Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS PNEUMONIA

 
 

Oleh :
NURLAILA
14101044
 
 
PEMBIMBING
dr. Fahmi Nofriandi, Sp.P
 
 
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN ILMU PENYAKIT PARU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DUMAI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2019
BAB I
PENDAHULUAN
 Pneumonia adalah infeksi atau peradangan akut pada
parenkim paru atau jaringan paru yang diakibatkan
bakteri, virus, jamur atau parasite. Pneumonia dapat
menyerang siapa saja, baik anak, dewasa muda, atau
orangtua. Pneumonia menyerang manusia dan sekitar
450 juta kasus tiap tahunnya. Pneumonia yang sering
terjadi dan bersifat serius adalah pneumonia komunitas.
Berkaitan dengan penyebab kematian dan kesakitan
terbanyak didunia (PDPI,2018).
 Angka kematian sekitar 1,4 juta pertahunnya secara global (7%
penyebab kematian didunia). Angka kematian terbanyak pada usia
anak-anak dan orang tua (> 75 tahun). Angka kejadian pneumonia
lebih sering terjadi negara berkembang dibandingkan negara maju.
Di Indonesia pada tahun 2010, pneumonia termasuk dalam 10 besar
penyakit rawat inap di rumah sakit dengan proporsi kasus 53.95%
untuk laki-laki dan 46.05% untuk perempuan, dengan crude fatality
rate (CFR) 7.6%, paling tinggi bila dibandingkan penyakit lainnya.
Berdasarkan data RISKESDAS 2018 prevalensi pneumonia
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan (nakes) adalah sekitar 2,0%
sedangkan pada tahun 2013 adalah 1.8%. Penyebab pneumonia
komunitas terbanyak di Indonesia adalah kuman Gram negatif
yaitu Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter baumanii,
Pseudomonas aeruginosasedangkan penyebab pneumonia
komunitas di negara lainnya adalah Gram positif
yaitu Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumonia,
Haemophilus influenza dll (PDPI,2018).
BAB II
LANDASAN TEORI
Definisi
› Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri,virus,jamur,parasit).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal,
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius,
dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat (Setiati et al,2014).
› Pneumonia komunitas(PK) adalah pneumonia yang terjadi akibat
infeksi diluar rumah sakit.
› Pneumonia Nosokomial (PN) adalah pneumonia yang terjadi >48
jam atau lebih setelah dirawat di RS, baik diruang rawat umum
ataupun ICU tetapi tidak sedang memakai ventilator (setiati et al,
2014).
Epidemiologi
 Penyakit saluran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan
yang tinggi diseluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek
umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi
dimasyarakat (PK) atau didalam RS/pusat perawatan (PN)
 Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia, dan sering
terjadi pada PPOK juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit lain
seperti DM, payah jantung, penyakit arteri coroner, keganasan, insufisiensi
renal, penyakit syaraf kronik dan penyakit hati kronik ( Setiati et al, 2014).
 Angka kematian sekitar 1.4 juta pertahunnya secara global (7% penyebab
kematian didunia). Angka kematian terbanyak pada usia anak-anak dan
orang tua (> 75 tahun). Angka kejadian pneumonia lebih sering terjadi
negara berkembang dibandingkan negara maju. Di Indonesia pada tahun
2010, pneumonia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah
sakit dengan proporsi kasus 53.95% untuk laki-laki dan 46.05% untuk
perempuan, dengan crude fatality rate (CFR) 7.6%, paling tinggi bila
dibandingkan penyakit lainnya
 Berdasarkan data RISKESDAS 2018 prevalensi
pneumonia berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan (nakes) adalah sekitar 2,0% sedangkan
pada tahun 2013 adalah 1.8%. Penyebab
pneumonia komunitas terbanyak di Indonesia
adalah kuman Gram negatif yaitu Klebsiella
pneumoniae, Acinetobacter baumanii,
Pseudomonas aeruginosa sedangkan penyebab
pneumonia komunitas di negara lainnya adalah
Gram positif yaitu Streptococcus pneumoniae,
Mycoplasma pneumonia, Haemophilus
influenza dll (PDPI,2018).
Etiologi
 Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis
kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia , melalui
selang infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan
infeksi pada pemakaian ventilator oleh P.aeruginosa
dan Enterobacter.
 Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai
tipe dari pneumonia, hal ini berdampak pada obat
yang akan diberikan. Mikroorganisme penyebab
yang tersering adalah bakteri, yang jenisnya berbeda
antar Negara,diluar RS dan didalam RS ( Setiati et
al, 2014).
PATOGENESIS
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor,
yaitu :
 Keadaan imunitas.
 Mikroorganisme yang menyerang.
 Lingkungan yang berinteraksi satu sama lain.

Cara mikroorganisme mencapai permukaan saluran


napas :
› Inokulasi langsung.
› Penyebaran melalui pembuluh darah .
› Inhalasi bahan aerosol.
› Kolonisasi di permukaan mukosa (Setiati et al,2014).
 Pada masa kini terlihat perubahan pola
mikroorganisme penyebab infeksi saluran nafas
bawah akut akibat adanya perubahan keadaan
pasien seperti gagguan kekebalan tubuh dan
penyakit kronik, polusi lingkungan dan
penggunaan antibiotik yang tidak tepat yang
menimbulkan perubahan karakteristik kuman.
Dijumpai peningkatan patogenitas atau jenis
kuman akibat adanya berbagai mekanisme,
terutama oleh Staphylococus aureus, B.
Catarrhalis, Haemophilus influenzae dan
Enterobachtericeae, juga oleh berbagi bakteri
enterik gram negatif
Patogenesis Pneumonia Komunitas (PK) mempunyai gambaran interaksi
dari ketiga faktor tersebut yang tercermin pada kecenderungan terjadinya
infeksi oleh kuman tertentu oleh faktor perubah yang meningkatkan resiko
infeksi oleh patogen tertentu pada pneumonia komunitas sebagai berikut
1. Pneumokokus yang resisten penisilin dan obat lain.
• Usia lebih dari 65 tahun.
• Pengobatan Beta laktam dalam 3 bulan terakhir,
• Alkoholisme.
• Penyakit immunosupresif.
• Penyakit peyerta yang multipel.
• Kontak pada klinik lansia.
2. Patogen gram negatif.
• Tinggal di rumah jompo.
• Penyakit kardioulmonal penyerta.
• Penyakit penyerta yang jamak.
• Baru selesai mendapatkan terapi antibiotika.
3. Pseudomonas aeruginosa.
› Penyakit paru struktural.
› Terapi kortikosteroid.
› Terapi antibiotik spektrum luas lbih dari 7 hari pada bulan
sebelumnya.
 Patogenesis pneumonia nosokomial (PN) terjadi akibat proses
infeksi bila patogen yang masuk saluran napas bagian bawah
terebut mengalami kolonisasi setelah dapat melewati hambatan
mekanisme pertahanan inang beruba daya tahan mekanik (epitel,
cilia dan mukus), humoral (antibodi dan komplemen) dan selular
(lekosit polinklir, makrofag, limfosit dan sitokinnya). Kolonisasi
terjadi akibat adanya berbagai faktor penyerta yang berat,
tindakan bedah, pemberian antibiotik, obat-obatan lain dan
tindakan invasif pada saluran pernapasan (Setiati et al,2014).
 Faktor resiko terjadinya pneumonia nosokomial dapat
dikelompokkan atas 2 golongan, yaitu yang tidak bisa dirubah
yang berkaitan dengan inang dan terkait tindakan yang diberikan.
Pada faktor yang bisa dirubah dapat dilakukan upaya berupa
mengontrol infeksi, disinfeksi dengan alkohol, pengawasan
patogen resisten, penghentian dini penggunaan alat invasif dan
pengaturan tatacara pemakaian antibiotik (Setiati et al,2014).
DIAGNOSIS
 Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan
kepada pemberian terapi yaitu dengan cara mencakup
bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit dan
perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan
mikroorganisme penyebab infeksi akan mengarahkan
kepada pemilihan terapi empiris antibiotik yang tepat.
 Anamnesa ditujukan untuk mengetahui kemungkinan
kuman penyebab yang berhubungan dengan faktor
infeksi. Berikut gejala klinis yang dapat kita nilai :
› Demam, suhu tubuh dapat melebihi 40 0C.
› Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang
disertai darah.
› Sesak nafas.
› Nyeri dada (Setiati et al,2014).
 Pada pemeriksaan fisik, presentasi bervariasi
tergantung etiologi, usia dan keadaan klinisnya.
Perhatikan gejala klinis yang mengarah ada tipe
kuman penyebab atau patoenitas kuman dan
tingkat berat penyakit. Inspeksi dapat terlihat
bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas, pada
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi
pekak, pada auskultasi terdengar suara nafas
bronkovaskuler sampai bronkial yang mungkin
disertai ronki basah halus, yang kemudian
menjadi ronki basah pada stadium resolusi
(Setiati et al,2014).
Pemeriksaan Radiologis
 Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan
gambaran air brionkhogram (airspace disease),
bronkopneumonia (segmental disease). Distribusi infiltrat
pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas
tapi pada pasien tidak sadar lokasi ini bisa dimana saja.
Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan oleh Klebsiella
spp, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat
tejadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteremia.
Bentuk lesi berupa kavitas dengan air fluid level sugestif
untuk abses paru, infeksi anaerob dan gram negatif.
Pembentukan kista terdapat pada neumonia nekrotikans atau
supurativa, abses dan fibrosis akibat adanya nekrosis
jaringan patu oleh kuman Staphylococcus aureus, Klebsiella
pneumoniae dan kuman-kuman anaerob (Setiati et al,2014).
Pemeriksaan Laboratorium
 Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi
bakteri, leukosit normal atau rendah dapat
disebabkan oleh infeksi virus atau mikoplasma
atau pada infeksi yang berat sehingga tidak
terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah.
Leukopenia menunjukkan depresi imunitas.
Peningkatan leukosit lebih dari 10.000/ul –
30.000/ul. Pada hitung jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri dan terjadi peningkatan Laju
Endap Darah (Setiati et al,2014).
Pemeriksaan Bakteriologis
 Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi
nasotrakeal atau transtrakeal, aspirasi jarum
transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau
biopsi. Untuk tujuan empiris dilakukan
pemeriksaan apus Gram, Burri Gin Quellung test
dan Z. Nielsen. Kultur kuman merupakan
pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat
untuk evaluasi terapi selanjutnya (Setiati et
al,2014).
PENATALAKSANAAN
Terdiri atas pengobatan empiris dan pengobatan suportif
berdasarkan mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya :
 1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa.
 2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai
penyebab pneumonia.
 3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara
empiris yang ditujukan pada patogen yang paling mungkin
menjadi penyebab. Bila telah ada hasil kultur dilakukan
penyesuaian obat. Pada prinsipnya terapi utama pneumonia
adalah pemberian antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu
pada sesutu tipe dari infeksi saluran nafas bawah akut baik
pneumonia ataupun betuk lain, dan antibiotik ini dimaksudkan
sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebab tersebut.
Faktor-faktor yang dipertimbangkan pada pemilihan
antibiotik sebagai berikut :
1. Faktor pasien, yaitu urgensi atau cara pemberian
obat berdasarkan tingkat berat sakitnya dan keadaan
umum, mekanisme imunologis, usia, defisiensi
genetik atau organ, kehamilan dan alergi.
2. Faktor antibiotik, tidak mungkin mendapatkan
satu jenis antibiotik yang ampuh untuk semua jenis
kuman. Karena itu penting dipahami berbagai aspek
tentang antibiotik untuk efisiensi pemakaian
antibiotik.
Cara pemilihan antibiotik dapat berupa :
 Antibiotik tunggal : dipilih yang paling cocok
diberikan pada pasien pneumonia komunitas yang
asalnya sehat dan gambaran klinisnya sugestif
disebabkan oleh kuman tertentu yang sensitif.
 Kombinasi antibiotik diberikan dengan maksud
untuk mencakup spektrum kuman-kuman yang
dicurigai, untuk meningkatkan aktivitas spektrum
dan pada infeksi jamak. Bila telah didapat hasil
kultur dan tes kepekaan maka hasil ini dapat
dijadikan pertimbangan untuk pemberian
antibiotik yang lebih terarah atau monoterapi.
3.Faktor farmakologis, farmakokinetik antibiotik
mempertimbangkan proses bakterisidal dengan
kadar hambat minimal yang sama degan kadar
bakterisidal minimal, dan bakteriostatis dengan
kadar bakterisidal minimal yang jauh lebih tinggi
daripada kadar hambat minimal. Untuk mencapai
efektivitas optimal, obat yang tergolong mempunyai
dose dependent perlu diberikan 3-4 pemberian per
hari sedangkan golongan consentration dependent
cukup 1-2 kali sehari namun dengan dosis yang
lebih besar (Setiati et al,2014).
 Terapi suportif terdiri atas :
› Terapi oksigen untuk mncapai PaO₂ 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%
berdasarkan analisis gas darah.
› Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental,
dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat
bronkospasme.
› Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk
dan napas dalam.
› Pengaturan cairan harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan
gangguan sirkulasi.
› Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan.
› Obat inotropik seperti dobutmin atau dopamin kadang-kadang diperlukan
bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.
› Ventilasi mekanis.
› Drainase empiema bila ada.
› Bila terdapat gagal napas berikan nutrisi yang cukup kalori terutama
lemak (>50%), hingga dapat dihindari produksi CO₂ yang berlebihan
(Setiati et al,2014).
KOMPLIKASI
 Dapat terjadi komplikasi pneumonia
ekstrapulmoner, misalnya pada pneumonia
pneumokokus dengan bakteremi dijumpai pada
10% kasus berupa meningitis, arthritis,
endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema.
Terkadang dijumpai komplikasi ekstrpulmoer non
infeksius bisa dijumpai yang memperlambat
resolusi gambaran radiologi paru, dan infark
miokard akut dapat dijumpai komplikasi lain
berupa acute respiratory distres syndrome (ARDS),
gagal organ jamak dan komplikasi lanjut berupa
pneumonia nosocomial (Setiati et al,2014).
  
PROGNOSIS
 Kejadian pneumonia komunitas di USA adalah 3,4-4 juta
kasus pertahun, dan 20% di antaranya perlu dirawat di rumah
sakit. Secara umum angka kematian pneumonia oleh
pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat
pada orang tua dengan kondisi buruk. Pneumonia dengan
influenza di USA merupakan penyebab kematian nomer 6
dengan kejadian sebesar 5%. Sebagian besar pada lanjut usia
yaitu sebesar 89%. mortalitas yang tinggi ini berkaitan
dengan “faktor perubah” yang ada pada pasien.
 Angka mortalitas pneumonia nosokomial dapat mencapai 33-
50%, yang bisa mencapai 70% bila termasuk yang meninggal
akibat penyakit dasar yng dideritanya. Penyebab kematian
biasanya adalah akibat bakteremia terutama oleh Ps.
Aeruginosa atau Acinoacter spp (Setiati et al,2014).
 
BAB III ILUSTRASI KASUS
 I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. K
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 80 tahun
Alamat : jl. jeruk
Tanggal dan pukul: 27 mei 2019
 Anamnesis dilakukan pada tanggal : 27 mei 2019 pukul 19.00 WIB
Resume anamnesis :
Keluhan Utama
 Batuk berdahak

Riwayat Penyakit sekarang


 Batuk berdahak sejak 1 minggu yang lalu, dahak berwarna putih
kadang disertai warna kemerahan, dahak kental, batuk dirasakan
hilang timbul , timbul sekitar 1 jam sekali.
 Nyeri dada(+) , nyeri terasa sejak batuk muncul atau 1 minggu yang
lalu, nyeri hilang timbul , nyeri muncul apabila batuk dan berkurang
apabila dibawa duduk atau minum air hangat, nyeri tidak menjalar .
 Sesak nafas(+) sesak terasa sejak keluhan batuk muncul, sesak
hilang timbul, sesak muncul apabila beraktivitas dan batuk,
berkurang jika dibawa duduk
 Demam(+) demam sejak 1 minggu yang lalu, demam tidak
menggigil, berkeringat dingin malam hari(-)
 Mual muntah(-)
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat minum OAT (-)
 Riwayat batuk lama (-)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat operasi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa
dengan pasien
Riwayat Gizi dan sosioekonomi
 Nafsu makan menurun
 Riwayat merokok (+)
 Sudah berhenti sejak 10 tahun yang lalu, rokok biasanya 1
bungkus/hari
 Riwayat minum alkohol (-)
PEMERIKSAAN TANDA VITAL (VITAL SIGN)
 Dilakukan pada tanggal : 27 mei 2019 pukul : 20.00
WIB
 Tekanan darah : 120/60 mmHg
 Suhu tubuh : 36,o C
 Frekuensi denyut nadi : 64x/menit
 Frekuensi nafas : 28x/menit
 
IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK :
IV. A. Keadaan Umum
 Kesadaran : composmentis
 Tinggi badan : 165cm
 Berat badan : 45Kg
 Status gizi : 16 ( kurus)
IV.B. Pemeriksaan Kepala :
 konjungtiva: Anemis
 Sklera : tidak ikterik
 Hidung : simetris, pembengkakan (-), secret (-), deviasi
septum (-)
 Mulut : kuated tongue (-) , bibir sianosis(-)
 Telinga : secret (-), inflamasi (-)
IV.C. Pemeriksaan Leher
 Inspeksi : simetris, pembesaran KGB(-), inflamasi (-)
 Palpasi : nyeri(-), massa (-)
 Pemeriksaan trakea : deviasi trakea (-)
 Pemeriksaan kelenjar tiroid : pembesaran kelenjar tiroid (-)
 Pemeriksaan tekanan vena sentral : 5+1 cmH2O
IV.D.Pemeriksaan Thoraks
 Inspeksi : simetris, barrel chest (-), pigeon chest(-),
pengembangan dinding dada simetris kanan dan kiri saat
statis maupun dinamis
 Perkusi : sonor, batas paru dan hepar pada ketukan
ICS V linea midclavicularis dextra
 Palpasi : nyeri tekan(-), massa dan pembengkakan (-),
fremitus taktil simetris kanan dan kiri
 Auskultasi jantung : reguler s1.s2
 Auskultasi paru : suara nafas bronkovesikuler
: wheezing (-/-)
: ronkhi (+/+)
IV.E. Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : soepel, distensi (-), kelainan kulit (-)
 Auskultasi : BU normal (5-30 x/menit)
 Perkusi : bunyi timpani
 Palpasi : nyeri tekan (-)
 Pemeriksaan ginjal : balotment (-)
 Pemeriksaan nyeri ketok ginjal : nyeri ketok CVA (-)
 Pemeriksaaan hepar : hepar tidak teraba
 Pemeriksaan lien : lien tidak teraba
 Pemeriksaan asites : tidak terdapat asites
IV.F. Pemeriksaan ekstremitas
 Lengan : kelainan kulit (-), edema(-)
 Tangan : akral hangat, kelainan kulit (-)
 Tungkai : edema(-), kelainan kulit(-)
 Kaki : akral hangat, edema (-)
RESUME PEMERIKSAAN FISIK :
 Konjungtiva: anemis
 Auskultasi paru: ronkhi (+/+)
DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA ANAMNESIS
DAN PEMERIKSAAN FISIK)
 VI.A. Masalah aktif :batuk berdahak.
 VI. B. Masalah pasif : nyeri dada dan sesak jika batuk timbul
 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis
 Pneumonia

Diagnosis Banding
 tubercullosis
RENCANA
VII.A. Tindakan Terapi :
 1 IVFD nacl 0,9 %
 2 inj. Moxyfloxacin 1 x 400 mg (iv)
 3. inj. Flumocil 1 amp /12 jam
 4. Nebul combivent / 8 jam
 5. paracetamol 3x500 mg

VII.B. Tindakan Diagnostik /Pemeriksaan Penunjang :


1.Laboratorium hematologi
 HB = 11,8 gr/dl
 Leukosit= 25.200/mm3
 Eritrosit = 4.160.000/mm3
 Trombosit= 178.000/mm3
 Hematocrit = 34%
 Mcv = 81 fl
 Mch = 28 pg
 McHc = 24%

 
2 . hitung jenis leukosit
 Netrofil batang = 1
 Netrofil segmen= 83
 Limfosit= 11

3 Rontgen thorax

Kesan:
• trakea tidak deviasi
• Tulang-tulang tidak fraktur
• Corakan bronkovaskular
meningkat pada pulmo sinistra
• Kardiomegali(-)
 TCM ( tes cepat molekuler)

Hasil : MTB NOT DETECTED


 Tabel Follow Up pasien (SOAP)
No Tanggal S O A P
1. Rabu, - Badan lemah TD : 130/70 bronkopneu - Nebu combivent / 8
29/05/2019 - Batuk mmHg monia jam
- Sesak - Inj flumucyl 2x1
  N : 68x/menit
berkurang Amp ( IV)
Jam 07:20 - Bab keras dan R : 26 x/menit - Inj Moxifloxacin
WIB perut sakit 1x1 amp
T : 36 oC
- Paracetamol 3x1
Suara nafas : tab oral
Bronkovaskuler - Vit B6 2x1 tab oral
Suara nafas
tambahan :
wheezing -/-,
rhonki +/-,
ekspirasi
memanjang
(+/+)
BAB IV KESIMPULAN
 Pneumonia merupakan peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri,virus,jamur,parasit). Pneumonia
adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal, dari
brokiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius,dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
 Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari
pneumonia, hal ini berdampak pada obat yang akan diberikan.
Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah bakteri,
yang jenisnya berbeda antar Negara,diluar RS dan didalam
RS.
 Gejala klinis pneumonia adalah
› Demam, suhu tubuh dapat melebihi 400C.
› Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang
disertai darah.
› Sesak nafas.
› Nyeri dada

 Pada prinsipnya terapi utama pneumonia adalah


pemberian antibiotik tertentu terhadap kuman
tertentu pada sesutu tipe dari infeksi saluran nafas
bawah akut baik pneumonia ataupun betuk lain, dan
antibiotik ini dimaksudkan sebagai terapi kausal
terhadap kuman penyebab tersebut.
 TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai