SISTEM
FILSAFAT
PENDIDIKAN
PANCASILA
(Filsafat sebagai Sistem dan sebagai pendekatan)
1
FILSAFAT SEBAGAI SUATU SISTEM
2
SISTEM-SISTEM FILSAFAT
Atas dasar Filsafat sebagai suatu sistem, maka:
Meliputi;
1. Sistem Filsafat IDEALISME:
Akar filsafat Idealisme: ajaran ide dari Plato, ajaran teologi
Yunani dan teologi Kristen. Melalu jalur filsafat skolastik dan
neo-skolastik (neo-Thomisme) pada abad 18–19, memasuki
idealisme di Jerman;
(Fichte, Schelling, Hegel, dan Kant).
3
Lanjutan:
4
Lanjutan:
b. Epistimologi Idealisme (EI):
Bahwa jiwa berasal dari dunia idea yang telah mempunyai
pengetahuan yang lengkap, sempurna, maka; proses pengetahuan
di dunia ini adalah proses mengenal kembali, proses Rekognisi;
Pengetahuan dianggap benar, jika ada kesesuaian antara idea
(gagasan akal) dengan benda/faktanya; yang demikian disebut
sebagai Teori Kesesuaian;
Sifat pengetahuan idealisme adalah “rasional”, umum
(universal), terjelma dalam putusan-putusan analitik atau
pengertian “a priori”;
Pengetahuan tertinggi adalah Idea Mutlak (Tuhan).
5
Lanjutan:
6
Lanjutan:
d. Logika Metodologi Idealisme (LMI):
Yang dianggap lebih tinggi derajatnya adalah pemikiran atau
penalaran umum, yakni; penalaran deduksi yang kemudian dapat
menghasilkan kebenaran khusus; formula umum yang memakai
premis mayor, premis minor dan satu kesimpulan (kongklusi);
Logika demikian disebut logika formal Penalaran induksi
dipandang rendah derajat kebenarannya, dan dipakai karena
kekurangan kasanah kebenaran umum, lalu bertolak dari
kebenaran khusus dan kemudian menghasilkan kebenaran umum;
Bahwa kebenaran khusus (sebenarnya) dihasilkan dari kebenaran
umum dalam deduksi; oleh karenanya penalaran induktif tak
populer, kurang dalam filsafat idealisme.
7
SISTEM-SISTEM FILSAFAT
9
Lanjutan:
a. Metafisika-Ontologi Pancasila:
Bahwa ajaran Pancasila dalam meninjau alam semesta ini, adalah
sebagai realita atau kenyataan tinggi;
Bahwa alam semesta sebagai bahan perenungan proses penciptaan;
maka Pancasila mengajarkan, bahwa sebagai realita tertinggi di
dunia ini tidak lain adalah Tuhan yang Maha Esa;
Makna terdalam dalam sila I; bahwa Tuhan yang Maha Esa itu
“ada”; sejalan juga dengan para filosof Teologi; Thomas Aquino, N.
Driyarkara; Tuhanlah sebagai pencipta apa yang ada di dunia;
Benda-benda materi semua ciptaan Tuhan, semua bersifat fana, tidak
abadi. Tapi substansi “rokh”(Makhluk Tuhan) bersifat abadi,
Immaterial.
10
Lanjutan:
b. Epistimologi Pancasila:
Bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan
dikaruniai kemampuan-kemampuan:
1) Cipta atau kognitif: kemampuan untuk tahu yang benar dan
salah (kemampuan logik manusia);
2) Rasa-emosi, kemampuan afeksi: kemampuan untuk tahu apa
yang indah dan tidak indah (kemampuan estetik manusia);
3) Karsa dan konasi; merupaka dasar kehendak, sebagai dasar
adanya kemauan manusia (kemampuan untuk mengenali apa
yang baik dan tidak baik), disebut sebagai “kemampuan etik
manusia”;
4) Ketiga kemampuan tersebut, manunggal (bersatu) dalam
menggerakkan perangkat jasmani manusia untuk bertindak,
berbuat; disebut sebagai “kemampuan praktika”.
11
Lanjutan:
c. Aksiologi Pancasila:
Sumber kebaikan dan keindahan adalah Tuhan dan mengimplisit
alam semesta;
Tingkah laku manusia yang baik adalah yang selaras antara kodrat
Illahi dengan kodrat alam manusia, dan diupayakan untuk
kebahagiaan hidup bersama tanpa menghancurkan kepentingan
individual;
Manusia hidup bukan semata mengejar kebahagiaan duniawi,
tetapi juga diarahkan untuk kebahagiaan ukhrawi/surgawi, di alam
abadi;
Manusia hidup membudaya dengan memperjuangkan nilai-nilai
dan budaya religius, agar mengangkat harkat dan martabat
makhluk Tuhan.
12
Lanjutan:
d. Logika Metodologi Pancasila:
Mengembangkan logika formal (penalaran deduksi), logika
induksi, logika ilmiah, logika institusi; semua logika yang
dipakai untuk metodologi yang akurat dapat dipakai untuk
mengembangkan filsafat Pancasila;
Itulah tinjauan filsafat Pancasila sebagai suatu Sistem
Filsafat Pancasila.
13
DASAR-DASAR
KEFILSAFATAN PANCASILA
14
BERSAMBUNG
15