturan Main :
a. Menyampaikan informasi dalam forum diskusi
b. Jika diperlukan kaukus
c. Tidak boleh menyerang/ menyela, semua pihak
yang hadir diharapkan menciptakan suasana yang
kondusif
d. Sifatnya rahasia
c. Kesepakatan dibuat tertulis
Proses Mediasi
1. Pembukaan oleh Mediator (perkenalan dan
menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakan
mediasi penal)
2. Perkenalan Pihak-pihak yang hadir
3. Mediator menyampaikan resume dakwaan
4. Mediator memberikan kesempatan kepada pelaku
menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan
pengakuan, permohonan maaf, penyesalan, dan
harapannya
Lanjutan...
5. Mediator memberikan kesempatan kepada
korban berkaitan dengan keinginan untuk
memberikan maaf serta harapannya
6. Mediator memberikan kesempatan kepada
perwakilan masyarakat untuk memberikan
informasi tentang kelakuan terdakwa di
lingkungan masyarakat, serta memberikan
saran dalam hal penyelesaian konflik
Lanjutan...
7. Mediator mengidentifikasi benang merah dari
hal-hal yang disampaikan pihak-pihak sebagai
opsi penyelesaian konflik
8. Para pihak memilih opsi (negosiasi) untuk
mencapai kesepakatan perdamaian
9. Draft kesepakatan perdamaian
10. Penandatanganan kesepakatan perdamaian
SKEMA MEDIASI PENAL
UP2A
JAKSA
PENYIDIK LAPORAN
PENUNTUT
(POLISI) MASYARAKAT
UMUM

BERKAS
DITERIMA KPN MENUNJUK SIDANG
PENGADILAN MAJELIS HAKIM KUHAP
NEGERI

PENDEKATAN DAKWAAN, SAKSI


RESTORATIVE JUSTICE /BUKTI / TERDAKWA
(MEDIASI PENAL) (KUHAP)
LANJUTAN

PENDEKATAN BERHASIL RJ SIDANG


RESTORATIVE KUHAP/ UU REQ PS 24
JUSTICE (MEDIASI No.3/97 TINDAKAN
PENAL)
KESE-
( MAJELIS PAKATAN
HAKIM ,JPU,PH,
TERDAKWA/KEL,KOR
BAN/KEL,
PERWAKILAN MASY.) PUTUSAN

PLEDOI
(KESEPAKATAN)
PUTUSAN
BHT
Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan
dan Anak Berbagai Modus Operandi
Bentuk-bentuk Kekerasan

Kekerasan Fisik
Kekerasan Psikis
Kekerasan Seksual
Penelantaran Rumah Tangga
KEKERASAN FISIK
Pengertian (Pasal 6)
“Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan
rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat”;

Ketentuan lainnya (Pasal 51)


“Tindak Pidana Kekerasan Fisik, khususnya yang
dilakukan oleh pihak Suami terhadap Isteri atau
sebaliknya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44 Ayat (4) merupakan Delik Aduan.”
KEKERASAN PSIKIS
Pengertian (Pasal 7)
“Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang”

Ketentuan Lainnya (Pasal 52)


“Tindak pidana Kekerasan Psikis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 Ayat (2) merupakan Delik Aduan.”
KEKERASAN SEKSUAL
Pengertian (Pasal 8)
“Kekerasan seksual meliputi:
a. pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap
orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
b. pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam
lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan
komersial dan/atau tujuan tertentu.”

Ketentuan Lainnya (Pasal 53)


”Tindak pidana Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 yang dilakukan oleh Suami terhadap Isteri atau
Sebaliknya merupakan Delik Aduan.”
PENELANTARAN RUMAH TANGGA (Kekerasan
Ekonomi)
Pengertian (Pasal 9)

(1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah


tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau
karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan,
perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
(2) Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi
setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan
cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di
dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali
orang tersebut.”
Ketentuan Pidana (Pasal 49)
Dipidana dengan Pidana Penjara Paling Lama 3 (tiga) tahun atau Denda Paling Banyak
Rp. 15,000,000,00 (lima belas juta Rupiah), setiap orang yang :
a. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 Ayat (1);
b. menelantarakan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (2).
Study Kasus
• Perkara No. 68/Pid. Sus/2014/PN. Cbn
Dakwaan :

Kesatu
Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang Pengahapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kedua
Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Kualifikasi : Kekerasan dalam rumah tangga.


Study Kasus
• Perkara No.851/pid.B/2010/PN-STABAT

• Dakwaan ke satu :
Pasal 49 huruf a UU RI No.23 Tahun 2004 Tentang PKDRT
atau
Dakwaan ke dua : Pasal 45 Ayat (1) UU RI No.23 Tahun 2004
atau
Dakwaan ke tiga : Pasal 45 Ayat (2) UU RI No.23 Tahun 2004

Kualifikasi : MENELANTARKAN ORANG DALAM LINGKUP


RUMAH TANGGA
Lanjutan ………….
• Perkara No.1001/Pid.B /2010/PN.STABAT
• Dakwaan ke satu : Pasal 44 (1) No.23 Tahun 2004
Atau
Dakwaan ke dua : Pasal 356 ayat (1) KUHP
Atau

Kualifikasi : KEKERASAN FISIK DALAM LINGKUP RUMAH


TANGGA

Putusan PN CIBINONG Nomor 68/PID.SUS/2014/PN.CBN Tahun


2014
Lanjutan ………………….
• Perkara No.329/Pid.Sus/2011/PN.STABAT
• Dakwaan ke satu : Pasal 44 ayat (1) UU RI No.23
Tahun 2004
Atau
Dakwaan ke dua : Pasal 351 ayat (1) KUHP

Kualifikasi : KEKERASAN FISIK DALAM


LINGKUP RUMAH TANGGA
KASUS-KASUS TERKINI KEJAHATAN
SEKSUAL TERHADAP ANAK
• KPAI -> Jan 2014 – April 2014 = 459 kasus kekerasan
seksual anak
(http://news.okezone.com/read/2014/06/16/337/99
9726/2014-ada-622-kasus-kekerasan-anak)
• Kejahatan seksual anak di JIS tahun 2014
• Kejahatan seksual anak di Sukabumi 2014
• Kejahatan seksual anak di Sumedang 2014
• Kejahatan seksual anak dan mutilasi di Siak 2014
• Dll.
• Strategi Peningkatan Kapasitas para
Hakim dalam Pemahaman Penegakan
Hukum yang berperpektif Gender dan
Kepentingan Terbaik anak
Strategi Peningkatan Kapasitas para Hakim dalam Pemahaman
Penegakan Hukum yang berperpektif Gender dan Kepentingan
Terbaik anak

• Dilakukan Diklat terpadu dan bimbingan


teknis (bintek) bagi para Hakim dan Aparat
Penegak Hukum agar keahlian Hakim
bertambah dan jumlah Hakim yang
mendapatkan sertifikasi Hakim Anak juga
bertambah.
• Mengadakan diklat terpadu, maupun seminar-
seminar hukum yang berkaitan perspektif
Gender dan anak
Gambaran Mengenai Ketersediaan Sarana
dan Prasarana yang Berperspektif
Gender dan Kepentingan Terbaik Anak
FOTO SARANA PRASARANA DI PENGADILAN NEGERI CIBINONG
Ruang Sidang Ramah Anak
FOTO SARANA PRASARANA DI PENGADILAN NEGERI CIBINONG
Ruang Tunggu Ramah Anak / PK BAPAS/ PEKSOS
FOTO SARANA PRASARANA DI PENGADILAN NEGERI CIBINONG
Ruang Teleconference/ Korban/ Saksi Anak
FOTO SARANA PRASARANA DI PENGADILAN NEGERI CIBINONG
Ruang Mediasi PN Cibinong
FOTO SARANA PRASARANA DI PENGADILAN NEGERI CIBINONG
Ruang Kaukus PN Cibinong
FOTO SARANA PRASARANA DI PENGADILAN
NEGERI STABAT

Ruang Mediasi
FOTO SARANA PRASARANA DI
PENGADILAN NEGERI STABAT
Ruang Sidang Anak PN Stabat
FOTO SARANA PRASARANA DI PENGADILAN NEGERI STABAT
Ruang Sidang Anak di PN Stabat
FOTO SARANA PRASARANA DI PENGADILAN NEGERI STABAT
Ruang Teleconference Korban/Saksi Anak
FOTO SARANA PRASARANA DI PENGADILAN NEGERI STABAT
Ruang Tunggu Ramah Anak, PK BAPAS, PEKSOS dan TKS
FOTO SARANA PRASARANA DI PENGADILAN NEGERI STABAT
Ruang Tunggu Korban/Saksi dan Pihak-Pihak Diversi
FOTO SARANA PRASARANA DI PENGADILAN NEGERI STABAT
Ruang Pelayanan Perempuan dan anak
MEDIASI PENAL / RESTORATIVE JUSTICE
IMPLENTASI SKB Tentang Penanganan ABH melalui pendekatan RJ
MEDIATION ROOM
MEDIASI PENAL / RESTORATIVE JUSTICE
IMPLENTASI SKB Tentang Penanganan ABH melalui pendekatan RJ

MEDIATION ROOM
Hambatan dan Tantangan
1) Belum ada persamaan persepsi secara terpadu antara APH dalam
implementasi SPPA dan Penanganan Saksi, korban , perempuan dan anak.
2) Kurangnya sosialisasi UU SPPA dan UU Perlindungan terhadap
Perempuan dan Anak kepada masyarakat dan aparat penegak hukum
selama 2 tahun masa peralihan UU SPPA
3) Kurangnya SDM APH khususnya PK BAPAS, PEKSOS dan PH Anak.
4) Belum tersedianya sarana dan prasarana secara menyeluruh sesuai
dengan ketentuan UU SPPA
5) Belum semua instansi APH mengeluarkan peraturan / Juknis
Implementasi SPPA sambil menunggu Peraturan Pemerintah Disahkan
6) Kurangnya peran Pemda dalam memfasilitasi rapat kordinasi antara APH
dan instansi terkait dalam implementasi SPPA Pasal 94 UU SPPA.
(Pemerintah Daerah melakukan koordinasi lintas sektoral dengan lembaga
terkait)
KESIMPULAN
1) Penanganan anak sebagai pelaku, saksi dan korban menurut
UU SPPA sesuai dengan syarat-syarat yang wajib diversi
apabila berhasil musyawarah diversi, maka proses penyidikan,
penuntutan, pemeriksaan dipengadilan dihentikan
berdasarkan penetapan KPN.
2) Penanganan perkara kekerasan terhadap perempuan dan
anak dalam perkara KDRT dapat dilakukan proses mediasi
akan tetapi apabila berhasil damai, proses persidangan tidak
dapat dihentikan namun hasil kesepakatan perdamaian
berdampak kepada tuntutan dan putusan majelis hakim
(kecuali Pasal delik aduan dapat dicabut laporan pengaduan).

Anda mungkin juga menyukai