Anda di halaman 1dari 60

AIK 2.

PERT 2

5/6/20
AIK 2

5/6/20
5/6/20
Agus Salim Lamusu
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

5/6/20
MARS MUHAMMADIYAH

Sang surya telah bersinar, syahadat dua melingkar


Warna yang hijau berseri, membuatku rela hati
 Ya Allah Tuhan Rabbiku, Muhammad junjunganku
Al-Islam agamaku, Muhammadiyah gerakanku

Di timur fajar cerah gemerlapan, mengusir kabut hitam


Menggugah kaum muslimin, tinggalkan peraduan
Lihatlah matahari telah tinggi, di ufuk timur sana
Seruan Illahi Rabbi, Sami’na wa atho’na

5/6/20
Agus Salim Lamusu
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

5/6/20
HAKIKAT IBADAH
JALAN MERAIH
KEBAHAGIAAN
FIRMAN ALLAH SwT
  
       
   

  
• Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar
kamu bertakwa. (QS. al-Baqarah [2]: 21)

• Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan


supaya mereka menyembah-Ku. (QS. adz-Dzariyat [51]:
56)
IBADAH

I B !
A J
W
Hak Allah
= Mensyukuri
nikmat Allah
Tidak boleh
mengibadati
selain Allah

Allah yg
memberi
nikmat
hidup/wujud
www.themegallery.com
IBADAH

Tu j ua n
Hidup

“..dan Allah tidak menjadikan jin dan manusia,


melainkan supaya beribadat kepada-Ku”
(QS: Adz-Dzariyat: 50)

www.themegallery.com
Perintah
beribadah IBADAH

“Wahai manusia, beribadatlah kamu kepada Tuhanmu yg telah


menjadikan orang-orang yg sebelum kamu, supaya yg
demikian itu menyiapkan kamu untuk bertaqwa kepada-Nya”
(QS: Al-Baqarah: 21)

www.themegallery.com
1. Pengertian ibadah

Secara etimologi, ibadah


berasal dari kata ‘abada-
ya’budu-‘ibadatan, yang berarti
mengesakan, beribadah,
menyembah dan mengabdi
kepada Allah Swt.
Ibadah juga dapat berarti: ta’at,
tunduk, menurut, mengikut, dan
juga dapat diartikan do’a
IBADAH (TERMINOLOGI):

• Mendekatkan diri kepada Allah SwT


dengan melaksanakan segala perintah-
Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
(HPT, hlm. 276)

• Apa yang dikerjakan untuk mendapatkan


ridha Allah SwT dan mengharap pahala-
Nya di akhirat (Jamaluddin, 2010: 50)
MENURUT ULAMA TASAWUF

Ibadah, adalah:
 Seorang mukalaf mengerjakan sesuatu yang
berlawanan dengan keinginan hawa
nafsunya untuk membesarkan Tuhannya.
 Menepati segala janji yang telah dijanjikan
Allah, memelihara segala batas ketentuan
serta meridhai segala yang ada, dan
bersabar terhadap sesuatu yang tidak
diperolehnya, atau bersabar akan sesuatu
yang telah hilang.
PARA ULAMA TASAWUF MEMBAGI
IBADAH MENJADI TIGA BAGIAN:
1. Pertama, beribadah kepada Allah karena
mengharap benar akan memperoleh pahala-
Nya, atau karena takut akan siksa-Nya.
2. Kedua, beribadah kepada Allah karena
memandang bahwa ibadah itu perbuatan mulia,
yakni dilakukan oleh orang yang mulia jiwanya.
3. Ketiga, beribadah kepada Allah karena
memandang bahwasanya Allah berhak
disembah dengan tidak memperdulikan apa
yang akan diterima atau diperoleh dari-Nya.
Menurut Fuqaha’

