Anda di halaman 1dari 26

KLASIFIKASI

SISTEM-SISTEM
LUMPUR

Oleh :
Rusmiyati
Tidak ada dua lumpur yang betul-betul sama. Bahkan jika pada awal
keduanya sama, material-material dan kondisi-kondisi formasi serta
treatment dan handling di permukaan akan merubah Lumpur-
lumpur tersebut.

Oleh sebab itu terdapat kisaran lumpur bor secara luas, dan ini
menyulitkan usaha untuk mengklasifikasikan lumpur. Walaupun
demikian, dapat disusun beberapa kategori atau kelas lumpur bor
secara garis besar.

Kategori-kategori umum utama dari water – base mud dan oil – base
mud, dan tipe-tipe lumpur dalam masing-masing kelas yang paling
sering anda temui sebagai seorang NL Baroid Drilling Mud Sales
Engineer.

Gambar D.1 menjajikan skema klasifikasi yang akan kita gunakan


dalam Unit ini. Komposisi, aplikasi, keterbatasan dan perawatan
masing-masing tipe lumpur, dan aditif-aditif lumpur akan dibahas
WATER-BASE MUD
Water-base mud adalah lumpur yang fasa kontinyu
atau dasar cairannya berupa air. Masing-masing jenis
water-base mud yang dicantumkan pada Gambar D.1
akan dideskripsikan secara singkat pada bab berikut.

Fresh Water Mud


Fresh water mud umumnya merupakan lumpur dengan
treatment ringan (lightly treated) atau tanpa treatment
(untreated) yang fasa cairannya berupa air yang hanya
mengandung garam-garam dengan konsentrasi rendah,
dan dengan pH berkisar antara 7.0 sampai 9.5+.
Fresh water mud meliputi lumpur-lumpur berikut ini:
A. Spud Mud
Lumpur-lumpur semacam ini biasanya dibuat dari air yang tersedia
di lokasi pengeboran ditambah bentonite dan/atau lempung premium
dengan konsentrasi secukupnya. Biasanya tanpa treatment dengan
bahan kimia, meskipun kadang-kadang ditambah gamping, semen,
atau kaustik soda untuk menaikkan viskositas dan agar lumpur dapat
menyumbat zone-zone yang memungkinkan terjadinya hilang
sirkulasi pada formasi-formasi permukaan yang tidak kompak
(unconsolidated).

Spud mud digunakan untuk mengebor lubang di permukaan.


Toleransi lumpur terhadap serbuk bor dan kontaminan sangat
terbatas.

Spud mud yang banyak digunakan meliputi vacuum (salvage mud),


lumpur gel dan air (gel and water mud), air jernih (clear water), dan
di lepas pantai serta barge rig di darat digunakan lumpur air laut dan
gel (sea water and gel mud).
B. Natural Mud
Natural mud atau “native” mud memanfaatkan serbuk bor
sumur tersebut sebagai fasa padatan lumpur untuk
memberikan viskositas, berat dan pengendalian hilang air
(water loss control).

Seringkali bentonite ditambahkan ke dalam lumpur untuk


meningkatkan stabilitas dan pengedalian hilang air.

Untuk mengendalikan berat lumpur dan kenaikan kadar


padatan, dapat ditambahkan surfaktan.

Natural mud biasa digunakan untuk mengebor lubang


bagian atas sampai pada kedalaman di mana perlu
penambahan volume lumpur (mud-up) atau sampai pada
kedalaman di mana perlu penggantian lumpur (conversion
depth). Toleransinya rendah terhadap kadar padatan dan
kontaminan.
C. Salt Water Mud
Biasanya lumpur diklasifikasikan sebagai salt water
mud jika mengandung garam lebih dari 10,000 ppm.
Salt water mud dapat diklasifikasikan lebih lanjut
berdasarkan banyaknya kandungan garam dan/atau
sumber air pembuat lumpur (make-up water).

1. Banyaknya kadar garam dalam ppm


a. Saturated salt mud (315,000 ppm+)
b.Salt mud (lebih dari 10,000 ppm tetapi belum jenuh)

2. Sumber make-up water


a. Brackish water mud
b. Sea water mud
Salt water mud dapat dengan sengaja dibuat (dengan
menambahkan garam ke make-up water), atau karena
memang make-up water-nya berupa air asin dari
pengeboran menembus kubah garam (salt dome) atau jika
pengeboran menemui aliran air asin.

Salt water mud meliputi:


1. Sea Water Mud atau Brackish Water Mud
Lumpur semacam ini dibuat dari make-up water yang
tersedia di lokasi pengeboran, lempung komersial dan
lempung formasi, dan lignite atau chrome lignosulfonate.
CMC biasanya ditambahkan untuk pengendalian hilang
fluida (fluid loss control), meskipun sering juga
digunakan lignosulfonate dengan konsentrasi tinggi untuk
tujuan ini.
Viskositas dan gel strength dikendalikan dengan kaustik soda,
ferrochrome lignosulfonate dan/atau lignite.

Soda abu (soda ash) sering digunakan untuk menurunkan konsentrasi


kalsium.

Untuk pngendalian hilang air digunakan CMC (Sodium


Carboxymethyl Cellulose) atau lignosulfonate.

pH dikendalikan antara 8.5 sampai 11.0.

Lumpur air laut (sea water mud) dan lumpur air payau atau air sadah
(brackish atau hard water mud) terutama digunakan karena
ketersediaan make-up water, biasanya di laut terbuka atau di teluk.

Tingkat inhibisi tergantung pada konsentrasi garam dan kalsium


dalam lumpur.
2. Lumpur Air Garam Jenuh (Saturated Salt Mud)
- Sebagai make-up water digunakan air garam jenuh (315,000 ppm+).
- Untuk menaikkan viskositas ditambahkan lempung air asin
(attapulgite)
- Untuk pengendalian hilang air digunakan kanji (starch).
- Kaustik soda ditambahkan untuk menyesuaikan pH
- Chrome lignosulfonate untuk pengendalian gel strength.
- Kadang-kadang ditambahkan soda abu untuk menurunkan kadar
kalsium dalam filtrate dan menyesuaikan pH.

Saturated salt mud digunakan untuk mengebor lapisan-lapisan


garam massif untuk mencegah pembesaran lubang (washout), dan
sebagai work-over fluid.

Lumpur air tawar dirubah menjadi saturated salt mud dengan


menambahkan garam sampai mencapai titik jenuh. Saturated salt
mud biasanya digunakan pada berat lumpur kurang dari 14.0 lb/gal.
D.Lumpur dengan Treatment Bahan-bahan Kimia tanpa
Senyawa-senyawa Kalsium (Chemically Treated Mud,
No Calcium Compoud)

Lumpur semacam ini biasanya berasal dari natural mud yang


telah dikondisikan dengan bentonite, dan treatment dengan
fosfat (inorganic thinner), atau kaustik soda dan tannin
(quebracho), lignite, atau lignosulfonate (organic thinner).

Chemically treated mud meliputi:


1. Phosphate Mud
Lumpur semacam ini menggunakan fosfat sebagai bahan
pengencer. Fosfat yang biasa gigunakan meliputi sodium
acid pyrophosphate (SAPP), sodium hexametaphosphate
(calgon), sodium tetraphosphate (BARAFOS), dan tetra
sodium phosphate (TSPP).
Material-material ini umumnya digunakan pada Lumpur air tawar dan
lempung (fresh water clay mud) dan efektif dalam konsentrasi yang
rendah.

Fosfat sendiri tidak menghasilkan pengendalian filtrasi, tetapi efek


dispersinya terhadap agregat lempung dapat menyebabkan laju filtrasi
yang rendah, terutama jika air mengandung kesadahan (hardness)
rendah.

Pada phosphate-treated mud, dapat digunakan sedikit kaustik soda,


quebracho dan/atau lignite untuk pengendalian pH.

Kadang-kadang digunakan CMC untuk pengendalian hilang air.

Lumpur semacam ini mempunyai toleransi terbatas terhadap


kontaminasi garam, semen dan anhidrit, dan biasanya terbatas untuk
pengeboran dengan kedalaman moderat serta pada berat lumpur
kurang dari 12.0 lb/gal.
2. Lignite Lignosulfonate Mud
Lumpur ini dibuat dari air tawar yang dikondisikan dengan
bentonite.

Lignosulfonate ditambahkan sebagai pengencer (thinner)

Lignite untuk pengendalian filtrasi dan meningkatkan


stabilitas terhadap temperature.

Untuk meningkatkan pengendalian filtrasi, dapat juga


digunakan DRISPAC.

Lumpur jenis ini dapat digunakan dari berat jenis rendah


sampai tinggi, dan menghasilkan system dengan pH rendah.

Lumpur ini stabil pada temperatur tinggi (350oF+) dan


ketahanan terhadap kontaminasinya bagus.
3. Caustic Lignosulfonate Mud
Lumpur ini dibuat dari air tawar yang dikondisikan dengan bentonite.

Lignosulfonate (chrome lignosulfonate) ditambahkan sebagai


pengencer

pH diatur sampai 9.5 dengan menggunakan kaustik soda.

Untuk meningkatkan pengendalian filtrasi dapat ditambahkan


CMC, lignite atau menambahkan lebih banyak lignosulfonate. Jika
perlu dapat ditambahkan minyak sampai 4 % volume.

Toleransi terhadap kontamian bagus.

Lumpur ini dapat digunakan dari berat jenis rendah sampai tinggi,
dan stabil sampai 350oF.
E. Lumpur dengan Treatment Kalsium (Calcium Treated Mud)

Lumpur jenis ini dibuat dari lumpur dengan pH sembarang (rendah


atau tinggi), dengan menambahkan sejumlah tertentu gamping atau
gypsum, kaustik soda, dan pengencer (quebracho, lignite atau
lignosulfonate).

Calcium treated mud meliputi:

1. Lime Mud
Lime mud terdiri dari lumpur-lumpur dengan kadar gamping rendah
dan tinggi.

Lumpur semacam ini dibuat dari lumpur yang ada dengan


menambahkan lignosulfonate, TANNEX (quebracho dan lignie),
atau lignite dan kaustik soda, gamping (lime), dan material
pengendali filtrasi (IMPERMEX, CMC atau DEXTRID).
Kaustik soda dan dispersant digunakan untuk
mempertahankan alkalinitas filtrate (pf)

Gamping untuk mengendalikan alkalinitas lumpur (pm) dan


excess lime.

Lime mud tahan terhadap kontaminasi garam, semen atau


anhidrit, bahkan pada temperature tinggi.

Lumpur tahan terhadap temperatur sampai 300oF jika


kontaminasi padatan tidak terlalu tinggi.

Konsentrasi gamping yang tinggi memberikan hasil yang


baik untuk mengebor lapisan-lapisan gumbo shale.
2. Gyp Lignosulfonate Mud

Lumpur ini dibuat dari air tawar yang dikondisikan dengan


bentonite, atau dari lumpur gel dan air (gel and water mud) yang
ada.

Untuk pengendalian pH ditambahkan kaustik soda.

Gipsum, lignosulfonate dan tambahan kaustik soda dicampurkan


secara bersama-sama ke dalam lumpur.

Untuk pengendalian filtrasi dapat ditambahkan CMC. Lumpur ini


digunakan untuk mengebor lapisan serpih (shale), atau jika
pengeboran menembus lapisan-lapisan gypsum atau anhidrit.

Lumpur ini tahan terhadap kontaminasi semen atau garam.


Penggunaannya dibatasi oleh stabilitas material pengendali filtrasi
(CMC) terhadap temperatur.
F. Lumpur Khusus (Special Mud)
Di samping system lumpur yang telah dibahas di muka,
ada beberapa jenis lumpur lain yang tidak masuk dengan
tepat pada kategori-kategori di atas. Jadi, kita akan
membahas lumpur-lumpur ini pada kategori umum
“Special Mud” yang meliputi Non Dispersed (Low Solid)
Mud, Inhibiting Salt/Polymer Mud, dan Surfactant Mud.

1. Non Dispersed (Low Solid Mud)


Istilah “low solid mud” mencakup variasi tipe Lumpur
yang luas, termasuk air jernih (tawar, asin atau brine),
emulsi minyak dalam air, atau fluida biopolymer (lumpur
dengan polimer tanpa aditif lain atau water-base mud
sembarang dengan treatment polimer), weighted low clay
solid mud, dan low solid non-dispersed mud. Kepentingan
kita adalah pada lumpur jenis yang terakhir tersebut.
Low solid non-dispersed mud biasanya dibuat dari air tawar
dengan sedikit atau tanpa serbuk bor dan bentonite,
ditambah polimer aksi ganda (dual action polymer) untuk
mengembangkan bentonite dan menggumpalkan sebuk bor.

Lumpur tipe ini didisain untuk viskositas rendah di mata bor


sehingga laju penetrasi tinggi.

Polimer yang digunakan akan sangat meningkatkan


viskositas yang dikontribusikan oleh bentonite, dan juga
bertindak sebagai flocculant untuk padatan-padatan
lempung lainnya, sehingga memudahkan pemisahannya dari
lumpur.

Polimer kimia atau bentonite extender ini (misalnya BEN-


EX dan EXTEND) memungkinkan dipertahankannya
viskositas yang diinginkan dengan hanya menggunakan
setengah dari banyaknya bentonite yang dibutuhkan.
Lumpur tidak menggunakan deffloculant, jadi
mempertahankan sistem yang flocculated.

Flokulasi dan kadar padatan yang rendah memungkinkan


lumpur mempunyai viskositas yang relatif rendah di mata
bor dan di dasar lubang di mana shear rate tinggi, dan
viskositas yang relative tinggi pada shear rate yang lebih
rendah di annulus untuk menghasilkan pembersihan lubang
yang efektif.

Masalahnya adalah laju filtrasi yang cukup tinggi, karena


kadar padatan rendah dan padatan terflokulasi, sehingga
tidak dapat membentuk filter cake yang impermeable.
Untuk membantu pengendalian filtrasi dapat ditambahkan
sodium polyacrylate atau sejumlah kecil CMC.
Di beberapa daerah, penggunaan sistem lumpur ini bervariasi. Versi
lain dari sistem lumpur tipe ini menggunakan extended bentonite
dengan treatment polimer kimia (misalnya QUIK-GEL).

Bentonite extender polymer mud dan chemical polymer extended


bentonite mud biasanya terbatas penggunaannya di daerah-daerah di
mana terdapat sumber air tawar yang baik.

Lumpur-lumpur tipe ini digunakan di mana dibutuhkan kapasitas


pengangkutan cuttings yang tinggi. Laju penetrasi yang tinggi
dihasilkan oleh karakteristik shear thinning yang tinggi (makin tinggi
shear rate, lumpur menjadi makin encer) seperti yang diuraikan di atas.

Limitasi temperatur untuk Lumpur ini adalah 200 – 300oF.

Keuntungan-keuntungan lain meliputi berkurangnya kemungkinan


hilang sirkulasi, meningkatkan hidrolika, dan berkurangnya keausan
pada mata bor dan bagian-bagian pompa.
2. Inhibiting Salt / Polymer Mud

“Inhibitive Mud” adalah lumpur yang tidak berpengaruh/ merubah formasi


yang ditembus lubang bor.

Istilah ini mencakup sejumlah besar sistem lumpur , antara lain lumpur air
asin (gamping atau gips), lumpur lignosulfonate, lumpur dengan treatment
surfaktan, dll.

Tetapi, pada kategori Inhibiting Salt / Polymer Mud ini, kita hanya akan
membahas secara khusus lumpur-lumpur yang mengandung inhibitive salt
misalnya KCl, NaCl atau diamonium fosfat bersama-sama dengan polimer-
polimer kompleks dengan berat molekul tinggi.

Pada lumpur-lumpur semacam ini, ditambahkan prehydrated bentonite dan


polimer (termasuk XC Polymer)

Untuk menghasilkan viskositas dan gel strength, polyanionic cellulose


(DRISPAC) atau CMC untuk pengendalian hilang fluida

Sering juga ditambahkan corrosion inhibitor dan oxygen scavenger untuk


melindungi tubular goods.
Lumpur ini digunakan untuk mengebor formasi-formasi
yang sensitif terhadap air, dan bagus untuk meminimumkan
kerusakan formasi akibat invasi filtrat di mana formasi
mengandung padatan-padatan lempung yang dapat
terhidrasi.

Karakteristik lumpur ini adalah pembersihan lubang yang


efektif dan shear thinning.

Tetapi, konsentrasi padatan yang tinggi tidak dapat


ditoleransi, sehingga penting untuk mengendalikan kadar
padatan.

Limitasi temperatur setinggi 200 – 250oF juga merupakan


katakteristiknya

Biasanya densitasnya terbatas sampai 15 ppg.


 Di antara lumpur-lumpur tipe ini, yang digunakan oleh Baroid
Drilling Mud Sales Engineer adalah KCl Lime Mud.

 Sistem lumpur ini menggunakan prehydrated bentonite


(AQUAGEL),

 KCl untuk inhibisi, lignosulfonate dan/atau LIGNITE sebagai


pengencer

 KOH untuk pengendali pH

 Polimer-polimer seperti DRISPAC, CMC, atau XC Polymer


untuk pengendalian filtrasi.

 K-Plus Mud juga termasuk dalam lumpur tipe ini, meskipum


jarang digunakan karena kesulitan dalam mengendalikan sifat-
sifat lumpur dan biaya perawatan yang tinggi
3. Surfactant Mud
Surfactant mud dikembangkan terutama untuk menggantikan
calcium treated mud yang tidak tahan temperatur tinggi.

Istilah “surfactan” mempunyai arti surface acting agent, atau suatu


material yang mampu bekerja pada permukaan material.

Pada lumpur pengeboran, surfaktan adalah aditif yang berfungsi


merubah sirat-sifat permukaan fasa cairan dan fasa padatan dalam
lumpur, atau memperlemah karakteristik pembasahan.

Komposisi sistem lumpur surfaktan cenderung memperlambat


hidrasi atau dispersi lempung-lempung dan serpih-serpih formasi.

pH lumpur diatur antara 8.0 sampai 9.5 agar lumpur lebih stabil
pada temperatur tinggi.
 Lumpur surfactan yang paling sering anda temui adalah Lignite
Surfactant Mud System.

 Lumpur ini dibuat dari air tawar dengan bentonite, lignite, dan
AKTAFLO-S (surfaktan), serta minyak sampai 25% volume.

 Dengan penambahan lignite, mungkin diperlukan sedikit defoamer.

 pH lumpur diatur dalam kisaran yang sempit yaitu 8.5 – 9.0 agar
kelarutan/solubilitas thinner (lignite) maksimum.

 Lumpur ini mempunyai toleransi yang terbatas terhadap kontaminasi


garam, gips dan semen.

 Agar pada temperatur tinggi sifat-sifat aliran tetap memuaskan, kadar


lempung dalam lumpur harus dijaga selalu rendah (1.0 – 1.6 MBT
capacity) dengan jalan pengenceran (dilution) dan penggunaan solid
control equipment.
 Kombinasi lignite dan surfaktan dalam lumpur
memungkinkan penggunaannya pada temperatur
dasar lubang yang sangat tinggi. Ini disebabkan oleh
stabilitas temperatur dari lignite, dan efek surfaktan
dalam pengendalian viskositas dan meminimumkan
gel strength yang terbentuk pada temperatur tinggi.

Anda mungkin juga menyukai