K
DEFINISI
Menurut IASP (International Association for the Study
of Pain) :
A delta : bermielin, Ø 1 - 5 mm
• Nyeri kronik
NYERI AKUT :
• Berlangsung 0 - 3 bulan
• Dibagi menjadi :
1. Nyeri Nosiseptif
Nyeri dengan stimulasi singkat & tidak menimbulkan
kerusakan jaringan
Umumnya tidak memerlukan terapi khusus karena
berlangsung singkat
Timbul jika ada stimulus yang cukup kuat menimbulkan
kesadaran akan adanya stimulus berbahaya
Contoh: nyeri akibat tusukan jarum.
2. Nyeri Inflamatorik
Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan
kerusakan atau lesi jaringan
Dapat akut & kronik
Nyeri Nosiseptif
Stimulus yg dapat menyebabkan inflamasi jaringan
Inflamasi menyebabkan perubahan berbagai komponen
nosiseptif
Jaringan yang mengalami inflamasi mengeluarkan mediator
inflamasi (prostaglandin, bradikinin)
Mediator inflamasi (MI) mengaktivasi atau mensensitisasi
nosiseptor secara langsung maupun tidak langsung
EVALUASI KLINIS NYERI
1. Intensitas nyeri
2. Lokasi nyeri
3. Kualitas nyeri, penyebaran & karakter nyeri
4. Faktor yg meningkatkan & mengurangi nyeri
5. Efek nyeri pada kehidupan sehari-hari
6. Regimen pengobatan yg sedang & sudah diterima
7. Riwayat manajemen nyeri termasuk farmakoterapi,
intervensi & respon terapi
MENENTUKAN DERAJAT NYERI
(= PAIN ASSESSMENT)
Prinsip pengobatan nyeri akut & berat (nilai VAS 7-10) pemberian obat yang efek
Nyeri kronik mulai dengan dosis efektif yang serendah mungkin untuk kemudian
Mekanisme aksi dari obat-obat golongan ini adalah menghambat adenilat siklase dari neuron,
sehingga terjadi penghambatan sintesis c-AMP (siklik Adenosin Mono Phosphat), selanjutnya
menyebabkan perubahan keseimbangan antara neuron noradrenergik, serotonik dan
kolinergik.
MEKANISME OPIOID
Bekerja pada reseptor opiat di SSP ---> reseptor yang
memodulasi transmisi nyeri ----> menurunkan persepsi nyeri
Reseptor opiat ada 3 :
Reseptor µ (mu) : berperan dalam analgesia supraspinal,
depresi respirasi, euforia, dan ketergantungan
Reseptor к (kappa) : berperan dalam analgesia spinal,
miosis, sedasi
Reseptor δ (delta) : disforia, halusinasi, stimulasi pusat
vasomotor
1. MORFIN & ALKALOID
OPIUM
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh tetapi dapat diansorbsi melalui kulit luka morfin juga
dapat menembus mokosa. Dengan kedua cara pemberian in absorbs morfin kecil sekali.
Diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati
dengan obat analgesic non opioid. Morfin sering digunakan nyeri yang menyertai infark
miokard; neoplasma; kolik renal atau kolik empedu; oklusio akut pembuluh darah perifer,
pulmonal atau koroner; perikarditis akut, pleuritis dan pneumotoraks spontan dan nyeri
akibat trauma.
Efek Samping:
Idiosinkrasi dan Alergi. Morfin dapat menyebabkan mual dan muntaah terutama pada wanita
berdasarkan idiosinkrasi. Bentuk idiosinkrasi lain ialah timbulnya eksitasi dengan tremor, dan
jarangjarang dillirium lebihjarang lagi konfulsi dan insomnia. Bayi dan anak kecil tidak lebih
peka terhadap alkaloid opium, asal saja dosis diperhitungkan berdasarkan berat badan, tetapi
orang lanjut usia dan pasien Penyakit berat agaknya lebih peka terhadap efek morfin
2. MEFERIDIN & DERIVAT
FENILPIPERIDIN
Absorbsi meferidin setelah cara pemberian apapun langsung baik, akan tetapi kecepatan
absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM.
Mefridin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia pada beberapa keadaan klinis
seperti tindakan diagnostic sistoskopi, pielografiretrograd dan gastroskopi. Mefiridin
digunakan jagu untuk menimbulkan analgesia obstetric dan sebagai obat praanastetik.
Kontra Indikasi Pada pasien penyakit hati dan orang tua dosis obat harus dikurangi karena
terjadinya perubahan pada disposisi obat. Selain itu dosis meperidin perlu dikurangi bila
diberikan bersama antisipkosis, hipnotif sedative dan obat-obat lain penekan SSP. Pada pasien
yang sedang mendapat MAO inhibitor pemberian meperidin dapat menimbulkan kegelisahan,
gejala eksitasi dan demam.
Efek samping: Pusing, berkeringat, euporia, mulut kering, mual, muntah, perasaan lemah,
gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi.
3. METADON
Setelah suntikan metadon subkutan ditemukan kadar dalam plasma yang tinggi dalam 10 menit
pertama. Metadon diabsorbsi secara baik di usus dan dapat ditemukan diplasma setealah
pemberian secara oral, kadar puncak dicapai setelah 4 jam.
Indikasi analgesia : Jenis nyeri yang dapat dipengaruhi oleh metadon sama dengan jenis nyeri
yang dapat dipengaruhi morfin. Antitusif : Metadon merupakan antitusif yang baik, efek anti
tusif 1,5 -2 mg /oral sesuai dengan 15-20 mg kodein, tetapi kemungkinan timbulnya adiksi pada
metadon jauh lebih besar dari pada kodein. Oleh karena itu sekarang metadon sudah mulai
ditinggalkan sebagai antitusif.
Kontra Indikasi Semua golongan opioid kontra indikasi untuk : Akut abdomen, trauma kepala,
kerusakan paru-paru berat
Efek samping menyebabkan perasaan ringan, pusing, kantuk, fungsi mental terganggu,
berkerigat, pruritus, mual dan muntah. Efek samping yang jarang timbul adalah delirium,
halusinasi selintas dan urtikaria hemoragik.
4. PROPOKSIFEN
Propoksifen diabsorbsi setelah pemberian oral maupun parenteral.
Hanya digunakan untuk mengobati nyeri ringan sampai nyeri sedang, yang tidak cukup baik
diredakan oleh asetosal. Kombinasi propoksifen dengan asetosal sama kuat seperti kombinasi
kodein dengan asetosal.
Efek samping propoksifen memberikan efek mual, anoreksia, sembelit, nyeri perut dan
kantuk, kurang lebih sama dengan kodein
6. AGONIS PARSIAL
Pentazosin Butorfanol
Diindikasikan untuk mengatasi nyeri Efektif mengatasi nyeri akut pasca operasi
sedang tetapi kurang efektif dibandingkan sebanding dengan morfin eferidin atau
morfin untuk nyeri berat. Obat ini juga pentazosin. Demikian pula butorfanol
digunakan untuk medikasi pre anastetik. sama efektif dengan mefiridin untuk
Bila digunakan untukk analgesi opstertik medikasi preanastetik akantetapi efek
pentazosin dapat mengakibatkan depresi sedasinya lebih kuat.
nafas yang sebanding meferidin.
Menyebabkan ngantuk, mual, berkeringat
kadangkadang terjadi gangguan
kardiocaskular yaitu kalpitasi dan
gangguan kulit rash.
5. ANTAGONIS OPIOID
Obat-obat yang tergolong antagonis opioid umumnya tidak menimbulkan banyak efek kecuali
bila sebelumnya telah ada efek agonis opioid atau bila opioid endogen edang aktif misalnya
pada keadaan stress atau syok.
Indikasi Antagonis opioid ini diindikasikan untuk mengatasi depresi nafas akibat takar kajak
opioid, pada bayi yang dilairkan oleh ibu yang mendapat opioid sewaktu perdalinan atau
akibat tentamen suicide dengan suatu opioid. Dalam hal ini alokson merupakan obat pilihan
untuk kasus ini.
ANALGETIK NON-OPIOID
Analgetika non-narkotik bersifat tidak adiktif dan kurang kuat dibandingkan dengan analgetika
narkotik. Obat-obat ini juga dinamakan analgetika perifer, tidak menurunkan kesadaran dan
tidak mengakibatkan ketagihan secara kimiawi.
Obat-obatan ini digunakan untuk mengobati nyeri yang ringan sampai sedang dan dapat
dibeli bebas. Obat-obatan ini efektif untuk nyeri perifer pada sakit kepala, dismenore (nyeri
menstruasi), nyeri pada inflamasi, nyeri otot, dan arthritis ringan sampai sedang.
Kebanyakan dari analgetika menurunkan suhu tubuh yang tinggi, sehingga mempunyai efek
antipiretik. Beberapa analgetika seperti aspirin, mempunyai efek antiinflamasi dan juga efek
antikoagulan. Efek samping dari analgetika yang paling umum adalah gangguan lambung,
kerusakan darah, kerusakan hati, dan juga reaksi alergi di kulit.
1. ASAM MEFENAMAT
Farmakokinetika
Penyerapan obat dalam saluran cerna cepat dan hampir sempurna, 99% obat terikat oleh
protein plasma. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2 jam setelah pemberian oral, dan
waktu paruh dalam plasma 2-4 jam.
Indikasi
Nyeri ringan sampai sedang seperti sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri
karena trauma, nyeri otot, dan nyeri pasca operasi.
Efek Samping dan Intoksikasi
Efek samping yang paling sering terjadi (kira-kira terjadi pada 25% dari seluruh pasien)
melibatkan sistem gastrointestinal. Biasanya berupa dispepsia atau ketidaknyamanan
gastrointestinal bagian atas, diare yang mungkin berat dan disertai pembengkakan perut,
serta perdarahan gastrointestinal. Sakit kepala, pusing, mengantuk, tegang dan gangguan
penglihatan juga umum terjadi.
Dosis
500 mg 3 kali sehari sebaiknya setelah makan; selama tidak lebih dari 7 hari.
2. PARACETAMOL
Indikasi
Nyeri ringan sampai sedang, nyeri sesudah operasi cabut gigi, pireksia.
Mekanisme kerja
Paracetamol bekerja mengurangi produksi prostaglandin yang terlibat dalam proses nyeri dan edema dengan
menghambat enzim cyclooxygenase (COX).
Efek samping
Efek samping sering terjadi antara lain hipersensitivitas. Penggunaan kronis dari 3-4 gram sehari dapat terjadi
kerusakan hati, pada dosis diatas 6 gram mengakibatkan nekrosis hati yang tidak reversibel. Overdose bisa
menimbulkan antara lain mual, muntah dan anorexia. Hanya parasetamol yang dianggap aman bagi wanita
hamil dan menyusui meskipun dapat mencapai air susu. Efek iritasi, erosi dan pendarahan lambung tidak
terlihat, demikian juga gangguan pernafasan.
Dosis
Oral 0,5–1 gram setiap 4–6 jam hingga maksimum 4 gram per hari; anak–anak umur 2 bulan 60 mg untuk pasca
imunisasi pireksia, sebaliknya di bawah umur 3 bulan (hanya dengan saran dokter) 10 mg/kg bb (5 mg/kg bb jika
jaundice), 3 bulan–1 tahun 60 mg–120 mg, 1-5 tahun 120–250 mg, 6–12 tahun 250– 500 mg, dosis ini dapat
diulangi setiap 4–6 jam jika diperlukan (maksimum 4 kali dosisdalam 24 jam), infus intravena lebih dari 15
menit, dewasa dan anak–anak dengan berat badan lebih dari 50 kg, 1 gram setiap 4–6 jam, maksimum 4 gram
per hari, dewasa dan anak–anak dengan berat badan 10 -50 kg, 15 mg/kg bb setiap 4–6 jam, maksimum 60
mg/kg bb per hari.
3. ASPIRIN
Mekanisme kerja
Penghambatan sintesis prostaglandin di pusat pengatur panas dalam hipotalamus dan periferdi daerah target.
Efek samping
Reye's syndrome : Iritasi lambung karena bersifat asam.
Efek terhadap Sistem syaraf : Nyeri pada ujung syaraf, sakit kepala, epilepsi, agitasi, perubahan mental, koma,
paralisis, pusing, limbung, depresi, bingung,amnesia, sulit tidur.
Efek lain : Demam, myopathy, epistaxis, kerusakan ginjal, penurunan fungsi ginjal, meningkatkan kreatinin,
hematouria, oligouria, UTI, asidosis, asidosis metabolit, hiperfosfatemia, hipomag-nesemia, hiponatremia,
hipernatremia, hipokalemia, hiperka-lemia hiperkalsemia, abnormalitis elektrolit. Tumor lisi sindrom sepsis,
infeksi lain, Kerusakan jantung, gangguan pernafasan.
Dosis
Untuk nyeri ringan sampai nyeri sedang,
Demam: 300-900 mg, diulang 4-6 jam. Maximal 4 gram sehari. PO.
4. IBUPROFEN
Indikasi
Nyeri ringan sampai sedang antara lain nyeri pada penyakit gigi atau pencabutan gigi, nyeri pasca
bedah, sakit kepala, gejala artritis reumatoid, gejala osteoartritis, gejala juvenile artritis reumatoid,
menurunkan demam pada anak.
Efek samping
Gangguan saluran cerna : dispepsia, heartburn, mual, muntah, diare, konstipasi, anoreksia dll.
Gangguan sistem saraf : sakit kepala, pusing
Gangguan pendengaran & penglihatan : tinitus, penurunan pendengaran, gangguan penglihatan
sakit kuning, kenaikan SGOT & SGPT.
Lain-lain : retensi cairan, gagal jantung kongestif, tekanan darah meningkat, hipotensi, aritmia, reaksi
hipersenstivitas, mulut kering
Dosis:
Dewasa, dosis yang dianjurkan 200-250 mg 3-4 kali sehari. Anak 1-2 tahun, 50 mg 3-4 kali sehari. 3-7
tahun, 100-125 mg 3-4 kali sehari. 8-12 tahun, 200-250 mg 3-4 kali sehari. Tidak boleh dipergunakan
pada anak dengan berat badan kurang dari 7 kg. Sebaiknya diminum setelah makan. Osteoartritis,
artritis reumatoid. 1200 mg – 1800 mg 3 kali sehari. Eksaserbasi akut. Dosis maksimum 2400
mg/hari, jika kondisi sudah stabil selanjutnya dosis dikurangi hingga maksimum 1800 mg/hari.
5. NATRIUM DIKLONEFAK
Indikasi Nyeri paska bedah, nyeri & radang pada penyakit artritis & gangguan otot kerangka
lainnya, nyeri pada gout akut dan dismenorea.
Dosis Nyeri & dismenore : Dosis awal : 50 mg, dilanjutkan 50 mg setiap 8 jam jika perlu Pada
pasien dengan gangguan ginjal dan hati tidak perlu penyesuaian dosis, tetapi perlu pemantauan
yang ketat
Efek samping
Pencernaan :gangguan pada saluran cerna bagian atas (20% pasien) tukak lambung, perdarahan
saluran cerna. • Saraf : sakit kepala (3-9% pasien), depresi, insomnia, cemas. Ginjal :(kurang dari
1% pasien) terganggu fungsi ginjal (azotemia,proteinuria,nefrotik sindrom dll), • Kardiovaskular:
retensi cairan, hipertensi, (3-9% pasien), • Pernapasan : asma (kurang dari 1% pasien) • Darah :
lekopenia, trombositopenia, hemolitik anemia (kurang dari 1% pasien) • Hati : hepatitis, sakit
kuning (jarang), peningkatan SGOT • Lain-lain : ruam, pruritus, tinnitus, reaksi sensitivitas (1-3%
pasien).
TERIMAKASIH