Menurut para Fuqaha’ (para ulama Fiqih)


 ibadah ialah apa-apa yang dikerjakan
untuk mencapai keridhaan Allah dan
mengharap pahala di akhirat.
Urgensinya Ibadah
 Beribadah hakikatnya ditujukan kepada
Allah SwT
 Akan tetapi Allah tidak memiliki
kebutuhan maupun kepentingan apapun
terhadap perbuatan hamba-hamba-Nya
 Allah menegaskan hukum atau aturan-
aturan tentang ibadah dan tata caranya,
namun kepentingan maupun manfaat
ibadah itu justru untuk si pelaku ibadah itu
sendiri
Ketundukan dan kepatuhan akan melahirkan:
 Kesadaran bahwa dirinya adalah mahkluk yang
diciptakan Allah SwT. dan harus mengabdi dan
menyembah kepada-Nya, sehingga ibadah
menjadi tujuan hidupnya.
 Kesadaran bahwa sesudah kehidupan di dunia
ini akan ada kehidupan akhirat sebagai masa
untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan
perintah Allah SwT. selama menjalani kehidupan
di dunia.
 Kesadaran bahwa dirinya diciptakan Allah SwT.
bukan sebagai pelengkap alam semesta, tetapi
justru menjadi sentral alam dan segala isinya.
Kedudukan ibadah

 Perbuatan ibadah merupakan satu hal yang


prinsipil dan menjadi ciri khas setiap orang yang
beragama.
 Maka, berbeda agama akan berbeda pula tata cara
peribadatannya.
 Pelaksanaan ibadah sangat berkait dengan faktor
keimanan atau keyakinan seseorang, dan juga tidak
akan terlepas dari akhlak atau perilaku seseorang,
serta berhubungan erat dengan mu’amalah atau
persoalan kehidupan sosial kemasyarakatan
 Dalam sistem ajaran Islam, terdapat persoalan-
persoalan yang prinsip, yaitu: akidah, ibadah,
akhlaq dan mu’amalah.
 Antara yang satu dengan yang lainnya tidak
dapat dipisahkan, saling terkait, berjalin
berkelindan.
 Seseorang tidak dinyatakan mukmin, tanpa
memiliki akidah atau keimanan. Demikian pula
jika seseorang dalam hidupnya tanpa melakukan
ibadah akan dinyatakan sebagai orang yang kafir.
Lanjutan

 Iman tanpa ibadah tidak memiliki


bentuk.
 Ibadah tanpa akidah laksana bangunan
yang rapuh, tidak kokoh.
 Ibadah tanpa diiringi perbuatan yang
baik, akhlaqul karimah, bagaikan pohon
tak berbuah atau sayur tak bergaram.
 Tujuan Ibadah
 
Beberapa nash al-Quran tentang tugas dan
fungsi manusia serta kedudukan mereka,
menjelaskan sebagai berikut:

Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman “


kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku
Tujuan, Macam-macam
hendak menjadikan dan
seorang prinsip
khalifah di muka
Ibadah
bumi... . Dan Dia mengajarkan kepada Adam
nama-nama (benda-benda) seluruhnya, ..."
(QS: al-Baqarah/2 : 30-31)
Tujuan, Macam-macam dan prinsip Ibadah

“Sesungguhnya Kami telah


mengemukakan amanat kepada langit,
bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya
enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya,
dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
amat bodoh”, (QS: al-Ahzab/33: 72)
Tujuan, Macam-macam dan prinsip Ibadah (lanjutan)

"Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak


Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan,
Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna
atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan".
(QS: al-Isra/17: 70),

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia


dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya
(neraka)”. (QS: a’-Tin/93: 4-5).
PGSD, 23/3

Tujuan Ibadah

 Terwujudnya rahmat bagi seluruh alam


semesta, pada hakekatnya merupakan
tujuan dari ibadah itu sendiri. Namun perlu
juga ditegaskan, bahwa ibadah itu sendiri
hanya sebagai washilah (perantara,
metode atau cara), sama sekali bukan
sebagai ghayah (tujuan), maka perwujudan
ibadah berlebih-lebihan tidak dibenarkan
menurut ajaran Islam.
19/41

Lanjutan Tujuan dan Prinsip Ibadah

 Manusia terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan


rohani. Kedua unsur tersebut harus berkembang
dengan baik dan seimbang. Oleh karenanya harus
mendapat perhatian dan pembinaan yang baik dan
benar.
 Unsur jasmani yang memiliki sifat materi
membutuhkan sesuatu yang bersifat material seperti
sandang, pangan, dan papan.
 Sedangkan unsur rohani bersifat immateri maka
membutuhkan sesuatu yang bersifat Immaterial,
seperti ajaran akhlak, kesenian, dan agama
20/41

KOMPONEN MOTOR
 Terdiri dari 2 komponen:
 Komponen luar
(fisik/body)
 Komponen dalam
(mesin)
 Keduanya mesti dirawat
 Bagaimana cara
merawatnya?
 Mana yang prioritas untuk
dirawat?
21/41

KOMPONEN
MANUSIA
22/41

KOMPONEN DASAR MANUSIA

FISIK/ PSIKIS/
JASMANI TAMPAK LUAR
TUBUH
RUHANI AKAL
MANUSIA

KOMPONEN
DALAM TUBUH HATI
MANUSIA
23/41

PERAWATAN KOMPONEN
DASAR MANUSIA

OLAHRAGA
MAKAN
TAMPAK LUAR IBADAH
BERGIZI
ISTIRAHAT
TUBUH AKAL
MANUSIA

KOMPONEN
DALAM TUBUH HATI
MANUSIA
24/41

AL-BASYAR MENUJU AL-


INSAN

AL-BASYAR
(MANUSIA)

AL- INSAN
(MANUSIA
UNGGUL)
25/41

PEMBAGIAN IBADAH
 DARI SEGI JENISNYA
 Ibadah khasshah (khusus), disebut juga ibadah
mahdhah (ibadah murni); yaitu ibadah yang
berhubungan langsung dengan Allah SwT. Ex:
shalat, puasa, haji.
 Ibadah ‘ammah (umum), disebut juga ibadah
ghairu mahdhah (ibadah tidak murni); yaitu
ibadah yang tak langsung berhubungan dengan
Allah SwT. Ex: menyantuni anak yatim, menolong
sesama, dll.
• DARI PELAKSANAANNYA
 Wajib/ fardhu; terdiri dari; (1) fardhu ‘ain, (2)
fardhu kifayah.
 Sunnah
26/41

Ibadah Khusus yaitu segala kegiatan yang ketentuannya


ditetapkan oleh syari’at (al-Qur’an dan as-Sunnah) mulai
dari ketentuan umum hingga ketentuan rincinya. Ibadah
dalam arti khusus ini tidak menerima perubahan, baik
penambahan maupun pengurangan, seperti shalat.
Ibadah umum ketentuannya secara garis besar
memang ditetapkan oleh syari’at akan tetapi rincian
pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada
manusia sesuai dengan situasi, kondisi, dan
kemampuan manusia itu sendiri.
27/41

Ditinjau dari segi


Pelaksanaannya
Ibadah terbagi menjadi tiga, yakni
ibadah jasmaniyah–ruhaniyah,
ibadah ruhaniyah- maliyah, dan
ibadah jasmaniyah-ruhaniyah-
maliyah.
keterangan 28/41

Ibadah bentuk pertama (jasmaniyah-


ruhaniyah) pelaksanaannya memerlukan
kegiatan fisik disertai jiwa yang tulus ikhlas
1 kepada Allah. Macam Ibadah ini contohnya
adalah shalat dan puasa.
Ibadah bentuk kedua (ruhaniyah-maliyah)
pelaksanaannya seperti perbuatan
mengeluarkan sesuatu harta yang menjadi
2 hak miliknya diiringi dengan niat yang ikhlas
semata kepada Allah, contohnya ibadah
zakat.
Sedangkan ibadah bentuk ketiga
(jasmaniyah-ruhaniyah-maliyah) adalah naik
3
haji yakni kegiatannya memerlukan kegiatan
fisik dengan melakukan beberapa bentuk
amalan, di samping perlu mengeluarkan
biaya sebagai ongkos perjalanannya, serta
diniatkan untuk memenuhi panggilan Allah.
29/41

Ditinjau dari segi kepentingannya


Ibadah terbagi menjadi dua, yaitu ibadah fardiy
dan ibadah ijtima’iy.

Ibadah fardiy adalah bentuk ibadah yang


manfaatnya hanya dapat dirasakan oleh orang
yang melakukannya saja, dan tidak ada
hubungannya secara langsung dengan orang
lain. Ibadah macam ini memiliki hubungan
hanya antara manusia dengan Tuhannya,
seperti Shalat dan Puasa.

Ibadah ijtima’iy adalah ibadah yang manfaatnya


dapat dirasakan oleh yang mengerjakan ibadah
tersebut, juga mengandung aspek sosial yakni
dapat dirasakan secara langsung oleh orang
lain. Misalnya ibadah zakat, di mana si muzaki
(orang yang berzakat) akan bersih jiwanya dari
sifat kikir, dan mustahik memperoleh bagiannya
30/41
Ditinjau dari segi waktu
pelaksanaannya
 Pelaksanaannya terbagi menjadi dua macam,
yakni ibadah muwaqqat (terikat waktu) dan
ibadah ghairu muwaqqat (tidak terikat waktu).
 Ibadah muwaqqat, yaitu ibadah yang waktu
pelaksanaanya sangat terikat oleh waktu yang
telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Apabila melaksanakan di luar waktu yang
ditetapkan, maka nilainya akan menjadi
hampa, atau menjadi tidak sah secara hukum,
bahkan dianggap berdosa. Misalnya, shalat
lima waktu, puasa Ramadhan, dll.
31/41

 Ibadah ghairu muwaqqat ialah ibadah yang waktu


pelaksaannnya tidak tergantung dengan waktu-
waktu tertentu, selama diizinkan Allah hal itu
dapat dilakukan. Misalnya untuk bertasbih dan
berzikir, hal itu dapat dilakukan kapan saja.
Demikian pula dengan sedekah, waktunya bebas
sekehendak si pelaku kapan saja ia
mengeluarkannya.
32/41

Dalam suatu qaidah ushul dikemukakan sebagai


berikut:

 “Ashal (Hukum pokok) terhadap ibadah itu


batal atau haram (tidak boleh dikerjakan)
sehingga ada dalil yang
memerintahkannya”.

 “Ashal (hukum pokok) dari segala sesuatu


adalah boleh sehingga terdapat dalil yang
mengharamkannya”.
33/41

Prinsip Ibadah
1. Sesuai syara’
- Ada perintah dan ketentuan
 Islam tidak memberikan otoritas kepada manusia
untuk turut menentukan ibadah, kecuali Nabi
utusan-Nya. Dalam melakukan ibadah kepada
Allah, manusia tidak mempunyai kekuasaan
menentukannya, bahkan sebaliknya manusia
terikat pada ketentuan-ketentuan yang diberikan
Allah dan Rasul-Nya.
 Berbeda halnya dengan mu’amalah (masalah
keduniaan), terdapat kelonggaran yang demikian
luas bagi manusia untuk menentukannya.
Lanjutan Prinsip Ibadah 34/41

- Meniadakan kesukaran dan tidak banyak beban


 Keseluruhan ibadah dalam syari’at Islam tidak ada yang
menyukarkan dan memberatkan mukallaf (orang yang terkena
beban kewajiban beribadah). Perintah ibadah itu tidak banyak
hanya beberapa saja. Semua ibadah itu dalam batas
kewajiban dan berjalan dengan kadar kesanggupan manusia.

Sebagaimana diterangkan Allah dalam al-Quran berikut :


 “.…Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki
kesukaran….” )QS.2/Al-Baqarah : 185)
 “Allah tidak mebebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapatkan pahala (dari kebajikan)
yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan)
yang dikerjakannya" QS. 2/Al-Baqarah : 286)
35/41

Lanjutan Prinsip Ibadah


- Yang berhak disembah hanyalah Allah.
 Bahwa kerinduan untuk berhubungan dengan
Tuhan hampir 2000 tahun yang lalu, Prlutarcus,
seorang ahli sejarah bangsa Yunani mengatakan
bahwa mungkin kita menjumpai kota-kota tanpa
benteng-benteng, raja-raja yang kaya, sastra
maupun teater-teater. Tetapi tidak ada satu kota
pun tanpa tempat ibadah, atau tidak ada satu kota
pun penduduknya yang tidak melakukan ibadah.
36/41

 Dari dalam jiwa manusia sendiri. hanya saja dalam


kenyataan bahwa tempat ibadah itu terdapat di
mana-mana, menunjukkan keanekaragaman
dalam tatacara pelaksanaan serta bermacam-
macamnya tujuan ibadah tersebut. Hal ini
membuktikan bahwa keanekaragaman itu tidak
berasal dari satu sumber.
 Oleh karena itu, ajaran Islam yang disampaikan
oleh Nabi Muhammad Saw., sebagai nabi
terakhir yang memperoleh wahyu terakhir pula,
menegaskan bahwa satu hal yang mutlak dalam
hidup beragama, dan memberi pernyataan
bahwa hanya Allah saja yang berhak disembah.
37/41

Lanjutan Prinsip Ibadah


- Ibadah itu tanpa perantara
 Praktek beribadah sebagian umat manusia telah
banyak mengalami kekeliruan. Kekeliruan itu
sebenarnya atas inisiatif dan konsepsi dari para
tokoh agamanya sendiri, di mana mereka
membuat jarak antara manusia dengan Tuhannya.

 Islam sebagai agama lebih mempertegas bahwa


hubungan manusia dengan Tuhan (melalui ibadah)
tidak perlu dengan perantara apa-apa, dan melalui
siapa pun. Manusia harus melakukan langsung
dengan Allah Swt.
38/41

Lanjutan Prinsip Ibadah


2. Ikhlas dalam beribadah

 Dalam beribadah harus didasari dengan niat yang


tulus, semata-mata hanya mengharapkan ridha
Allah. Niat adalah sikap jiwa, dan merupakan
motivator dalam mewujudkan suatu perbuatan.
 Dalam hadis Nabi dinyatakan bahwa segala sesuatu
itu tergantung niatnya (innama al-a’amal bi al-niat).
 Dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa orang-orang ahli
kitab hanya diperintah untuk beribadah kepada Allah
dengan niat yang tulus dan murni, taat kepada Allah
dan menjauhi kemusyrikan serta mendirikan shalat
dan menunaikan zakat.
39/41

Firman Allah dalam al-Quran:

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali


supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama yang
lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan
yang demikian Itulah agama yang
lurus”. (QS: al-Bayyinah/98: 5)
40/41

 Niat yang tulus murni adalah ikhlas


dalam istilah ajaran Islam. Oleh karena
itu ikhlas adalah sikap jiwa yang
menjadi landasan, atau sendi dalam
beribadah. Dengan ikhlas itu manusia
akan terhindar dari perbuatan sesat
dan tindak kemusyrikan (menyekutukan
Allah) yang merupakan dosa terbesar
yang tidak akan diampuni.
41/41

SYARAT
Ikhlas DITERIMANYA Sesuai syara’
IBADAH

www.themegallery.com
Lanjut ke Pert ke 3
IBADAH
• Ahli Lughat:
– menurut, mengikuti, tunduk, tha’at, do’a
• Ulama Tauhid, Tafsir dan Hadits:
– “Mengesakan Allah, menta’zimkannya dg sepenuh-penuh
ta’zim, serta merendahkan dan menundukkan diri kepada-Nya”
• Ulama Akhlaq:
– “Beramal dengan tha’at badaniyah dan menyelenggarakan
segala syari’at”
• Ulama Tashauwuf:
– Beribadah kepada Allah karena mengharap pahala, atau takut
akan siksa-Nya
– Beribadah kepada Allah karena memandang Allah berhak
disembah tanpa peduli apa yg akan diperoleh

www.themegallery.com
• Fuqaha:
– Apa-apa yg dikerjakan untuk mencapai keridhaan
Allah dan mengharapkan pahala-Nya di akhirat
 ibadah: thaat karena mencari keridhaan Allah
• Mu‘amalah:
– Hukum-hukum yang dilaksanakan untuk kebaikan
keluarga, masyarakat, dan negara, atau untuk
kemaslahatan dunia

www.themegallery.com
IBADAH

Mahdah: Ghairu Mahdah:

 Iman  Zakat
 Shalat  Kaffarah
 Puasa  dll
 dll

Ibadah itu adalah nama bagi segala yg disukai Allah dan yg


diridhai-Nya, baik berupa perkataan, maupun berupa perbuatan,
baik terang maupun tersembunyi (Jami’)

www.themegallery.com
rest
Hubungan Ibadah Dengan Akhlaq
(Makna Eksoteris dan Esoteris
 Ibadah sebagai ritus atau tindakan ritual
Ibadah)
merupakan bagian yang sangat penting dan
utama dari setiap agama dan kepercayaan
dalam usaha manusia untuk menumbuhkan
kesadaran dirinya bahwa ia adalah mahluk
ciptaan Allah SWT., yang diciptakan sebagai
insan yang mengabdi kepadanya. LIhat QS.
51 al-Dzariyat: 56
Dimensi Eksoteris Ibadah adalah:

 Ibadah memiliki prinsip adanya perintah dan


ketentuan yang telah ditetapkan oleh syari’at.
Sebagai misal, Allah memerintahkan orang-
orang beriman untuk mengamalkan shalat,
sedangkan tata caranya mengikuti petunjuk
Rasul-Nya.
 Pelaksanaan shalat sesuai dengan petunjuk
Rasul, seperti bagaimana cara berdiri, ruku,
sujud dan duduk serta bacaannya dengan
baik dan benar
 Dimensi eksoterik (khususnya dalam ibadah
mahdhah) pelaksanaannya haruslah
berdasarkan perintah dan ketentuan dari
nash (syari’at), berdasarkan petunjuk dari
Allah yang tercantum dalam al-Qur’an, serta
mengikuti praktek perbuatan Rasul yang
menjadi suri tauladan umat manusia.
 Lanjutan dimensi eksoteris Ibadah ……
 Ada pula orang mengatakan, bahwasanya makna
eksoterik ibadah semata hanya menggunakan
pendekatan fiqhiyyah, yaitu pendekatan dari segi
makna lahiriah semata, hanya melihat dari aspek-
aspek hukum zhahir. Berbeda halnya dengan faham
ulama sufi, pelaksanaan ibadah harus sampai
menghunjam ke relung hati.
 Dari uraian di atas, dimensi eksoteris dalam beribadah
adalah mengamalkan praktek ibadah, yang bersifat
lahiriah sesuai dengan tuntunan syari’at.
Dimensi Esoteris Ibadah

 Pengalaman ibadah seharusnya tidak sekedar berdimensi


eksoteris, yang hanya bersifat simbolik dan lahiriah, namun
hendaknya sampai kepada pemahaman dan penghayatannya.
 Yang dimaksud pemahaman dalam ibadah adalah memahami
makna-makna dan nilai-nilai serta esensi ibadah. Sedangkan
yang dimaksud dengan penghayatan ibadah, adalah
melakukan apresiasi dan ekspresi ibadah itu dengan diiringi
perbuatan-perbuatan yang bersifat aplikatif, yang sejalan
dengan hakikat dan hikmah ibadah.
 Pelaksanaan ibadah berdimensi esoteric banyak isyarat dalam
al-Qur’an dan al-Sunnah, bahkan dimensi esoterik ini dianggap
lebih penting, karena ia merupakan inti dan ruhnya ibadah.
Lanjutan dimensi esoteris

 Harun Nasution mengemukakan, bahwa tujuan dari


ibadah itu bukanlah hanya sekedar menyembah, tetapi
taqarrub kepada Allah, agar dengan demikian roh
manusia senantiasa diingatkan kepada hal-hal yang
bersih dan suci, akhirnya rasa kesucian seseorang
menjadi kuat dan tajam. Roh yang suci itu akan
membawa kepada budi pekerti yang baik dan luhur.
Oleh karena itu, ibadah di samping merupakan latihan
spritual, juga merupakan latihan moral
lanjutan dimensi esoteris

 Ibadah dalam dimensi esoteris lebih tertuju


kepada kandungan makna ibadah itu sendiri
yang diiringi rasa keihklasan untuk
mendapatkan ridha Ilahi.
 Pelaksanaan ibadah harus mencapai esensi
dan hakikat tujuannya, yang akan memberi
dampak positif bagi sipelaku sendiri maupun
lingkungan sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai