Anda di halaman 1dari 13

UJI PRAKLINIK

DAN KLINIK
UJI SUBKRONIK
A.Sitti Hajar 18.01.392
Chyntia Tandi Pare 18.01.342
Feny Andriayani 18.01.350
Juliarni Saleh 18.01.358
Mirna wulandari 18.01.366
Pache Christyo Paulus 18.01.375
Riska 18.01.383
Yoan Sriningsi Sayi 18.01.392

http://www.free-powerpoint-templates-design.com
UJI TOKSISITAS SUB KRONIS
Uji toksisitas subkronis adalah uji ketoksikan suatu senyawa yan
g diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, sela
ma kurang dari tiga bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapk
an spectrum efek toksik senyawa uji serta untuk memperlihatkan
apakah spectrum efek toksik itu berkaitan dengan takaran dosi
s (Donatus, 2001)

Hasil uji ketoksikan subkronis :


1. memberikan informasi yang bermanfaat tentang efek utama sen
yawa uji dan organ sasaran yang dipengaruhinya.
2. Infomasi tentang perkembangan efek toksik yang lambat berkait
Insert the title of your subtitle Here
an dengan takaran yang tidak teramati pada uji ketoksikan akut.
3. kadar senyawa pada darah dan jaringan terhadap perkembangan
luka toksik dan keterbalikan efek toksik.

Tujuan utama dari uji ini adalah untuk mengungkapkan dosis


tertinggi yang diberikan tanpa memberikan efek merugikan serta
untuk mengetahui pengaruh senyawa kimia terhadap badan dala
m pemberian berulang (Eatau dan Klaassen, 2001).
Tujuan Observasi yang dilakukan :
 Skrining kedua terhadap mutagenisitik
 Uji teratologi & uji reproduktif
 Uji farmakokinetik
 Uji perilaku
 Uji interaksi, seperti sinergisme, antagonisme dan aditivisme
Semuanya diselesaikan dalam waktu dua-setengah tahun
Pada dasarnya, uji ketoksikan subkronis meliputi efek toksik (wujud dan sifat)
suatu obat yang mungkin timbul selama kurang lebih 10% masa hidup hewan
uji, yang pada akhirnya dapat disetarakan dengan kejadian yang mungkin
timbul ketika obat terkait digunakan oleh manusia (Loomis,1978).

Dosis untuk toksisitas subkronis biasanya dipilih berdasarkan informasi yang


diperoleh dari uji toksisitas akut, baik berupa LD50 maupun kemiringan kurva
dosis respon. Semasa informasi tentang zat kimia yang berkaitan dan tentang
metabolismenya terutama tentang ada atau tidaknya bioakumulasi juga ikut
dipertimbangkan (Lu, 1995).

Hewan uji yang digunakan disarankan paling tidak satu jenis hewan dewasa sehat baik jantan mau
pun betina. Hewan uji dipilih yang peka dan memiliki pola metabolisme terhadap senyawa uji yang
semirip mungkin dengan manusia (Donatus, 2001).

Takaran dosis yang diberikan paling tidak 3 peringkat dosis. Takaran dosis senyawa ini diberikan 1
hari sekali selama kurun waktu uji ketoksikan subkronis berlangsung, melalui jalur pemberian
yang sama dengan jalur yang akan diberikan pada manusia (Wildmann,1983).
Kriteria pengamatan uji ketoksikan subkronis meliputi :

Masukkan makanan
Berat badan masing- dan minuman untuk
masing hewan uji masing-masing
Berbagai gejala klinis umum
ditimbang, pada hari hewan uji, diukur diperiksa melalui pengamatan
ke-0,1,dst, paling paling tidak 7 hari fisik, dilakukan setiap hari.
tidak setiap 7 hari se sekali,tapi lebih Saat penampakan gejala klinis
baik setiap hari
kali. dan wujud gejala klinis dicatat.

Pemerikasaan fungsi organ secara biokimia dikerjakan


Pemeriksaan melalui pemeriksaan kimia darah (kadar potasium,
hematologi (jumlah sodium, klorida, kalsium, CO2, SGPT, SGOT, alkaline
sel darah merah, sel fosfatase serum, gula darah, protein total dan albumin)
darah putih, kadar dan analisis urine (pH, bobot jenis, volume urine,
hemoglobin sedimen, glukusa) paling tidak dilakukan 2 kali, pada a
wal dan akhir masa uji.
LANJUTAN
Pada akhir masa uji beberapa hewan uji pada masing-masing
kelompok dikorbankan. Ambil semua organ meliputi tata cara
waktu pengambilan cuplikan hayati dan buat preparat
histologi meliputi tata cara pengecatan hematoksiklineosin,
dengan pemeriksaan morfologi dan histopatologi organ.

Apabila selama uji terdapat hewan uji yang sekarat atau mati
harus dilakukan pemeriksaan histopatologi

Untuk kepentingan keterbalikan yakni guna menentukan sifat efek toksik


yang terjadi, paling tidak pada tingkat dosis terendah dan tertinggi,
setelah masa uji berakhir, dilanjutkan dengan pengamatan ulang selama
2-4 minggu (Loomis,1978).
Uji subkronis
Waktu :
Aplikasi pada kulit : 30 hari
Uji Tingk
Tujuan: mendapatkan nilai NOEL atau NOAEL
Dosis yang diujikan divariasikan 3 – 4 variasi:
Dosis tinggi; menyebabkan kematian
Studi inhalasi : 30 – 90 hari
Uji oral : 90 hari at II
Dosis ringan; menunjukkan NOEL

• Hewan uji: tikus, anjing atau kera; (jantan dan betina : 10-20 ekor pada
setiap level dosis yang diberikan)
• Observasi yang dilakukan terhadap: Setiap organ tubuh, mortalitas, mo
rbiditas, mata, konsumsi makanan, berat badan, respons neurologis, pe
rilaku tidak normal, respirasi, elektro kardiogram (EKG), elektro-encefal
ogram (EEG), hematologi, biokimia darah, analisis urin & tinja, kerusaka
n organ makroskopis
HASIL DISKUSI
Penanya : Kevin Lakapy 1801360
Penjawab : Mirna Wulansari 1801366

1. Apa yang dimaksud dari tujuan observasi yang dilakukan selama 2,5
tahun? Dan adakah hubungan antara subkronik dan toksisitas akut?
Jawaban:
Penjelasan dua setengah tahun disini dilakukan untuk observasi secara
umum (tidak signifikan) dimana penjelasan ini untuk hewan-hewan yang
memiliki umur lebih panjang daripada mencit. Bisa saja hewan uji kera at
aupun anjing dan tidak dimaksudkan untuk hewan uji mencit atau tikus y
ang umur nya sendiri tidak lebih dari 2,5 tahun. Dan subkronik dan toksisi
tas akut dapat berhubungan misalnya dari subkronik ke mutagenik
Penanya : Nawi Battu
Penjawab : Yoan Sri Ningsi Sayi

2. Bagaimana cara menyimpulkan hasil hispatologi dan cara pembacaa


nnya?
Untuk hasil data dari jurnal yang kami angkat pemberian ekstrak pegagan (cen
tella astica) dengan tentang dosis 0,2 ml : ekor sampai dengan dosisi 0,8 ml/ek
or secara oral selama 9 hari, tidak menyebabkan gangguan hitopatologi pada
organ ginjal tikus putih (rattus norvegicus) dan untuk cara pembacaan dari dat
a histopatologi kami belum atau tidak memahami karena data yang di peroleh
dari dokter ahli penyakit dalam.
Penanya : Maria Astisary Maltus
Penjawab : Riska & Juliarni Saleh

3. Perilaku yang spesifik terhadap hewan coba saat pengujian berlang


sung? Apakah semua hewan berbeda?
Yang diamati ialah berupa platform, straub, piloereksi, ptiosis, refleks
kornea, reflex pineal, lakrimasi, katalepsi, sikap tubuh, menggelantung
, retablisme, fleksi, hafner, mortalitas, grooming, defekasi, urinasi, per
nafasan, salivasi, vokalisasi, tremor, kejang dan writhing.
Untuk setiap hewan tidak ada yang berbeda atau tidak ada yang spesi
fik.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai