Anda di halaman 1dari 21

KELOMPOK 1 :

• Ahmad Gufairil S. (1801275) Wahida (1801296)


• Aprilia E. E. Tumigolung (1801277) Junita Rusli (1801395)
• Diah Puspasari (1801279) Aprilia A. Angelina (1801397)
• Elista A. Ngandu (1801281) Helena S. C. Fernandez (1801399)
• Fira D. Mursalim (1801284)
• Fitria Mokodompit (1801286)
• Krisniati Deppong (1801293)
• Lydia N. C. Tandawuya (1801295)
• Medan Adipati T. (1801296)
• M. Alpi I. (1801298)
• Nuraida (1801305)
• Puput C. (1801231)
• Putri Yulianti (1801313)
• Rudyanto (1801318)
• Sri Maria Mardhana (1801323)

• Sulfiani Indah Sari (1801324)


Jens Martensson 2
Spektrofotometri UV-Vis
• Spektrofotometer UV-Vis adalah alat yang
digunakan untuk mengukur transmitansi,
reflektansi dan absorbsi dari cuplikan sebagai
fungsi dari panjang gelombang serta
untuk pengukuran didaerah ultra violet dan
didaerah tampak. Semua metode spektrofotometri
berdasarkan pada serapan sinar oleh
senyawa yang ditentukan. Sinar yang digunakan
adalah sinar yang semonokromatis mungkin.
Spektrofotometer sesuai dengan namanya
merupakan alat yang terdiri dari spektrometer dan
fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari
spektrumdengan panjang gelombang tertentu dan
fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya
yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi.

Jens Martensson 3
Prinsip Spektrofotometri UV-Vis

• Prinsip kerja spektrofotometri UV-Vis


adalah interaksi yang terjadi antara energi
yang berupa sinar monokromatis dari
sumber sinar dengan materi yang berupa
molekul. Jumlah cahaya atau energi radiasi
yang diserap memungkinkan pengukuran
jumlah zat penyerap dalam larutan secara
kuantitatif.

Jens Martensson 4
Transisi elektronik akibat pengaruh sinar uv dan
panjang gelombang
1. Transisi 2. Transisi
Ikatan sigma merupakan Transisi jenis ini terjadi pada
ikatan yang sangat kuat sehingga molekul hidrokarbon tak jenuh atau
dibutuhkan energi yang tinggi untuk molekul yang memiliki ikatan rangkap.
dapat melakukan transisi ini. Jenis Energi yang dibutuhkan untuk melakukan
transisi ini terjadi pada suatu elektron eksitasi lebih kecil dibandingkan transisi
didalam orbital molekul bonding sebelumnya, sehingga transisi ini terjadi
dieksitasi ke orbital antibonding yang pada panjang gelombang yang lebih
sesuai dengan pengabsorbsian besar. Jenis transisi ini merupakan transisi
radiasi. Pada umumnya senyawa yang paling cocok untuk analisis sebab
yang mempunyai transisi jenis ini sesuai dengan panjang gelombang 200-
mengabsorpsi cahaya pada panjang 700 nm yang secara teknis dapat
gelombang sekitar 150 nm. diapikasikan pada spektrofotometri.

Contoh: Metana (CH4), Propana Contoh : Senyawa Alkena (R2C=CR2)


(CH2-CH3) dan Alkuna (RC≡CR’).

Jens Martensson 5
Transisi elektronik akibat pengaruh sinar uv dan
panjang gelombang
4. Transisi
Transisi ini terjadi pada senyawa
3. Transisi tak jenuh yang berikatan dengan atom
yang memiliki pasangan elektron bebas.
Transisi jenis ini terjadi pada
Senyawa dalam transisi ini mengabsorpsi
senyawa heteroatom berikatan
cahaya pada panjang gelombang 200-400
tunggal yang terikat dengan atom
nm.
yang memiliki pasangan elektron
bebas seperti atom oksigen (O), Contoh : Senyawa Karbonil (C=O), Nitril
atom-atom halogen (F, Cl, Br, I) atau (C=N).
nitrogen (N). Transisi jenis ini terjadi
pada kisaran panjang gelombang
150-250 nm.
Contoh : Eter (R-O-R’), Alkohol (R-O-
H), Alkil halida (RCOX), Amina.

Jens Martensson 6
SISTEM TERKONJUGASI

Sistem konjugasi merupakan sistem yang terjadi dalam senyawa


organik dimana atom-atomnya secara kovalen berikatan tunggal dan ganda
secara bergantian (C=C-C=C-C) dan memengaruhi satu sama lain
membentuk daerah delokalisasi elektron.
Senyawa yang mempunyai sistem konjugasi, perbedaan energi antara
keadaan dasar dan keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil sehingga
penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar.

Jens Martensson 7
Pada sistem terkojugasi seperti C=C-C=C, orbital π dari masing-
masing ikatan rangkap berintaraksi membentuk seperangkat baru orbital
ikatan dan antiikatan.
Antaraksi ini dapat terlihat pada diagram di bawah

Jens Martensson 8
Transisi ππ* Sistem Terkonjugasi

• Bila sistem terkonjugasi dalam molekul makin panjang (melibatkan lebih


banyak atom yang berikatan π) maka perbedaan energi antara keadaan
dasar dan keadaan tereksitasi untuk transisi ππ* makin kecil
• Akibatnya bila sistem terkonjugasi bertambah panjang, energi yang
diperlukan untuk transisi ππ* makin kecil dan absorpsi akan terjadi pada
panjang gelombang yang lebih besar

Jens Martensson 9
Transisi ππ* Sistem Terkonjugasi

• Bila sistem terkonjugasi dalam molekul makin panjang (melibatkan lebih


banyak atom yang berikatan π) maka perbedaan energi antara keadaan
dasar dan keadaan tereksitasi untuk transisi ππ* makin kecil
• Akibatnya bila sistem terkonjugasi bertambah panjang, energi yang
diperlukan untuk transisi ππ* makin kecil dan absorpsi akan terjadi pada
panjang gelombang yang lebih besar

Jens Martensson 10
EFEK PELARUT

• Pelarut dapat mempengaruhi transisi karena berkaitan dengan perbedaan


mensolvasi pelarut pada keadaan besar dengan keadaan tereksitasi.
• Beberapa pelarut yang sering digunakan :

Jens Martensson 11
1. Pelarut tidak boleh mengabsorbsi cahaya pada daerah λ pengukuran
sampel.
2. Pelarut non polar tidak membentuk ikatan hidrogen dengan solute
sehingga pita absorbansi sesuai dengan zat tersebut dalam bentuk gas.
3. Pelarut polar menyebabkan ikatan hidrogen membentuk kompleks antara
pelarut dan zat terlarut menyebabkan ketajaman susunan pita absorbansi
hilang.
4. Molekul bentuk tereksitasi lebih polar dari ground state.
5. Absorbansi pelarut etanol menunjukkan posisi pada λ lebih panjang dari
pada heksan.
6. Penggantianpelarut dari heksan ke metanol mengakibatkan pergeseran
batokromik (red shift) 10-20 nm yang terjadi pada transisi n μ* lebih
besar.
7. Absorbsi bergeser kearah λ lebih pendek hipsokromik (blue shift).

Jens Martensson 12
PERGESERAN BATOKROMIK, HIPSOKROMIK,
HIPERKROMIK DAN HIPOKROMIK
• Pergeseran Batokromik, merupakan pergeseran absorban ke daerah
panjang gelombang yang lebih panjang karena adanya substitusi atau efek
pelarut
• Pergeseran Hipsokromik, merupakan pergeseran absorban ke daerah
panjang gelombang yang lebih pendek karena adanya substitusi atau efek
pelarut.
• Pergeseran Hiperkromik, merupakan pergesaran bertambah besarnya nilai
serapan dibandingkan serapan seharusnya akibat pengaruh perubahan
pelarut.
• Pergeseran Hipokromik, merupakan pergeseran turunya nilai serapan
dibandingkan serapan seharusnya akibat pengaruh perubahan pelarut

Jens Martensson 13
JENIS-JENIS KROMOFOR

Kromofor (Adam wiryawan, 2008) adalah suatu gugus fungsi, tidak


terhubung dengan gugus lain yang menampakkan spektrum absorbsi
karasteristik pada daerah sinar UV sinar tampak. (1>200 nm)
 3 jenis kromofor sederhana:
1. Ikatan ganda antara 2 atom yang tidak memiliki pasangan elektron bebas
contoh : C = C
2. Ikatan ganda antara 2 atom yang memiliki pasangan elektron bebas
contoh : C = O

Jens Martensson 14
JENIS-JENIS KROMOFOR

3. Cincin Benzena, jika beberapa kromofor berhubungan maka


absorpsi menjadi lebih kuat dan berpindah kepanjang gelombang
yang lebih panjang.
contoh :

Jens Martensson 15
Jens Martensson 16
Jens Martensson 17
HUKUM LAMBERT BEER
 Hukum Lambert-Beer (Beer's law) adalah hubungan linearitas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit. Biasanya hukum
Lambert-beer ditulis dengan :
A = ε . b . C atau A = E.b.C
• A = absorban (serapan)
• ε = koefisien ekstingsi molar (M-1 cm-1)
• E = koefisien ekstingsi spesifik (ml g-1 cm-1)
• b = tebal kuvet (cm)
• C = konsentrasi (M)

 Hubungan antara E dan ε adalah :


• E = 10. ε massa molar
• T = I / Io Dachriyanus
• I = intensitas cahaya setelah melewati sampel
• Io = adalah intensitas cahaya awal

 Hubungan antara A dan T adalah


• A = -log T = - log (I / Io)

Jens Martensson 18
HUKUM LAMBERT BEER
1. Suatu senyawa mempunyai serapan maksimum pada 235 nm dengan 20% cahaya yang dapat
dilewatkan atau ditransmisikan oleh senyawa ini. Diketahui bahwa senyawa ini mempunyai
konsentrasi 2.0 x10-4 molar dengan ketebalan sel 1 cm. Berapa koefisien ekstingsi molar senyawa
ini pada λ 235?
 Jawab :

Diket : T = 20% = 0.2 A = -log


T = -log 0.20 = 0.7 b=1
c = 2.0 x10-4 molar

Peny : A = -log T = ε . b . c
0.7 = ε. 1. 2.0 x10-4
ε = 0.7 /( 2.0 x10-4)
ε = 3.5 x 103

Jens Martensson 19
3. Nilai ε maks anilin pada λmaks 280 nm adalah 1430. Suatu larutan anilin di dalam air memberikan
transmitan 30% dengan ketebalan sel 1 cm. Berapa milligram anilin yang dibutuhkan untuk
menyiapkan 100 ml larutan ini?
 Jawab :
Diket : T = 30% = 0.3 A = -log
T = -log 0.3 = 0.52 b=1
ε = 1430 ΒΜ aniline = 93
Peny : A = -log T = ε . b . c
0.52 = 1430. 1. c
c = 0.52 / 1430
c = 3.6 x 10 -4mol//liter
Jumlah anilin yang dibutuhkan untuk 1 liter pelarut adalah
3.6 x 10 –4 x 93 = 0.034 gram
untuk 100 ml dibutuhkan
0.1 x 0.034 gram = 0.0034 gram = 3.4 mg

Jens Martensson 20
Launch

Anda mungkin juga menyukai