Anda di halaman 1dari 23

PRESENTASI KASUS

MORBUS HANSEN

Disusun oleh :
Nandi Rusnandi (1102013208)

Pembimbing :
dr. Evy Aryanti.SpDV
DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN RSUD CIBITUNG – KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

2020
IDENTITAS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Ny. A
Umur : 44 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : kampung harapan baru RT 03/12
Status pernikahan : Menikah
ANAMNESIS

Dilakukan secara Autoanamnesis, Selasa tanggal 18 agustus 2020

Keluhan Utama : kedua kaki tidak bisa


digerakan pada kedua tungkai bagian kanan
dan kiri sejak 1 hari SMRS

Keluhan Tambahan: lemas dan demam sejak 1 Riwayat Penyakit Dahulu


SMRS Pasien tidak pernah mengalami sakit
kulit sebelumnya, pasien tidak memiliki
Pasien datang ke IGD RSUD bekasi dengan keluhan kedua kaki riwayat alergi baik makanan maupun obat.
tidak bisa digerakan pada kedua kaki bagian bawah sejak 1 hari Pasien juga tidak memiliki riwayat jantung.
SMRS . Pada sekitar 6 bulan SMRS timbul bercak kemerahan hipertensi dan diabetes militus
pada kedua tungkai bagian kanan dan kiri lalu timbul bercak
kemerahan lagi pada kedua lengan kanan dan kiri
Kesadaran : Kompos mentis
Keadaan Umum : Baik
Tekanan Darah : 124/79 mmHg Leher : Kelenjar tiroid dan KGB tidak
Nadi : 90 x /menit, reguler teraba pembesaran.
Pernapasan : 20 x /menit Jantung : Bunyi jantung 1 dan 2 murni
Suhu : Afebris reguler, tidak ada murmur dan tidak ada gallop
Kepala : Normocephali, pertumbuhan Paru : Gerak napas kedua dada simetris,
rambut merata. tidak ada ronki dan tidak ada wheezing
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera Abdomen : Supel, datar, BU (+) normal, tidak
tidak ikterik. ada nyeri tekan
THT : Normotia, tidak ada sekret pada Ekstremitas : tidak ada edema
telinga dan hidung, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1
tenang.
STATUS DERMATOLOGIKUS
 

Lokasi : Regio Kruris Dextra Lokasi : Regio Cruris Sinistra


Efloresensi : terdapat erosi hiperpigmentasi.multipel,numular-plakat.difus
Efloresensi : terdapat erosi hiperpigmentasi.multipel,numular-plakat.difus-
sirkumskrip,dengan krusta hiiperpigmentasi
sirkumskrip,dengan krusta eritema

Gambar 1. Gambaran lesi pada bagian tungkai bagian bawah sebelah kana Gambar 2. Gambaran lesi pada bagian tungkai bagian bawah sebelah kanan
Lokasi : Regio Antebrachii Anterior dan Posterior dextra Lokasi : Regio Antebrachii Anterior dan Posterior sinistra

Efloresensi : Terdapat erosi-ulkus generalisata Efloresensi : Terdapat generalisata erosi hiperpigmentasi.multipel,numular-


plakat.polisiklik,dengan krusta hiperpigmentasi dan ulkus
hiperpigmentasi.multipel,numular-plakat.polisiklik,dengan krusta eritema

Gambar 3. Gambaran lesi pada bagian tangan sebelah kanan Gambar 4. Gambaran lesi pada bagian tangan sebelah kanan
RESUME
Pasien perempuan, Ny. A, 44 tahun, datang ke IGD RSUD bekasi dengan keluhan
kedua kaki tidak bias digerkan sejak 1 hari SMRS.terasa lemah pada seluruh tubuh
dan 6 bulan yang lalu timbul bercak kemerahan pada kedua tungkai dan kedua
tangan sebelah kanan dan kiri . Bercak kemerahannya berbentuk tidak teratur.
Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum baik, kesadaran kompos
mentis, tekanan darah 124/79 mmHg, nadi 90 x/menit, pernapasan 20x/menit, suhu
afebris. Pemeriksaan dari kepala sampai ekstremitas dalam batas normal
 Pemeriksaan fisik pada Morbus Hansen:
 Sensibilitas
 Rasa raba : Hipoestesi (-)
DIAGNOSIS KERJA
 Rasa nyeri : Hipoalgesia (-)
Morbus Hansen Multibasiler tipe borderline lepromatosus
 Perbedaan suhu : Tidak dilakukan
 Akromia : Hipopigmentasi (+)
DIAGOSIS BANDING
 Anhidrosis : Tidak dilakukan
Morbus Hansen pseubasilar tipe borderline lepromatosus
 N. Aurikularis magnus : Pembesaran (-/-), nyeri (-/-)
Morbus Hansen miltibailar tipe borderline lepromatosus
 N. Ulnaris : Pembesaran (-/-), nyeri (-/-)  
 N. Poplitea lateralis : Pembesaran (-/-), nyeri (-/-)  
 N. Tibialis posterior : Pembesaran (-/-), nyeri (-/-) PENATALAKSANAAN
 Claw hand (-/-), Wrist drop (-/-), Foot drop (-/-), Lagoftalmus (-/-), Non Medikamentosa :
 Claw toes (-/-), Mengatupkan bibir (-) Meminum obat sesuai dosis yang diberikan dan.
Higienitas diri terutama bagian bercak agar tetap kering
Medikamentosa :
Rimfapisin 600 mg
Ofloksasin 400 mg
Minoksiklin 100 mg
Hematologi Hasil
Hemoglobin LL 5.1 g/dl
Hematokrit LL 17 %
Leukosit H 29.6 10^3/ul
Eritrosit L 2.12 10^3/Ul
Trombosit H 765 10^3/ul

Basophil 0%
Eosinofil L 0%
Netrofil H 90 %
Limfosit L 7%
NLR H 12.86
Monosit 3 mm/jam
Laju Endap Darah H 40 mm/jam
PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa :
Meminum obat sesuai dosis yang diberikan dan.
Higienitas diri terutama bagian bercak agar tetap kering
 
Medikamentosa :
Paracetamol 3x1 fl
Carmed lotion 2x1
Kompres Nacl 0,9 %
 
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam: dubia ad bonam
MORBUS HANSEN

Kusta merupakan penyakit infeksi


granulomatosa kronik, dan penyebabnya ialah
mycobacterium leprae yang bersifat
intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai
afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus
respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke
organ lain kecuali saraf pusat
Kuman penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae. Dimana
mycobacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora,
berbentuk batang, dikelilingi oleh membran sel lilin yang
merupakan ciri dari spesies mycobacterium, dengan ukuran 3-
8µm x 0,5µm. Biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-
satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA) atau gram
positif. Bakteri ini tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai
akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol
sehingga oleh karena itu dinamakan bakteri tahan asam
Kuman ini menular kepada manusia melalui kontak lansung
dengan penderita dan melalui saluran pernapasan, bakteri ini
berkembang biak dalam waktu 2-3 minggu, pertahanan bakteri
ini dalam tubuh manusia mampu bertahan 9 hari diluar tubuh Pasien menderita kusta
manusia kemudian kuman membelah dalam jangka waktu 14- didiagnosa sejak 6 bulan yang lalu
21 hari dengan masa inkubasi rata-rata dua hingga lima tahun dan timbulnya bercak kemerahan
bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari 5 tahun. Setelah menghilangnya rasa nyeri dan
lima tahun, tanda seseorang menderita kusta mulai muncul, raba pada bagian tertentu dan 1
antara lain, kulit mengalami bercak putih, merah, rasa, hari SMRS kedua kaki pasien tidak
kesemutan bagian anggota tubuh hingga tak berfungsi biasa digerakan
sebagaimana mestinya. Penatalaknsanaan kasus yang buruk
dapat menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan
kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata
Gambar no. 2
Patogenesis Kusta1

tuberkuloid polar (TT), tuberkuloid indefinite (Ti), borderline tuberkuloid (BT), mid-borderline
(BB), borderline lepromatosa (BL), lepromatosa indefinite (Li), dan lepromatosa polar (LL)
Pada pasien Pasien terdapat lesi
makula eritemarosa. plakat.sukar
dihitung masih ada kulit sehat
batas nya tegas.permukaan halus
mengkilat.hasil BTA positif di 6
lokasi
Klasifikasi Zona Spektrum Kusta

Ridley dan Jopling TT BT BB BL LL

Madrid Tuberkuloid Borderline Lepromatosa

WHO Pausibasilar (PB) Multibasilar (MB)

Puskesmas Pausibasilar (PB) Multibasilar (MB)

Terdapat lesi pada pasien lebih dari


  Pausibasiler (PB) Multibasiler (MB) 5 yang terletak pada lokasi kedua
kaki dan kedua bagian tangan
- 1-5 lesi terdapat adanya macula dan
- > 5 lesi
Lesi kulit - Hipopigmentasi/eritema hilangnya sensasi tidak jelas
- Distribusi simetris
(makula, papul, nodus) - Tidak simetris
- Hilangnya sensasi tidak jelas
- Hilangnya sensasi jelas

