Anda di halaman 1dari 39

ANALGESI

K
DEFINISI
Menurut IASP (International Association for the Study
of Pain) :

Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik &


emosional yang berhubungan dengan kerusakan
jaringan atau stimulus yang potensial menimbulkan
kerusakan jaringan
 Nyeri  alasan utama pasien berobat.

 Menurut sifat/modalitasnya, dikenal :


 Nyeri Tajam = SHARP PAIN : menusuk mengiris
 Nyeri Tumpul = DULL PAIN : diffus
 Nyeri Tembakan = SHOOTING PAIN
 Nyeri Terbakar = BURNING PAIN
 Nyeri Proyeksi = REFERRED PAIN
MEKANISME NYERI

 Persepsi yg disebabkan oleh rangsangan yg potensial dapat


menimbulkan kerusakan jaringan disebut  nosisepsion.
 Reseptor neurologik yang dapat membedakan rangsangan nyeri
dengan rangsangan yang lain disebut  nosiseptor.
MEKANISME PERIFER

 Nosiseptor  ujung2 saraf afferen yg berakhir secara


bebas; membentuk jala periterminal di bawah kulit &
alat tubuh yg lebih dalam (+1300/inch2 kulit)
 Nosiseptor  mencatat keadaan berbahaya bagi
tubuh, spt: luka bakar, luka sayat.
 Sinyalnya dirambatkan melalui medulla spinalis o/ o/ 2
serabut kecil :

 A delta : bermielin, Ø 1 - 5 mm

 C : tak bermielin, Ø 0,5 - 1 mm


 Serabut afferent primer  bersinaps di substansia
gelatinosa medulla spinalis
 Rangkaian proses perjalanan yang menyertai antara
kerusakan jaringan sampai dirasakan nyeri  proses
elektrofisiologis
 Ada empat proses yang terjadi pada perjalanan nyeri
yaitu :
1. Transduksi
2. Transmisi
3. Modulasi
4. Persepsi.
1. Transduksi  proses perubahan rangsang nyeri menjadi suatu
aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Rangsang
dapat berupa stimulasi fisik, kimia, ataupun panas
2. Transmisi  proses penyaluran impuls listrik yang dihasilkan
oleh proses transduksi sepanjang jalur nyeri, dimana molekul
molekul di celah sinaptik mentransmisi informasi dari satu neuron
ke neuron berikutnya.
3. Modulasi  proses modifikasi terhadap rangsang. Modifikasi
ini dapat terjadi pada sepanjang titik dari sejak transmisi pertama
sampai ke korteks serebri. Modifikasi ini dapat berupa augmentasi
(peningkatan) ataupun inhibisi (penghambatan).
4. Persepsi  proses terakhir saat stimulasi tersebut sudah
mencapai korteks sehingga mencapai tingkat kesadaran, selanjutnya
diterjemahkan dan ditindaklanjuti berupa tanggapan terhadap nyeri
tersebut.
KLASIFIKASI
BERDASARKAN WAKTU :
• Nyeri akut

• Nyeri kronik
NYERI AKUT :
• Berlangsung 0 - 3 bulan

• Respon biologis normal terhadap cedera jaringan

• Sinyal terhadap adanya kerusakan jaringan

• Contoh : nyeri pasca operasi & nyeri pasca trauma


muskuloskeletal
• Mekanisme proteksi tubuh yg akan berlanjut pada proses
penyembuhan
• Gejala yg harus diatasi atau penyebabnya harus dieliminasi
NYERI KRONIK
• Berlangsung 3 - 6 bulan

• Sering tidak menunjukkan abnormalitas baik secara fisik


maupun indikator klinis lain, spt lab. & pencitraan

• Dibagi menjadi :

o Nyeri kronik tipe maligna (nyeri kanker)

o Nyeri kronik tipe non maligna (artritis kronik, nyeri


neuropatik, nyeri kepala & nyeri punggung kronik)
JENIS – JENIS NYERI

1. Nyeri Nosiseptif
 Nyeri dengan stimulasi singkat & tidak menimbulkan
kerusakan jaringan
 Umumnya tidak memerlukan terapi khusus karena
berlangsung singkat
 Timbul jika ada stimulus yang cukup kuat  menimbulkan
kesadaran akan adanya stimulus berbahaya
 Contoh: nyeri akibat tusukan jarum.
2. Nyeri Inflamatorik
 Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan 
kerusakan atau lesi jaringan
 Dapat akut & kronik

 Contoh: nyeri pada rheumatoid artritis.


