Anda di halaman 1dari 23

JURNAL READING

MILD CUTANEOUS REACTIONS TO DRUGS

Satria Dananjaya Sigalayan


1810029003

Pembimbing:
Dr. Vera Madonna L T, M.Kes, M.Ked(DV), sp. DV
(Adverse Drug Reaction/ADR)
- Suatu respon terhadap sebuah pengobatan
yang berbahaya
- Tidak diinginkan
- Terjadi pada dosis yang normal

(Cutaneous adverse drug reaction/CADR)


- Suatu manifestasi yang tidak diinginkan pada
kulit sebagai akibat dari pemberian suatu obat
- 35% kasus yang dicurigai ADR pada anak
Klasifikasi

Reaksi tipe A Reaksi tipe B


(“augmented/menambah”) (“bizarre/aneh”)
• Berkaitan dengan efek • Tidak berkaitan dengan efek
farmakologis dari suatu farmakologis dari suatu obat
obat • Tidak bergantung dosis obat
• Bergantung dari dosis obat (terjadi dengan dosis rendah
• Dapat diprediksi atau dari pengobatan)
diperkirakan • Tidak dapat di prediksi
• Ringan – sedang tingkat • Seringkali parah
keparahannya • Biasanya pada anak-anak
I. Erupsi Obat Eksantematosa
Tipe Makula eritematosa yang muncul sebagai papul,
ruam yg diameter 1-5 mm, dapat bergabung satu sama lain
terbanyak membentuk suatu plak.
adalah Daerah predileksi: wajah, leher, atau trunkus atas
ruam dan biasanya menyebar secara bilateral dan
makulopa simetris ke arah ekstremitas
pular
Bisa dibarengi dengan pruritus dan demam ringan, dapat
sembuh sendiri, membaik dalam 7-14 hari setelah
penghentian obat.
Resolusi bekas lesi jadi kecokelatan & deskuamasi
Pertama kali: fase sensitisasi  lesi
muncul 5-14 hari setelah pemberian obat

Telah tersensitisasi  lesi muncul setelah


pajanan berulang obat yg sama (6 jam
hingga 5-7 hari)

Obat penyebab:
Beta laktam (5-10% kasus karena amphisilin),
sulfonamida, dan antiepilepsi test patch dan
test provokasi
Penanganan

Suportif dan hentikan obat penyebab

(Pruritus): steroid topikal, emolien,


antihistamin oral

Hindari sinar matahari/ tabir surya


II. Urtikaria
 5% dari semua erupsi kulit akibat obat
 Ditandai:
• Urtika (pembengkakan pada dermis)
• Pembengkakan sentral, dikelilingi area eritomatosa
dan pruritus (rasa terbakar ±)
• Menghilang dalam 24 jam (lesi baru ±)
• Angioedema (bengkak pada dermis yg lebih dalam)
• Biasanya bersifat akut (<6 minggu)
• 7% urtikaria akut  beta-lactam, NSAID
• Penunjang  Skin prick test, tes provokasi
Penanganan

Hentikan Antihistamin
Kortikosteroid
obat Gangguan tidur, oral
pencetus gatal  AH sedatif

Jika obat pencetus tidak dapat


di hentikan/ keluhan tidak
berkurang: berikan probiotik
III. Fixed Drug Eruption
• 10-14% kasus erupsi obat
• Muncul 30 menit-8 jam setelah paparan obat
• Predileksi: bibir, tubuh, tungkai atas/bawah, genitalia
• Standar baku diagnosis: paparan kembali
Lesi:
• Batas tegas • Dapat bersifat sangat
• Tunggal/multiple pruritic
• Papul/plak • Hilang dalam 7-10 hari
• Warna merah/keunguan  bekas hiperpigmentasi
menetap
Obat pencetus:
Antibiotik (amoksisilin, teicoplanin, vankomisin,
kotrimoksasol)
NSAID (parasetamol, ibuprofen, nimesulide,
naproxen, metamizol)
Barbiturat
Sulfonamid

Terapi:
1) Hindari pencetus
2) Simptomatik
3) Kortikosteroid topikal
Reaksi Foto Sensitivitas
• Interaksi antara agen kimia dengan sinar matahari
• Fotoaktivasi bahan kimia  manifestasi kulit akan
muncul
• 8% reaksi erupsi obat pada kulit bersifat fotosensitif
Berdasar pathogenesis:
• Fototoksik
• Fotoalergik
Reaksi I:
• Eritema, edema intens dan lambat
• 8 – 24 jam setelah terpapar sinar matahari
• Hiperpigmentasi, > merah tua dibandingkan sunburn
• Hidroklorotiazid

Reaksi II:
• Muncul dalam 30 menit, bertahan 1 – 2 hari
• Eritema, edema (-), gatal, rasa terbakar
• Doksisiklin, derivat tar (antrasena & acridine)

Reaksi III:
• Porfirin
• Reaksi cepat, bertahan sementara, erupsi yang mirip
urtikaria tetapi diaktivasi oleh cahaya ruangan
Reaksi fotoalergi
- setelah periode sensitisasi,
- dapat berulang (dosis kecil)
- Lesi papulovesikular, gatal dan dermatitis eksematus, 1-14 hari
setelah paparan terhadap sinar matahari.
- Pemeriksaan penunjang: phototest dan tes photopatch.

Penanganan
• Pencegahan, edukasi pasien (↑sensitivitas terhadap sinar
matahari dan proteksi)
• Pelembab dan emolian
• Antibiotik topical: vesikel dan bula.
• Antihistamin oral dan kortikosteroid topical: simptomatik
IV. MANIFETASI LAIN
• Serum Sickness Like Reaction (SSLR) ditandai
dengan demam, pruritus, urtikaria, dan arthralgia.
• Limfadenopati dan eosinofilia ±
• Terkait penggunaan terapi cefaclor
agen biologis (efalizumab, omalizumab, rituximab, infliximab),
antibiotik (meropenem, minosiklin, siprofloksasin, rifampisin),
antimikotik (griseofulvin, itraconazole), bupropion, clopidogrel,
dluoksetin, insulin detemir, imunoglobulin, mesalamin, streptokinase
• Terjadi dalam 103 minggu setelah paparan dengan obat
• Tatalaksana:
• Simptomatik: identifikasi dan stop obat pencetus.
• Antihistamin: urtikaria
• NSAID: arthralgia persisten dan/atau radang sendi
Erupsi Akneiform
• Erupsi pustular
• Predileksi: lengan dan tungkai.
• Lesi monomorf dan sembuh tanpa jaringan parut.
• Pencetus: Iodida, bromida, hormon adrenokortikotropik,
kortikosteroid, isoniazid, androgen, litium, aktinomisin d,
dan fenitoin.
• Tatalaksana: benzoil peroksida topikal, antibiotik topikal,
dan tretinoin topikal
KESIMPULAN
• Diagnosis CADR cukup sulit karena menyerupai
penyakit lainnya
• Identifikasi
obat pencetus sulit bila pasien
menggunakan lebih dari satu jenis pengobatan.
• Diagnosis yang salah  membatasi opsi terapi,
penggunaan obat toksik, obat kurang efektif
• Tatalaksana: Obat pencetus wajib dihindari
• Gold standar diagnosis: tes provokasi
ERUPSI OBAT EKSANTEMATOSA
URTIKARIA
ANGIOEDEMA
FIXED DRUG ERUPTION
PHOTOSENSITIVITY REACTION
SERUM SICKNESS LIKE REACTION

Anda mungkin juga menyukai