Kerusakan saraf Satu cabang saraf Banyak cabang saraf


Fungsi
Saraf
Motorik Sensorik Otonom

Auricularis magnus - Kulit belakang telinga

Facialis Menutup kelopak mata -

Kulit telapak tangan


Jari manis dan jari
Ulnaris daerah jari kelingking
kelingking
dan separuh jari manis Mempersarafi kelenjar
keringat, kelenjar
minyak, dan pembuluh
darah
Kulit telapak tangan
Ibu jari, jari telunjuk, daerah ibu jari, jari
Medianus
dan jari tengah telunjuk, jari tengah,
dan separuh jari manis

Peroneus communis Pergelangan kaki -

Tibialis posterior Jari-jari kaki Kulit telapak kaki


PENATALAKSANAAN
Pengobatan dengan multi drug treatment (MDT) untuk MB adalah Rifampisin 600 mg setiap
bulan dalam pengawasan, DDS 100 mg setiap hari, dan Klofazimin 300 mg setiap bulan dalam
pengawasan selama 24-36 bulan dengan syarat berhenti yaitu bakterioskopis negatif. MDT
untuk PB adalah Rifampisin 600 mg setiap bulan dalam pengawasan dan DDS 100 mg setiap hari
selama 6-9 bulan

Pasien sebelumnya di Diagnosa


kusta saat berobat di klinik cipto dan
meminum obat kusta namun pasien
menghentikan pengobatannya sejak
1 bulan SMRS
Pencegahan kecacatan meliputi:

1. Deteksi dini penyakit dan pengobatannya yang efektif dengan MDT.

2. Identifikasi orang berisiko tinggi dan seringnya mereka melakukan pemantauan.

3. Deteksi dini dan pengobatan reaksi dan neuritis (akut & silent) dengan steroid.

4. Pengenalan dini dan pengobatan gangguan.

5. Peduli tangan, kaki dan mata yang tidak peka untuk pencegahan gangguan sekunder (melalui perawatan diri
sendiri).

6. Penyediaan alas kaki yang sesuai, alat bantu dan peralatan lainnya.

7. Mengaktifkan pemulihan sensorik dan motorik dengan cara medis dan bedah

8. Meminimalkan kecacatan dengan menggunakan belat dan tindakan fisioterapi lainnya dan operasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wisnu IM, Sjamsoe-Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Menaldi SLSW, Bramono
K, Indriatmi W, penyunting. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2015: h. 87-102.
2. Budijanto D, Yudianto, Hardhana B, Soenardi TA, penyunting. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2016: h. 175-9.
3. Kamal M, Martini S. Kurangnya konseling dan penemuan kasus secara pasif
mempengaruhi kejadian kecacaran kusta tingkat II di kabupaten sampan. Jurnal Berkala
Epidemiologi. 2015: 3 (3): 290-303.
4. Anonim. Pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI. Kusta. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2015: h. 1-7.
5. Srivastava RK. Training manual for medical officer. New Delhi: Ministry of Health
and Family Welfare; 2012: p. 12-21, 88-110.
6. Aditama TY. Pedoman nasional program pengendalian penyakit kusta. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2014: h. 75-8, 117-9.
7. Truman RW, Andrews K, Robbins NY, Adams LB, Krahenbuhi JL, Gillis TP.
Enumeration of Mycobacterium leprae using real-time PCR. PLOS Neglected Tropical
Diseases. 2008: 2 (11): 1-8.
8. Scollard DM. Pathogenesis and pathology of leprosy. Baton Rouge: National Hansen’s
Disease Program; 2017: p. 2.
9. Degang Y, Akama T, Hara T, Tanigawa K, Ishido Y Gidoh M, et.al. Clofazimine
modulates the expression of lipid metabolism proteins in Mycobacterium leprae-
infected macrophages. PLOS Neglected Tropical Diseases. 2012: 6 (12): 1-8.
10. Vionni, Arifputra J. Reaksi Kusta. CDK-242. 2016: 43(7).h. 501-4.
11. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook's Textbook of dermatology. 8th ed.
West Sussex: Wiley Blackwell; 2016.p.32.12-32.14.
12. Nery JAC, Duppre NC, Sales AM, Jardim MR. Contribution to diagnosis and
management of reactional states : a practical approach. Annais Brasillian Dermatology.
2006; 81(4): p 367-75.

Anda mungkin juga menyukai