Anda di halaman 1dari 225

Prosedur Vaksinasi

Untuk Dokter Spesialis Anak


Vaksinasi
 Memberikan vaksin (bakteri / virus hidup
dilemahkan / mati, komponen) atau toksoid
 Disuntikkan atau diteteskan ke dalam mulut

Untuk merangsang kekebalan tubuh penerima


namun dapat menimbulkan KIPI

Prosedur vaksinasi yang benar :


Merangsang kekebalan lebih baik
dan memperkecil dampak KIPI medik, non medik
Hal-hal yang terkait
prosedur
 Penyimpanan dan transportasi
vaksin vaksinasi
 Persiapan alat dan bahan : untuk
vaksinasi dan mengatasi gawat -  Cara pemberian
darurat – dosis,
 Persiapan pemberian – interval
– anamnesis, umur, – lokasi,
– jarak dgn vaksinasi sebelumnya, – sudut,
– riwayat KIPI, – kedalaman
– indikasi kontra dan perhatian khusus  Pemantauan KIPI
– informed consent : manfaat, risiko  Sisa vaksin,
KIPI pemusnahan alat suntik
– pemeriksaan fisik  Pencatatan (dan
pelaporan)
Tatacara Imunisasi
Sebelum Imunisasi
 Memberitahukan risiko dan tidak
 Persiapan dan baca informasi produk
 Pernyataan kesediaan (Konsen)
 Kontra indikasi dan jenis vaksin
 Perubahan vaksin dan tanggal kadaluwarsa
 Jadwal imunisasi
 Berikan dengan teknik yang benar
Setelah Imunisasi
 Petunjuk pada orang tua reaksi kejadian
 Catat dalam rekam medis dan lapor
 Imunisasi keluarga
Jenis Vaksin
Live Attenuated
kuman / virus hidup dilemahkan
Inactived
kuman / virus tidak aktif
Live Attenuated

Organisme hidup  Modifikasi


Seperti penyakit alami  replikasi
Dapat berubah jadi patogenetik
Terpengaruh oleh antibodi yang beredar

Virus
campak, gondongan, rubela,
polio, rotavirus, demam kuning
Bakteri
BCG dan tifoid oral
Vaksin Inactived
 Bakteri/virus dibuat tidak aktif
 Vaksin fraksi berbasis protein atau
polisakarida
 Tidak membuat sakit, tidak mutasi
 Tidak dipengaruhi antibodi, respons
humoral perlu booster
Sel virus : influensa, hep B, pertusis aselular,
tifoid Vi, lyme’d, hepatitis A, rabies
Toksoid : difteria, tetanus, botulinum
Polisakarida murni: pneumokok, meningokok, Hib.
Gabungan polisakarida : Hib dan pneumokok
Vaksin rekombinan: rekayasa genetik (hepatitis B)
Jenis-jenis Vaksin
Vaksin Bakteri Vaksin Virus

•Campak
• BCG • Parotitis
Vaksin • OPV
• Rubela
hidup • Yellow
• Typoid Oral • Varisela
Fever
• Rotavirus
• Difteria • Meningo • Influenza
Vaksin • Tetanus • Pneumo • IPV
inaktif • Pertusis • Hib • Rabies
• Kolera • Tifoid inj • Hepatitis B
• Hepatitis A
Vaksin Relatif Baru
 Pertussis acelluler (DTaP)
 Vaksin kombinasi
 Vaksin influenza
 Vaksin polisakarida:
– Haemophylus influenzae (Hib),
– Salmonella typhi,
– Pneumokokus,
– Meningokokus,
– Hepatitis A
 In-active (injectable) polio vaccine
(IPV)
Penyediaan vaksin dan alat-alat
 Vaksin & pelarut khusus
 Termos, ice-packed, es batu
 Peralatan vaksinasi (cuci tangan, pemotong
ampul, alat suntik sekali pakai, kapas alkohol,
plester, kotak limbah)
 Alat penanganan kedaruratan
– adrenalin,
– kortikosteroid,
– oksigen
– selang dan cairan infus,
 Pencatatan : buku KIA,KMS,blangko, dll
Anamnesis / KIE
– Cek identitas, vaksinasi yang telah
didapat
– Umur, jark dgn vaksinasi sebelumnya
– Informed consent : manfaat dan KIPI
– Indikasi kontra, perhatian khusus,
penyakit, obat
– KIPI vaksinasi sebelumnya
– Penanggulangan KIPI seandainya
terjadi
– Rutin pediatrik
• Asupan nutrisi, miksi, defekasi, tidur
• Pertumbuhan dan perkembangan
– Jadwal vaksinasi berikutnya
Informed consent (1)
 Di Amerika, Australia : belum ada ketentuan
pasien atau keluarganya harus menanda
tangani pernyataan mengerti dan
menyetujui

 Di Indonesia (Permenkes no. 585 /1989 ttg


Persetujuan Tindakan Medik) pernyataan
tertulis hanya untuk tindakan diagnostik
atau terapeutik , vaksinasi belum perlu
pernyataan tertulis

 Boleh meminta tanda tangan dari orangtua


atau pengasuh bahwa telah diberikan
informasi, dimengerti dan menyetujui
vaksinasi
Informed Consent (2)
Penjelasan tentang manfaat
dan risiko vaksinasi
disampaikan dengan empati
Bukan dengan cara
menghakimi
(nonjudgmental approach)
Gunakan istilah awam dan
sederhana
Indikasi Kontra Vaksin
 Umum (untuk semua vaksin)
– Reaksi anafilaksis
– Sakit sedang atau berat
 Khusus
– DTP / DTaP : ensefalopati dalam 7 hari
pasca vaksinasi DPT/DTPa
– OPV dan varisela: anafilaksis terhadap
neomisin atau gelatin, kehamilan,
imunodefisiensi (keganasan,tumor
padat, kongenital, terapi imunosupresan,
HIV)
– Hepatitis B : anafilaksis thdp ragi
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum
Pemeriksaan khusus
– mencari indikasi kontra atau hal-
hal yang perlu diperhatikan
– bekas vaksinasi terdahulu
– mencari tempat/ lokasi vaksinasi
yang akan dikerjakan
Persiapan pemberian vaksin
 Cuci tangan dengan antiseptik
 Baca nama vaksin, tanggal kadaluarsa,
 Teliti kondisi vaksin apakah masih layak :
warna indikator VVM,
 Kocok : penggumpalan, perubahan warna
 Alat suntik : sekali pakai
 Encerkan dan ambil vaksin sebanyak dosis
 Ukuran jarum : ketebalan otot bayi / anak
 Pasang dropper botol polio dengan benar
Penempatan alat
untuk memudahkan prosedur vaksinasi
Kotak
pembuangan
jarum bekas
Kotak Form R&R
pembawa Air & sabun
vaksin untuk cuci
tangan

Tempat
sampah
Kursi pasien
Kursi vaksinator

Gambar contoh alur


Gambar Alurkerja vaksinator
Kerja Vaksinator
VVM ( Vaksin Vial Monitor)
Electrolux RCW 42CK
Electrolux RCW 42CK
Judulnya apa ?
Lemari es
Ukuran jarum

Cara penyuntikan dan lokasi:


Intramuskular di paha mid-
anterolateral
Neonatus
 kurang bulan / BBLR 5/8 inch (15,8 mm)
 cukup bulan 7/8 inch (22,2 -25,4 mm)
Umur 1 – 24 bulan 7/8 – 1 inch (22,2 - 25,4 mm)

1 inch = 2,54 cm
Ukuran jarum

Intra muskular di deltoid

Umur 2 thn 7/8 – 11/4 inch


(tergantung (22,2 - 69,8 mm)
ketebalan otot)

Usia sekolah dan 1-2 inch


remaja (25,4-50,8 mm)
Cara mengisi alat suntik
 Peganglah botol
vaksin, bagian ujung
barel dengan tangan
kiri.
 Tariklah pangkal
piston dengan ibu
jari dan jari telunjuk
tangan kanan ke
arah bawah.
Cara melarutkan  Peganglah bagian atas
barel diantara telunjuk
vaksin dan jari tengah tangan
kanan.
 Kemudian doronglah
pangkal piston dengan
ibu jari tangan.
 Tangan kiri anda
memegang botol
kosong, dan masukkan
isi semprit tersebut
kedalamnya.
Mengatasi ketakutan dan nyeri
 Jangan menakut-nakuti anak,
 Empati jangan dipaksa dengan
dipegang kuat-kuat. Diajak bicara,
dielus-elus, ditenangkan
 Bayi baru lahir : diberi sukrosa
dilidahnya
 Tekan 10 detik sebelum disuntik
 Spray pendingin (ethyl chlorid) efek
sama dengan EMLA
 Tempel es batu 1 – 2 detik tidak
dianjurkan
Mengatasi ketakutan dan nyeri
 Krim EMLA (eutetic mixture of
Local anesthesia) 1 jam sebelum
penyuntikan, effek sampai 24 jam
 Lidocaine topikal : 10 menit
sebelum disuntik
 Anak : bernafas dalam, tiup baling-
baling, ajak bicara, bacakan cerita,
musik
 Dipijat atau digoyang-goyang
sesudah vaksinasi
Pemberian Vaksin
 Bicara pada bayi dan anak
 Tentukan lokasi penyuntikan : paha, lengan
 Posisi bayi / anak : nyaman dan aman
 Desinfeksi
 Pegang, peregangan kulit, cubitan
 Penyuntikan: dosis, sudut, kedalaman
 Tetesan: dosis, hati-hati dimuntahkan
 Penekanan bekas suntikan
 Membuang alat suntik bekas
 Penulisan tanggal vaksinasi di kolom yang
sudah disediakan
Teknik dan posisi penyuntikan
 Bayi digendong pengasuh, anak dipeluk
dipangkuan menghadap pengasuh
 Otot yang akan disuntik dalam posisi
lemas (relaks)
 Tungkai : sedikit rotasi ke dalam
 Lengan : sedikit fleksi pada sendi siku
 Anak dipersilahkan memilih lokasi
suntikan
 Metode Z tract : sebelum jarum
disuntikkan regangkan kulit dan subkutis,
kemudian lepaskan
 Jarum disuntikan dengan cepat
 Bila suntikan lebih dari satu kali,
disuntikan bersamaan
Posisi anak pada waktu vaksinasi

Contoh posisi yang baik


Paha dibagi 3 area untuk daerah yang
akan disuntik

Dalam posisi ini anak dapat tiba-tiba mengambil jarum dengan


tangannya yang bebas
Penetesan vaksin Polio
Penyuntikan vaksin Campak
subkutan
Teknik Pemberian Vaksin
Intramuscular
Subcutaneous e.g. hepatitis A and B,
e.g. measles, mumps, DTP
rubella, varicella

Intradermal
Oral BCG
e.g. polio
Pencatatan Vaksinasi
Nama dagang, produsen,
Nomer lot / seri vaksin,
Tanggal penyuntikan
Bagian tubuh yang disuntik
(deltoid kiri, paha kanan)
Safe injection : mengapa ?
 Estimasi WHO : 30 % suntikan imunisasi tidak
aman (WHO bull. Oktober, 1999)
 Imunisasi rutin (Soewarta,1999: 4 propinsi):
– tidak disterilkan : spuit 38%, jarum 23 %
– alat suntik pakai ulang
• krn tidak ada jarum (18%),
• tidak ada spuit (4%)
 Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(Soewarta,1999)
– 45 % alat suntik tidak disterilkan
– alat suntik pakai ulang :
• krn tidak ada sterilisator (39%),
• tidak ada jarum (28 %)
• tidak ada alat suntik (6%)
Safe Injection
 Suntikan dapat menularkan :
hepatitis B, hepatitis C, HIV,
jamur, parasit, bakteri,
menyebabkan abses
 Penyebaran melalui suntikan
lebih cepat daripada melalui
udara, mulut atau seks
Aman bagi
 Disuntik
 Penyuntik
 Lingkungan
Aman bagi yang disuntik

Tujuan
Bayi / anak mendapat kekebalan
dari vaksin
Suntikan tidak menularkan
penyakit lain
Mencegah / minimalkan KIPI
Tidak aman yang disuntik (1)

Vaksin
– Suhu > 8°C atau VVM telah terpapar
panas
– Botol vaksin bocor, retak, atau
terpasang jarum
– Ada partikel dalam larutan
– Telah dilarutkan lebih dari 6 jam
– Beku : DPT, DT, TT, hepB, Hib (tidak
boleh beku)
– Uji kocok tetap menggumpal (kecuali
hepB atau Hib)
Tidak aman bagi yang disuntik (2)
Alat suntik
– Spuit disposable dipakai ulang
– Hanya mengganti jarum
– Tidak dibersihkan dulu langsung
disterilkan
– Hanya dengan desinfektan
– Membakar jarum di api
– Merebus dalam panci terbuka
– Menyentuh ujung jarum
Tidak aman bagi yang disuntik (3)
 Melarutkan / pengambilan vaksin :
– Cairan pelarut untuk vaksin lain atau >
8°C
– 1 spuit diisi beberapa dosis sekaligus
– jarum ditinggalkan menancap di vial
– mencampur isi 2 vial

 Lokasi, posisi , kedalaman penyuntikan

 Tidak tersedia alat / obat gawat -


kedaruratan
Aman untuk penyuntik
Tujuan
 Mencegah luka karena alat suntik
 Tidak tertular penyakit melalui suntikan
 mencegah dampak KIPI

Aman untuk masyarakat di sekitar


Tujuan
mencegah luka karena alat suntik
Tidak tertular penyakit melalui suntikan
Tidak aman bagi penyuntik
 Menekan luka berdarah dengan jari
 (semua cairan tubuh dapat menularkan
kuman)
 Membawa atau meletakkan alat suntik bekas
sembarangan (tidak langsung membuang ke
kotak limbah)
 Menyentuh atau mencabut jarum suntik
 Menutup kembali (recapping) jarum suntik
 Mengasah jarum bekas
 Memilah-milah tumpukan jarum bekas
 Tidak ada alat / obat gawat darurat

Tidak aman bagi lingkungan


• Meninggalkan alat suntik bekas sembarangan
Pembuangan Limbah
Pembuangan Limbah
Rekomendasi
WHO-UNICEF-UNFPA
 Pelaksanaan imunisasi yang aman
– Vaksin + alat suntik ADS (auto-
disable syringe) + kotak Limbah

 Kotak limbah untuk


– Alat suntik + jarum bekas
– Kapas
– Bekas vial
Pemusnahan Kotak & Isi limbah
 Dibakar dalam insinerator khusus
(suhu 600 - 1100° C)
– risiko pencemaran kecil
– Rp10 – 30 juta, BBM / kayu bakar

 Dibakar dalam lubang/drum

 Menggiling hingga jadi bubuk


– Milling atau shreeding
– Serbuk masih infeksius
– 375-750 alat suntik / jam
– listrik 750 w
Pemantauan setelah
vaksinasi
Perhatikan keadaan umum
Tunggu 30 menit di ruang
tunggu
Tujuan Imunisasi

Melindungi seseorang terhadap


penyakit tertentu (intermediate goal)

Menurunkan prevalensi penyakit


(mengubah epidemiologi penyakit)

Eradikasi penyakit (final goal)


Faktor-faktor
yg perlu dipertimbangkan
 Antibodi maternal
 Respons antibodi
 Indikasi kontra
 Jenis vaksin
 Cara & dosis vaksin
 Keadaan khusus
– Bayi lahir kurang bulan
– Imunokompromais (defisiensi imun)
Mengapa Jadwal Vaksinasi
harus diatur?
– Mendapat respons imun
teratur
– Keseragaman

Umur
Cara pemberian Rantai vaksin
Interval Safety injection
Imunisasi ulangan Pencacatan KIPI
(booster)
Jadwal IDAI 2004

 HepB-1saat lahir dipertegas


 Interval optimal
– HepB-1 & HepB-2 : 1 bln
– HepB-3 & HepB-4 : 2-5 bln
 Untuk mendapat respons imun
maksimal DTwP/DTaP : 2-4-6 bulan
 Memperkenalkan vaksin kombinasi
DTwP/DTaP kombinasi dengan Hib
 Pentingnya vaksin pertusis
 Campak catch-up 5-6 th
3
BCG
 Diberikan < 2 bulan, ulangan tidak
dianjurkan
 Tidak diberikan pada
imunokompromais
 Bila diberikan pada umur >3 bulan
lakukan uji tuberkulin terlebih dahulu
 Manfaat BCG diragukan?
– daya lindung hanya 42% (WHO 50-78%)
– 70% TB berat mempunyai parut BCG
– dewasa : BTA pos 25-36% walaupun pernah
BCG
 Masa depan : ditunggu vaksin TB baru
Mengapa imunisasi
Hepatitis B harus
diberikan saat lahir?

Endemisitas
Karier kronik
Transmisi maternal
Epidemiologi
infeksi Hepatitis B
•350 juta
karier kronik
•1 juta
Yaoundé kematian
declaration per tahun
Oct 1991
•Penyebab
1st at 2nd
kanker hati

rendah < 2%
Prevalensi HBSAg intermediate 2-7% 1997
tinggi > 8%
Penularan Infeksi VHB
 Perinatal/vertikal: ibu ke bayi saat
lahir
– 70-90% bayi yang terinfeksi menjadi
kariers  25% diantaranya meninggal
 Horizontal: bayi ke bayi/anak ke
dewasa
 Parenteral, perkutan: unsafe
injection, transfusi darah
 Sexual transmission
Infeksi kronis HBV
Perjalanan penyakit

Infeksi kronis
HBV*

Hepatitis kronik Hepatitis kronik


persisten aktif
Asimtomatik
Sirosis hepatis
Karier menular
Kanker hati primer (KHP)

25% mortality rate apabila kronisitas terjadi pada masa anak-anak * 15%
mortality rate apabila kronisitas terjadi pada masa dewasa
Kariers : mempunyai risiko terjadi KHP 230 kali lipat
Bayi lahir dari ibu HbsAg negatif atau
tidak diketahui atau negatif
 HB-1 diberikan vaksin rekombinan
HB 10 mg intramuskular, dalam
waktu 12 jam setelah lahir
 HB-2 diberikan umur 1 bulan dan
dosis ketiga umur 3-6 bulan
 Apabila pada pemeriksaan
selanjutnya diketahui ibu HbsAg-
nya positif, segera berikan 0,5 ml
HBIG (sebelum 1 minggu)
Bayi lahir dari ibu HBsAg
positif
 Dalam waktu 12 jam setelah lahir
– diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin
rekombinan HB secara bersamaan
– intramuskular di sisi tubuh yang
berlainan
 HB-2 diberikan umur 1 bulan dan
dosis ketiga umur 3-6 bulan
Global Commitment
Program Pengembangan Imunisasi

Eradikasi polio (ERAPO)


Eliminasi tetanus
neonatorum
Reduksi campak
Safety injection
Pengembangan iptek vaksin
& alat suntik: autodestruct,
unijet, cold chain)
Polio
(OPV=oral polio vaccine)
 Polio-1 saat lahir
– untuk mendapatkan cakupan yang lebih
tinggi
– diberikan di RS/RB saat sebelum pulang
– VAPP dan cVDPV
 Eradikasi polio 2006? 2008?
– Masalah surveilans AFP masih rendah
 Setelah eradikasi polio : OPV harus di ubah
menjadi IPV (inactivated polio vaccine). Kapan?
Bagaimana caranya?
Spread of wild polio virus 2004-2005

Niger

Nigeria

Wild virus type 1


Wild virus type 3

Endemic countries
Re-established transmission countries
Case or outbreak following importation In HQ as of 4 May 2005
Strategi
 Memutuskan rantai penularan melalui:
– Outbreak response immunization (ORI)
– Mopping up
…di daerah KLB dan sekitarnya

 Meningkatkan kekebalan kelompok


(herd immunity)
– Backlog fighting
… di luar daerah KLB
Memutuskan Rantai Penularan
Virus Polio Liar
 Outbreak response
– Waktu : segera (dlm72 jam)
– Lokasi : desa lokasi KLB dan sekitarnya
– Sasaran : seluruh <5 th, tanpa screening
– Vaksin : OPV 1 dosis

 Mopping up
– Waktu : segera (dlm 1 bulan)
– Lokasi : Co: Prov Jabar, Prov DKI, Prov Banten
(termasuk lokasi outbreak response)
– Sasaran : sda
– Vaksin : OPV 2 dosis, interval 1 bulan
(lokasi outbreak : total 3 dosis)
Meningkatkan Herd Immunity
Backlog Fighting

– Lokasi: desa risiko tinggi KLB PD3I


(2 thn berturut-turut) di seluruh Ind
– Waktu: 3 bulan
– Sasaran: anak usia < 3 tahun
– Vaksin: semua antigen, dengan skrining,
sampai mencapai status imm lengkap
100

90

80

70

60
%50

40

30
Imunisasi dasar, 4 dosis,umur < 1tahun
20

10

thn 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 '00 '01 '02 '03 '04

Umur 18 17 16 15 14 13 12 11 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
BIAS POLIO
1999
PIN 1995
PIN 1996
PIN 1997
SUB PIN 1998

Imunisasi Dasar SUB PIN 1999

& SUB PIN 2000


Imunisasi Tambahan SUB PIN 2001

PIN 2002
OPV
Keuntungan Kerugian
 Diperoleh imunitas  Risiko VAPP, resipien
humoral dan lokal dan kontak
 Imunitas mukosa  Risiko cVDPV
usus
 Kontraindikasi pd
 Pemberian mudah
imunokompromais
 Murah
 Kegagalan vaksinasi
 Herd immunity
(pada diare, muntah)
 Contact immunity
 Diperlukan cold chain
 Menimbulkan
pencemaran
IPV
Keuntungan Kerugian
 Tidak ada risiko terjadi
VAPP dan cVdPV
 Imunitas intestinal
 Imunitas konstan, tinggi,
sedang
menetap
Tidak ada contact
 Direkomendasi untuk
immunity
pasien imunokompromais
 Mahal / single dois
 Ada kemasan kombinasi
 Produksi baru
 Menimbulkan herd
immunity
 Termostabil Melnick J. Bull Who 1978;56:21-38
Tetanus

 Eliminasi tetanus neonatorum tahun


2000 (?)
 Target imunisasi tetanus 5 kali
– 3 dosis saat bayi setara 2 dosis toksoid
dewasa
– dosis ke-4(18-24bl) kekebalan + 5 th
– Dosis ke-5 (masuk SD) kekebalan + 10
th
– Dosis ke-6 (keluar SD, TD atau dT)
kekebalan + 20 th
DTwP atau DTaP
 Pemberian 3 kali sejak umur 2 bulan
(umur minimal 6 minggu), interval 4-6
mgg
 Ulangan
– 18-24 bl
– 5-7 tahun (dianjurkan DPT, bukan DT)
– 12 tahun (program BIAS)
 DTP Merupakan core vaksin kombinasi
 Di Indonesia: DPT/HepB, DPT/Hib
Vaksin Pertusis
Whole-Cell Vaccine

 Vaksin klasik dibuat dari bakteri


utuh (whole bacterium) melalui
biakan dan inaktivasi
 Efikasi : 87 to 93%
 Masalah (kontroversi global)
KIPI Tidak ada hubungan
• Kejang demam • SIDS
• Anafilaksis • Kejang tanpa demam
• Menangis >3jam • Infantile spasms
Antigenic Components
of B pertussis
FIM • Pertussis toxin (PT), also
knownas “lymphocytosis-
PT promoting factor” (systemic
FHA action)

• Filamentous hemagglutinin
(FHA)

PRN
• Pertactin (PRN) or 69 kD*
protein

• Fimbrial agglutinogens (FIM)


*kD = kilodalton. (1-4 serotypes)
Edwards KM et al. In: Plotkin SA et al, eds. Vaccines. 1999;293-344.
KIPI vaksin DTP
KIPI ringan Reaksi lokal Demam > Iritabel, malaise,
380C gejala sistemik
10-50% 10-50% 25-55%
KIPI berat Onset Reaksi per Reaksi per juta
interval dosis dosis
Menangis lama 0-24 jam 1/ 15 –1.000 1.000-60.000
Kejang 0-2 hari 1/ 1750-12.500 80-570
Hipotonik 0-24 jam 1/ 1000-33.000 30-990
hiporesponsif
Anafilaksis 0-1 jam 1/ 50.0000 20
Ensefalopati 0-2 hari 1/ 50.0000 20
Campak
Data
– umur 10-12 th : 50% titer antibodi
di atas ambang pencegahan
– umur 5-7 th :29,3% pernah
menderita campak walaupun
pernah diimunisasi
BIAS : ulangan campak saat
masuk SD
Program : reduksi campak
Cakupan Tinggi Sepanjang Masa
• Catch-up (hanya satu kali)
– Anak umur 1-14 tahun
– Untuk memutus transmisi campak

• Keep-up (Imunisasi rutin)


– Semua bayi/anak 9-23 bulan
– Mempertahankan pemutusan transmisi
– 95% cakupan

• Follow-up (periodik)
– Umur 1-4 tahun, tiap 4 tahun
– Mempertahankan pemutusan transmisi

PAHO
Reported measles cases by month
Cuba, 1971-1998
Reported cases (thousands)
M-M-R vaccine coverage (%)
6 100

5
80
Keep-up
vaccination
4
60
3
Catch-up Follow-up 40
2 vaccination vaccination

20
1

0 0
1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998

Month and Year


Source: Ministry of Health, Cuba PAHO
MMR
 Diperlukan untuk catch-up
measles, membentuk antibodi
terhadap mumps (gondongan),
dan rubela
 Isu yang beredar: adakah
hubungan antara MMR dg
autism?
 MMR-2 diberikan sebelum
pubertas
Haemophyllus influenzae
type b
 Conjungate polysaccharide
 Diberikan sejak umur 2-4-6 bl, ulangan
pada 18 bulan
 Kombinasi (DTaP/DTwP-Hib)
 Dapat tukar menular
(interchangeability)
– dengan pabrik lain
– vaksin monovalen dengan
kombinasi
Vaksin Kombinasi / Kombo
 Gabungan beberapa antigen
tunggal menjadi satu jenis
produk antigen untuk
mencegah penyakit yang
berbeda
 Diberikan pada saat dan lokasi
yang sama
 Contoh vaksin kombo
tradisional adalah DPT (D-P-T),
MMR (M-M-R) dan Polio (tipe
1-2 dan 3)
Vaksin Kombo
Keuntungan Kerugian
 Mengurangi
 Menurunkan respons
– jumlah suntikan, imun tiap antigen
– jumlah kunjungan,  Jadwal harus
– ketidaknyamaan disesuaikan
bayi/ dokter
 Mempengaruhi suplai &
 Memudahkan
harga vaksin
– mengejar imunisasi
 Menambah ruang
yg tertunda,
penyimpanan
– menambah vaksin
baru dalam jadwal  Dapat membingungkan
perawat dalam
 Mengurangi
pengadaan semprit membantu dokter
 Mengurangi kunjungan
Vaksin Kombinasi
 Dasar kombinasi DTP
– Quadrivalent
• DTwP/HepB
• DTwP/Hib atau DTaP/Hib
• DTaP/IPV
– Pentavalent
• DTaP/Hib/IPV
• DTaP/HepB/Hib
– Hexavalent
• DTaP/HepB/Hib/IPV
Jadwal Imunisasi Rekomendasi IDAI 2004
Umur Pemberian Vaksinasi
Jenis
Bulan Tahun
Vaksin
lhr 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5 6 10 12

BCG
HepB 1 2 3

Polio 0 1 2 3

DTP 1 2 3 4 5

Campak 1 2

Hib 1 2 3 4

MMR 1 2

Tifoid Ulangan tiap 3 th

HepA 2x interval 6-12 bln


Pertimbangan Pemberian Vaksin
J. Wagner. SEAR Vaccine Policy, 2001

 Prioritas penyakit : burden of


disease, epidemiologi penyakit,
kelompok rentan (susceptible),
perjalanan penyakit
 Efektifitas vaksin (imunogenisitas &
reaktogenisitas/ keamanan)
 Penambahan vaksin unt memperkuat
PPI
 Kesinambungan pengadaan vaksin
 Keseimbangan antara harga dan
keuntungan
Imunisasi
sesuai Kelompok Umur
Bayi
.
Lahir-1 th
Imunisasi dasar PPI

Balita
1-4th
Imunisasi ulangan, Non-PPI
Catch-up immunization
Usia sekolah
5-12 th Catch-up immunization

Remaja Catch up immunization


13-18 th
Persiapan masa dewasa & kehamilan

Lansia Mengurangi morbiditas


Jenis Vaksin
Sesuai Kelompok Umur
Lahir-1 th PPI + Hib

DPT, Polio, MMR, Tifus, HepA, Varisela,


1-4th a.i. Influenza, Men, Pneu

DPT, Polio,Campak, MMR, Tifoid, HepA,


5-12 th Varisela, a.i. Influenza, Men, Pneu

TT, HepB, (MM)R, Tifoid, HepA,


13-18 th Varisela, a.i. Influenza, Men, Pneu

Lansia Influenza dan Pneumokokus


Vaksinasi pada Keadaan Khusus
 Bayi Prematur dan BBLR
 Keadaan Imunodefisiensi
 Penderita Berpenyakit Kronis
 Keadaan Terpapar Infeksi
 Keadaan Alergi
Vaksinasi pasif & aktif

Imunitas alami Imunitas buatan

aktif pasif pasif aktif

Pasca antibodi Suntikan Pajanan


infeksi ibu di antibodi dg
transfer Imunisasi antigen
pasif Imunisasi
ke janin
aktif
Imunisasi pasif

antibodi transfer

antibodi donor antibodi resipien


(immune subject) (non-immune subject)
Imunisasi pasif
• Proteksi jangka
Kadar antibodi pendek
• mahal
• Perhatikan keamanan

injection 4 8 12 16 20minggu
of Igs
Vaksinasi

antigen
(vaksin)
diberikan pada
seorang imunisasi aktif,
telah divaksinasi
produksi Abs
Vaksinasi
Kadar antibodi

• Proteksi
jangka lama
• murah
• aman
4 8 12 16 20 minggu
Suntikan
vaksin
Imunitas pasif & aktif
Vaccine Classification
VACCINE
KILLED =
INACTIVATED
1 LIVE =
ATTENUATED

VACCINE

VIRAL 2 BACTERIAL
VACCINE VACCINE
Jenis Vaksin

Bacterial Viral
• WHOLE CELL : • WHOLE VIRUS :
BCG Measles
Pertussis Mumps
Cholera Rubella
Live typhoid
Varicella
• TOXOID :
Tetanus Poliomyelitis IPV
Diphtheria OPV
Pertussis toxin Yellow Fever
• SURFACE Ag : Rabies
Acellular pertussis Hepatitis A
• POLYSACCHARIDE : SPLIT VIRUS
Meningo Influenza
Pneumo
RECOMBINANT
Typhim Vi
• CONJUGATE SURFACE Ag :
POLYSACCHARIDE : Hepatitis B
Hib
Vaccine Classification
Bacterial Vaccines Viral Vaccines

• BCG • Measles • OPV


• Mumps
Live
• Rubella
Vaccines
• Yellow
• Varicella Fever
• Diphtheria • Meningo • Influenza • Rabies
Inactivated • Tetanus • Pneumo
Vaccines • Pertussis • Hib
• Typhim Vi • Hepatitis B
• IPV • Hepatitis A
• Cholera
Respons Tubuh Terhadap Vaksin

Vaccine

Ag presenting
cell

TH

Cytokines 

TTc
C
B

memory
P
cell
Respon tubuh terhadap
vaksin

Th2 cell
T cell

B cell
Vaksin
Respon tubuh
terhadap vaksin
Respon Bayi
Prematur
terhadap vaksin

RENDAHNYA
KAPASITAS: BELUM
-KEMOTAKTIK BERKEMBANGNYA:
-ADHESI -SISTEM KOMPLEMEN
-FAGOSITOSIS -IMUNITAS HUMORAL

Th-1 Th-2

SELULER HUMORAL
Vaksinasi
pada bayi prematur dan BBLR

Dosis penuh
Sesuai jadwal vaksinasi yang
ditetapkan menurut umur
kronologis
Kecuali untuk vaksin Hepatitis B
Imunoprofilaksin Hepatitis B pada
bayi prematur dan berat lahir rendah*

Berat lahir ≥2000 g Berat lahir < 2000 g


Status HBsAg ibu HBsAg positif  Vaksin HepB +  Vaksin HepB +
HBIg (dalam HBIg (dalam umur
umur 12 jam) 12 jam)
 Imunisasi 3 dosis  Imunisasi 4 dosis
pada 0,1, dan 6 bl vaksin pada 0,1,2-
umur kronologis 3, dan 6 bulan
 Periksa anti-HBs umur kronologis
dan HBsAg pada  Periksa anti-HBs
umur 9–15 bln† dan HBsAg pada
umur 9–15 bln†
Imunoprofilaksin Hepatitis B pada
bayi prematur dan berat lahir rendah*

Status HBsAg ibu HBsAg positif


Berat lahir ≥2000 g Berat lahir < 2000 g
Bila HBsAg dan Bila HBsAg dan anti-
anti-HBs negatif, HBs negatif,
reimunisasi dengan reimunisasi dengan 3
3 dosis, dengan dosis, dengan
interval 2 bulan, interval 2 bulan, dan
dan periksa kembali periksa kembali
HBsAg dan anti- HBsAg dan anti-HBs.
HBs
Imunoprofilaksin Hepatitis B pada
bayi prematur dan berat lahir rendah*
Berat lahir ≥2000 g Berat lahir < 2000
Status HBsAg ibu HBsAg tidak
g
Vaksin Hepatitis B Vaksin Hepatitis B
(dalam 12 jam) + + HBIg (dalam 12
HBIg (dalam 7 hari) jam)
diketahui

bila hasil
pemeriksaan HBsAg
ibu positif Periksa HBsAg ibu
segera, bila tidak
Periksa HBsAg ibu dapat dilaku kan
segera dalam 12 jam,
berikan HBIg
Skema Imunoprofilaksin Hepatitis B pada
bayi prematur dan berat lahir rendah*
Berat lahir ≥2000 g Berat lahir < 2000 g

Status HBsAg ibu HBsAg negatif


Dianjurkan vaksin Vaksin HepB dosis
HepB saat lahir. 1 dlm 30 hari umur
Imunisasi HepB kronologis, bila
dalam 3 dosis pada klinis stabil, atau
umur 0–2, 1–4, dan pada saat keluar
6–18 bulan umur dari RS sebelum 30
kronologis hari umur
kronologis.
Imunisasi HepB
dalam 3 dosis pada
umur 1–2, 2–4, 6–
18 bln umur
kronologis
Imunoprofilaksin Hepatitis B pada
bayi prematur dan berat lahir rendah*
Berat lahir ≥2000 g Berat lahir < 2000 g
Status HBsAg ibu HBsAg negatif
Bila vaksinasi Bila vaksinasi
kombinasi kombinasi
mengandung HepB, mengandung HepB,
berikan saat usia berikan saat usia
6–8 minggu umur 6–8 minggu umur
kronologis kronologis

Evaluasi anti-HBs dan Evaluasi anti-HBs dan


HBsAg tidak perlu HBsAg tidak perlu
dilakukan dilakukan
Vaksinasi pada Imunodefisiensi
Imunodefisiensi Primer
 Kelainan imunitas humoral
 Kelainan imunitas humoral dan seluler
 Kelainan fagositosis
 Kelainan sistem komplemen

Imunodefisiensi Sekunder
 Kelainan imunitas karena pengobatan
Imunosupresi dan kemoterapi
 Protein-losing enteropathy
 HIV/ AIDS
Imunisasi pada anak imunodefisiensi
Genetik Infeksi Obat Keganasan

1 2 1
2
3 4
4
6

6 7 9
3
8

Imunodefisiensi primer Imunodefisiensi sekunder


Defisiensi
imunoglobulin
predominan (1)

Defisiensi sel B
(Bruton’s
agamma-globulinemia)

 gangguan produksi
antibodi
 gangguan aktivitas
kekebalan
 risiko infeksi
Defisiensi
imunoglobulin
predominan (2)

• Gangguan produksi IgG


• Gangguan aktivitas
aglutinin, antitoksin,
• Fagositosis
• Risiko infeksi
Keadaan Imunodefisiensi
Imunodefisiensi primer
Lokasi Jenis Kontra Efektivitas
indikasi
Sel B X-linked , OPV, vaksin Jelek pada semua vaksin
(Humo- agamma- bakteri hidup. yang berespon humoral.
ral) globuli- SP: campak& IGIV interferensi dengan
nemia varisela vaksin campak & mungkin
varisela.
Ig A& IgG OPV, vaksin
hidup aman tapi Semua vaksin mungkin
perlu SP efektif.
Defisiensi sel T (1)

Defisiensi sel T
(Wisskott-Aldrich)

 gangguan
produksi antibodi
 gangguan aktivitas
kekebalan
 risiko infeksi
Defisiensi sel T (2)

Defisiensi sel T
(Ataxia-telangiectasia)

gangguan
produksi antibodi
gangguan aktivitas
kekebalan
risiko infeksi
Defisiensi sel T (3)

Defisiensi sel T
(Di George syndrome)

 gangguan
produksi antibodi
(+/-)
 gangguan
aktivitas kekebalan
 risiko infeksi
Defisiensi Kombinasi
Defisiensi sel B dan T
(berat)

gangguan produksi
antibodi

gangguan aktivitas
kekebalan

resiko infeksi
Keadaan Imunodefisiensi
Imunodefisiensi primer
Lokasi Jenis K.I Efektivitas
Sel T Severe Semua vaksin Jelek pada semua vaksin
(humoral & combined hidup yang berespon humoral
seluler) dan seluler
Komplemen C1, C4, C2, C3, Tidak ada Semua vaksin rutin
C5-C9 mungkin efektif.
properdin, faktor Tidak ada Vaksin pneumokok dan
B meningokok
Fagosit Chronic Vaksin bakteri Semua vaksin rutin
granulomatous hidup mungkin efektif.
disease Vaksin influensa
Leukocyte direkomendasikan
adhesion defect
Myeloperoxidas
e deficiency
Keadaan Imunodefisiensi
Imunodefisiensi primer
Lokasi Jenis Kontra Efektivitas
indikasi
HIV/AIDS OPV, BCG, MMR, Mungkin efektif :
varisela untuk anak MMR, varisela &
yang sangat semua vaksin tak
imunokompromais aktif, termasuk
influensa
Kanker Vaksin bakteri & Efektivitas
ganas, virus hidup tergantung pada
transpantasi,t tergantung status status imun
erapi dan imun
radiasi
imunosupre
sif
Vaksinasi Anggota Keluarga Pasien
Imunodefisiensi

Vaksin yang Influenza


direkimendasikan Campak
Mumps
Rubela
Varisela

Vaksin yang dilarang OPV


Imunisasi pada anak berpenyakit
kronis
Vaksin  Anak berpenyakit kronis,
peka terhadap infeksi yang
serius & kompleks
 Semua imunisasi
disarankan kecuali pada
kondisi imuno-defisiensi,
dimana vaksin virus hidup
adalah kontraindikasi
 Pemberian vaksin influensa
& pneumokok perlu pada
penyakit kronik: kardio-
vaskuler, sal nafas, ginjal,
Penyakit kronik  peka infeksi metabolik, hemato-onkologi,
Imunisasi pada anak yang terpapar
infeksi
• Campak
• Gondong
• Rubela Bolehkah diberikan?
Kapan ?
• Hepatitis B
• Hepatitis A
• Tetanus
Imunisasi & kondisi terpapar
infeksi (1)
Paparan Masa Pemberian Catatan
Infeksi Inkubasi vaksinasi
Campak 8-12 0-72 jam Bila paparan tak
hari paparan menghasilkan infeksi,
vaksin tetap
menghasilkan proteksi
Gondong 12-25 Tak perlu Tidak secara efektif
hari menghambat infeksi,
tetapi bukan
kontraindikasi
Rubella 14-23 Tak perlu Ibu hamil perlu diperiksa
hari antibodinya pada 0, 2 dan
6 minggu postexposure

Varisela 14-16 0-72 jam Disertai penjelasan pada


hari paparan orangtua bahwa
vaksinasi ini mungkin
tidak melindungi
Imunisasi & kondisi terpapar
infeksi (2)
Paparan Masa Pemberian Catatan
Infeksi Inkubasi vaksinasi
Hep A 15-50 Tak perlu Bukti proteksi tak
hari diketahui. Imunisasi pasif
mungkin perlu diberikan
Hep B 14-160 Perlu aktif & Perhatian khusus pada bayi
hari pasif segera baru lahir dengan ibu
dalam 12 jam HBsAg(+)
Tetanus 2 hari- Perlu aktif & Setelah memperhatikan
beb bln pasif status imunisasi &
penyebab luka
Vaksinasi &
Alergi

Antigen Antigen
mikrobial environmental

1. Telur
2. Antibiotik
3. Merkuri
4. Gelatin,
toksoid
ALERGI
Vaksinasi & Alergi
Komponen
environmental
vaksin
Komponen
environmental
vaksin

Komponen
mikrobial
vaksin
Imunisasi & risiko alergi
Alergen Vaksin Reaksi Catatan
Telur Campak, Gondong, Rubela, Alergi ringan Bila ada riwayat anafilaksis
MMR, Yellow Fever, Influensa sampai setelah makan telur, perlu uji
anafilaksis kulit pra-vaksinansi

Merkuri DTaP+HiB, DT,dT,Influensa, Alergi ringan Tidak satupun virus hidup


meningokok, pneumokok, mengandung thimerosal
rabies
Antibiotik Campak, Gondong, Rubela, Papula Hati-hati pada anak dengan
(streptomisin MMR, IPV, Varisela eritematous riwayat anafilaksis neomisin
neomisin, yang gatal
polimiksin)
Lainnya Gelatin (MMR, Varisela, Alergi ringan Bila ada riwayat anafilaksis
(gelatin, Yellow Fever); Toxoid sampai setelah makan gelatin, dan
toxoid, (Tetanus & Difteria); whole anafilaksis anafilaksis paska vaksinasi
patogen) cell-typhoid inaktif, perlu berhati-hati
kontaminan virus (campak,
rabies)
Untuk Dokter Spesialis Anak

Rantai Vaksin
Vaksin = produk biologis

Rentan/ mudah rusak

Mengurangi efektifitas vaksinasi

Faktor yang mengurangi efektivitas vaksin


 waktu
 suhu
 sinar matahari
Kegagalan ‘Rantai Vaksin’

Faktor-faktor yang mempengaruhi


efektifitas vaksin
 Jenis Vaksin
 Keadaan saat penyimpanan sebelumnya
 Batas kadaluwarsa
 Paparan suhu yang tidak sesuai
 Lama paparan berlangsung
Vaksin = Produk Biologis

Batas Efisiensi

Jangka
Waktu

Batas
Saat Pembuatan
Kadaluwarsa
Penyimpanan vaksin harus dijaga sepanjang rantai
perjalanan dari pabrik sampai saat
melaksanakan vaksinasi
Distribusi & Penyimpanan
Vaksin harus disimpan dan
ditransport sebaik mungkin
Udara panas akan mengurangi
potensi vaksin
Klasifikasi Vaksin
Vaksin Bakteri Vaksin Virus

Vaksin
OPV
• BCG
Vaksin hidup

Sensitif Suhu
Panas Campak

Vaksin MMR
Sensitif Suhu Varisela
Dingin Yellow Fever

OPV Meningo Influenza Rabies


Vaksin inaktif

Vaksin Campak Pneumo


Sensitif Hib
Suhu Tifoid
Dingin Hepatitis B
IPV Hepatitis A
• Cholera
Termosensitifitas tiap-tiap
vaksin berbeda
Semakin sensitif
terhadap panas
 OPV
 BCG,
 DT
 Hib
 Tifoid oral
Semakin tahan
terhadap panas
Vaksin yang sensitif pada
paparan sinar
BCG
(Bacille Calmette-Guérin)
Vaksin rekonstitusi measles-
mumps-rubella (MMR)
Oral Polio Vaccine (OPV)
Suhu & Lama Penyimpanan
Vaksin
Pusat/ Propinsi Kabupaten Pelayana
Bio Farma / n
Jenis Kota
Vaksin Masa Simpan Vaksin
6 bulan 3 bulan + 2 bulan + 1 bulan + 1
1 bulan 1 bulan bulan
cadangan cadangan cadangan
OPV Freezer: Suhu -15°C s/d -25°C +2°C
s/d +8°C
DPT
DT Lemari es : +2°Cs/d+8°C
TT
BCG

Campak
Hep B
Penyimpanan vaksin
di tingkat propinsi
 Kondisi Umum Kamar Dingin dan Beku
– Suhu kamar dingin: +2 s/d +8
– Suhu kamar beku: -15 s/d -25
 Penyusunan vaksin dalam kamar dingin
– Untuk menyimpan vaksin sensitif dingin
– Jarak menyusun 1-2 cm atau satu jari antar dos
vaksin
 Penyusunan vaksin dalam kamar beku
– Untuk menyimpan vaksin sensitif panas
– Jarak menyusun 1-2 cm atau satu jari antar dos
vaksin
Penyimpanan Vaksin di tingkat
Kabupaten dan pelayanan primer
Kondisi Umum Lemari es
 Jarak lemari es dengan dinding belakang 15 cm
 Lemari es tidak terkena sinar matahari langsung
 Sirkulasi ruangan cukup

Penyimpanan di lemari es
 Penyimpanan di freezer
– Untuk menyimpan vaksin Sensitif Panas
– Jarak menyusun 1-2 cm atau satu jari antar dos
vaksin

Penyimpanan di lemari es
– Untuk menyimpan vaksin Sensitif Dingin
– Jarak menyusun 1-2 cm atau satu jari antar dos
vaksin
Penyimpanan
dan distribusi
Vaksin bakteri/ virus inaktif
 Vaksin yg sangat sensitif thd panas/sinar
dibuat berupa bubuk ( freeze-dried
powders)
 Vaksin (yang bukan cairan) dapat disimpan
di freezer atau pd +2°C sampai +8°C
 Setelah dicampur segara disuntikkan;
buang setelah 6 jam atau setelah selesai
 Vaksin OPV simpan beku
Penyimpanan dan Distribusi

Ajuvan Vaksin
Berupa suspensi yg Ag diadsorbsi
oleh garam Aluminium (Al salts)
Tidak perlu dicampur (kecuali
komponen Hib )
o o
Simpan pada suhu +2 C sp + 8 C

JANGAN
DIBEKUKAN
Masa simpan vaksin
Vademicum Bio Farma Jan.2002

Jenis Vaksin Suhu Penyimpanan Umur Vaksin

BCG +2 s/d +8°C 1 tahun


-15°s/d -25°C 1 tahun
DPT +2° s/d +8°C 2 tahun
Hepatitis B +2° s/d +8°C 26 bulan
TT +2° s/d +8°C 2 tahun
DT +2° s/d +8°C 2 tahun
OPV +2° s/d +8°C 6 bulan
-15° s/d -25°C 2 tahun
Campak +2° s/d +8°C 2 tahun
-15° s/d -25°C 2 tahun
Suhu transportasi dan
penyimpanan Vaksin

Vaksin Hepatitis B
Suhu lingkungan Imunogenitas
hilang dalam
45oC 1 jam
37oC 1 minggu
21oC 2 minggu
Contoh Vaksin PPI
Vaksin Polio Oral (OPV)

 Penyimpanan
– suhu minus 20 º C potensi sampai 2
thn
– suhu 2 – 8 º C potensi hanya 6 bulan
 Setelah dibuka : dlm suhu 2 – 8º C
potensi hanya sampai 7 hari.
 Tidak beku, ada sorbitol
Bubuk vaksin.
Vaksin BCG kering

 Setelah dilarutkan, dlm


suhu 2 – 8 º C (bukan
Pelarut, cair
freezer), hanya 3 jam

 Kering : simpan dlm


suhu 2 – 8 º C, lebih
baik dalam freezer,
Jangan kena sinar
matahari
Vaksin
Difteri Tetanus Pertusis
Simpan dan transportasi
dalam 2 – 8 º C

Jangan dalam freezer


Vaksin Campak
Vaksin kering
– sebaiknya simpan < 0º C atau < 8º
C,
– lebih baik minus 20 º C.
– pelarut tidak boleh beku.
Setelah dilarutkan, dlm suhu
2 – 8 º C maksimum 8 jam
Semua vaksin pada umumnya disimpan
pada suhu + 2°C dan + 8° C
Hanya Vaksin Polio Oral (Sabin),
hidup dilemahkan yang disimpan
di freezer

•Vaksin cair akan rusak bila


disimpan di dalam freezer

Vaksin kering
boleh disimpan di freezer
Cara mengetahui vaksin yang
rusak dalam penyimpanan

Amati adakah perbedaan


bentuk vaksin yang terpapar
panas atau beku dengan
vaksin yang tersimpan baik,
selama kurang lebih 30-60
menit
Uji Kocok
(shake test)

Untuk menguji
apakah vaksin
sudah pernah
beku atau
belum
Vaksin yang tidak boleh tersimpan
beku
 DTP
 Hib (kecuali PRP-T)
 Hepatitis B
 Hepatitis A
 Vaksin influenza
 Pneumokokus (polisakarida & konjugasi)
 Meningokokus (polisakarida & konjugasi)
 Japanese encephalitis
 Semua vaksin rekonstitusi
 Semua vaksin kombinasi
 Pelarut vaksin
Vial Vaccine Monitor
(VVM)
Vial Vaccine
Monitor
(VVM)

Cara menguji
vaksin yang
sudah
pernah
terpapar
panas > 8°C
Vaksin sensitif/ labil pada
suhu ruangan
BCG
MMR
OPV
Varisela
Yellow fever
Semua vaksin rekonstitusi
Check list menjaga keamanan proses
transportasi dan penyimpanan
vaksin
No Ya/ Tindakan yang dilakukan
tidak
1 Ada seorang petugas yang bertanggung jawab
melakukan proses transportasi dan
penyimpanan vaksin
2 Ada petugas lain yang dapat menggantikan,
bila petugas utama berhalangan
3 Catatan inventarisasi vaksin
- Nama vaksin dan jumlah yang diterima
- Tanggal vaksin yang diterima
- Keadaan vaksin saat diterima
- Nomer lot vaksin dari pabrik
- Tanggal kadaluwarsa vaksin
Check list menjaga keamanan proses
transportasi dan penyimpanan vaksin
5 Kulkas tidak digunakan untuk menyimpan
makanan/ minuman
6 Vaksin tidak disimpan di pintu kulkas

7 Vaksin disusun menurut tanggal terbaru


dan lamanya kadaluwarsa
8 Pastikan tanggal kadaluwarsa dan
gunakan vaksin yang tanggalnya paling
dekat
9 Tandai di pintu kulkas dan freezer, vaksin
yang harus disimpan sesuai dengan
tempatnya
10. Termometer selalu tersedia dan layak
pakai di kulkas
Check list menjaga keamanan proses
transportasi dan penyimpanan vaksin

11 Suhu kulkas di pertahankan


pada rentang (2-8ºC)
12 Sediakan ekstra kemasan air
dingin untuk menjaga suhu
dingin di kulkas
13 Suhu freezer dipertahankan
pada rentang kurang atau
sama dengan (-15ºC)
14 Sediakan ekstra kemasan es
untuk menjaga suhu dingin di
kulkas
Check list menjaga keamanan proses
transportasi dan penyimpanan vaksin

15 Jaga aliran listrik ke kulkas jangan sampai


terputus

Bila tiba-tiba aliran listrik terputus,


lakukan langkah-langkah berikut

 Pastikan vaksin masih berada di tempat yang


dingin
 Tandai vaksin yang terpapar, pisahkan dengan
yang belum rusak
 Vaksin yang diduga rusak, serahkan pada
pabrik/ distributor, atau minta penjelasan untuk
penanganan lanjut terhadap vaksin tersebut
Ketahanan Potensi Vaksin Dalam Keadaan
Suhu Yang Berbeda.
VAKSIN 0°C 2 - 8°C 22-25°C 35-37°C >37°C
BCG kering Tahan 12 bulan Berkurang Berkurang Berkurang 73%
sampai 25-40% hanya 2-3 dalam 3 hari.
-20°C setelah 2 minggu
bulan
BCG Tidak boleh Tahan Tidak tahan Tidak tahan Tidak tahan
terlarut Disimpan sampai
beku 6 jam
DTaP Rusak pada DT sampai DT sampai 4-6 DT sampai DT stabil 2 minggu pada 45°C,
suhu 18-4 bulan, bulan, seminggu, berkurang dalam beberapa hari pada
< 0°C dan Pertusis Pertusis Pertusis 53°, dalam beberapa jam pada 60-
> 25°C berkurang Berkurang Berkurang 65°C. Pertusis berkurang 10% dalam
potensinya dalam 2 50% dalam sehari pada 45°C, rusak pada 50°C
minggu seminggu
Ketahanan Potensi Vaksin Dalam
Keadaan Suhu Yang Berbeda.
VAKSIN 0°C 2 - 8°C 22-25°C 35-37°C >37°C

Kombinasi, Yg dilarutkan dan Stabil Tidak tahan Tidak tahan Tidak tahan
DtaP-Hep.B- kering rusak.
Hib-IPV

Hib Rusak, tidak boleh Stabil Stabil sampai 24 bulan Tidak ada Tidak ada informasi
PRP-T digunakan pada 25°C informasi
Pelarut Kering, stabil
Tidak boleh

Hep.A Rusak, tidak boleh Stabil beberapa Stabil 15 bln Stabil 15 bln Tidak ada informasi
digunakan bulan-36 bln

Hep.B Rusak, tidak boleh Stabil 2 tahun Stabil 30 hari Stabil 7 hari Stabil 3 hari
digunakan
Ketahanan Potensi Vaksin Dalam
Keadaan Suhu Yang Berbeda.
VAKSIN 0°C 2 - 8°C 22-25°C 35-37°C >37°C

Kombinasi, Yg dilarutkan dan Stabil Tidak tahan Tidak tahan Tidak tahan
DtaP-Hep.B- kering rusak.
Hib-IPV

Hib Rusak, tidak boleh Stabil Stabil sampai 24 bulan Tidak ada Tidak ada informasi
PRP-T digunakan pada 25°C informasi
Pelarut Kering, stabil
Tidak boleh

Hep.A Rusak, tidak boleh Stabil beberapa Stabil 15 bln Stabil 15 bln Tidak ada informasi
digunakan bulan-36 bln

Hep.B Rusak, tidak boleh Stabil 2 tahun Stabil 30 hari Stabil 7 hari Stabil 3 hari
digunakan
Ketahanan Potensi Vaksin Dalam
Keadaan Suhu Yang Berbeda.
VAKSI 0°C 2 - 8°C 22-25°C 35- >37°C
N 37°C

IPV Rusak, tidak Stabil 2 tahun Berkurang 20 hari Berkurang Tidak ada
boleh digunakan 20 hari informasi
Influenza Rusak, tidak Stabil Tidak tahan Tidak Tidak tahan
boleh digunakan tahan
MMR Stabil Stabil 2 tahun Stabil 1 bulan Stabil 1 Berkurang
kering Tidak boleh minggu 50% dalam 2-
Pelarut 3 hari pada
41°C, 80%
pada 54°C
MMR Rusak, tidak Terlindung Berkurang 50% Labil Inaktif dalam
terlarut boleh digunakan dari cahaya dalam 1 jam, 70% dalam 2-7 1 jam
stabil dalam 8 dalam 3 jam. jam.
jam. Sensirif pada sinar. Sensirif Sensitif pada
Sebaliknya pada sinar. sinar.
hanya tahan 1
jam.
Ketahanan Potensi Vaksin Dalam
Keadaan Suhu Yang Berbeda.
VAKSI 0°C 2 - 8°C 22-25°C 35-37°C >37°C
N
Meningo Kering dan Kering Tidak tahan Tidak tahan Tidak tahan
kok terlarut rusak stabil,
terlarut hrs
Segera
digunakan.
OPV Stabil 2 tahun Stabil Stabil 1 Tidak ada Masih poten
minggu informasi dalam 24 jam.
dalam 20-25°C
Pneumo- Rusak, tidak Stabil Tidak tahan Tidak tahan Tidak tahan
kok Boleh
digunakan
Varisela Rusak, tidak Langsung Tidak tahan Tidak tahan Tidak tahan
terlaru Boleh digunakan,
t digunakan stabil dalam
90 menit.
Varisela Stabil 2 tahun Stabil dalam Tidak tahan Tidak tahan Tidak tahan
Kering Tidak boleh 90 hari
Pelarut Stabil
Prinsip utama

Bila ragu keadaan rantai vaksinnya, gunakan


vaksin:
SEGERA SEBAGAI PRIORITAS
ATAU
TIDAK DIGUNAKAN SAMA SEKALI.
KESIMPULAN

PENGELOLAAN VAKSIN YANG


OPTIMAL
 LAMA PENYMPANAN
Di ruang dingin: maksimum 6 bulan
di lemari es 3 bulan
selalu mengingat ‘simpan pertama gunakan
lebih awal/ dulu’

 Perhatikan suhu tempat penyimpanan

 Tercatat
Modul 5a

Untuk Dokter Spesialis Anak

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi


Definisi KIPI
Semua kejadian sakit dan kematian
yang terjadi dalam kurun satu bulan
setelah imunisasi

Diperkirakan sebagai akibat dari


imunisasi
Maturasi Perjalanan Program Imunisasi
1 2 3 4 5
Pravaksinasi Cakupan Kepercayaan Kepercayaan Eradikasi
meningkat hilang pulih

Vaksinasi
Penyakit
berhenti
INCIDENCE

Cakupan Letupan penyakit


vaksinasi

KIPI
Eradikasi

MATURITY
Klasifikasi KIPI

Klasifikasi Lapangan
(Field Classification, WHO 1999)

Klasifikasi Kausalitas
(Evidence Bearing on Causality, IOM
1991&1994)
Klasifikasi Lapangan, WHO 1999

 Reaksi Vaksin
 Kesalahan Program / Teknik
Pelaksanaan Imunisasi
 Reaksi Suntikan
 Kebetulan
 Tidak diketahui

Klasifikasi lapangan
dipakai pd pencatatan &
pelaporan KIPI
KIPI Reaksi Vaksin

Reaksi vaksin yang biasa & ringan


(“normal”)

Reaksi vaksin langka/ jarang


Reaksi vaksin yg biasa &
ringan
Vaksin Reaksi lokal Demam Gelisah, lesu
> 38 °C gejala sistemik
BCG 90-95% -

HiB 5-15 % 2-10 % -

Hepatitis B Dewasa ~ 15 % 1-6 % -


Anak ~ 5%
Campak / MMR ~ 10 % 5-15 % 5 % (ruam)

Polio oral - <1% <1%

Tetanus/DT/Td ~ 10 % ~ 10 % ~ 25 %

Pertusis 10-50 % 10-50 % 25-55%


(DPwT)
Reaksi vaksin yg jarang, interval onset & perkiraan rate KIPI
Vaksin Reaksi vaksin Interval onset Rate KIPI / 1juta
BCG Limfadenitis supuratif 2 – 6 bulan 100 – 1000
Osteitis BCG 1 – 12 bulan 1 – 700
Infeksi BCG disiminata 1 – 12 bulan 2
HiB Belum pernah ada laporan - -
Hepatitis B Anafilaksis 0 – 1 jam 1–2
Campak / MMR Kejang demam 5 – 12 hari 333
Trombositopenia 15 – 35 hari 33
Reaksi anafilaktoid ~10
Syok Anafilaksis 0 – 1 jam 1 – 50
Ensefalopati <1

OPV Lumpuh layu berkaitan dg vaksin (VAPP) 4 – 30 hari 1,4 – 3,4

Tetanus Neuritis Brakhial 2 – 28 hari 5 – 10


Anafilaksis 0 – 1 jam 0.4 – 10
Abses steril 1 – 6 minggu 6 - 10
Tetanus-difteria Sama dengan tetanus
Pertusis Menangis terus menerus > 3jam 0 – 24 jam 1.000- 60.000
Kejang demam 0 – 3 hari 570
Keadaan hipotonik-hiporesponsif 0 – 24 jam 570
Anafilaksis 0 – 1 jam 20
Ensefalopati 0 – 3 hari 0-1
KIPI Kesalahan Program (1)
Kesalahan Program Perkiraan KIPI
Tidak steril Infeksi
 Pemakaian ulang alat suntik  Abses lokal di daerah
/ jarum suntikan
 Sterilisasi tidak sempurna  Sepsis, sindrom syok
 Vaksin / pelarut toksik,
terkontaminasi  Infeksi penyakit yg
 Pemakaian sisa vaksin utk ditularkan lewat darah :
beberapa sesi vaksinasi hepatitis, HIV
 Abses lokal karena
kurang kocok
Salah pakai pelarut vaksin
 Efek negatif obat mis.
 Pemakaian pelarut vaksin insulin
yg salah
 Kematian
 Memakai obat sebagai
vaksin atau pelarut vaksin  Vaksin tidak efektif
KIPI Kesalahan Program (2)
Kesalahan Program Perkiraan KIPI

Penyuntikan salah tempat


 BCG subkutan  Reaksi lokal / abses
 DPT/DT/TT kurang  Reaksi lokal / abses
dalam
 Suntikan di bokong  Kerusakan N
Sciaticus
Transportasi / penyimpanan
vaksin tidak benar  Reaksi lokal akibat
vaksin beku
Mengabaikan indikasi kontra  Vaksin tidak aktif
(tidak potent)
 Tidak terhindar dari
reaksi yg berat
KIPI Reaksi Suntikan

Reaksi suntikan langsung


Rasa sakit, bengkak & kemerahan

Reaksi suntikan tidak langsung


Rasa takut
Nafas tertahan
Pernafasan sangat cepat
Pusing, mual/muntah
Kejang
Sinkope
KIPI Kebetulan (koinsidens)
 Kejadian yang timbul, terjadi secara
kebetulan setelah imunisasi

 Ditemukan kejadian yang sama di saat


bersamaan pada kelompok populasi
setempat tetapi tidak diimunisasi

Vaksin disalahkan sebagai penyebabnya


KIPI Penyebab Tidak Diketahui

Kejadian yang dilaporkan belum


dapat dikelompokkan ke dalam
salah satu penyebab

Dibutuhkan kelengkapan informasi


lebih lanjut
KLASIFIKASI KAUSALITAS
KIPI
Vaccine Safety Committee,
Institute of Medicine; 1991,1994,1999
1. Tidak terdapat bukti hubungan
kausal
2. Bukti tidak cukup untuk
menerima/menolak hubungan
kausal
3. Bukti memperkuat penolakan
hubungan kausal
4. Bukti memperkuat penerimaan
hubungan kausal
5. Bukti memastikan hubungan
kausal penting untuk analisis kasus
Klasifikasi kausalitas
KIPI. Sebelum mempunyai klasifikasi nasional maka
klasifikasi kausalitas ini dapat dipakai sebagai acuan
untuk klasifikasi kausalitas KIPI di Indonesia
Hubungan vaksin dengan KIPI
berdasarkan bukti kausalitas (1)
DT/Td/TT Campak OPV/IPV DPT Hepatitis B Hib
Kategori 1 : Tidak terdapat bukti hubungan kausal
Mielitis (IPV) Autisme
Trombosito-
penia + ana
filaksis (IPV)
Sindr GB

Kategori 2 : Bukti tidak cukup untuk menerima / menolak hubungan kausal


Kejang selain Ensefalopati Mielitis OPV Meningitis aseptik Sindrom GB Sindrom
spasme SSPE Sindr GB- Eritema multiform Demielinisas GB
infantil Kejang (IPV) Sindrom GB i SSP Mielitis
Demielinisasi Tuli sensoris SIDS Artritis Trombosi-
SSP Anemia hemolitik
Neuritis optik SIDS topenia
Mononeuro- Diabetes juvenil Anflaksis
pati Mielitis Peny gangguan
transversal perhatian & belajar SIDS
Artritis
Sindr GB Mononeuropati
Eritema mul- Trombositopeni
tiforme
Hubungan vaksin dengan KIPI
berdasarkan bukti kausalitas (2)
DT/Td/TT Campak OPV/IPV DPT Hep B Hib

Kategori 3 : Bukti memperkuat penolakan hubungan kausal


Ensefalopati Spasme infantil Onset
Spasme infantil Hipsaritmia dini peny
(hanya DT) Sindrom Reye Hib
SIDS (hanya DT) SIDS
Kategori 4 : Bukti memperkuat penerimaan hubungan kausal
Sindrom GB Anafilaksis Ensefalopati akut
Neuritis Brakial Syok, keadaan mirip
syok yg tak biasa
(unusual shock like
state)
Hubungan vaksin dengan KIPI
berdasarkan bukti kausalitas (3)
DT/Td/TT Campak OPV/IPV DPT Hep B

KategorI 5 : Bukti memastikan hubungan kausal


Anafilaksis Trombositope Lumpuh layu Anafilaksis Anafilaksis
nia (MMR) pd penerima Menangis/
Anafilaksis vaksin atau teriak terus
(MMR) kontak menerus
Kematian Kematian
akibat infeksi akibat infeksi
virus galur virus galur
vaksin vaksin polio
campak
KIPI Vaksinasi BCG

 KIPI ringan (lokal)

– abses subkutan
– regional limfadenopati
– supuratif limfadenitis
KIPI Vaksinasi BCG
 KIPI berat
– Osteitis epifisis tulang panjang, bisa
terjadi beberapa tahun setelah BCG
( 0,1 – 30 per 100 000 vaksinasi)
– Menyebar dan fatal
2 dari 1 juta penerima vaksin
(imuno-kompromais)
28 kasus BCG-itis generalisata
(24 imunokompromais, 9 AIDS)
HIV simtomatik (AIDS):
tidak diberi vaksin BCG
KIPI Vaksinasi Difteria &
Tetanus 
KIPI ringan
– Reaksi lokal
• Ringan sp sedang kemerahan, rasa sakit &
pengerasan di tempat suntikan (11 – 38 %)
• Abses steril 6 – 10 kasus per 1 juta vaksinasi
– Reaksi sistemik
• umumnya pd vaksinasi booster (0.5 –10%)
demam, lesu, badan pegal, sakit kepala
KIPI Vaksinasi Difteria & Tetanus 

KIPI berat
– Reaksi alergi
• urtikaria generalisata dan reaksi anafilaksis (1–6
kasus / 1juta)
• reaksi hipersensitif tipe Arthus  hipersensitif thd
kompleks imun
• reaksi lokal berat pd yang hiperimun  titer antibodi
sudah amat tinggi saat vaksinasi

– Neuritis brakhial
• Disfungsi lengan bagian atas (N. plexus) tanpa
terkena struktur SSP dan perifer lainnya (0.5 – 1
kasus per 100 000 vaksinasi). Biasanya berkaitan
dg dosis multipel

– Sindrom ‘Guillain-Barre’
• Timbul dl kurun waktu 6 minggu pasca vaksinasi.
Studi pd 306 kasus menyimpulkan bahwa kalaupun
berhubungan kausal hal itu sangat langka
KIPI Vaksinasi Pertusis 
Reaksi lokal & sistemik
• Kemerahan, edema, indurasi, nyeri di tempat
suntikan, rewel, anoreksia, muntah, menangis,
demam ringan sp sedang. Terjadi beberapa jam
setelah vaksinasi dan sembuh spontan tanpa
gejala sisa

• Pembengkakan seluruh paha atau lengan atas


pernah terjadi setelah booster vaksin pertusis
aseluler. Paha bengkak dapat disertai dg eritema,
rasa sakit & demam
 1 – 4 % setelah dosis ke-5 DPaT

• Keseluruhan rx lokal & sistemik pd DPaT secara


signifikan lebih sedikit dpd DPwT

• Abses steril / bakteriel pd tempat suntikan jarang.


Penyebab abses steril tidak diketahui.
KIPI Vaksinasi Pertusis
 Reaksi alergi
– Anafilaksis pd DPT 2 per 100 000 vaksinasi
– Rx alergi pd DPaT tidak diketahui angka
kejadiannya

 Kejang
– Kejang dlm 48 jam DPwT estimasi 1 per 1750
suntikan: kejang demam sederhana
– Faktor predisposisi : riwayat kejang baik
individu maupun di keluarga, berlatar belakang
penyakit dg kejang

 Temperatur  40.5 º C
– 0.3 % penerima vaksin dl 48 jam
– Pd DPaT jauh lebih kecil
KIPI Vaksinasi Pertusis
 Episod hiporesponsif-hipotonik (HHE)
– Kolaps atau keadaan spt renjatan (shock-like
state) terjadi pd 1 per 1750 pemberian DPwT.
Rate 3.5 – 291 kasus per 100 000 vaksinasi
– Pada DPaT belum diketahui
Pada penelitian efikasi : secara signifikan
kurang daripada DPwT
– Pd studi follow up tidak terbukti ada
kecacatan nerologis atau gangguan
intelektual pd episode hipoitonik
hiporesponsif

 Menangis berkepanjangan
– Menangis kuat atau berteriak terus menerus
selama 3 jam lebih dalam waktu 48 jam
setelah vaksinasi DPwT (1 dari 100 vaksinasi)
– Pd DPaT secara signifikan kurang dari itu
KIPI Vaksinasi polio 
 KIPI ringan & sedang : tidak ada
 KIPI berat
– Lumpuh layu akibat virus vaksin (VAPP)
• Lumpuh layu akut 4 – 30 hari setelah OPV
• Lumpuh layu akut 4 – 75 hari set kontak
dg penerima OPV
 defisit neurologik 60 hari setelah
onset
meninggal
• Rate 1 kasus per 1.4 – 3.4 juta dosis
vaksin kasus lebih banyak setelah dosis
pertama

WHO Collaborative study


Kasus pd penerima : 1/5.9 juta dosis vaksin
Kasus pd kontak : 1/6.7 juta dosis vaksin
KIPI vaksinasi campak 
KIPI ringan-sedang
 Reaksi lokal : nyeri di tempat suntikan, sembuh dalam 2–3 hr
 Reaksi sistemik
– Demam hari ke 6–12 selama 1–2 hari (sp 5 hari),
temp > 39.4 ºC (pada 5-15 % kasus)
– Ruam kulit hari ke 7–10, 2 hari (± 5% kasus)

KIPI berat
 Reaksi alergi
– Reaksi hipersensitivitas: urtikaria di daerah
suntikan akibat komponen isi vaksin, jarang,
ringan
– Anafilaksis jarang
– Riwayat alergi telor : risiko anafilaktik vaksin yg
mengandung campak (MMR) rendah
KIPI Vaksinasi Campak 
KIPI berat
Trombositopenia (transient):1/25000–
500.000
– MMR ada hubungannya dg trombosito
penia 2 bulan pasca vaksinasi: 2-3
mgg
– Lebih sering terjadi pada mereka yang
pernah mengalami trombositopenia
– Tidak pernah ada laporan kematian
diakibatkan trombositopenia pasca
vaksinasi MMR
KIPI Vaksinasi Campak 
KIPI berat
Ensefalitis & ensefalopati < 1 per 1 juta dosis
– Ensefalomielitis infeksi campak alami: 1
dari 1000 pasien, 50% mengalami
kerusakan SSP permanen.
– Dipengaruhi reaksi imunologik, ditakutkan
reaksi yg sama terjadi pada virus vaksin.

US IOM : tidak cukup bukti kejadian untuk


menerima maupun menolak hubungan
kausalitas (1994)

Inggris : British National Childhood Encephalopathy


Study (NCES) dalam pemantauan 10 tahun
tidak mendapatkan peningkatan risiko kelainan
neurologik permanen setelah imunisasi
campak (1997)
KIPI Vaksinasi Mumps
 Jarang
 Reaksi berlangsung sementara
– Kejang demam, tuli saraf
– Meningitis, ensefalitis
– Ruam kulit, pruritis, purpura
 semuanya tidak ada hub kausal
 Orkitis & parotitis : jarang
 Reaksi allergi : jarang
– Komponen vaksin ( neomisin/gelatin):
kadang-kadang terjadi
– Alergi berat (anafilaksis) : sangat
jarang
KIPI Vaksinasi Rubela
 MMR
– Demam 5 –15 % , hari ke 5–12
– Ruam kulit 5 %
– Limfadenopati ringan sering terjadi
– Nyeri sendi 0.5 % pd anak
– Artralgia 25% & artritis 10% (remaja
putri)
– Parestesia & nyeri lengan dan tungkai
– Manifestasi SSP pernah dilaporkan
tetapi tidak ada hubungan kausal
– Trombositopenia
KIPI Hepatitis B 
 KIPI ringan
• Temperatur > 37.7 ºC 1–6%
• Rasa sakit 3 – 29 %
• Eritema 3%
• Bengkak 3%
• Nyeri kepala 3%

Semua berakhir kurang dari 48 jam


KIPI Hepatitis B 
 KIPI berat
– Reaksi Anafilaksis
• Angka kejadian 1 per 600 000 vaksinasi
• Vaksinasi selanjutnya indikasi kontra bila
riwayat anafilaksis vaksinasi sebelumnya
– Sindrom Guillain-Barre
• GBS dilaporkan terjadi 0.5 per 100 000
penerima vaksin, tanpa kematian & kasus
semuanya dewasa

Adverse Events Reporting System 1991-1994 :


tidak ada KIPI pada neonatus & bayi yg
mendapat vaksin Hep B.
Setidaknya 12 juta vaksin telah diberikan untuk
kelompok umur tsb (1999)
KIPI vaksin Tifoid

 Vaksin polisakarida (ViCPS) S. typhi galur


Ty21a
 KIPI ringan : reaksi vaksin
– Demam : 0–1 %
– Nyeri kepala :1.5–3 %
– Eritema/indurasi > 1 cm: 7%

 KIPI berat : tidak pernah ada laporan


KIPI vaksin Varisela
KIPI sedang : reaksi vaksin
 Umur 12 bulan – 12 tahun
– Demam (39ºC) : 14.7%
– Keluhan sekitar tempat suntikan :
19.3 % berupa : rasa sakit / pegal,
pembengkakan, eritema, rash,
pruritus, hematoma, indurasi, kaku
– Ruam papulovesikular di daerah
suntikan : 3.4 %, terjadi 5 – 26 hari
pasca vaksinasi
– Kejang demam < 0.1%, tidak ada
hubungan kausal dg vaksinasi
KIPI vaksin Varisela

KIPI sedang : reaksi vaksin


 Umur lebih dari 13 tahun
– demam 10,2%
– nyeri di tempat suntikan 24,4%
– ruam papulovesikular di daerah
suntikan 3%, rata-rata 2 buah lesi, 6–
20 hari pasca vaksinasi
– ruam tidak terlokalisasi 5,5%, rata-
rata 5 buah, 7–21 hari pasca
vaksinasi
Tata laksana KIPI
Deteksi dan pelaporan
Investigasi KIPI
Analisis Data KIPI
Tindak lanjut
Evaluasi
Deteksi dan pelaporan
Tujuan
 Deteksi dini dan respons yang cepat &
tepat terhadap kejadian KIPI, untuk
meminimalkan dampak negatif
terhadap program imunisasi &
kesehatan
 Indikator kualitas program imunisasi,
meningkatkan kredibilitas program
imunisasi

 Menampilkan data aktual tentang risiko


imunisasi di suatu negara
Pelaporan KIPI
 Identifikasi
 Koreksi Kesalahan program
 Mencegah

 Menilai kredibilitas program imunisasi


 Membedakan koinsidens dengan
kejadian lainnya
 Usaha efektif untuk memonitor
keamanan vaksin
 Kesadaran akan risiko vaksin di
kalangan profesi dan masyarakat
Alur Tatalaksana KIPI
Penemuan kasus Informasi dari
ortu / masyarakat
24 jam identitas
Pelacakan tunggal/kelompok Petugas kes
ada kasus lain
klasifikasi Kepala Puskesmas
Analisis Komda PP-KIPI
penyebab
pengobatan
Tindak lanjut komunikasi Puskesmas
perbaikan mutu pelayanan
tatalaksana kasus Evaluasi
Evaluasi pemantauan KIPI
Alur pelaporan & pelacakan
KIPI Menteri Kesehatan
Ditjen PPM & PL
Komnas
PP-KIPI Subdit Imunisasi

Komda
PP-KIPI DinKes Propinsi
Propinsi

Komda
PP-KIPI DinKes Kab/Kota Rumah
Sakit
Kabupaten

Puskesmas

Masyarakat
KIPI yang Perlu
Dilaporkan
Dalam 24 jam Anafilaktoid Anafilaksis
Teriak-teriak ≥ 3 jam Hipotonik- hipo-Sindrom
syok toksik responsif
Dalam 5 hari Reaksi lokal hebat Sepsis
Abses di daerah suntikan
Dalam 15 hari Kejang
Ensefalopati
Dalam 1-3 Lumpuh layu Neuritis brakhial
bulan Trombositopenia
1-12 bln Limfadenitis Infeksi BCG diseminata
pasca BCG Osteitis/Osteomielitis
Tidak terbatas Kematian, rawat inap, kejadian yg langka & berat
waktu  diperkirakan berkaitan dg imunisasi
Isi Laporan KIPI
 Identitas
 Jenis vaksin
 Penanggung jawab
 Gejala klinis & pengobatan
 Saat imunisasi : jam, hari, tanggal.
 Saat terjadinya KIPI : jam, hari,
tanggal.
 Riwayat imunisasi terdahulu
 Pemeriksaan penunjang
 Prognosis
 Aspek hukum
 Kronologis (cara penyelesaian KIPI)
Langkah-langkah
pelacakan KIPI
1. Pastikan informasi
 Catatan medik pasien
dari laporan
 Periksa yg jelas data pasien, data kejadian dari
catatan medik, dan data informasi
 Lengkapi kekurangan yg ada pd formulir
2. Pelacakan & laporan KIPI
kumpulkan data
• Ttg pasien
 Riwayat imunisai
 Riwayat medis sebelumnya, reaksi yg sama
sebelumnya, reaksi alergi lain
 Riwayat keluarga dg kejadian yg sama
• Ttg kejadian
•  Riwayat kejadian, deskripsi klinis, hasil laborat
yg relevan dg KIPI, diagnosis kejadian
 Tindakan, apakah dirawat, hasilnya bagaimana
Langkah-langkah
2. Pelacakan &
kumpulkan data pelacakan KIPI
• Ttg tersangka  Catatan medik pasien
vaksin  Vaksin dikirim dl keadaan bagaimana,
kondisi penyimpan-an, keadaan vaccine vial
monitor, catatan suhu lemari es
 Pengelolaan vaksin dilevel rantai pendingin
lebih atas, kartu suhu

• Ttg orang lain  Apakah ada orang lain yg dapat vaksinasi


dari vaksin yg sama & menimbulkan penyakit
 Apakah ada orang lain dg penyakit yg sama
Langkah-langkah pelacakan KIPI
3. Menilai pelayanan  Penyimpanan & distribusi vaksin & pelarut
 Pembuangan limbah
 Pelarutan vaksin (proses & waktu/jam dilakukan)
 Penggunaan &sterilisasi semprit & jarum
 Penyimpanan dalam lemari es, apa saja yg disimpan
 Prosedur vaksinasi
 Vial yg sudah terbuka tampak terkontaminasi
 Jumlah imunisasi
 Pelatihan, supervisi & pelaksana imunisasi

4. Rumuskan suatu  Kemungkinan penyebab kejadian


hipotesis kerja
 Apakah kasus cocok dg hipotesis kerja
5. Menguji hipotesa kerja  Tes laboratorium kadang diperlukan

6. Menyimpulkan  Buat kesimpulan, lengkapi formulir investigasi KIPI


pelacakan  Lakukan tindakan koreksi & rekomendasikan tindak
lanjut.
Analisis Lapangan
Dilakukan bersama dengan
KOMDA PP KIPI propinsi/
Kabupaten

Analisis Kausatif
Dilakukan oleh KOMNAS PP
KIPI Pusat yang beranggotakan
pakar multidisiplin
Tindak lanjut
 Penanganan kasus (sederhana  sulit)
diagnosis, pengobatan, kapan merujuk
kasus berat
 Komunikasi dg orang tua & anggota
masyarakat untuk meredakan kecemasan
 Pelaporan : KIPI berat harus segera
dilaporkan & pd saat yg sama dilakukan
investigasi
 Melakukan perbaikan apabila sudah
dideteksi apa yg harus dilakukan
 Koreksi thd masalah logistik, pelatihan,
supervisi
Tindak Lanjut
(setelah investigasi selesai)
Reaksi vaksin
Bila angka kejadian reaksi vaksin / lot tertentu lebih tinggi
daripada yang diprediksi, perlu informasi dari produsen
vaksin & konsultasi dg WHO
- melenyapkan lot vaksin tadi
- merubah spesifikasi pembuatan atau
kontrol kualitas vaksin
- menyediakan vaksin dari produsen lain

Kesalahan program
Memperbaiki penyebab kesalahan
Memperbaiki logistik penyediaan vaksin
- memperbaiki prosedur pelayanan kesehatan
- melatih tenaga kesehatan
- mengintesifkan supervisi
Tindak Lanjut
(setelah investigasi selesai)
Reaksi suntikan
Ciptakan lingkungan kerja yg nyaman,
perhatian khusus utk anak yg ketakutan
Koinsidens
Ciptakan komunikasi yang baik, untuk
mempengaruhi masyarakat bahwa yg
terjadi adalah faktor kebetulan
Muncul masalah apabila sudah beredar
kepercayaan bahwa kejadian itu akibat
imunisasi
Tidak diketahui
Memang ada yang tidak bisa diketahui
Diperlukan tenaga ahli untuk meneliti lebih
lanjut
Evaluasi
Tata laksana & pemantauan
– Pelaporan
• waktu
• kelengkapan
• ketepatan
– Kecepatan investigasi di lapangan
– Tindakan adekuat yang diambil
untuk menghindari terjadinya lagi
program eror
– KIPI tidak mengganggu program
imunisasi
Evaluasi
Laporan kemajuan survailens KIPI
Laporan tahunan (annual report)
• Jumlah laporan KIPI yg diterima
• Jumlah KIPI berdasar antigen
yang diberikan
• Klasifikasi lapangan KIPI
• KIPI berat yg sangat jarang
• Kejadian langka lainnya
Pencegahan Terjadinya KIPI
 Mencegah KIPI akibat reaksi vaksin

– Indikasi kontra diperhatikan


– Vaksin hidup tidak diberikan pada anak dgn
defisiensi imun
– Orang tua diajar menangani reaksi vaksin yang
ringan & dianjurkan segera kembali apabila ada
reaksi yg mencemaskan
– Parasetamol dapat diberikan 4 x sehari untuk
mengurangi gejala demam & rasa sakit
– Mengenal dan dapat mengatasi reaksi anafilaksis
– Sesuaikan dengan reaksi ringan/berat yg terjadi atau
harus dirujuk ke RS dengan fasilitas lengkap
Pencegahan Terjadinya KIPI
 Mencegah KIPI akibat program eror

– Gunakan alat suntik steril untuk setiap suntikan


– Gunakan pelarut vaksin yg sudah disediakan
oleh produsen vaksin
– Vaksin yg sudah dilarutkan harus segera
dibuang setelah acara imunisasi selesai, BCG
setelah 3 jam, campak setelah 8 jam & jangan
ditunda
– Dalam lemari pendingin tidak boleh ada obat
lain selain vaksin
– Pelatihan dan supervisi yg baik

Program eror dilacak, agar tidak terulang kesalahan


yg sama
Pencegahan Terjadinya KIPI

 Mencegah KIPI akibat reaksi suntikan

– Teknik penyuntikan
– Suasana tempat penyuntikan
– Atasi rasa takut yg muncul pada anak yg lebih
besar
Pencegahan Terjadinya KIPI
 KIPI Kebetulan (koinsidens)
Kejadian kebetulan sudah bisa
diperkirakan
• jumlah populasi
• insidens penyakit
• insidens kematian (angka kematian
bayi)
• cakupan imunisasi & jumlah episode
imunisasi
Kesimpulan
 KIPI adalah risiko program
imunisasi

 Pelaksanaan imunisasi yang baik


akan mengurangi KIPI

 Diperlukan pengetahuan
imunisasi yang mendalam

 Penanganan KIPI yang baik dan


komprehensif akan menunjang
program imunisasi yang baik pula

Anda mungkin juga menyukai