Anda di halaman 1dari 28

NAILUL HUMAM

10542 0404 12

Pembimbing :
dr. Wahyudi, Sp. BS
Di negara-negara maju  26% dari 33%
kecelakaan menyangkut kematian dengan
trauma kapitis

Di Indonesia, cedera kepala menempati urutan


ke-7 pada 10 penyakit utama penyebab
kematian terbanyak (Depkes 2007)
Trauma kapitis timbul akibat adanya gaya
mekanik yang secara langsung menghantam
kepala.

Dapat terjadi fraktur, kontusio, laserasi, dan


perdarahan intrakranial seperti subdural
hematom, epidural hematom, atau intraserebral
hematom.
Hematoma subdural = penimbunan darah di
dalam rongga subdural (antara duramater dan
arakhnoid).

Sering terjadi akibat robeknya vena-vena


jembatan, namun dapat terjadi juga akibat
laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan:
Skin
Connevtive tissue
Aponeurosis
Loose connective tissue
Pericranium.
Tulang tengkorak terdiri dari :
Frontal
Parietal
Temporal
Oksipital
Menings terdiri dari 3 lapisan yaitu
Duramater (lapisan endosteal dan meningaeal)
Arachnoidmater
Piamater
Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu;
proensefalon (serebrum dan diensefalon),
mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (pons, medula oblongata dan serebellum)
Subdural hematoma akut : 5-25% pasien dengan
trauma kepala berat,

Kronik subdural hematoma terjadi 1-3 kasus per


100.000 populasi

Laki-laki 3:1 perempuan


Perdarahan akut :
• < 72 jam setelah trauma.
• Perdarahan < 5 mm
• CT-scan  lesi hiperdens.

Perdarahan subakut :
• 4-21 hari sesudah trauma.
• Periode tidak sadar  perbaikan status neurologi yang
bertahap lalu memburuk.
• CT scan : lesi isodens atau hipodens.
Perdarahan kronik :
21 hari setelah trauma bahkan bisa lebih. Gejala muncul dalam
waktu berminggu-minggu ataupun bulan.

Hematoma  membesar  penekanan dan herniasi (hati-hati)

Jamieson dan Yelland mengklasifikasikan SDH;


- simple SDH bila hematoma ekstra aksial tidak disertai cedera
parenkim otak
- complicated SDH bila hematoma ekstra axial disertai dengan
laserasi parenkim otak, (PIS) atau ’exploded temporal lobe’
Trauma
- Trauma capitis, trauma cervical, trauma lain (jatuh
duduk)

Non Trauma
- Ruptur aneurysma atau AVM
- Ggn pembekuan darah
- Tumor
Tergantung beratnya cedera otak dan kecepatan
pertambahan volume SDH

- Tidak sadar (coma, lucid interval)


- Pupil anisokor
- Defisit neurologis
- Peningkatan TIK
Riwayat trauma (jejas/nonjejas), pingsan,
muntah, kejang, nyeri kepala, parese,
konsumsi alcohol atau obat-obatan,
Tanda2 peningkatan TIK :
Refleks Chusing (hipertensi, bradikardia, bradipneu)

GCS

Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan Lab :
DR, Elektrolit, PT/APTT
Foto Skull

CT scan

MRI
Perdarahan akut Perdarahan Subakut
Perdarahan Kronik
• HS
• Abses Otak
• Encephalitis
• Tumor Otak
• Perdarahan subarachnoid
Turunkan peningkatan tekanan intrakranial
dengan pemberian mannitol 0,25gr/kgBB, atau
furosemide 10 mg intravena
Non Operatif :
Perdarahan kecil (volume <30 cc)  konservatif

Operatif:
Gejala progresif  operasi
- Evakuasi seluruh SDH
- Merawat sumber perdarahan
- Reseksi parenkim otak yang nonviable
- Mengeluarkan peradarahan yang ada
Indikasi Operatif:
• Tanpa melihat GCS, dengan ketebalan > 10 mm atau
pergeseran midline shift > 5 mm pada CT-scan
• GCS < 9 harus dilakukan monitoring TIK
• GCS < 9, dengan ketebalan perdarahan < 10 mm dan
pergeseran struktur midline shift. Jika mengalami penurunan
GCS > 2 poin antara saat kejadian sampai saat masuk rumah
sakit
• GCS < 9, dan/atau didapatkan pupil dilatasi asimetris/fixed
• GCS < 9, dan/atau TIK > 20 mmHg
• Dukungan emosional
• Hindari faktor pencetus

Anda mungkin juga menyukai