3. Nyeri Neuropatik
Terjadi akibat adanya :
 Lesi sistem saraf perifer (neuropati diabetika, post-herpetik

neuralgia, radikulopati lumbal, dll)


 Lesi sistem saraf sentral (nyeri pasca cedera medula spinalis,

nyeri pasca stroke & nyeri pada sklerosis multipel).


 Nyeri nosiseptif & nyeri inflamatorik  nyeri adaptif
 proses yg terjadi merupakan upaya tubuh untuk
melindungi atau memperbaiki diri dari kerusakan.
 Nyeri neuropatik  nyeri maladaptif  proses
patologis terjadi pada saraf itu sendiri  impuls nyeri
timbul meski tanpa adanya kerusakan jaringan lain,
biasanya kronik atau rekuren
MEKANISME NYERI
Berdasarkan mekanisme, nyeri dibagi : nyeri inflamasi
(nosiseptif) & nyeri neuropatik.

Nyeri Nosiseptif
 Stimulus yg dapat menyebabkan inflamasi jaringan
 Inflamasi menyebabkan perubahan berbagai komponen
nosiseptif
 Jaringan yang mengalami inflamasi  mengeluarkan mediator
inflamasi (prostaglandin, bradikinin)
 Mediator inflamasi (MI)  mengaktivasi atau mensensitisasi
nosiseptor secara langsung maupun tidak langsung
EVALUASI KLINIS NYERI
1. Intensitas nyeri
2. Lokasi nyeri
3. Kualitas nyeri, penyebaran & karakter nyeri
4. Faktor yg meningkatkan & mengurangi nyeri
5. Efek nyeri pada kehidupan sehari-hari
6. Regimen pengobatan yg sedang & sudah diterima
7. Riwayat manajemen nyeri termasuk farmakoterapi,
intervensi & respon terapi
MENENTUKAN DERAJAT NYERI
(= PAIN ASSESSMENT)

Visual Analog Scale (VAS)


< 4 : nyeri ringan
4 – 7 : nyeri sedang
> 7 : nyeri berat
PENATALAKSANAAN NYERI
 Nyeri akut  diperlukan obat yg dapat menghilangkan nyeri dengan cepat.

 Prinsip pengobatan nyeri akut & berat (nilai VAS 7-10)  pemberian obat yang efek

analgetiknya kuat & cepat dengan dosis optimal

 Nyeri kronik  mulai dengan dosis efektif yang serendah mungkin untuk kemudian

ditingkatkan sampai nyeri terkendali.


TUJUAN PENATALAKSANAAN
NYERI
 Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri
 Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi nyeri kronik yang
persisten
 Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat adanya nyeri
 Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan pasien
untuk menjalankan aktivitas hidup sehari-hari
ANALGETIK OPIOID
 Zat ini mempunyai daya penghalau nyeri yang kuat sekali dengan titik kerja yang terletak di
sistem saraf sentral, umumnya menurunkan kesadaran (sifat meredakan dan menidurkan)
dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia), serta mengakibatkan ketergantungan fisik dan
psikis (ketagihan, adiksi) dengan gejala-gejala abstinensia bila pengobatan dihentikan.
 Analgetika narkotik atau analgesic opioid merupakan kelompok obat yang mempunyai sifat-
sifat seperti opium atau morfin.
 Termasuk golongan obat ini yaitu :
1. Obat yang berasal dari opium-morfin
2. Senyawa semi sintetik morfin
3. Semi sintetik yang berefek seperti morfin.

 Mekanisme aksi dari obat-obat golongan ini adalah menghambat adenilat siklase dari neuron,
sehingga terjadi penghambatan sintesis c-AMP (siklik Adenosin Mono Phosphat), selanjutnya
menyebabkan perubahan keseimbangan antara neuron noradrenergik, serotonik dan
kolinergik.
MEKANISME OPIOID
 Bekerja pada reseptor opiat di SSP ---> reseptor yang
memodulasi transmisi nyeri ----> menurunkan persepsi nyeri
 Reseptor opiat ada 3 :
 Reseptor µ (mu) : berperan dalam analgesia supraspinal,
depresi respirasi, euforia, dan ketergantungan
 Reseptor к (kappa) : berperan dalam analgesia spinal,
miosis, sedasi
 Reseptor δ (delta) : disforia, halusinasi, stimulasi pusat
vasomotor
1. MORFIN & ALKALOID
OPIUM
 Morfin tidak dapat menembus kulit utuh tetapi dapat diansorbsi melalui kulit luka morfin juga
dapat menembus mokosa. Dengan kedua cara pemberian in absorbs morfin kecil sekali.
 Diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati
dengan obat analgesic non opioid. Morfin sering digunakan nyeri yang menyertai infark
miokard; neoplasma; kolik renal atau kolik empedu; oklusio akut pembuluh darah perifer,
pulmonal atau koroner; perikarditis akut, pleuritis dan pneumotoraks spontan dan nyeri
akibat trauma.
 Efek Samping:
 Idiosinkrasi dan Alergi. Morfin dapat menyebabkan mual dan muntaah terutama pada wanita
berdasarkan idiosinkrasi. Bentuk idiosinkrasi lain ialah timbulnya eksitasi dengan tremor, dan
jarangjarang dillirium lebihjarang lagi konfulsi dan insomnia. Bayi dan anak kecil tidak lebih
peka terhadap alkaloid opium, asal saja dosis diperhitungkan berdasarkan berat badan, tetapi
orang lanjut usia dan pasien Penyakit berat agaknya lebih peka terhadap efek morfin
2. MEFERIDIN & DERIVAT
FENILPIPERIDIN
 Absorbsi meferidin setelah cara pemberian apapun langsung baik, akan tetapi kecepatan
absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM.
 Mefridin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia pada beberapa keadaan klinis
seperti tindakan diagnostic sistoskopi, pielografiretrograd dan gastroskopi. Mefiridin
digunakan jagu untuk menimbulkan analgesia obstetric dan sebagai obat praanastetik.
 Kontra Indikasi Pada pasien penyakit hati dan orang tua dosis obat harus dikurangi karena
terjadinya perubahan pada disposisi obat. Selain itu dosis meperidin perlu dikurangi bila
diberikan bersama antisipkosis, hipnotif sedative dan obat-obat lain penekan SSP. Pada pasien
yang sedang mendapat MAO inhibitor pemberian meperidin dapat menimbulkan kegelisahan,
gejala eksitasi dan demam.
 Efek samping: Pusing, berkeringat, euporia, mulut kering, mual, muntah, perasaan lemah,
gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi.
3. METADON
 Setelah suntikan metadon subkutan ditemukan kadar dalam plasma yang tinggi dalam 10 menit
pertama. Metadon diabsorbsi secara baik di usus dan dapat ditemukan diplasma setealah
pemberian secara oral, kadar puncak dicapai setelah 4 jam.
 Indikasi analgesia : Jenis nyeri yang dapat dipengaruhi oleh metadon sama dengan jenis nyeri
yang dapat dipengaruhi morfin. Antitusif : Metadon merupakan antitusif yang baik, efek anti
tusif 1,5 -2 mg /oral sesuai dengan 15-20 mg kodein, tetapi kemungkinan timbulnya adiksi pada
metadon jauh lebih besar dari pada kodein. Oleh karena itu sekarang metadon sudah mulai
ditinggalkan sebagai antitusif.
 Kontra Indikasi Semua golongan opioid kontra indikasi untuk : Akut abdomen, trauma kepala,
kerusakan paru-paru berat
 Efek samping menyebabkan perasaan ringan, pusing, kantuk, fungsi mental terganggu,
berkerigat, pruritus, mual dan muntah. Efek samping yang jarang timbul adalah delirium,
halusinasi selintas dan urtikaria hemoragik.
4. PROPOKSIFEN
 Propoksifen diabsorbsi setelah pemberian oral maupun parenteral.
 Hanya digunakan untuk mengobati nyeri ringan sampai nyeri sedang, yang tidak cukup baik
diredakan oleh asetosal. Kombinasi propoksifen dengan asetosal sama kuat seperti kombinasi
kodein dengan asetosal.
 Efek samping propoksifen memberikan efek mual, anoreksia, sembelit, nyeri perut dan
kantuk, kurang lebih sama dengan kodein
6. AGONIS PARSIAL
 Pentazosin  Butorfanol
 Diindikasikan untuk mengatasi nyeri  Efektif mengatasi nyeri akut pasca operasi
sedang tetapi kurang efektif dibandingkan sebanding dengan morfin eferidin atau
morfin untuk nyeri berat. Obat ini juga pentazosin. Demikian pula butorfanol
digunakan untuk medikasi pre anastetik. sama efektif dengan mefiridin untuk
Bila digunakan untukk analgesi opstertik medikasi preanastetik akantetapi efek
pentazosin dapat mengakibatkan depresi sedasinya lebih kuat.
nafas yang sebanding meferidin.
 Menyebabkan ngantuk, mual, berkeringat
kadangkadang terjadi gangguan
kardiocaskular yaitu kalpitasi dan
gangguan kulit rash.
5. ANTAGONIS OPIOID
 Obat-obat yang tergolong antagonis opioid umumnya tidak menimbulkan banyak efek kecuali
bila sebelumnya telah ada efek agonis opioid atau bila opioid endogen edang aktif misalnya
pada keadaan stress atau syok.
 Indikasi Antagonis opioid ini diindikasikan untuk mengatasi depresi nafas akibat takar kajak
opioid, pada bayi yang dilairkan oleh ibu yang mendapat opioid sewaktu perdalinan atau
akibat tentamen suicide dengan suatu opioid. Dalam hal ini alokson merupakan obat pilihan
untuk kasus ini.
ANALGETIK NON-OPIOID
 Analgetika non-narkotik bersifat tidak adiktif dan kurang kuat dibandingkan dengan analgetika
narkotik. Obat-obat ini juga dinamakan analgetika perifer, tidak menurunkan kesadaran dan
tidak mengakibatkan ketagihan secara kimiawi.
 Obat-obatan ini digunakan untuk mengobati nyeri yang ringan sampai sedang dan dapat
dibeli bebas. Obat-obatan ini efektif untuk nyeri perifer pada sakit kepala, dismenore (nyeri
menstruasi), nyeri pada inflamasi, nyeri otot, dan arthritis ringan sampai sedang.
 Kebanyakan dari analgetika menurunkan suhu tubuh yang tinggi, sehingga mempunyai efek
antipiretik. Beberapa analgetika seperti aspirin, mempunyai efek antiinflamasi dan juga efek
antikoagulan. Efek samping dari analgetika yang paling umum adalah gangguan lambung,
kerusakan darah, kerusakan hati, dan juga reaksi alergi di kulit.
1. ASAM MEFENAMAT
Farmakokinetika
 Penyerapan obat dalam saluran cerna cepat dan hampir sempurna, 99% obat terikat oleh
protein plasma. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2 jam setelah pemberian oral, dan
waktu paruh dalam plasma 2-4 jam.
Indikasi
 Nyeri ringan sampai sedang seperti sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri
karena trauma, nyeri otot, dan nyeri pasca operasi.
Efek Samping dan Intoksikasi
 Efek samping yang paling sering terjadi (kira-kira terjadi pada 25% dari seluruh pasien)
melibatkan sistem gastrointestinal. Biasanya berupa dispepsia atau ketidaknyamanan
gastrointestinal bagian atas, diare yang mungkin berat dan disertai pembengkakan perut,
serta perdarahan gastrointestinal. Sakit kepala, pusing, mengantuk, tegang dan gangguan
penglihatan juga umum terjadi.
Dosis
 500 mg 3 kali sehari sebaiknya setelah makan; selama tidak lebih dari 7 hari.
2. PARACETAMOL
Indikasi
 Nyeri ringan sampai sedang, nyeri sesudah operasi cabut gigi, pireksia.

Mekanisme kerja
 Paracetamol bekerja mengurangi produksi prostaglandin yang terlibat dalam proses nyeri dan edema dengan
menghambat enzim cyclooxygenase (COX).
Efek samping
 Efek samping sering terjadi antara lain hipersensitivitas. Penggunaan kronis dari 3-4 gram sehari dapat terjadi
kerusakan hati, pada dosis diatas 6 gram mengakibatkan nekrosis hati yang tidak reversibel. Overdose bisa
menimbulkan antara lain mual, muntah dan anorexia. Hanya parasetamol yang dianggap aman bagi wanita
hamil dan menyusui meskipun dapat mencapai air susu. Efek iritasi, erosi dan pendarahan lambung tidak
terlihat, demikian juga gangguan pernafasan.
Dosis
 Oral 0,5–1 gram setiap 4–6 jam hingga maksimum 4 gram per hari; anak–anak umur 2 bulan 60 mg untuk pasca
imunisasi pireksia, sebaliknya di bawah umur 3 bulan (hanya dengan saran dokter) 10 mg/kg bb (5 mg/kg bb jika
jaundice), 3 bulan–1 tahun 60 mg–120 mg, 1-5 tahun 120–250 mg, 6–12 tahun 250– 500 mg, dosis ini dapat
diulangi setiap 4–6 jam jika diperlukan (maksimum 4 kali dosisdalam 24 jam), infus intravena lebih dari 15
menit, dewasa dan anak–anak dengan berat badan lebih dari 50 kg, 1 gram setiap 4–6 jam, maksimum 4 gram
per hari, dewasa dan anak–anak dengan berat badan 10 -50 kg, 15 mg/kg bb setiap 4–6 jam, maksimum 60
mg/kg bb per hari.
3. ASPIRIN
Mekanisme kerja
 Penghambatan sintesis prostaglandin di pusat pengatur panas dalam hipotalamus dan periferdi daerah target.

