Anda di halaman 1dari 12

ETIKA DAKWAH

Dosen Pengampu : Achmad Abrory Arief, S.Sos.I, M.Pd

KELOMPOK #1
Irsyaduzzaki : 1180302024
Jihan Hanif Muarifah : 1180302027
Syaiful Akbar : 1180302044
Zayna Firdaus : 1180302049
E T I K A ?
• Secara etimologi “ etika “ berasal dari kata bahasa yunani ethos. Dalam bentuk
tunggal “ethos” berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, cara berpikir. Dalam bentuk jamak, ta etha
berarati adat kebisaan.
• Dalam istilah filsafat, etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau
ilmu tentang adat kebiasaan. Tika dapa diartikan sebagai nilai-nilai atau
norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya.
E T I K A = M O R A L
• Menurut Kadir Muhammad, kata yang sangat dekat dengan “etika” adalah
“moral” Kata ini berasal dari bahasa latin “mos” , jamak nya “mores” yang
juga berarti adat kebiasaan. Secara etimologi, kata etika sama dengan kata
moral, keduanya berarti “adat kebiasaan”. Perbedaannya hanya pada bahasa
asal nya, etika berasal dari bahasa Yunani, sedangkan moral bearasal dari
bahasa Latin.2
Sikap Etika Dakwah

1. Sopan
Sopan berhubungan dengan adat dan kebiasaa yang berlaku secara umum
dalam tiap kelompok. Suatu pekerjaan dianggap tidak sopan tatkala
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di suatu komunitas.
Standar atau ukuran suatu kesopanan bagi masing-masing komunitas tidak
sama. Masing-masing memiliki standar sendiri, akan tetapi aturan yang
berlaku umum dapat dijadikan rujukan dalam menentu suatu standar
kesopanan.
Sikap Etika Dakwah

2. Jujur
Da’i harus menyampaikan sesuatu yang keluar dari lisannya dengan
landasan kejujuran dan faktual. Da’i tidak boleh berbohong atau sengaja
berbohong dalam suatu tema atau topic pembicaraannya. Akibat kebohongan
akan fatal akibatnya dan dapat merendahkan dari da’i sendiri apalagi yang
disampaikan adalah ajaran-ajaran keagamaan. Demikian pula yang
disampaikan da’i atau mubaligh dalam bentuk tulisan, tidak kurang
pentingnya memelihara kejujuran.
3. Tidak Menghasut
Adapun yang perlu diingat oleh da’i adalah bahwa dalam melakukan
tugas dakwahnya itu, ia harus menyampaikan kebenaran bukan harus
menghasut atau bahkan melakukan provokasi. Tindakan ini sebenarnya tidak
cocok dilakukan oleh seorang da’i apalagi jika perselisihan pendapat itu masih
dalam tema khilafiyah ( perselisihan faham).
Akan tetapi jika memang yang disampaikan adalah masalah penegakan
kebenaran secara hak, maka hendaklah da’i menyampaikan kebenaran
tersebut walau pahit sekalipun. Sebagaimana disampaikan oleh Nabi SAW,
bahwa : “Sampaikanlah kebenaran walau pahit sekalipun.” (HR. Ahmad).
4. Dakwah tidak dilakukan dengan menafikkan unsur-unsur
kebencian.
Esensi dakwah sudah sepatutnya memperdengarkan hal-hal yang
bermakna yang penuh kebijaksanaan, perhatian, kesabaran dan kasih sayang.
Firman Allah SWT; “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu
telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Q.S. Ali Imran
[3]: 159).
5. Dakwah hendaknya dilakukan secara persuasif, jauh dari sikap memaksa.

Sikap memaksa disamping kurang arif juga akan berakibat pada keengganan orang
mengikuti seruan da’i yang pada akhirnya akan membuat misi suci dakwah menjadi ternoda.

• ‫ام‬‫ص ا‬ ‫س اك ِب ْالعُ ْر او ِة ْال ُوثْقا ٰى اَل ا ْن ِف ا‬ ِ َّ ‫ت اويُؤْ ِم ْن ِب‬


‫اَّلل فاقا ِد ا ْستا ْم ا‬ َّ ِ‫الر ْش ُد ِمنا ْالغاي ِ ۚ فا ام ْن يا ْكفُ ْر ب‬
ُ ‫الطا‬
ِ ‫غو‬ ِ ‫اَل ِإ ْك اراها ِفي الد‬
ُّ ‫ِين ۖ قا ْد تا ابيَّنا‬
‫ع ِلي ٌم‬
‫س ِمي ٌع ا‬ َّ ‫لا اها ۗ او‬
‫َّللاُ ا‬

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat
kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-
Baqarah : 256).
6. Menghindari Pikiran dan Sikap Menghina dan Menjelek-jelekkan agama
lain atau menghujat Tuhan yang menjadi keyakinan agama lain.

• ‫ا‬ ‫ْر‬
ً ‫ي‬ ‫ا‬
‫خ‬ ‫ن‬ََّٰٓ ‫س ٰ َٰٓى أان اي ُك‬
‫ا‬ ‫ع‬
‫ا‬ ٍ‫ء‬َٰٓ ‫سا‬
‫ا‬ ‫ن‬
ِ ‫ن‬ ‫م‬ِ ‫ء‬
ٌ َٰٓ ‫سا‬
‫ا‬ ‫ن‬
ِ ‫َل‬ ۟ ُ‫س ٰ َٰٓى أان اي ُكون‬
‫وا اخي ًْرا ِم ْن ُه ْم او ا‬ ‫ا‬ ‫ع‬
‫ا‬ ‫م‬
ٍ ‫و‬
ْ ‫وا اَل اي ْسخ ْار اق ْو ٌم ِمن ا‬
‫ق‬ ۟ ُ‫ٰ َٰٓايأايُّ اها ٱلَّذِينا اءا امن‬
َّ ٰ ‫ٱْي ٰ ام ِن ۚ او امن لَّ ْم ايتُبْ فاأ ُ ۟و ٰلا ِئ اك ُُ ُم‬
‫ٱلَّٰ ِل ُمونا‬ ِ ْ ‫وُ اب ْع اد‬ُ ‫س‬ ُ ُ‫س ٱِلِ ْس ُم ْٱلف‬ ‫ب ۖ بِئْ ا‬ ِ ‫وا ِب ْٱْل ا ْل ٰقا‬
۟ ‫س ُك ْم او اَل تاناا اب ُز‬
‫ِم ْن ُه َّن ۖ او اَل تا ْل ِم ُز َٰٓو ۟ا أانفُ ا‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan


kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan
pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan
itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan
gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim. (Al-Hujurat 49:11)
‫ض ُكم‬ ُ ‫وا او اَل يا ْغتاب بَّ ْع‬ ۟ ‫س‬ ُ ‫س‬َّ ‫ٱلَّٰ ِن ِإثْ ٌم ۖ او اَل تا اج‬
َّ ‫ض‬ ‫ٱلَّٰ ِن ِإ َّن با ْع ا‬ َّ ‫يرا ِمنا‬ ً ِ‫وا اكث‬ ۟ ُ‫ٱجتانِب‬ْ ‫وا‬۟ ُ‫• ٰيَٰٓاأايُّ اها ٱلَّذِينا اءا امن‬
‫اب َّر ِحي ٌم‬ ‫ٱَّلل ۚ ِإ َّن َّ ا‬
ٌ ‫ٱَّلل تا َّو‬ ‫وا َّ ا‬ ۟ ُ‫ب أ ا اح ُد ُك ْم أان ياأ ْ ُك ال لا ْح ام أ ا ِخي ِه ام ْيتًا فا اك ِر ُْت ُ ُموهُ ۚ اوٱتَّق‬
ُّ ‫ضا ۚ أايُ ِح‬
ً ‫با ْع‬

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka


(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
(Al-Hujurat 49:12)
• Mengapresiasi dan menghargai perbedaan, serta menjauhi sikap
ekstremisme dalam beragama.

Secara personal, agama memberikan acuan hidup seseorang untuk


memberikan makna bagi setiap tindakan dan peristiwa. Makna didapat dari
persepsi masing-masing individu. Karena persepsi tiap individu tidak mungkin
sama, konsekuensinya adalah makna yang didapatkan pun berbeda-beda. Jadi
apabila pemaknaan kita sangat condong pada suatu idealisme dan kita
menjadi fanatik, itu akan berbahaya bagi diri sendiri. Maka dari itu, kita harus
memproyeksikan diri sendiri menjadi umat Islam yang moderat serta memiliki
semangat toleransi dan perdamaian.
T E R I M A K A S I H
ATAS PERHATIAN SAHABAT KPI - VI

– Pertanyaan :
Sesi
Tanya Jawab
&
Diskusi

Anda mungkin juga menyukai