Anda di halaman 1dari 45

PREVALENSI PENDERITA PTERIGIUM DI KLINIK MATA

UTAMA MALUKU TAHUN 2019

FADILA TRI STARLIA


2014-83-041

Pembimbing I Pembimbing II
dr. Elna Anakotta, Sp. M dr. Parningotan Y. Silalahi, Sp.S
NIP. 197501162001122002 NIP. 198008172014041001
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
DUNIA
• WHO tahun 2010 menyebutkan bahwa terdapat 39 juta orang yang mengalami
kebuatan di dunia.Di Amerika Serikat kasus pterigium sangat beravariasi
tergantung pada lokasi geografisnya. Di daratan Amerika Serikat, prevalensinya
berkisar kurang dari 2% untuk daerah di atas 40° lintang utara sampai 5-15%
untuk daerah garis Khatulistiwa menimgkat dan daerah-daerah elevasi yang
terkena penyinaran ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang utara ini

INDONESIA
• Riskesdas di Indonesia pada Tahun 2015 menunjukkan bahwa prevalensi
pterigium nasional adalah sebesar 8,3 % dengan prevalensi tertinggi ditemukan di
Bali (25,2%), diikuti Maluku (18,0%) dan Nusa Tenggara Barat (17,0%).Provinsi DKI
Jakarta mempunyai prevalensi pterigium terendah yaitu (3,7%), diikuti oleh
Banten (3,9%). Sedangkan untuk di daerah Riau sendiri prevalensi pterigium yaitu
(6,0%).

MALUKU
• Prevalensi Pterigium oleh Putri13 pada tahun 2016, Masyarakat Kecamatan Teluk
Ambon, Desa Rumah Tiga dan Desa Wayame adalah sebesar 34% dan
Prevalensinya lebih tinggi pada responden yang bertempat tinggal di dataran
rendah sebesar 40,6%.
RUMUSAN MASALAH

Peneliti menentukan rumusan masalah pada


penelitian ini adalah ‘’Bagaimana Prevalensi
Penderita Pterigium di Klinik Mata Utama Maluku
Tahun 2019’’
TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui


umum ‘’Prevalensi Penderita Pterigium di Klinik Mata
Utama Maluku Tahun 2019’’

Tujuan
Penelitian Prevalensi penderita pterigium berdasarkan
Usia

Prevalensi penderita pterigium berdasarkan


Jenis Kelamin
Tujuan
khusus
Prevalensi penderita pterigium berdasarkan
Pekerjaan

Prevalensi penderita pterigium berdasarkan


derajat pterigium
MANFAAT PENELITIAN

MANFAAT TEORITIS

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam menambah pengetahuan
peneliti dan pembaca, tapi juga mampu menyediakan kebutuhan data terkait prevalensi
pterigium guna mengurangi tingkat penderita pterigium di masyarakat.

MANFAAT PARKTIS

1. Bagi Pusat Kesehatan di Maluku : Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber data
terbaru mengenai prevalensi penderita pterigium dan sebagai masukkan dalam
merencanakan penyuluhan mengenai pterigium dan upaya pencegahan
2. Bagi Masyarakat : Sebagai tambahan informasi pengetahuan kepada masyarakat
mengenai faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi terjadinya pterigium. Sehingga
masyarakat lebih menyadari pentingnya menjaga kesehatan mata dan memeriksakan diri.
3. Bagi Peneliti : Penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman dan menambah wawasan
serta kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian.
4. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura : Hasil penelitian ini diharapkan nantinya
dapat menjadi sumber data, tambahan referensi dan sebagai sarana pembelajaran
apabila ada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura yang berminat untuk
melakukan penelitian lanjutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
[Sumber: Daniel E.Buston.Pterigium.2012 May 25.[cited
2013 Jan 5]; [18 screens]
 
 
Pterigium
  dibagi menjadi tiga bagian yaitu : Body, Apex (head),
dan cap. Bagian segitiga yang meninggi dari pterigium dengan
dasarnya kearah kantus disebut body, sedangkan bagian atasnya
disebut apex, dan bagian posterior disebut cap. Subepitelial cap
atau ‘’halo’’ timbul pada bagian tengah sampai apex dan
membentuk batas pinggir pterigium.
Faktor Resiko

Jenis Riwayat Paparan


Pekerjaan Usia Lingkungan
Kelamin Keluarga Sinar UV

PTERIGIUM

ETIOLOGI LOKASI : Gejala Klinis :

1. Paparan sinar Proliferasi jaringan 1. Mata merah


UV 2. Mata terasa gatal,
subkonjungtiva perih, sering berair
2. Mutasi gen
berupa fibrovaskular 3. Pandangan kabur
suppressor p53
dari nasal konjungtiva 4. Mata terasa seperti
3. Kekambuhan ada benda asing
bulbar yang
setelah 5. Pertumbuhan
dilakukannya
berkembang menuju berwarna putih yang
reseksi dan kornea. menonjol di sudut
terapi mata.
 
DERAJAT PERTUMBUHAN
PTERIGIUM PENATALAKSANAAN
Derajat tipe I Farmakologi
Derajat tipe II Non farmakologi
Derajat tipe III Terapi pembedahan
Derajat IV

KOMPLIKASI

PROGNOSIS DAN
PENCEGAHAN

Kerangka Konsep Teori


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN

DESAIN PENELITIAN

Penelitian observational studi cross-sectional (potong lintang)

LOKASI DAN WAKTU


PENELITIAN

• Lokasi : Ruang Rekam Medik, Klinik Mata Utama Maluku


• Waktu : Penelitian selama bulan Agustus 2020 sampai selesai
METODOLOGI PENELITIAN

POPULASI TARGET
Seluruh pasien yang datang ke Klinik Mata Utama Maluku dengan
Pterigium

POPULASI TERJANGKAU
Pasien Pterigium yang terdaftar sebagai pasien di Klinik Mata Utama
Maluku selama periode Januari 2019 – Desember 2019
METODOLOGI PENELITIAN

SAMPEL

Sampel dikumpulkan dengan menggunakan teknik


pengambilan sampel, yaitu total sampling. Sampel dalam
penelitian ini adalah semua pasien yang memenuhi syarat
kriteria sampel.
UNTUK MENGHITUNG PREVALENSI

KRITERIA INKLUSI

Seluruh penderita pterigium pada satu atau kedua mata dan


pasien pterigium yang berusia di atas 40 tahun.

KRITERIA EKSKLUSI

Pasien yang data rekam mediknya tidak lengkap untuk


variabel yang diteliti .
UNTUK MENGHITUNG DISTRIBUSI

KRITERIA INKLUSI

Seluruh pasien pterigium di Klinik Mata Utama Maluku Periode


Januari sampai Desember tahun 2019

KRITERIA EKSKLUSI

Pasien pterigium yang data rekam mediknya tidak


lengkap untuk seluruh variabel yang diteliti (diagnosis,
usia, jenis kelamin, pekerjaan, derajat pterigium)
VARIABEL PENELITIAN

VARIABEL
• PTERIGIUM
UTAMA

• USIA
• JENIS KELAMIN
VARIABEL • PEKERJAAN
TAMBAHAN
• DERAJAT PTERIGUM
KERANGKA KONSEP
METODOLOGI PENELITIAN

INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen pada penelitian ini tidak menggunakan alat tertentu dalam
pengambilan data yang diperlukan untuk penelitian, yang hanya digunakan
adalah lembaran biodata, rekam medik pasien.

TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan
data sekunder, dimana semua data yang diperlukan diperoleh dari rekam
medik seluruh pasien yang berkunjung ke Klinik Mata Utama Maluku
periode Januari sampai Desember tahun 2019.
METODOLOGI PENELITIAN

PENGOLAHAN DATA

Tahap Editing, Tahap Coding, Tahap Entry, Tahap Cleaning.

ANALISIS DATA
Analisis Univariat
ALUR
PENELITIAN
JADWAL PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN

ETIKA PENELITIAN

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memberikan surat ijin


permohonan penelitian kepada pihak Klinik Mata Utama
Maluku dengan memperhatikan etika penelitian meliputi
Anonymity dan Confidentiality.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian yang memiliki desain deskriptif dengan

menggunakan data sekunder berupa data rekam medik. Pengumpulan data

dilakukan di Klinik Mata Utama Maluku. Diawali dengan penulusuran status pasien

diruangan rekam medik.


Deskripsi Umum Subjek Penelitian

Sampel yang diambil dalam penelitian ini


adalah Prevalensi penderita pterigium di Klinik
Mata Utama Maluku selama periode Januari
sampai Desember 2019 yang diambil dengan
teknik total sampling. Berdasarkan hasil
penelusuran data register rekam medik
didapatkan total sampling yaitu 772 pasien yang
masuk dalam kriteria inklusi.
Prevalensi Pterigium
Dari 10.471 data pasien pada Klinik Mata
Utama Maluku Tahun 2019 didapatkan jumlah
penderita pterigium yaitu 772 pasien, sedangkan
yang bukan pterigium berjumlah 9.699 pasien.
Dengan demikian prevalensi pasien pterigum di
Klinik Mata Utama Maluku Tahun 2019 adalah
7,4%.
Prevalensi Sampel Berdasarkan Usia
Prevalensi Sampel Berdasarkan Jenis
Kelamin
Prevalensi Sampel Berdasarkan Pekerjaan
Prevalensi Sampel Berdasarkan Derajat
Pterigium
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Klinik Mata Utama Maluku
Tahun 2019, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Prevalensi penderita pterigium di Klinik Mata Utama Maluku tahun 2019
yaitu (7.4%).
2. Berdasarkan usia, prevalensi penderita pterigium paling tinggi terdapat
pada rentang usia 40-44 tahun yaitu sebanyak 252 orang (32,6%).
3. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi penderita pterigium paling tinggi
terdapat perempuan dengan presentase sebesar 481 orang (62.3%).
4. Berdasarkan pekerjaan, prevalensi penderita pterigium paling tinggi
terdapat pada pekerjaan kategori tingkat 4 adalah yang terbanyak yaitu
sebanyak 331 orang (42.9%).
5. Berdasarkan derajat pterigium, prevalensi penderita pterigium paling
tinggi terdapat pada pterigium derajat IV yaitu 255 orang (33.0%).
SARAN
Setelah melakukan penelitian ini, peneliti memiliki beberapa saran
bagi beberapa pihak yaitu :

1. Untuk peneliti selanjutnya, agar perlu dilakukan penelitian


lebih lanjut mengenai faktor-faktor resiko lain yang dapat
mempengaruhi terjadinya pterigium dan pada pasien pterigium
sebaiknya menggunakan alat pelindung dari paparan sinar
matahari.
2. Kepada masyarakat, sebaiknya memeriksakan diri ke dokter
spesialis mata jika mengalami gejala-gejala ketidaknyamanan
pada mata serta mencegah terjadinya pterigium dengan cara
memodifikasi kebiasaan yang kurang baik bagi kesehatan mata.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hartono, Hernowo Tri Aditya, Sasongko Bayu Muhammad. Ilmu Penyakit Mata.
Yogyakarta: Badan Penerbit FK UGM. 2007
2. Fachrian D, Rahayu AB, Nasch AJ, Rerun NET, Pramesti M, Sari EA, et al.
Prevalensi kelainan penglihatan tajam penglihatan pada pelajar SD Jatinegara
Jakarta Timur. Majalah Kedokteran Indonesia. Juni 2009; 59(6):260-64.
3. Hutami WD, Wulandari PA. Prevalensi penurunan tajam penglihatan pada siswa
kelas 3-6 SDN 1 Manggis, Karangasem Bali Tahun 2014. Intsari Sains Medis.
Agustus 2014; 6(1):110-120.
4. L Kotingo, Daniel UO, Tochi IF, Ejime E, Taribo A. Effects of reduced visual acuity
on academic performance among secondary school students in south-south
Nigeria. International Journal Of Science and Research. April 2014; 3(4): 328-34.
5. Bedrossian RH. The effects of prerygium surgery on reaction and corneal
curvature. Arch ophtalmol, 1960;64: 553-7.
6. American Academy Of Ophtalmology. Basic and clinical science course, section
8, external disease and cornea, 2005-2006, p;344 & 405.
DAFTAR PUSTAKA

7. Asokan R, Venkatasubbu RS. Prevalence and associated factors for pterigium and pinguecula
in a South Indian population. Opthalmic Physiol Opt. 2012;32 (I):39-44.
8. Jerome P Fisher, Pterygium. [online]. 2011 [cited 2011 october 23]
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
9. Putra AK. Penatalaksanaan pterigum. Majalah kedokteran. Atma Jaya 2003; 2(2): 137-47.
10. Riset Kesehatan Dasar 2015. Badan Peneliti Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI [Internet]. 2015; Available from:
http://www.depkes.go.id/resource/download/general/Hasil%20Riskesdas%202015.pdf
11. Erry, Mulyani, U.A., Susilowati, D.Distribusi dan karakateristik pterigium di Indonesia.
Buletin penelitian system kesehatan, 2014 Hal : 84-49.
12. de Lima,F.V. Hubungan Sinar Matahari Dengan Angka Kejadian Pterigium Di Desa Waai
Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2013.
13. P,W.T. Prevalensi Pterigium Pada Masyarakat Kecamatan Teluk Ambon, Desa Rumah Tiga dan
Desa Wayame tahun 2016.
14. Sidarta I, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2010.
DAFTAR PUSTAKA

15. Saladin KS. Anatomy & physiology : the unity of form and function. 3rd ed. New York:
McGraw-Hill; 2003.
16. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 13th ed. United States:
Biological Science Textbook, Inc.; 2012.
17. Riordan EP, Whitcher JP. Vaughan & asbury’s general ophthalmology [S.Diana, trans]. 17th
ed. McGraw-Hill Medical; 2007.
18. Febriany YE. Anatomi bola mata [internet]. 2015 [cited 2018 Feb 11]. Availablefrom:
http://eprints.undip.ac.id/46853/3/Yustina_Elisa_22010111130122_Lap.KTI_Bab2.pdf.
19. Haeny N. Sistem penglihatan manusia [internet]. 2009 [cited 2018 Feb 12]. Availablefrom:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125958-S-5700 Analisis%20faktor Literatur.pdf
20. Cass H, Landers J, Benitez P. 2006. Causes of Blindness among Hospital Outpatients in
Ecuador. Clin. Exp. Ophthamol; 34;146-151.
21. Vaughan D, Asbury T, Riordan-Eva P. 1992. General ophthalmology, 9 th ed. Lange Medical
Publication, Los Altos, California.
22. Lauren H, Graubart E. Lens Anatomy [Internet]. 2019 [cited 2019 Aug 12].
23. Available from: http://cataractcourse.com/
24. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007. hal:2-6, 116 – 117.
25. Tim Pengajar Oftamologi FKHU. Pterigium. Makasasar: FKUH, 2005.
DAFTAR PUSTAKA

26. Waller G. Stephen, Adams P Anthony, Duane’s. Clinical ophthalmology, chapter 35, vol : 6 :
Revised Edition, Lippincot Williams & Wailkins, 2004, p : 1-10.
27. G Gazzard, S-M Saw, M Farook, D Koh, D Widjaja, S-E Chia, C-Y Hong, D T H Tan, 2002.
Pterygium in Indonesia: prevalence, severity and risk factors. Bjophtalmol 86, p : 1341-1346.
28. Laszuami. Prevalensi Pterigium di Kabupaten Langkat, 2010.
29. Al-ghozi M, Handbook of ophthalmology; a Guide to Medical Examination. FK UMY.
Yogyakarta, 2002.
30. Kanski J Jack. Clinical ophthalmology a systematic approach. 6 th ed. Butterworth Heineman:
Elsivier, 2007. P : 242-45.
31. Khurana Ka. Diseases Of The Conjungtiva. In; Khurana Ka, Editors. Comprehensive
Optalmology 4th Ed. New Delhi: New Age Internasional. 2007. P : 51-82.
32. Chui J, Coroneo Tm, Et Al. Ophthalmic Pterygium A Stem Cell Disorder With Premalignant
Feature. The American Journal Of Pathology, 2011; 178(2) p: 817-27.
33. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Laboratorium Ilmu Kesehatan Mata-FK UNAIR, RSUD
dr.Soetamo, 2006.
34. Suhardjo S.U. dan Hartono. Ilmu Kesehatan Mata Edisi 1. Jogjakarta: Bagian Ilmu Penyakit
Mata FK UGM, 2007.
DAFTAR PUSTAKA

35. Lang Gerhad K. Optalmology a Pocket textbook atlas. New York: Thieme Strutgart, 2007. P :
70-2.
36. Khurana A K. Comprehensive ophthalmology. 4th ed. Chapter 20, New Delhi: New Age
Internasional Limited Publisher, 2007. P : 443-57.
37. D Gondhowiardjo Tjahjono, Simanjuntak WS Gilbert. Panduan Manajemen Klinis Perdamai.
Jakarta: CV Ondo, 2006. P : 56-8.
38. Ergin A. Study on tear function in patients with pterigyium. Ophtalmologica, 2001; 215:204-
8.
39. Ang Kpl, Chua Lj, Dan Htd. Current Concepts And Technique In Pterigium Treatment. Curr
Opin Ophtalmol, 2006;18: 308-31.
40. Nema HV, Nema Nitin. Text of ophthalmology. 6 th ed. New Delhi: Jaypee brothrs, 2008. p :
125-6.
41. Soewono, W., Oetomo, M.M., Eddyanto. Pterigium, in: Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata Edisi III, 2006. Hal : 102-104.
42. Detorakis ET, Spandidos DA. Pathogenetic mechanism and treatment options for ophthalmic
pterygium. IJMM, 2009:23: 439-47.
43. Aminlari, A., Singh, R., Liang, D. Management of Pterygium, 2010: 37-38.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai