Anda di halaman 1dari 17

THALASSEMIA

KELOMPOK 7
PENGERTIAN

Sindrom beta-talasemia adalah sekelompok kelainan darah herediter yang ditandai dengan berkurangnya atau tidak

adanya sintesis rantai globin beta, yang mengakibatkan berkurangnya Hb dalam sel darah merah (Eritrosit), penurunan

produksi sel darah merah, dan anemia. (Raffaella Origa & Renzo Galanello, 2010)

Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut disini adalah Laut

tengah karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah Laut Tengah. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh seorang

dokter yang berasal dari Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Thomas menjumpai anak–anak

yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun (Weatherall, 1965).

Thalassemia merupakan penyakit keturunan (kelainan genetik) akibat kelainan sel darah merah dimana rantai

globin-α atau β pembentuk hemoglobin utama tidak terbentuk sebagian atau tidak ada sama sekali. (kemkes, 2017)
ETIOLOGI

Menurut muncie & campbell (2010) thalasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang

tua kepada anaknya. Anak yang mewarisi gen thalasemia dari salah satu orang tua dan gen normal

dari orang tua lain adalah seorang pembawa (carries). Anak yang mewarisi gen dari kedua orang

tuanya menderita thalasemia sedang sampai berat.

Sedangkan menurut hardhi kusuma (2013) penyebab thalasemia yaitu ada dua:

Penyebab primer : berkurangnya sintesis HB A, eritropoesis yang tidak efektif, dan penghancuran sel-

sel eritrosit intrameduler

Penyebab sekunder : defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskuler yang

mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelilal dalam limfa dan hati
PATOFISIOLOGI

Menurut Raffaella Origa& Renzo Galanello (2010),berkurangnya jumlah (beta +) atau tidak adanya (beta0)
rantai globin beta menghasilkan kelebihan relatif dari rantai globin alfa yang tidak terikat yang mengendap
dalam prekursor eritroid di sumsum tulang, yang menyebabkan kematian dini mereka dan karenanya menjadi
eritropoiesis yang tidak efektif. Tingkat reduksi rantai globin ditentukan oleh sifat mutasi pada gen beta globin
yang terletak pada kromosom 11.

Hemolisis perifer yang berkontribusi terhadap anemia kurang menonjol pada thalassemia mayor daripada
thalassemia intermedia, dan terjadi ketika rantai alpha globin yang tidak larut menginduksi kerusakan
membran pada eritrosit perifer. Anemia merangsang produksi erythropoietin dengan ekspansi sumsum tulang
yang intensif tetapi tidak efektif (hingga 25 hingga 30 kali normal), yang pada gilirannya menyebabkan
kelainan bentuk tulang yang dijelaskan sebelumnya. Anemia yang berkepanjangan dan parah dan
peningkatan dorongan eritropoietik juga menghasilkan hepatosplenomegali dan erythropoiesis ekstramular.
MANIFESTASI KLINIS

Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya
menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada
setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat.
Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia
berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.

Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu
terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang
panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan
kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng
pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat
sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul
pensitopenia akibat hipersplenisme.
PENATALAKSANAAN

Terapi suportif bertujuan mempertahankan kadar Hb yang cukup untuk mencegah


ekspansi sumsum tulang dan deformitas tulang yang diakibatkannya, serta menyediakan
eritrosit dengan jumlah cukup untuk mendukung pertumbuhan dan aktivitas fisik yang
normal. Transfusi darah merupakan dasar penatalaksanaan medis. Studi terbaru telah
mengevaluasi manfaat mempertahankan kadar Hb di atas 10 g/dl, suatu tujuan yang
memerlukan terapi transfusi setiap 3 minggu sekali. Keuntungan terapi ini meliputi :
 Peningkatan kesehatan fisik dan psikologis karena anak mampu turut serta dalam
aktivitas normal
 Penurunan kardiomegali dan hepatosplenomegali
 Perubahan pada tulang lebih sedikit
 Pertumbuhan dan perkembangan normal atau mendekati normal sampai usia pubertas
 Frekuensi infeksi lebih sedikit.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN

 Asal keturunan/kewarganegaraan (Thalassemia banyak dijumpai pada bangsa di


sekitar Laut Tengah (Mediterania), seperti Turki, Yunani, Cyprus dan lain-lain. Di
Indonesia, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak)
 Umur (pada thalassemia mayor, gejala mulai ditemukan pada anak usia 1 tahun.
Pada thalassemia minor, gejalanya ringan dan muncul pada usis 4-6 tahun)
 Riwayat kesehatan anak (Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas
bagian atas atau infeksi lainnya)
 Pertumbuhan dan perkembangan (thalassemia mayor pertumbuhan fisik anak
adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan sosial,
seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga
dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalassemia minor sering
terlihat seperti pertumbuhan dan perkembangan anak normal)
PENGKAJIAN

 Pola makan (anak sering mengalami susah makan, sehingga berat


badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya)
 Pola aktivitas (Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya)
 Riwayat kesehatan keluarga (Karena merupakan penyakit keturunan,
maka perlu dikaji apakah ada orang tua yang menderita thalassemia)
 Riwayat ibu saat hamil/Ante Natal Core-ANC (Selama masa kehamilan,
hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya factor risiko
thalassemia)
PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan umum. Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah
anak seusia normalnya.
 Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung
pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar dan tulang dahi terlihat lebar.
 Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan.
 Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman.
 Dada. Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran
jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
 Perut. Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
(hepatosplemegali)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan berat badannya


kurang dari normal.
 Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
 Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya tidak adanya
pertumbuhan pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak
tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemi kronik.
 Kulit
 Warna kulit pucat kekuning-kuningan. Jika anak telah sering mendapat
tranfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat
adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Berdasarkan dari Kepmenkes RI tahun 2018, pemeriksaan laboratorium


yang dapat dilakukan yaitu :
 Darah Perifer Lengkap
 Gambaran Darah tepi
 Red Cell Distributor Width (RCDW)
 Retikulosit
 High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
 Elektroforesis Hemoglobin
 Analisis DNA
DIAGNOSA KEPERAWATAN

 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan kekurangan suplay


oksigen
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kekurangan suplay oksigen.
 Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan Hb, leukopenia atau
penurunan granulosit.
INTERVENSI

1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan kekurangan suplay oksigen


Intervensi :
 Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar kuku.
 Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi).
 Selidiki keluhan nyeri dada.
 Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung.
 Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai indikasi.
 Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
 Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
 Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.
INTERVENSI

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekurangan suplay
oksigen.
Intervensi :
 Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.
 Observasi dan catat masukan makanan pasien.
 Timbang BB tiap hari.
 Beri makanan sedikit tapi sering.
 Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang berhubungan.
 Pertahankan higiene mulut yang baik.
 Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai diet pasien.
 Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe tidak dianjurkan.
INTERVENSI

3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan Hb, leukopenia atau


penurunan granulosit.
Intervensi :
 Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.
 Dorong perubahan ambulasi yang sering.
 Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
 Pantau dan batasi pengunjung.
 Pantau tanda-tanda vital.
 Kolaborasi dalam pemberian antibiotik dan antipiretik.
SEKIAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai