BIOMASSA
Kebijakan Pemerintah
Pengembangan Energi
Alternatif /Diversifikasi Energi
INDONESIA:
• PENGIMPOR MINYAK
atau
• PENGEKSPOR MINYAK???
MASALAH ENERGI NASIONAL
• Sejak tahun 2000 Indonesia
telah berubah secara drastis
menjadi net-importir BBM
visi 23/25.
UU No 5/2006 tentang
ARAH KEBIJAKAN ENERGI
penggunaan energi baru
EBT, 3.1%
dan terbarukan BAU** PERPRES 5/2006 VISI 25/25
, 0.0%
EBT, Batubara
17% , 33%EBT;
EBT, Batubara, 25%
Minyak Batubara
4.4% Batubara, 34.6%
Bumi, Minyak ; 32%
30.7% Minyak
Bumi,
Minyak 41.7% 20% Gas Bumi; Gas
Bumi, Bumi, 20% Bumi;
43.9% Gas Bumi, 30% 23%
20.6%
Gas
Bumi,
21.0%
5100
JutaSBM
3,1%
KONSERVASI
34.6% 3200 3200
ENERGI (37,25%)
JutaSBM JutaSBM
25 %
EBT
20,6%
DIVERSIFIKASI
113,1
32 %
ENERGI
JutaSBM
Batubara
EBT
4,4 %
Batubara 23 %
30,7 % Gas Bumi
Gas Bumi 41.7%
21 %
20 %
M. Bumi 43,9% M. Bumi
2010* 2015 2020
Sumber: *Prakiraan 2010, **Blueprint PEN 2006-2025
2025
Indonesia Government is Projecting to Diversify Primary Energy Source in Year 2025
400.0
Lainnya
350.0 Biomass
Nuklir
300.0 Biofuel
Panas
250.0 Bumi
Tenaga Air
CBM
200.0
Batubara
150.0 GAS
Minyak
100.0
50.0
0.0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
PENGERTIAN
Energi Baru
Vs
Energi Terbarukan
JENIS-JENIS ENERGI BARU TERBARUKAN
SESUAI UU NO. 30/2007 TENTANG ENERGI
• Pada proses FCC, untuk tiap liter produksi biogasoline (green gasoline ) akan
terproduksikan pula 1/3 liter (green) light cycle oil yang bisa dicampurkan ke dalam solar.
• Pada proses hidrodeoksigenasi, untuk tiap liter produksi green diesel akan terproduksikan
pula 18/100 liter bioavtur. 31
• Teknologi hidrodeoksigenasi sudah commercially
proven; di seluruh dunia sudah ada paling sedikitnya 6
pabrik yang telah beroperasi dengan kapasitas 3800 –
16000 BPSD (Barrel Per Standard Day). Satu di antaranya
berada di Singapura (milik Neste Oil, Finlandia, kapasitas
16000 BPSD).
• Teknologi FCC minyak nabati belum ada pabrik
komersialnya, tetapi sudah banyak diteliti dan FCC
merupakan teknologi yang sangat populer serta sudah
sangat dikenal di dunia petroleum refining. Melalui
pembelian 1 pilot plant FCC (yang tersedia komersial)
dalam tahun 2014 dan pengoperasiannya, pabrik FCC
minyak nabati komersial karya bangsa Indonesia sendiri
diyakini sudah akan bisa dirancang dan dibangun dalam
tahun 2014 – 2016, dan beroperasi pada tahun 2017.
32
33
34
35
Contoh skenario kontribusi BBN untuk
mengendalikan impor BBM*)
• Target : Mempertahankan volume impor BBM bensin
dan solar pada level/nilai konstansesudah 2016.
• Penyediaan biodiesel FAME dan bioetanol
menuruti/selaras dengan Permen ESDM no. 25/2013.
• Data proyeksi produksi BBM diperoleh dari PT
Pertamina.
• Data proyeksi konsumsi bahan bakar tipe solar dan
bensin diambil “nilai-nilai terbesar dari proyeksi yang
dibuat BPPT, Kemen ESDM, dll”.
*) diambil dari laporan kajian BBN yang disampaikan penulis kepada Pusat Kebijakan Pendanaan
Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM), Badan Kebijakan Fiskal (BKF),Kemen Keu RI, Nop. 2013.
36
Jadwal pemanfaatan wajib BBN menurut PerMen ESDM no.
25/2013 (persentase minimum terhadap konsumsi total )
Sept. Jan. Jan. Jan. Jan. Jan.
BBN Sektor
2013 2014 2015 2016 2020 2025
Transportasi PSO* 10 % 10 % 10 % 20 % 20 % 25 %
BIODIESEL
Industri 1% 5% 10 % 20 % 20 % 20 %
PPO
Transportasi Laut - 5% 10 % 20 % 20 % 20 %
Pembangkitan Listrik 1% 6% 15 % 20 % 20 % 20 %
37
* PSO = Public Service Obligation; PPO = Pure Plant Oil = Minyak Nabati Murni (MNM)
• Kapasitas optimum pabrik bensin nabati (biogasoline)
maupun green diesel adalah 8000 BPSD (Barrel Per
Standard Day) minyak-lemak nabati umpan.
• Kebutuhan investasi tiap pabrik : US$ 300 juta
• Sebagai rujukan ketersediaan bahan mentah : tersedia 16
juta ton (2013) – 21 juta ton (2020) CPO (yang jika tak
dimanfaatkan di dalam negeri, diekspor).
• Sumber-sumber minyak nabati non-pangan potensial
yang ada di dalam negeri (pongam, nyamplung, nimba,
kemiri sunan, kapok, dll) tentu sangat perlu dan urgen
dikembangkan ( kerahkan semuanya!).
38
Skenario Selaras Permen ESDM 25/2013 :
Proyeksi Konsumsi dan Pasokan Bensin
Dalam juta kL
Tahun 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Konsumsi 34,450 36,750 39,050 41,340 43,640 45,930 48,230
Produksi BBM DN 11,200 11,200 11,200 11,200 11,200 11,200 11,200
Produksi bioetanol 0,172 0,368 0,781 0,827 1,309 1,837 2,412
Produksi biogasoline - - - 2,313 4,131 5,893 7,618
Impor 23,078 25,182 27,069 27,000 27,000 27,000 27,000
• Produksi 7,618 juta kL biogasoline membutuhkan 15,6 juta ton
minyak nabati (CPO), 38 kilang FCC minyak nabati, masing-masing
berkapasitas 8000 BPSD (Barrel Per Standard Day) umpan.
• Total Investasi : 38 x US$ 300 juta.
• Produksi 7,618 juta kL biogasoline akan menghasilkan pula : 2,514
39
juta kL light cycle oil (campuran solar).
Skenario Selaras Permen ESDM 25/2013 :
Proyeksi Konsumsi dan Pasokan Solar
Dalam juta kL
Tahun 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Konsumsi 29,020 30,120 31,220 32,330 33,430 34,540 35,640
Produksi BBM DN 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000
Produksi biodiesel*) 2,902 3,012 6,244 6,466 6,686 6,908 7,128
Produksi green diesel - - - 0,864 1,744 2,632 3,512
Impor 6,118 7,108 4,976 5,000 5,000 5,000 5,000
• Produksi 3,512 juta kL green diesel membutuhkan 4,1 juta ton
minyak nabati (CPO), 10 kilang hidrodeoksigenasi minyak nabati,
masing-masing berkapasitas 8000 BPSD.
• Total investasi : 10 x US$ 300 juta.
• Produksi 3,512 juta kL green diesel akan menghasilkan pula : 632
ribu kL bioavtur. 40
Evaluasi :
• Skenario menunjukkan bahwa menahan nilai impor
BBM solar dan bensin agar tak bertumbuh lagi sesudah
tahun 2016 merupakan upaya yang sangat berat, tetapi
bukan tak mungkin untuk dilaksanakan.
• Menurut skenario selaras Permen ESDM no. 25/2013,
pada tahun 2020 kita harus sudah memiliki sekitar 38
pabrik/kilang biogasoline via FCC minyak nabati dan 10
pabrik/kilang BHD via hidrodeoksigenasi minyak nabati.
• Butuh investasi sekitar US$ 300 juta (Rp. 3,3 triliun) per
pabrik; total sekitar US$ 14.400 juta (Rp. 172,8 T).
Sangat besar!. Tetapi ingat, subsidi BBM saja kini
sudah mencapai Rp. 200 T per tahun!.
JADI : Why not?.
41
Catatan tambahan :
Pengembangan sumber daya minyak nabati non-pangan
• Semua skenario pengendalian impor BBM melalui produksi
domestik dan pemanfaatan BBN mengisyaratkan urgensi
pengerahan pengembangan semua sumber minyak-lemak nabati
non pangan potensial yang ada di dalam negeri: pongam,
nyamplung, nimba, kemiri sunan, kapok, mikroalga, dll.
• Banyak di antara kita tak menyadari keunggulan komparatif
yang kita miliki (lihat slide berikut!).
• Berbagai pakar energi dunia sudah memproyeksikan peran
penting minyak-lemak nabati pangan maupun non-pangan.
Fasilitasi supaya tiap propinsi di Indonesia bisa
mengembangkan sumber daya minyak-lemak nabati yang
paling sesuai dengan kondisi daerahnya!. 42
Perbandingan tanaman penghasil minyak di wilayah tropik
dan wilayah 4 musim (wilayah dingin atau temperat)
Butir pembandingan Tanaman tropika Tanaman temperat
Sudah ada perkebunan Sawit, kelapa Kedelai, kanola
Tanaman potensial peng- Pongam, Nimba, Kemiri
Camelina, Tembakau
hasil minyak non-pangan sunan, Nyamplung
Potensi hasil minyak > 2 ton/ha/tahun < 1.5 ton/ha/tahun
Kuantitas biomassa Tinggi , 3 – 4 x Rendah
sisa panen (pohon!) (semak, tanaman sayur)
Tanaman tumbuh cepat Ya
Tidak/bukan
(pohon kayu bakar) (pongam, nimba, kelor)
Karena menyadari potensi hasil minyak dan biomassanya, India aktif
membudidayakan pohon2 penghasil minyak (Tree borne oilseeds policy )!.
Minyak untuk BBN, biomassa untuk pembangkitan listrik nabati. 43