Efek samping
 Reye's syndrome : Iritasi lambung karena bersifat asam.
 Efek terhadap Sistem syaraf : Nyeri pada ujung syaraf, sakit kepala, epilepsi, agitasi, perubahan mental, koma,
paralisis, pusing, limbung, depresi, bingung,amnesia, sulit tidur.
 Efek lain : Demam, myopathy, epistaxis, kerusakan ginjal, penurunan fungsi ginjal, meningkatkan kreatinin,
hematouria, oligouria, UTI, asidosis, asidosis metabolit, hiperfosfatemia, hipomag-nesemia, hiponatremia,
hipernatremia, hipokalemia, hiperka-lemia hiperkalsemia, abnormalitis elektrolit. Tumor lisi sindrom sepsis,
infeksi lain, Kerusakan jantung, gangguan pernafasan.
Dosis
 Untuk nyeri ringan sampai nyeri sedang,
Demam: 300-900 mg, diulang 4-6 jam. Maximal 4 gram sehari. PO.
4. IBUPROFEN
Indikasi
 Nyeri ringan sampai sedang antara lain nyeri pada penyakit gigi atau pencabutan gigi, nyeri pasca
bedah, sakit kepala, gejala artritis reumatoid, gejala osteoartritis, gejala juvenile artritis reumatoid,
menurunkan demam pada anak.
Efek samping
 Gangguan saluran cerna : dispepsia, heartburn, mual, muntah, diare, konstipasi, anoreksia dll.
Gangguan sistem saraf : sakit kepala, pusing
Gangguan pendengaran & penglihatan : tinitus, penurunan pendengaran, gangguan penglihatan
sakit kuning, kenaikan SGOT & SGPT.
 Lain-lain : retensi cairan, gagal jantung kongestif, tekanan darah meningkat, hipotensi, aritmia, reaksi
hipersenstivitas, mulut kering
Dosis: 
 Dewasa, dosis yang dianjurkan 200-250 mg 3-4 kali sehari. Anak 1-2 tahun, 50 mg 3-4 kali sehari. 3-7
tahun, 100-125 mg 3-4 kali sehari. 8-12 tahun, 200-250 mg 3-4 kali sehari. Tidak boleh dipergunakan
pada anak dengan berat badan kurang dari 7 kg. Sebaiknya diminum setelah makan. Osteoartritis,
artritis reumatoid. 1200 mg – 1800 mg 3 kali sehari. Eksaserbasi akut. Dosis maksimum 2400
mg/hari, jika kondisi sudah stabil selanjutnya dosis dikurangi hingga maksimum 1800 mg/hari.
5. NATRIUM DIKLONEFAK
 Indikasi Nyeri paska bedah, nyeri & radang pada penyakit artritis & gangguan otot kerangka
lainnya, nyeri pada gout akut dan dismenorea.
 Dosis Nyeri & dismenore : Dosis awal : 50 mg, dilanjutkan 50 mg setiap 8 jam jika perlu Pada
pasien dengan gangguan ginjal dan hati tidak perlu penyesuaian dosis, tetapi perlu pemantauan
yang ketat
 Efek samping
 Pencernaan :gangguan pada saluran cerna bagian atas (20% pasien) tukak lambung, perdarahan
saluran cerna. • Saraf : sakit kepala (3-9% pasien), depresi, insomnia, cemas. Ginjal :(kurang dari
1% pasien) terganggu fungsi ginjal (azotemia,proteinuria,nefrotik sindrom dll), • Kardiovaskular:
retensi cairan, hipertensi, (3-9% pasien), • Pernapasan : asma (kurang dari 1% pasien) • Darah :
lekopenia, trombositopenia, hemolitik anemia (kurang dari 1% pasien) • Hati : hepatitis, sakit
kuning (jarang), peningkatan SGOT • Lain-lain : ruam, pruritus, tinnitus, reaksi sensitivitas (1-3%
pasien).
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai