Ilusi optis memberi gambaran bagaimana otak I Fotoreseptor peka terhadap gelombang cahaya tam-
menginterpretasikan realitas sesuai aturan-arurannya sendiri. pak.
Apakah anda melihat dua proffl wajah atau sebuah gelas anggur I Mekanoreseptor peka terhadap energi mekanis. Con-
di Gambar 6-2?. Anda dapat melihat satu atau yang lain secara tohnya adalah reseptor otot rangka yang peka terhadap pere-
bergantian dari satu masukan penglihatan yang sama. Karena gangan, reseptor di telinga yang mengandung rambut halus
itu, persepsi kita tidak mereplikasikan realitas. Spesies lain, yang yang melengkung akibat gelombang suara, dan baroreseptor
dilengkapi dengan tipe dan sensitivitas reseptor yang berbeda yang memantau tekanan darah.
dan dengan pemrosesan saraf yang juga berbeda, mempersepsi- I Termoreseptor peka terhadap panas dan dingin.
kan dunia yang sangat berbeda dari yang kita persepsikan. I Osmoreseptor mendeteksi perubahan konsenrrasi zar
terlarut dalam cairan tubuh dan perubahan dalam aktivitas
osmotik (lihat h. 70).
FISIOLOGI RESEPTOR I Kemoreseptor peka terhadap bahan kimia spesifik.
Kemoreseptor mencakup reseptor untuk penciuman dan
Rangsangan (stimulus) adalah perubahan yang terdeteksi pengecapan, serta reseptor yang terletak jauh di dalam tubuh
oleh tubuh. Rangsangan terdapat dalam berbagai bentuk yang mendeteksi konsentrasi O, dan CO, dalam darah atau
energi, atau modalitas, misalnya panas, cahaya, suara, kandungan kimiawi saluran cerna.
tekanan, dan perubahan kimiawi. Neuron-neuron aferen me- I Nosiseptor atau reseptor nyeri, peka terhadap keru-
miliki reseptor di ujung perifer yang berespons terhadap sakan jaringan misalnya cubitan atau luka bakar atau distorsi
rangsangan baik dari dunia luar maupun dalam. Karena satu- jaringan. Stimulasi intens terhadap seriap reseptor juga di-
satunya jalan bagi neuron aferen untuk menyalurkan infor- rasakan sebagai nyeri.
masi ke SSP tentang rangsangan ini adalah melalui peram-
Sebagian sensasi adalah sensasi gabungan yaitu bahwa
batan potensial aksi, maka reseptor harus mengubah
persepsi yang terbentuk berasal dari integrasi sentral beberapa
bentuk-bentuk energi lain menjadi sinyal listrik (potensial
input sensorrk primer yang diaktifkan secara bersamaan.
aksi). Proses perubahan energi ini dikenal sebagai trans-
Sebagai contoh, persepsi basah berasal dari masukan resepror
duksi.
sentuh, tekan, dan suhu; tidak ada yang namanya "reseptor
basah".
Rangsangan
Saluran berpintu voltase
:,1
-t
Serat neuron
Reseptor aferen
(sel tersendiri) Reseptor (ujung
neuron aferen yang
mengalami modifikasi)
(a) (b)
Gambar 6-3
Perubahan potensial reseptordan potensial Eenerator menjadi potensial aksi. (a) Potensial reseptor. Pembawa pesan kimiawi
yang dibebaskan dari reseptorterpisah memicu potensial aksi di serat dengan membuka saluran Na. berpintu kimiawi. (b)
Potensial generator. Aliran arus lokal antara ujung reseptor yang terdepolarisasi dan serat aferen memicu potensial aksi di serat
dengan membuka saluran Na. berpintu voltase.
204 Bab 5
frekuensi potensial alsi yang terbentuk di neuron aferen. (Gambar 5-5a). Reseptor ini penting dalam situasi di mana
Potensial reseptor yang lebih besar tidak dapat menghasilkan informasi tentang suatu rangsangan perlu dipertahankan.
potensial aksi yang lebih besar (karena hukum tuntas-atau- Contoh reseptor tonik adalah reseptor regang otor, yang
gagal), tetapi dapat memicu peningkatan frekuensi pemben- memantau panjang otot, dan proprioseptor sendi, yang
tukan potensial alsi (lihat h. 1 09) . Kekuatan rangsangan j uga mengukur derajat fleksi sendi. Untuk mempertahankan
tercermin oleh luas daerah yang terangsang. Rangsangan postur dan keseimbangan, SSP harus secara terus-menerus
yang lebih kuat biasanya mengenai daerah yang lebih luas, mendapat informasi mengenai derajat panjang otot dan posisi
sehingga lebih banyak reseptor yang berespons. Sebagai con- sendi. Karena itu, reseptor-reseptor ini penting untuk tidak
toh, sentuhan ringan tidak mengaktifkan reseptor tekanan di beradaptasi terhadap rangsangan dan terus menghasilkan
kulit sebanyak sentuhan kuat ke daerah yang sama. Karena potensial aksi untuk menyampaikan informasi ini ke SSP
itu intensitas rangsangan dibedakan baik oleh frekuensi Reseptor fasik, sebaliknya, adalah resepror yang cepar
potensial aksi yang terbentuk di neuron aferen maupun oleh beradaptasi. Reseptor cepat beradaptasi dengan tidak lagi
jumlah reseptor yang diaktifkan di daerah tersebut. berespons terhadap rangsangan yang terus-menerus, tetapi
ketika rangsangan dihentikan, reseptor biasanya berespons
dengan mengalami depolarisasi ringan yang dinamai respons
I Reseptor dapat beradaptasidengan lambat atau menurun (Gambar 6-5b). Reseptor fasik bermanfaat dalam
cepat terhadap rangsangan yang menetap. situasi di mana yang lebih penting untuk disampaikan adalah
perubahan intensitas rangsangan daripada informxi status
Rangsangan dengan intensitas yang sama tidak selalu meng- quo. keseptor yang cepat beradaptasi mencakup reseptor tahtil
hasilkan kekuatan potensial reseptor yang sama di reseptor (sentuh) di kulit yang memberi tahu tentang perubahan
yang sama. Sebagian reseptor dapat mengalami penurunan tekanan pada permukaan kulit. Karena reseptor-reseptor ini
tingkat depolarisasi meskipun kekuatan rangsangan yang cepat beradaptasi, maka anda tidak secara terus-menerus
diberikan tetap, suatu fenomena yang dinamai adaptasi. sadar bahwa anda sedang mengenakan jam tangan, cincin,
Selanjutnya, frekuensi potensial aksi yang dihasilkan di dan baju. Ketika anda memakai sesuatu, anda segera terbiasa
neuron aferen menurun. Demikianlah, reseptor "beradaptasi" dengannya, karena adaptasi cepat reseptor ini. Ketika anda
terhadap rarigsangan dengan tidak lagi berespons dengan menanggalkannya, anda menyadari hal tersebut karena ada-
kekuatan yang sama terhadap rangsangan tersebut. nya fespons menurun.
Tempat inisiasi
potensial aksi
Neuron aferen I
Temoat inisiasi
Arah potensial aksi
perambatan
Antarneuron
potensial
aksi
Tempat inisiasi
potensial aksi
I
Neuron eferen
{
NEURON
Neuron merupakan elemen dasar yang berkaitan dengan proses penyaluran
sinyal di dalam tubuh. Suatu neuron terdiri atas badan sel atau disebut dengan
soma, dendrit dan serabut saraf yang disebut dengan akson. Dendrit merupakan
suatu struktur terspesialisasi yang merupakan bagian dari badan sel. Akson dari
suatu neuron biasanya akan berakhir dan membentuk suatu sinaps dengan badan
sel ataupun dendrit dari neuron lainnya. Akson terhubung dengan sel neuron lain
pada terminal pre-sinaps. Terdapat celah sinaps yang memisahkan terminap pre-
sinaps dengan badan sel atau dendrit dari neuron lainnya dalam kaskade
pesinyalan impuls saraf. Transmisi impuls antara neuron satu dengan neuron
lainnya pada sinaps dimediasi oleh pelepasan suatu mediator kimiawi yaitu suatu
neurotransmiter seperti glutamat atau ᵞ-aminobutyric acid (GABA) yang
dilepaskan dari terminal pre-sinaps. Membran pada neuron post-sinaps memiliki
reseptor tempat terikatnya neurotransmiter yang dilepas dari terminal pre-sinaps,
dimana selanjutnya impuls saraf selanjutnya akan diteruskan oleh neuron tersebut.
Gambar 1. Anatomi Neuron
Impuls saraf akan melewati membran sel saraf sebagai suatu potensial
aksi. Proses ini difasilitasi oleh adanya reseptor yang terdapat pada membran sel
saraf. Dengan demikian, jika aksoplasma (sitoplasma dari akson) dihilangkan
maka hal ini tidak akan mengganggu proses konduksi impuls saraf. Serabut saraf
mendapatkan sumber nutrisinya dari badan sel. Sehingga, jika serabut saraf ini
dirusak maka serabut saraf di bagian perifer akan mengalami degenerasi yang
dikenal dengan degenerasi Wallerian. Akson-akson pada saraf tepi atau saraf
perifer memiliki kemampuan untuk regenerasi, begitu pula selubung mielinnya.
Akan tetapi, kemampuan regenerasi ini tidak dimiliki oleh sel saraf di otak serta di
medula spinalis. Saat ini, banyak studi sedang dilakukan untuk mempelajari
tentang kondisi-kondisi yang dapat meningkatkan proses regenrasi saraf pusat
khususnya pada kasus-kasus injuri saraf pusat.
Gambar 2. Sinaps
18 Heme, Vol II No 2
July 2020
Email : heme@unbrah.ac.id
346 CHAPTER 12
ETIOLOGY Idiopathic
Seizures can result from either primary CNS dysfunction, Febrile
an underlying metabolic derangement, or systemic disease.
Birth injury
This distinction is critical, because therapy must be
directed at the underlying disorder as well as at seizure Metabolic
control. A list of common neurologic and systemic disor- Infection
ders that produce seizures is presented in Table 12-1. The
Trauma
age of the patient may help in establishing the cause of
seizures (Figure 12-1). Tumor
The genetic contribution to epilepsy and its response to Stroke
treatment is complex. A single epileptic syndrome (eg,
juvenile myoclonic epilepsy) can result from mutations in 0 10 20 30 40 50 60
several different genes; conversely, mutations in a single
Age (years)
gene (eg, SCN1A sodium channel subunit) can cause sev-
eral epilepsy phenotypes. Genes implicated in susceptibil- ▲▲Figure 12-1. Causes of seizures as a function of age
ity to epilepsy include those coding for sodium, calcium, at onset. Bars show the range of ages at which seizures
potassium, and chloride channels; nicotinic cholinergic, from a given cause typically begin; darker shading
GABA, and G protein-coupled receptors; and enzymes. indicates peak incidence.
mebooksfree.com
BAB il
PENGENALAN EPILEPSI
2.1. PENGERTIAN
Primay Genoralzad
Sinvio
a. Idiopatik (primer)
• Kejang neonatus familial benigna
• Kejang neonatus benigna
• Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
• Epilepsi lena pada anak
o Epilepsi lena pada remaja
• Epilepsi mioklonik pada remaja
• Epilepsi dengan bangkitan tonik-klonik pada
saat terjaga
• Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak
termasuk salah satu diatas
• Epilepsi tonik-klonik yang dipresipitasi
dengan aktivasi tertentu
c. Simtomatik
• Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik dini
- Ensefalopati pada infatil dini dengan
burst suppession
- Epilepsi simtomatik umum lainnyayang
tidak termasuk di atas
• Sindrom spesifik
Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi
penyakit lain
Reseptor Reseptor
membran membran
Elemen
respon
Protein
SEL PIRAMIDAL
gen target
gen
target Presinaptik:
INTERNEURON Pelepasan glutamat
Level GABA Sintesis glutamat
Transmisi GABA-ergik Neuromodulator input
Neuropeptida
glutamatergik
Postsinaptik:
NMDA
Spina dendritik
Saluran ion
GLIA
neuromodulator
Sintesis steroid
Transporter
Penghambatan jalur transmisi GABA-ergik di hipokampus dan regio otak lainnya. Dengan
oleh estradiol terjadi melalui penurunan efek GABA menggunakan model binatang epilepsi yang
terhadap reseptor GABA pada neuron piramidal berbeda, beberapa laboratorium telah
area CA-1. Prediksi efek disinhibisi pada sel membuktikan bahwa BDNF mungkin bersifat
piramidal CA-1 ini kadang dapat tertutupi oleh sifat prokonvulsan. Oleh karena itu, lonjakan estradiol
inhibisi transmisi GABA-ergik oleh estradiol yang selama periode periovulatori dapat menyebabkan
hanya sesaat dan disertai oleh peningkatan durasi peningkatan sesaat frekuensi bangkitan, khususnya
arus postsinaptik inhibitorik. Estradiol juga bangkitan limbik karena lonjakan estradiol
mengganggu repolarisasi potensial aksi melalui menginduksi BDNF. BDNF selanjutnya tampak
penurunan AHP. Keseluruhan proses tersebut menginduksi neuropeptid Y (NPY). NPY secara
secara bersama-sama akan menyebabkan konsisten memberikan efek antikonvulsan yang
pembangkitan potensial aksi.10,11 cenderung disebabkan oleh aksi presinaptiknya
Efek lain estradiol terhadap eksitabilitas yang menekan pelepasan neurotransmiter di
dimediasi oleh mekanisme tidak langsung dan satu hipokampus.11
contoh yang relevan terhadap bangkitan adalah
Aksi antikonvulsan progesteron
regulasi estradiol terhadap neurotrofin yaitu brain-
Progesteron bukan merupakan satu-satunya
derived neurothrophic factor (BDNF). Estrogen
molekul yang berikatan dengan reseptor
memiliki elemen respon terhadap gen BDNF dan
progesteron. Terdapat sekelompok komponen
BDNF mempotensiasi beberapa jalur glutamatergik
yang biasanya disebut sebagai progestin, meliputi
Ganaksolon merupakan analog 3β-metil bangkitan terjadi selama fase luteal karena level
sintetis dari alopregnanolon, merupakan progesteron tetap rendah akibat kegagalan ovulasi.
modulator alosterik positif yang kuat dari reseptor Penurunan level progesteron lebih berperan
GABAA dan agen antikonvulsan spektrum luas, dalam menstimulasi eksaserbasi bangkitan
serta sangat sedikit menyebabkan samping katamenial dibanding peningkatan level estrogen.
hormonal. Potensi antikonvulsan ganaksolon Efek antikonvulsan progesteron terbukti terutama
diperkuat selama periode yang mengikuti kejadian dihasilkan oleh aktivitas senyawa metabolitnya
withdrawal neurosteroid pada tikus model epilepsi yaitu alopregnanolon yang merupakan modulator
katamenial, tidak seperti diasepam dan sodium alosterik positif yang kuat dari reseptor GABAA.
valproat justru menurun selama periode tersebut. Ganaksolon merupakan analog 3β-metil
Ganaksolon sebagai terapi epilepsi katamenial sintetis dari alopregnanolon. Ganaksolon terbukti
masih dalam pengembangan, namun peneliti- efektif pada kasus-kasus di mana modulator
peneliti berharap bahwa agen ini dapat menjadi reseptor GABAA lainnya gagal memberikan efek
pilihan terapi spesifik untuk epilepsi proteksi terhadap bangkitan seperti yang terjadi
26,27
katamenial. pada epilepsi katamenial dengan efek samping
hormonal yang sangat minimal.
SIMPULAN
Perubahan siklik kadar hormon gonadal yaitu DAFTAR PUSTAKA
progesteron dan estrogen dalam serum merupakan 1. Herzog, A.G., Klein, P., & Rand, B.J. Three
faktor yang paling berperan dalam mekanisme patterns of catamenial epilepsy, Epilepsia,
1997; 38 (10): 1082-8.
dasar terjadinya epilepsi katamenial. Estrogen
2. Harsono. Karakteristik epilepsi pada
bersifat prokonvulsan sedangkan progesteron
perempuan, pendekatan manajemen
memberikan efek antikonvulsan. berdasarkan perubahan-perubahan fisiologik.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam
Pada siklus ovulatorik, frekuensi bangkitan Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran
meningkat saat terjadi withdrawal progesteron UGM, Yogyakarta, 2004.
sehingga kadar progesteron lebih rendah daripada 3. Rogawski, M.A. Progesterone, neurosteroids,
and the hormonal basis of catamenial
estrogen (tipe perimenstrual) dan saat terjadi epilepsi. Annals of Neurology, 2003; 53 (3):
lonjakan kadar estrogen tanpa disertai peningkatan 288-91.
kadar progesteron (tipe peri-ovulatorik). Pada 4. O’Brien, M.D., & Gilmour-White, S.K.
Management of epilepsy in women. Postgrad
siklus anovulatorik, peningkatan frekuensi Med Journal, 2005; 81: 278–85.
Figure 1. Diagnosis calendar. This calendar tracks the menstrual cycle and seizure cycle to help with diagnosis.
2 ·
The Permanente Journal For personal use only. No other uses without permission. Copyright © 2020 The Permanente Press. All rights reserved. ·
The Permanente Journal https://doi.org/10.7812/TPP/19.145
REVIEW ARTICLE
A Clinical Approach to Catamenial Epilepsy: A Review
with ≥twofold increase in seizure frequency during one subtype (C3) is characterized by an inadequate rise of
of the menstrual times noted as follows, or if the increase progesterone during the luteal phase (days 10 to 3 of the
is simply repeated at similar times in the patient’s menstrual following cycle).
cycle. e 3 subtypes, in which the seizure frequency typically is classification is applicable only to patients with
increases ≥twofold, are perimenstrual (C1), periovulatory anovulatory cycles. is is because of an inadequate de-
(C2), or inadequate luteal phase (C3) (see Figure 2).1 velopment of the corpus luteum, which causes reduced
Classification is based on a 28-day cycle, with day 1 being levels of progesterone, but normal levels of estrogen (see
the onset of menstrual flow. e follicular phase is during Figure 3).1,16 A 1997 study found that 42.3% of WWE
days 1 to 14, and the luteal phase is during days 15 to 28. presented with at least one of these classifications (C1:
e perimenstrual subtype (C1) is characterized by the rapid 35.7%, C2: 28.5%, C3: 41.4%).1 Similarly, a 2015 NIH
drop in progesterone during menstruation (days 25 to 3 of study found that of the 47.1% of WWE who presented
the following cycle). Although the proconvulsant es- with at least one of these classifications, 39.8% are C1,
trogen does drop as well in this period, the progesterone 33.9% are C2, and 47.1% are C3.32
experiences a more rapid decrease. is pattern has been
the most responsive to treatment. e periovulatory Treatment
subtype (C2) is characterized by the rapid surge of es- e role of the hormonal milieu in women with CE and the
trogen at day 10 to 15. e inadequate luteal phase impact of hormones via contraceptives is extremely complex.
Figure 2. Diagnosis for catamenial epilepsy. This 4-step diagnosis process begins with signs and symptoms of cyclic seizure patterns that should raise suspicions. When
clinicians become aware of these, they should attain more information with the Diagnosis Methods. With this information, they can make a diagnosis and subtype
diagnosis. AED = antiepileptic drug.
·
The Permanente Journal https://doi.org/10.7812/TPP/19.145 ·
The Permanente Journal For personal use only. No other uses without permission. Copyright © 2020 The Permanente Press. All rights reserved. 3
I Putu Artha Wijaya| Management Of Woman 20 Years Old With Gestasional Epilepsy
[ LAPORAN KASUS ]
MANAGEMENT OF WOMAN 20 YEARS OLD WITH GESTASIONAL EPILEPSY
Abstrak
Epilepsi berasal dari perkataan Yunani yang berarti "serangan" atau penyakit yang timbul secara tiba-tiba. Epilepsi pada
kehamilan dapat meningkatkan resiko terjadinya keguguran atau kecacatan bayi saat lahir. Wanita 20 tahun dengan keluhan
kejang 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Saat kejang kedua tangan pasien lurus dan lebih kaku, mulut pasien tampak seperti
mengigit sesuatu, tidak keluar busa dari mulut, mata menatap ke atasdan pasien tidak sadar. Pasien mengaku memiliki riwayat
kejang sebelumnya 3-4 kali sebulan. Tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan tanda-tanda vital dan neurologis. Pada pasien
ini diberikan Infus RL gtt xx, Antikonvulsi dengan pilihan, Carbamazepine 200 mg tab 2x1 atau Gabapentin 2 x 300mg,
Neuroprotektor : B1B6 tab 2x1, Asam Folat tablet 0,5 mg 2x1. Dari pemeriksaan pasien didiagnosa dengan epilepsi serangan
umum karena ada beberapa kali kejang sebelum serangan kejang terahir, terjadi penurunan kesaradan dan kaku pada kedua
tangan. Pemberian antikonvulsi karbamazepin atau gabapentin karena keduanya memiliki efek teratogenik yang lebih rendah.
ABSTRAK
Latar Belakang : Epilepsi merupakan keadaan gangguan sinyal listrik di otak yang
bermanifestasi menjadi kejang maka prinsip umum pengobatan Epilepsi adalah
membebaskan mereka dari kejang dimana terapi Farmakologi merupakan fundamental
utama untuk melindungi pasien Epilepsi dari kejang.11 Sementara terapi epilepsi bersifat
khas, yaitu program minum obat dalam jangka waktu yang lama bahkan bertahun-tahun
sehingga dalam prakteknya masalah terapi epilepsi meliputi ketidak patuhan dalam
meminum obat dengan alasan bosan, di takut kan obat-obatan tersebut memperparah
kejang dan beberapa lainnya berfikir pada efek samping yang didapat dari pengobatan,
yang pada akhirnya serangan Epilepsi tidak segera hilang atau tetap muncul seperti
sebelum minum obat.
Tujuan : Mengetahui Hubungan Kepatuhan Pengobatan Terhadap Frekuensi
Kejang Pada Pasien Epilepsi di Poli Neurologi RSUD.dr. A.Dadi Tjokrodipo Bandar
Lampung
Metode : Pada penelitian ini jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah observasional analitik dengan menggunakan pendekatan rancangan cross
sectional. Pengumpulan data penelitian dilakukan menggunakan tekhnik purposive
sampling Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 38 penderita dengan memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Data diambil dari data primer pasien mengisi kuesioner yg
telah diberi oleh peneliti.
Hasil Penelitian : Dari hasil penelitian mayoritas responden yang memiliki tingkat
kepatuhan kategori tidak patuh yaitu sebanyak 25 orang (65,8%). Memiliki frekuensi
kejang dengan kategori sering yaitu sebanyak 24 orang (63,2%). Berdasarkan hasil uji
statistik diperoleh p-value = 0,000 yang berarti ada Hubungan Kepatuhan Pengobatan
Terhadap Frekuensi Kejang Pada Pasien Epilepsi di Poli Neurologi RSUD.dr. A.Dadi
Tjokrodipo Bandar Lampung. Dengan nilai OR 38,000.
Kata kunci : Kepatuhan pengobatan, kejadian kejang, Epilepsi
Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 4, Nomor 2, April 2017 137
per 1000 orang.5 Dilaporkan juga akhirnya serangan Epilepsi tidak segera
prevalensi di negara sedang hilang atau tetap muncul seperti
berkembang ditemukan lebih tinggi dari sebelum minum obat.9
negara maju. Di negara maju prevalensi Berdasarkan penelitian Manjunath
berkisar antara 4-7 per 1000 orang et al, 2008, terdapat hubungan antara
namun di negara sedang berkembang risiko terjadinya serangan kejang
prevalensi berkisar 5-74 per 1000 dengan kepatuhan pengobatan yakni
orang.6 didapatkan terjadinya peningkatan
Jumlah penderita Epilepsi di risiko serangan kejang sebesar 21%
Indonesia diperkirakan mencapai 1,1- pada pasien yang tidak patuh pada
1,8 juta jiwa. Data Rekam Medik tahun pengobatan dibandingkan yang patuh
2009 di Instalansi rawat jalan bagian (hazard ratio = 1.205, p = 0.0002).
saraf RS Dr. Kariadi menunjukkan ada Selain itu, pada penelitian Jones et al,
110 kasus baru epilepsi dan 1279 kasus 2006, pasien yang buruk dalam
lama yang datang berobat.7 Di Provinsi menjalani kontrol pengobatan epilepsi
Lampung, prevalensi Epilepsi dari data mengalami serangan kejang yang lebih
Rekam Medis RSUD dr.A.Dadi sering dibandingkan dengan pasien
Tjokrodipo Bandar Lampung tahun 2014 yang kontrol pengobatan epilepsi
didapatkan bahwa terdapat 11% pasien dengan rutin (p < 0.01).14
epilepsi pada usia dewasa (>18 tahun) Obat antiepilepsi di berikan dalam
dari prevalensi total epilepsi sebesar jangka panjang yang menuntut
14,5%. kedisiplinan penderita untuk mematuhi
Epilepsi bisa mengakibatkan pengobatan maka kepatuhan
banyak hal salah satunya dari segi merupakan masalah utama hal ini
aspek psikososial penderita, yang mana memerlukan strategi dan pendekatan
di lihat baik di lingkungan masyarakat khusus dalam menanganinya.9
seperti halnya ada rasa malu sehingga Kurangnya komunikasi tentang
menarik diri dari aktivitas sosial di kepatuhan ini dapat menimbulkan
masyarakat, penderita tidak di terima di perubahan atau peningkatan dosis obat
lingkungannya.10 Sedangkan komplikasi yang sebenarnya tidak perlu
yang di akibatkan oleh epilepsi itu dilakukan.12
sendiri adalah terjadinya gangguan
listrik di otak yang terjadi terus Metode
menerus sehingga mengakibatkan Pada penelitian ini jenis
kerusakan otak akibat hypoksia bahkan penelitian yang digunakan dalam
bisa berakibat kematian. Maka dari itu penelitian ini adalah observasional
perlu sekali untuk melakukan analitik dengan menggunakan
pengobatan terhadap pasien Epilepsi.11 pendekatan rancangan cross sectional.
Epilepsi merupakan keadaan Pengumpulan data penelitian dilakukan
gangguan sinyal listrik di otak yang menggunakan tekhnik purposive
bermanifestasi menjadi kejang maka sampling Jumlah sampel dalam
prinsip umum pengobatan Epilepsi penelitian ini berjumlah 38 penderita
adalah membebaskan mereka dari dengan memenuhi kriteria inklusi dan
kejang dimana terapi Farmakologi eksklusi. Data diambil dari data primer
merupakan fundamental utama untuk pasien mengisi kuesioner yg telah
melindungi pasien Epilepsi dari diberi oleh peneliti.
kejang.11 Sementara terapi epilepsi
bersifat khas, yaitu program minum
obat dalam jangka waktu yang lama Hasil dan Pembahasan
bahkan bertahun-tahun sehingga dalam
prakteknya masalah terapi epilepsi Hasil Univariat
meliputi ketidak patuhan dalam
meminum obat dengan alasan bosan, di a. Distribusi frekuensi
takut kan obat-obatan tersebut kepatuhan pengobatan
memperparah kejang dan beberapa
lainnya berfikir pada efek samping yang Analisa univariat dalam
didapat dari pengobatan, yang pada penelitian ini bertujuan untuk
ABSTRAK
Salah satu faktor yang memengaruhi kualitas hidup orang dengan epilepsi adalah penurunan fungsi
kognitif yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti usia onset kejang, obat anti epilepsi,
keaktifan dalam bekerja, dan frekuensi terjadinya bangkitan. Studi ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh fungsi kognitif terhadap kualitas hidup orang dengan epilepsi pada Komunitas Peduli
Epilepsi Indonesia di Depok. Studi ini bersifat analitik korelatif melalui pendekatan cross-sectional
dengan jumlah subjek studi sebanyak 77 orang. Studi menggunakan metode wawancara dengan
kuisioner MMSE dan pengisian kuisioner QOLIE-10. Hasil studi didapatkan 15 orang (19,5%) subjek
yang mengalami gangguan fungsi kognitif. Hasil uji Spearman diperoleh fungsi kognitif memiliki
pengaruh terhadap kualitas hidup orang dengan epilepsi pada domain efek samping obat anti
epilepsi terhadap fisik (r = 0,470) dengan nilai signifikansi Sig. 0.000, energi (r = 0,289) dengan
nilai signifikansi Sig. 0.011, kualitas hidup secara keseluruhan (r = -0,343) dengan nilai signifikansi
Sig. 0.002, kekhawatiran terjadinya bangkitan (r = -0,256) dengan nilai signifikansi Sig. 0.025,
kesulitan mengemudi (r = -0,308) dengan nilai signifikansi Sig. 0.006, dan keterbatasan hubungan
sosial (r = 0,397) dengan nilai signifikansi Sig. 0.000.
PENDAHULUAN
Epilepsi merupakan salah satu penyakit seluruh tubuh, serta tidak jarang diikuti
Penyakit ini disebabkan oleh adanya WHO juga menyebutkan bahwa angka
pada otak dengan bentuk bangkitan berkisar antara 4 sampai 10 per 1000
berupa kejang atau bukan kejang. jumlah penduduk, artinya jika jumlah
Bangkitan pada orang dengan epilepsi penduduk di Indonesia berkisar 220 juta,
dan pergerakan involuntary tersebut dapat epilepsi baru adalah 250,000 per tahun,
mengenai sebagian tubuh atau bahkan dan diperkirakan jumlah orang dengan
314
Tarumanagara Med. J. 2, 2, 314-320, April 2020
epilepsi yang masih mengalami bangkitan Pada orang dengan epilepsi, penurunan
atau membutuhkan pengobatan berkisar fungsi kognitif akan mempengaruhi
1,8 juta jiwa.1,3 Berbagai kajian yang telah kualitas hidup seseorang. Seperti konsep
dilakukan memperkirakan prevalensi sehat yang didefinisikan oleh WHO
epilepsi berkisar antara 0,5-4% dengan bahwa seorang individu dikatakan sehat
rata-rata prevalensi epilepsi 8,2% per bukan hanya terbebas dari suatu penyakit
1000 penduduk. Sedangkan Perhimpunan atau kecacatan, tapi juga keadaan yang
Dokter Spesialis Syaraf Indonesia pada baik dari segi fisik, mental, maupun
tahun 2011 menyebutkan bahwa sosial. Berdasarkan Division of Mental
prevalensi epilepsi pada bayi dan anak- Health and Prevention of Substance
anak cukup tinggi, menurun pada dewasa Abuse dari WHO, kualitas hidup
muda dan pertengahan, kemudian didefinisikan sebagai persepsi individu
meningkat lagi pada kelompok usia terhadap posisi mereka dalam konteks
lanjut.4 budaya dan nilai-nilai dalam kehidupan
Terdapat beberapa faktor yang dapat serta bagaimana hubungannya dengan
memengaruhi fungsi kognitif pada orang tujuan yang ingin dicapai, ekspektasi,
dengan epilepsi, antara lain penggunaan standar, dan perhatian individu tersebut.8
obat anti epilepsi dalam jangka panjang, Menurunnya kualitas hidup seseorang
jenis bangkitan, onset, frekuensi tentu saja akan menjadi kendala dalam
bangkitan yang masih sering, dan faktor mempertahankan kesejahteraan orang
psikososial.5,6 Beberapa studi sebelumnya tersebut sehingga akan berdampak kurang
menyebutkan epilepsi dan fungsi kognitif baik bagi kehidupannya sehari-hari.
memiliki hubungan yang kompleks2,3, Studi tentang kualitas hidup pada
dimana fungsi kognitif adalah semua penderita epilepsi mulai dilakukan oleh
proses mental yang digunakan oleh Vickrey, Baker dan Devinsky pada tahun
manusia untuk menerima dan mengatur 90-an yang menyimpulkan diperlukannya
informasi seperti memperoleh input dari konsolidasi untuk mengevaluasi berbagai
lingkungan sehingga membentuk sebuah pengukuran yang sudah ada daripada
persepsi, fokus perhatian, pemahaman membuat suatu pengukuran baru. Tidak
dan penyimpanan informasi atau memori ada gold standard untuk mengukur
hingga akhirnya menggunakan penge- kualitas hidup penderita epilepsi. Hasil
tahuan ini untuk menuntun perilaku.7 studi Hawari menyimpulkan bahwa ting-
315
Cochrane Trusted evidence.
Informed decisions.
Library Better health. Cochrane Database of Systematic Reviews
BACKGROUND terised by two phases: the follicular phase (day one to day 13),
which comprises menstruation (day one to five) followed by ovula-
Description of the condition tion (day 14), and the luteal phase (day 15 to 28). There are two ma-
jor hormonal changes: a preovulatory surge in oestradiol (day 10
Studies have shown that in developed countries, prevalence rates
to 15), and a premenstrual drop in progesterone levels (day 25 to
for active epilepsy are between 4 and 10 per 1000 (Sander 1996).
28). In one study of 184 women with focal epilepsy, there was statis-
In a systematic review of incidence studies, the median annual in-
tically significant evidence for greater seizure occurrences around
cidence of epilepsy was 50.7 per 100,000 for males and 46.2 per
the time of these two critical hormonal changes, compared with the
100,000 for females (Kotsopoulos 2002). Globally, 50% of women
mid-follicular and mid-luteal phases. These time periods were cat-
and girls with epilepsy are in the reproductive age range of 15 to 49
egorised as catamenial type 1 (C1) pattern (day -3 (25) to day 3) and
years.
catamenial type 2 (C2) pattern (day 10 to 15). A third pattern — cata-
Catamenial epilepsy describes a worsening of seizures in relation to menial type 3 (C3) — was noted in patients experiencing anovula-
the menstrual cycle (peri-menstrual seizures); it may affect around tory cycles (where no ovulation occurs during the cycle), whereby a
40% of women with epilepsy (Herzog 1997). Studies examining day- lack of progesterone secretion during the luteal phase predisposed
to-day comparisons of seizures throughout the menstrual cycle to a higher mid-luteal ratio of oestradiol to progesterone, which
have consistently shown a greater likelihood of seizures on day one placed the patient at risk of seizures throughout the luteal phase
(the start of menstruation), with the lowest risk of seizures on day (Herzog 1997). The hormonal changes and catamenial seizure pat-
20 (the mid-luteal phase) (Laidlaw 1956; Rosciszewska 1980; Ansell terns during a menstrual cycle are summarised in Figure 1.
1986; Tauboll 1991; Herzog 1997). The menstrual cycle is charac-
Figure 1. Figure 1: Hormonal changes and catamenial seizures patterns during the menstrual cycle
Approximately 10% of menstrual cycles in healthy women are however they compared seizures in just peri-menstrual phases ver-
anovulatory, whereas 35% are anovulatory in women with tem- sus other phases of the cycle (Laidlaw 1956; Rosciszewska 1980;
poral lobe epilepsy (Herzog 2001). In a study conducted in 1997, Ansell 1986; Tauboll 1991). When a similar comparison was made
around 42% of women demonstrated at least one of the three pat- in the 1997 study, a prevalence rate of 71% was found (Herzog
terns of catamenial epilepsy. Around 36% had C1 pattern, 29% had 1997). Reported clinical risk factors for catamenial epilepsy are:
C2 pattern, and 42% had C3 pattern (Herzog 1997). Other studies younger age, temporal lobe seizures and a left-sided epileptogenic
have reported higher prevalence rates (between 63% and 78%),
ABSTRAK
Epilepsi merupakan salah satu penyebab terbanyak morbiditas di bidang saraf anak, yang menimbulkan berbagai permasalahan antara lain
kesulitan belajar, gangguan tumbuh-kembang, dan penurunan kualitas hidup anak. Prinsip pengobatan epilepsi dimulai dari monoterapi
lini pertama menggunakan obat anti-epilepsi (OAE) berdasarkan jenis bangkitan. Kegagalan monoterapi berisiko menjadi epilepsi refrakter
(intraktabel), sehingga perlu politerapi OAE.
ABSTRACT
Epilepsy is a common cause of morbidity in neuropediatric, causing various problems such as learning difficulties, growth disorders, and quality
of life. Principles of epilepsy treatment are to start first-line anti-epileptic drug (AED) monotherapy according to seizure type. Monotherapy
failure is a risk of becoming refractory epilepsy (intractable) AED polytherapy is needed. Jovita Silvia Wijaya, Johannes H Saing, Cynthea Prima
Destariani. Antiepileptic Polytherapy in Childhood Epilepsy
PENDAHULUAN dari sekelompok neuron di otak yang bersifat ditentukan oleh lokasi bangkitan dimulai,
Insidens epilepsi pada anak dilaporkan dari transien. Aktivitas berlebihan tersebut dapat kecepatan, dan luasnya penyebaran.7
berbagai negara dengan variasi luas, sekitar 4 menyebabkan disorganisasi paroksimal
sampai 6 per 1000 anak.1 Di Indonesia terdapat satu atau beberapa fungsi otak yang dapat Etiologi epilepsi multifaktorial. Sekitar
paling sedikit 700.000 sampai 1.400.000 kasus bermanifestasi eksitasi positif (motorik, 60% kasus epilepsi tidak dapat ditemukan
epilepsi dengan pertambahan 70.000 kasus sensorik, psikis), negatif (hilangnya kesadaran, penyebab pastinya, yang disebut dengan
baru setiap tahun; dan diperkirakan 40% - 50% tonus otot, kemampuan bicara), atau idiopatik, yaitu tidak terdapat lesi struktural
dari seluruh kasus tersebut terjadi pada anak- gabungan keduanya. Manifestasi bangkitan otak ataupun defisit neurologis;8 namun
anak.2
EPILEPSI
Epilepsi adalah kondisi yang ditandai
bangkitan (seizure) berulang tanpa provokasi
yang terjadi dua kali atau lebih dengan
interval lebih dari 24 jam.6 Bangkitan epileptik
adalah manifestasi klinis disebabkan lepasnya
muatan listrik secara sinkron dan berlebihan Gambar 1. Klasifikasi bangkitan epilepsi ILAE 2016 10
Alamat Korespondensi email: jovita_wijaya@yahoo.com
diperkirakan mempunyai predisposisi genetik terbaik mengatasi kejang harus sedini dan lebih dari satu kali per bulan selama 18 bulan
dan umumnya berhubungan dengan usia. seagresif mungkin. Pengobatan epilepsi dan interval bebas bangkitan tidak lebih dari
Etiologi lain berupa kelainan simtomatis, yaitu dikatakan berhasil dan penderita dinyatakan tiga bulan.17 Penderita epilepsi refrakter lebih
bangkitan epilepsi disebabkan kelainan atau sembuh apabila serangan epilepsi dapat berisiko mengalami gangguan pertumbuhan
lesi struktural otak, misalnya: cedera kepala, dicegah atau dikontrol dengan obat-obatan dan perkembangan.18
infeksi sistem saraf pusat, kelainan kongenital, dan mencapai dua tahun bebas serangan.15
lesi desak ruang, gangguan peredaran darah Politerapi OAE
otak, toksik (alkohol dan obat), metabolik, dan Prinsip pengobatan epilepsi adalah Politerapi disarankan untuk pengobatan
kelainan neurodegeneratif.8,9 dimulai dengan monoterapi lini pertama, epilepsi, merujuk pada kombinasi
menggunakan OAE sesuai jenis bangkitan; penggunaan dua atau lebih obat dengan
Klasifikasi baru epilepsi menurut The dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan mekanisme kerja berbeda. Politerapi
International League Against Epilepsy (ILAE) bertahap sampai dosis efektif tercapai atau membutuhkan pengetahuan mekanisme
2016 tidak mengubah dasar pemikiran timbul efek samping.9,16 Jika bangkitan tidak kerja OAE yang baik. Satu OAE sering
klasifikasi sebelumnya, tetapi lebih fleksibel dapat dihentikan dengan OAE lini pertama memiliki beberapa mekanisme kerja; jika
dan memudahkan penentuan jenis dosis maksimal, monoterapi lini kedua obat-obat, terutama yang memiliki jalur
bangkitan.10 dimulai; apabila berhasil, OAE lini pertama metabolisme dan mekanisme kerja yang sama
diturunkan bertahap. Bila saat penurunan digabungkan, akan cenderung berinteraksi.19
Bangkitan fokal (parsial) adalah lepasnya OAE lini pertama terjadi bangkitan, kedua OAE Dalam penelitian prospektif, Anderson, et al,20
muatan listrik berlebihan berasal dari tetap diberikan.9,16 melaporkan risiko efek samping obat secara
sekelompok neuron abnormal di satu lokasi signifikan lebih tinggi pada anak-anak yang
tertentu (fokus epileptik) yang bisa menyebar Panduan memilih OAE lini pertama:7 menerima politerapi.
ke lokasi lain, bangkitan multiparsial berasal 1. Phenobarbital: untuk epilepsi umum
dari beberapa lokasi, sedangkan pada dan parsial. Dosis 4-6 mg/kg/hari terbagi Tujuan pengobatan adalah untuk mencapai
bangkitan umum lepasnya muatan listrik dalam 2 dosis kontrol penuh bangkitan dengan toksisitas
berlebihan berasal dari neuron di kedua 2. Phenytoin: untuk epilepsi umum dan minimal. Secara umum disepakati bahwa
hemisfer secara serentak. Pada bangkitan parsial. Dosis 5-7 mg/kg/hari terbagi monoterapi harus menjadi pengobatan
parsial sederhana tidak dijumpai gangguan dalam 2 dosis awal untuk epilepsi yang baru didiagnosis
kesadaran, pada parsial kompleks disertai 3. Valproic acid: untuk epilepsi umum, parsial pada anak-anak. Jika satu OAE tidak bekerja,
gangguan kesadaran seperti halnya bangkitan dan absans. Dosis 15-40 mg/kg/hari obat kedua harus diperkenalkan saat anak
umum.7 Bangkitan parsial dan multiparsial terbagi dalam 2 dosis masih menerima obat pertama. Semua
merupakan 60% kasus epilepsi anak. 11 4. Carbamazepine: untuk epilepsi parsial. perubahan terapi, apakah menambah atau
Dosis 10-30 mg/kg/hari terbagi dalam 2-3 mengganti OAE perlu disepakati orang tua
Manifestasi klinis epilepsi bervariasi tergantung dosis dan pasien. Perlu dipertimbangkan interaksi
neuron yang melepaskan muatan listrik, dapat yang mungkin terjadi saat memperkenalkan
berupa gerak motorik, somatosensorik, psikis, Panduan memilih OAE lini kedua:7 OAE baru.21-23 Jika kontrol bangkitan dicapai
perubahan perilaku, perubahan kesadaran, 1. Topiramate: untuk epilepsi umum dan dengan obat baru, OAE yang tidak efektif
perasaan panca indra, dan lain-lain.10,12 parsial. Dosis 5-9 mg/kg/hari terbagi dihentikan bertahap, tergantung efektivitas,
dalam 2-3 dosis efek samping, dan parahnya kekambuhan.
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan 2. Levetiracetam: untuk epilepsi umum, Namun jika masih tidak terkontrol, maka
jangka panjang, sehingga diperlukan parsial, absans, dan mioklonik. Dosis 20-60 dapat diberikan dosis maksimum kedua
kerjasama yang baik antara dokter, pasien, dan mg/kg/hari terbagi dalam 2-3 dosis obat. Pemberian obat antiepilepsi ketiga
keluarga pasien untuk menjamin kepatuhan 3. Oxcarbazepine: untuk epilepsi parsial dan hanya dapat dilakukan jika bangkitan tidak
berobat. Pemberian obat anti-epilepsi (OAE) benign rolandic epilepsy. Dosis 10-30 mg/ dapat diatasi dengan penggunaan dua obat
harus mempertimbangkan risiko dan manfaat. kg/hari terbagi dalam 2-3 dosis pertama dengan dosis maksimum.24
Faktor akseptabilitas OAE sangat menentukan 4. Lamotrigine: untuk epilepsi umum, parsial,
kepatuhan berobat. Selain itu, ketersediaan absans, dan mioklonik. Dosis 0,5-5 mg/kg/ Politerapi tidak dapat dihindari pada anak-
obat secara konsisten dan kontinu juga hari terbagi dalam 2-3 dosis anak epilepsi yang resisten obat. The
menjamin keberhasilan terapi. 7 International League Against Epilepsy (ILAE)
Apabila bangkitan tidak dapat dihentikan mendefinisikan epilepsi resisten terhadap
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah dengan monoterapi lini kedua, obat sebagai: kegagalan uji coba yang
terbebas dari serangan epilepsi. Serangan pertimbangkan politerapi (kombinasi 2-3 adekuat dari dua obat yang ditoleransi dan
yang berlangsung lama mengakibatkan OAE). Politerapi seharusnya dihindari sebisa dipilih secara tepat dan menggunakan jadwal
kerusakan sampai kematian sel-sel otak. mungkin.15 Kegagalan monoterapi berisiko OAE, baik sebagai monoterapi maupun
Apabila kejang terjadi terus-menerus, epilepsi refrakter (intraktabel) yaitu kegagalan dalam kombinasi, untuk mencapai bebas
kerusakan sel-sel otak akan meluas dan dapat mengontrol bangkitan dengan lebih dari dua bangkitan yang berkelanjutan.22 Pada anak-
menurunkan inteligensi. Karena itu, upaya OAE lini pertama dengan rata-rata serangan anak dengan epilepsi resisten obat, OAE lain
Figure 2.
The expanded ILAE 2017 operational classification of seizure types. The following clarifications should guide the choice of seizure type.
For focal seizures, specification of level of awareness is optional. Retained awareness means the person is aware of self and environment
during the seizure, even if immobile. A focal aware seizure corresponds to the prior term simple partial seizure. A focal impaired aware-
ness seizure corresponds to the prior term complex partial seizure, and impaired awareness during any part of the seizure renders it a
focal impaired awareness seizure. Focal aware or impaired awareness seizures optionally may further be characterized by one of the
motor-onset or nonmotor-onset symptoms below, reflecting the first prominent sign or symptom in the seizure. Seizures should be clas-
sified by the earliest prominent feature, except that a focal behavior arrest seizure is one for which cessation of activity is the dominant
feature throughout the seizure. A focal seizure name also can omit mention of awareness when awareness is not applicable or unknown
and thereby classify the seizure directly by motor onset or nonmotor-onset characteristics. Atonic seizures and epileptic spasms would
usually not have specified awareness. Cognitive seizures imply impaired language or other cognitive domains or positive features such as
deja vu, hallucinations, illusions, or perceptual distortions. Emotional seizures involve anxiety, fear, joy, other emotions, or appearance of
affect without subjective emotions. An absence is atypical because of slow onset or termination or significant changes in tone supported
by atypical, slow, generalized spike and wave on the EEG. A seizure may be unclassified due to inadequate information or inability to place
the type in other categories. 1Definitions, other seizure types and descriptors are listed in the accompanying paper and glossary of terms.
2
Degree of awareness usually is not specified. 3Due to inadequate information or inability to place in other categories.
Epilepsia ILAE
behavioral basis, justified by the practical importance of onset may be omitted when a subsequent term generates an
impaired awareness. Both methods of classification are unambiguous seizure name.
available and can be used in concert. Brief behavioral arrest The classification of an individual seizure can stop at any
at the start of a seizure often is imperceptible, and so it is not level: a “focal onset” or “generalized onset” seizure, with no
used as a classifier unless dominant throughout the seizure. other elaboration, or a “focal sensory seizure,” “focal motor
The earliest (anatomic) classifier will not necessarily be the seizure,” “focal tonic seizure,” or “focal automatism sei-
most significant behavioral feature of a seizure. For exam- zure,” and so on. Additional classifiers are encouraged, and
ple, a seizure might start with fear and progress to vigorous their use may depend on the experience and purposes of the
focal clonic activity resulting in falling. This seizure would person classifying the seizure. The terms focal onset and
still be a focal emotional seizure (with or without impair- generalized onset are for purposes of grouping. No infer-
ment of awareness), but free text description of the ensuing ence is made that each seizure type exists in both groups;
features would be very useful. including absence seizures in the generalized-onset cate-
A focal seizure name can omit mention of awareness gory does not imply existence of “focal absence” seizures.
when awareness is not applicable or unknown, thereby clas- When the primacy of one versus another key symptom or
sifying the seizure directly by motor onset or nonmotor sign is unclear, the seizure can be classified at a level above
onset characteristics. The terms motor onset and nonmotor the questionably applicable term with additional descriptors
14
berikatan dengan reseptor, maka akan terjadi perubahan . Eksitabilitas merupakan kunci utama padamekanisme
lokal pada sistem elektrik neuron. Perubahan tersebut iktogenesis, eksitasi dapat berasal dari neuron individual,
dapat berupa eksitasi maupun inhibisi pada impuls saraf, lingkungan neuronal atau populasi neuronal. Ketiga
sehingga terjadi aksi potensial yang dapat menimbulkan penyebab ini berinteraksi satu sama lain selama satu
serangan epilepsi3,4,7 episode iktal tertentu12,13.
73
MKS, Th. 46, No. 1, Januari 2014
dan masih memerlukan pembuktian lebih lanjut. Teori 1. Epilepsi dan Sindrom epilepsi lokal (localized related)
ini menyebutkan bahwa reaksi imunologis atau inflamasi Idiopatik (primer)
menyebabkan berbagai penyakit neurologis termasuk A.Epilepsi benigna dengan gelombang pakudaerah
epilepsi. Reaksi inflamasi pada sistem saraf pusat temporal
merupakan akibat dari aktivasi sistem imun adaptif maupun B. Epilepsi dengan gelombang paroksismal
nonadaptif. Penelitian yang dilakukan pada binatang daerah oksipital
percobaan memperlihatkan bahwa selama aktivitas epilepsi C. Primary Reading Epilepsy
terjadi pelepasan mediator inflamasi oleh mikroglia, Simptomatik (sekunder)
astrosit dan neuron12-14. A. Epilepsi parsialis kontinua kronik progresif
pada anak (Sindrom Kojewnikoff’s)
Pemeriksaan Penunjang. B. Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi
Elektroensefalografi (EEG). rangsangan tertentu
Pemeriksaan EEG tidak sepenuhnya mendukung ataupun C. Epilepsi dan sindrom lain berdasarkan lokasi
menyingkirkan diagnosis epilepsi, kurang lebih 5% pasien dan etiologi
tanpa epilepsi mempunyai kelainan EEG berupa aktivitas 1. Epilepsi lobus temporalis
epilepsi pada rekaman EEG, dan hanya 50% pasien dengan 2. Epilepsi lobus frontalis
epilepsi memiliki aktivitas epileptiform pada rekaman EEG 3. Epilepsi lobus parietalis
pertamanya11. EEG sangat berperan dalam menegakkan 4. Epilepsi lobus oksipitalis
diagnosis epilepsi dan memberikan informasi berkaitan Kriptogenik
dengan sindrom epilepsi, serta dalam menentukan lokasi
atau fokus kejang khususnya pada kasus-kasus kejang 2. Epilepsi dan sindrom epilepsi umum
fokal15-17. Prosedur standar yang digunakan pada Idiopatik
pemeriksaan EEG adalah rekaman EEG saat tidur (sleep A. Kejang neonatus familial benigna
deprivation), pada kondisi hiperventilasi dan stimulasi B. Kejang neonatus benigna
fotik, dimana ketiga keadaan tersebut dapat mendeteksi C. Epilepsi mioklonik pada bayi
aktivitas epileptiform. Selain ketiga prosedur standar D. Epilepsi lena pada anak (pyknolepsy)
diatas dikenal pula rekaman Video-EEG dan ambulatory E. Epilepsi lena pada remaja
EEG, yang dapat memperlihatkan aktivitas elektrik pada F. Epilepsi mioklonik pada remaja
otak selama kejang berlangsung11,15-17. G. Epilepsi dengan bangkitan tonik klonik saat
terjaga
MRI. H. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk
MRI merupakan pemeriksaan pencitraan yang sangat salah satu diatas
penting pada kasus-kasus epilepsi karena MRI dapat I. Epilepsi yang dipresipitasi faktor tertentu
memperlihatkan struktur otak dengan sensitivitas yang Idiopatik dan/atau simptomatik
tinggi. Gambaran yang dihasilkan oleh MRI dapat A. Sindrom West (infantile spasms)
digunakan untuk membedakan kelainan pada otak, seperti B. Sindrom Lennox-Gastaut
gangguan perkembangan otak (sklerosis hipokampus, C. Epilepsi mioklonik astatik
disgenesis kortikal), tumor otak, kelainan pembuluh darah D. Epilepsi lena mioklonik
otak (hemangioma kavernosa) serta abnormalitas lainnya18. Simptomatik
Meskipun MRI memiliki banyak keunggulan, pemeriksaan A. Etiologi non spesifik
dengan MRI tidak dilakukan pada semua jenis epilepsi. a.Ensefalopati mioklonik dini
MRI tidak dianjurkan pada sindrom epilepsi dengan b. Ensefalopati infantile dini dengan burst
kejang umum karena jenis epilepsi ini biasanya bukan suppression
disebabkan oleh gangguan struktural. Demikian juga halnya c. Epilepsi simptomatik lain yang tidak
dengan BETCS, karena BETCS tidak disebabkan oleh termasuk diatas
gangguan pada otak18.
B. Etiologi spesifik
CT Scan. Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit
Walaupun CT Scan sering memberikan hasil yang normal lain
pada kebanyakan kasus epilepsi, CT Scan merupakan 3. Epilepsi dan sindrom epilepsy yang tak dapat ditentukan
pemeriksaan penunjang yang cukup penting karena dapat fokal atau umum
menunjukkan kelainan pada otak seperti atrofi jaringan
Bangkitan umum dan fokal
otak, jaringan parut, tumor dan kelainan pada pembuluh
A. Bangkitan neonatal
darah otak19.
B. Epilepsi mioklonik berat pada bayi
C. Epilepsi dengan gelombang paku kontinyu
Klasifikasi Sindrom Epilepsi. Klasifikasi nternasional selama tidur dalam
epilepsi dan sindrom epilepsi disusun oleh ILAE pada
tahun 1989 adalah sebagai berikut1,20.
74
2 B. F. Khishfe
head, given it was the first presentation to our institution, zymes responsible for metabolism of AEDs, leading to
which showed no acute intracranial process. breakthrough seizures (17).
Catamenial epilepsy is a clinical diagnosis made
by identifying a doubling of seizure frequency dur-
DISCUSSION ing the perimenstrual, periovulatory, or luteal phase.
However, further investigation and rule out of other
Catamenial seizures affect a wide range of women of secondary etiologies for seizure exacerbation are
reproductive age who have epilepsy, with the wide vari- still necessary.
ability attributed to the different criteria used to define Patients should be managed with AED therapy
seizure exacerbation (3–5). The most accepted tailored to their specific seizure type (18). A prospective
definition of catamenial epilepsy is a twofold increase study examining the efficacy of lamotrigine in women
in the baseline average daily seizure activity during a with diagnosed catamenial epilepsy demonstrated a sta-
particular phase of the menstrual cycle (2–3 days tistically significant disappearance or 50% reduction in
before and during menstruation), relative to other seizure activity during the menstrual cycle. It was noted
phases (6–9). Studies using this definition have found that progesterone levels increased in women taking lamo-
that approximately one-third of women with refractory trigine (19).
epilepsy demonstrate a catamenial pattern of exacerba-
tion (6,10,11). WHY SHOULD AN EMERGENCY PHYSICIAN BE
Catamenial patterns are more common among women AWARE OF THIS?
with focal epilepsy, but can occur across all epilepsy types
(6,9,10,12,13). One study of 100 women with intractable This case report describes a patient presenting with symp-
focal epilepsy identified catamenial patterns more often toms and history consistent with catamenial epilepsy as a
in patients with left temporal lobe foci of activity (14). In likely etiology for increased seizure frequency. Approxi-
catamenial epilepsy, seizure activity tends to cluster during mately one-third of women suffering from poorly
three phases of the menstrual cycle associated with lower controlled epilepsy, despite medication compliance,
ratios of progesterone to estrogen: the premenstrual period, demonstrate a catamenial pattern of seizure exacerbation.
at ovulation, or during an anovulatory or inadequate luteal It is therefore important for the emergency physician to
phase (ILP) cycles (1,2,12). The sudden withdrawal of consider catamenial epilepsy in the differential diagnosis
progesterone, resulting in an increased estradiol to for secondary causes of seizure to ensure appropriate
progesterone ratio, is responsible for the perimenstrual follow-up, as well as improve the quality of life of pa-
pattern of seizures, where as the estradiol surge at the tients suffering from uncontrolled seizures. Patients
time of ovulation is responsible for periovulatory seizure with suspected catamenial epilepsy should be counseled
activity. ILP and anovulatory cycles are associated with to avoid driving or climbing ladders near the time of their
impaired progesterone production. menstrual cycle.
The most common seizure pattern in catamenial epi-
lepsy is an increase in seizure frequency immediately
REFERENCES
before or during menses. The increased seizure activity
with low progesterone to estrogen ratios is attributed to 1. Verrotti A, D’Egidio C, Agostinelli S, et al. Diagnosis and manage-
the effects of estradiol and progesterone on neuronal ment of catamenial seizures: a review. Int J Womens Health 2012;4:
excitability (1,6,8). Animal studies have demonstrated 535–41.
2. Kim GH, Lee HW, Park H, et al. Seizure exacerbation and hormonal
pro-convulsant properties of estrogen vs. progesterone cycles in women with epilepsy. Epilepsy Res 2010;90:214–20.
that seem to have an anticonvulsant effect on neuronal ac- 3. Duncan S, Read CL, Brodie MJ. How common is catamenial epi-
tivity (1). There is a positive correlation between seizure lepsy? Epilepsia 1993;34:827–31.
4. Kariyawasam SH, Mannapperuma U, Jayasuriya WJ, et al. Occur-
susceptibility and the estrogen to progesterone ratio, and rence of menstrual cycle related seizure patterns among epileptic
studies indicate an association of catamenial seizures women attending the tertiary neurology clinics of the National Hos-
with a rapid decline in progesterone (1). Conversely, pital of Sri Lanka. Epilepsy Res 2009;84:257–62.
5. Bazán AC, Montenegro MA, Cendes F, et al. Menstrual cycle wors-
seizure frequency decreases during phases of the men- ening of epileptic seizures in women with symptomatic focal epi-
strual cycle when serum progesterone levels are high lepsy. Arq Neuropsiquiatr 2005;63:751–6.
(15,16). 6. Herzog A, Klein P, Ransil B. Three patterns of catamenial epilepsy.
Epilepsia 1997;38:1082–8.
The hepatic metabolism of anti-epileptic drugs 7. Herzog A. Catamenial epilepsy: definition, prevalence pathophysi-
(AEDs) is also affected by the cyclic variation of estrogen ology and treatment. Seizure 2008;17:151–9.
and progesterone. The premenstrual decrease in circu- 8. Foldvary-Schaefer N, Falcone T. Catamenial epilepsy: pathophysi-
ology, diagnosis, and management. Neurology 2003;61(suppl 2):
lating estrogen and progesterone may induce hepatic en- S2–15.
Epilepsi 2016;22(3):75-85
the menstrual cycle, as well as identification of specific progesterone.[4,5] Mid-cycle exacerbations may be due to the
days that have substantially higher or lower frequencies pre-ovulatory surge of estrogen, unaccompanied by any rise
than other days, support existence of catamenial epilepsy.[2] in progesterone until ovulation occurs.[4–6] Seizures are least
Catamenial epilepsy is likely attributable to 1) neuroactive common during mid-luteal phase when progesterone levels
properties of reproductive steroid hormones, 2) cyclic varia- are highest,[4–6] except in anovulatory cycles, during which
tion in their serum levels, and 3) susceptibility of epileptic the mid-cycle surge in estrogen still occurs -- albeit not as
foci to effects of neuroactive steroids.[4] high as in ovulatory cycles -- but is unaccompanied by any
substantial increase in progesterone levels.[4]
Physiological variations of endocrine secretion during men-
strual cycle influence the occurrence of seizures (Figure1). Herzog et al.[2,4,7] have presented statistical evidence to sup-
In ovulatory cycles, seizure frequency shows a statistically port the concept of catamenial epilepsy and the existence
significant positive correlation with serum estradiol/proges- of at least 3 distinct patterns of seizure exacerbation in rela-
terone ratio.[5] This ratio is highest during the days prior to tion to the menstrual cycle (Figure 1): 1) perimenstrual (C1:
ovulation and menstruation, and is lowest during mid-luteal Day -3 to 3) and 2) periovulatory (C2: Day 10 to -13) in ovula-
phase.[5] Premenstrual exacerbation of seizures has been at- tory cycles, and 3) luteal (C3: Day 10 to 3) in anovulatory or
tributed to the rapid withdrawal of the anti-seizure effects of inadequate luteal phase cycles. In these cycles, Day 1 is the
first day of menstrual flow and ovulation is presumed to oc-
cur 14 days before subsequent onset of menses (Day -14).
Patterns of catamenial epilepsy
These 3 patterns can be demonstrated simply by 1) charting
E2 P Normal cycle
Estradiol ug/ml
150 30 Progesterone ng/ml menses and seizures, and 2) obtaining a mid-luteal phase
Catamenial Type C2 C1 serum progesterone level to distinguish between normal
25 Cycle
Serum hormone levels
Phase F O L M
of exacerbation relative to baseline comparator phases
60 15 (mid-follicular [Days 4 to 9] plus mid-luteal [Days -12 to -4]
40 10 phases) for all 3 types of catamenial exacerbation. We pro-
pose the use of these points of inflection values in seizure
20 5
frequency for the designation of catamenial epilepsy. Using
0 cutoffs provided by the points of inflection of the 3 reverse
1 3 5 7 9 11 -14 -12-10 -8 -6 -4 -2 1 3
S-shaped curves for designation of catamenial epilepsy, the
Day of the cycle
1997 investigation found that 42.3% (78/184) of the women
Fig. 1. Three patterns of catamenial epilepsy: perimenstru- demonstrated at least 1 of the 3 patterns of catamenial epi-
al (C1) and periovulatory (C2) exacerbations during lepsy (ovulatory cycles C1: 35.7% and C2: 28.5%; anovulato-
normal ovulatory cycles, and entire second half of the ry cycles C3: 41.4%) during their 1 observed menstrual cycle.
cycle (C3) exacerbation during inadequate luteal pha- [4]
Adoption of standard, albeit arbitrary, criteria for designa-
se cycles where Day 1 is the first day of menstrual flow
and Day -14 is the day of ovulation. E2: Estradiol; F: Fol-
tion of catamenial epilepsy may provide greater uniformity
licular; L: Luteal; M: Menstrual phase; O: Ovulatory; P: to study designs for the investigation of the pathogenesis
Progesterone. and treatment of catamenial seizure exacerbation.
76
Tinjauan Pustaka
Mekanisme estrogen dalam memengaruhi THP) dan allopregnanolon. Efek steroid neuroaktif
bangkitan epilepsi sangat kompleks. Mekanisme utama terjadi melalui mekanisme yang melibatkan reseptor
yang dilaporkan adalah efek estrogen yang dapat di nukleus dan nonnukleus. Reseptor progesteron
memengaruhi respons neuron terhadap glutamat.2 terdistribusi cukup luas di daerah otak.2 Steroid
Glutamat bekerja mengaktifkan reseptor n-methyl neuroaktif , P akan memodulasi reseptor
d-aspartate (NMDA) maupun non-NMDA, yaitu GABA-A yang memediasi inhibisi di otak.6 Sementara
a ino ydro y et yl i o a ile proprionic itu, pada sel purkinje di serebelum hewan coba,
acid (AMPA) dan kainat, yang bertanggung jawab , P dilaporkan menurunkan respons terhadap
dalam percepatan transmisi antar sinaps neuron di otak glutamat. Dalam jangka panjang, progesteron dapat
yang bersifat eksitatorik.5 Efek estradiol dilaporkan merubah struktur dendrit, meskipun belum diketahui
memiliki efek yang potensial pada transmisi eksitasi secara pasti.2
antar sinaps neuron melalui reseptor NMDA maupun Jumlah steroid neuroaktif ini di dalam sirkulasi
non-NMDA. Efek estradiol terhadap transmisi sebanding dengan jumlah progesteron, baik pada
eksitasi telah dibuktikan melalui percobaan terhadap fase luteal maupun kehamilan.6 Pada saat siklus
hewan coba yang mengalami bangkitan epileptik saat menstruasi, jumlah steroid neuroaktif ini meningkat
diberikan estradiol pada korteksnya.6-7 selama 10-12 hari sebelum akhirnya menurun pada
Efek estradiol terhadap gamma amino butyric level terendah. Oleh sebab itu, pada tata laksana
acid (GABA) dilaporkan tidak terlalu berpengaruh. epilepsi katamenial sangat penting diperhatikan tidak
Hal yang sama juga didukung oleh penelitian hanya efek yang akut, tetapi juga efek jangka panjang
Smith dkk, yaitu tidak ditemukannya efek estradiol pemberian progesteron dan efek withdrawal yang
terhadap aktivitas inhibisi GABA pada sel purkinje di terjadi pada fungsi reseptor GABA-A. Salah satu
serebelum hewan coba.5 Selanjutnya, pada penelitian efek withdrawal yang terjadi adalah eksitasi seperti
dengan hewan coba yang sehat, setelah pemberian kegelisahan, kecemasan dan bangkitan epilepsi yang
estradiol, tidak ditemukan adanya aktivitas elektrik dapat meningkat.6
neuron di daerah korteks. Woolley dkk melaporkan Hubungan antara kehamilan dan peningkatan
efek estradiol dapat menekan inhibisi GABA di neuron bangkitan epilepsi tidak dimengerti secara pasti.
hipokampus dan merubah struktur serta fungsi pada Hal ini dikarenakan perubahan yang terjadi selama
sinaps eksitatorik pada jangka panjang.8 Perubahan kehamilan bukan hanya sebatas pada aspek hormonal
struktur ini telah banyak dipelajari, terutama di daerah saja, melainkan lebih bersifat multifaktor. Sebagai
hipokampus yang sering menjadi tempat inisiasi dan contoh, pada perempuan hamil terjadi perubahan juga
propagasi terjadinya bangkitan epilepsi. Estradiol perubahan fisiologi. Selain itu, terdapat perubahan
juga dapat meningkatkan densitas dan jumlah farmakokinetik OAE pada perempuan hamil yang
spinal dendrit yang menyebabkan peningkatan dapat menyebabkan efektifitas OA berkurang.9
sinkronisasi sinaps-sinaps, sehingga terjadi cetusan
Testosteron
di daerah hipokampus.6 Secara teori, suatu lesi fokal
Efek utama dari testosteron adalah sebagai
yang memengaruhi permeabilitas sawar darah otak
antikonvulsan, namun pada beberapa kasus dapat
(SDO) diperlukan untuk menghasilkan aktivitas
menjadi sebaliknya. Penyebab dualisme efek
epileptogenik.2 Oleh karena itu, diperkirakan pasien
testosteron ini adalah testosteron dapat dimetabolisme
dengan epilepsi fokal yang menyebabkan gangguan
menjadi 7b-estradiol yang merupakan prokonvulsan,
pada SDO akan lebih rentan terhadap efek estradiol.2
atau menjadi androstandediol dan dihidrotestosteron
Progesteron
yang bersifat antikonvulsan.2
Progesteron menghasilkan efek yang ber-
Penelitian lain melaporkan bahwa androgen
macam-macam setelah diubah menjadi bentuk steroid
diketahui dapat merubah struktur dan fungsi neuron.
neuroaktif, yaitu tetra ydroproge terone ( ,
Pada percobaan dengan menggunakan hewan coba yang
CONTINUUMJOURNAL.COM 411
before menses. The most common adverse effects of clobazam are sedation
and depression.
Certain antiseizure medication doses can be temporarily increased during the
catamenial seizure exacerbation period. This approach may not be safe with
some antiseizure medications, such as phenytoin and carbamazepine.
Synthetic progestin depot-medroxyprogesterone acetate at a dose of 150 mg
every 3 months has been used for reducing seizure exacerbation in catamenial
epilepsy. Reductions in seizure frequency of up to 39% over a 1-year period have
been reported.30,31 A risk of osteoporosis occurs with the prolonged use of
depot-medroxyprogesterone acetate, and the delay to conception with
depot-medroxyprogesterone acetate may last up to 1 year.
A National Institutes of Health–sponsored randomized, double-blind,
placebo-controlled Phase 3 multicenter clinical trial by Herzog and colleagues32
assessed the response to treatment with natural progesterone lozenges in women
with medically refractory catamenial partial epilepsy. Patients were randomly
assigned 2:1 to progesterone or placebo. Overall results were negative for a
beneficial effect, but a post hoc analysis showed a significantly higher responder
rate in women with perimenstrual seizure exacerbation (C1). Progesterone may
provide a clinically important benefit for this subset of women with perimenstrual
multicenter trials are needed to identify the most effective The study p opulation consisted of 52 inpatients with
treatment for women with catamenial epilepsy. medically-refractory, complex, partial seizures. Each patient
was studied for up to 8 days, with patients receiving placebo
Hormonal therapy or ganaxolone. The primary measure of antiepileptic activity
Because progesterone has mainly been shown to have was the duration of treatment prior to withdrawal from the
anticonvulsant effects, and because women with catamenial study. Patients were withdrawn from the study at the occur-
International Journal of Women's Health downloaded from https://www.dovepress.com/ by 191.96.170.248 on 27-Jul-2018
epilepsy under study often had inadequate luteal-phase or rence of one of the following: four seizures of any type (with
anovulatory cycles, it can be hypothesized that progesterone, the exception of simple, partial seizures); three generalized
progesterone metabolites, or estrogen antagonists may be tonic-clonic seizures; or status epilepticus. Fifty percent
used in conjunction with current antiepileptic medications, of the ganaxolone-treated patients completed the entire
to treat these patients. 8-day study, in comparison with 25% of the placebo-treated
Natural progesterone, is a treatment option for patients individuals. Tolerability of ganaxolone was similar to that of
with catamenial epilepsy and impaired luteal phase cycles. placebo. Ganaxolone may provide an effective approach for
It is usually given in cyclic form during the luteal phase, taken catamenial epilepsy therapy that is reliable, and that does not
orally at a dose of 100–200 mg, twice a day or three times a expose patients to the risk of hormonal side effects. New oral
day. In fact, progesterone is poorly absorbed orally and has formulations of ganaxolone are going to be developed with
a short half-life, so that it must be administered multiple enhanced bioavailability and more consistent absorption.71
times per day. Over a 3-month period, 72% of the women
For personal use only.
reported a decrease in seizure frequency and the average daily Non hormonal therapy
frequency decreased by 55%.66 Medroxyprogesterone acetate, Acetazolamide, a carbonic anhydrase inhibitor, may be
a synthetic drug, can also reduce seizure frequency.67 effectively used to treat catamenial seizures. This was dem-
Systemic oral contraceptive pills have not been found to onstrated in a recent retrospective report on 20 women with
decrease seizure frequency. Even though estrogen is a procon- temporal lobe, extra temporal, generalized and unclassified
vulsant, combined oral contraceptives have not been associ- epilepsy, in which 30%–40% of the patients reported improve-
ated with an increase in seizures. They may be used in women ment in the frequency and severity of perimenstrual seizure
with epilepsy also to prevent unwanted pregnancies. exacerbations while taking acetazolamide.72 Its mechanism
Gonadotropin releasing hormone analog, was studied of action is not well understood. It is clear, however, that
in women with refractory perimenstrual seizures. The tolerance develops, which results in diminishing efficacy
action mechanism of gonadotropin releasing hormone over time. Therefore, this drug can only be administered on
analog is the decreased luteinizing hormone and estrogen an intermittent basis, which is appropriate for catamenial
production with consequent amenorrhea. In one study, this epilepsy but not for ordinary seizure prophylaxis.
was given intramuscularly in a controlled-release depot Synaptic GABA-A receptor-mediated inhibition can
preparation every 28 days.68 Generally, there was a significant also be enhanced with benzodiazepines. Benzodiazepines
reduction in the frequency of seizures, although Herzog are of limited utility in seizure prophylaxis however, they
et al found that women experienced an exacerbation of their could theoretically be used on an intermittent basis for the
seizures during the first 3 weeks of therapy, because a slight treatment of catamenial seizures. In fact, 1,5-benzodiazepine
increase in ovarian estradiol production prior to inhibition. clobazam, administered intermittently, has been used to treat
Clomiphene is an ovulatory stimulant that is used to treat catamenial seizure exacerbations over long periods of time
infertility in women with oligoanovulation or anovulation. with good results.73
Herzog69 found that in 10 of 12 women with refractory,
complex, partial epilepsy and menstrual disorders, the use Disclosure
of clomiphene decreased seizures by 50%. The authors report no conflicts of interest in this work.
Ganaxolone, a synthetic analog of allopregnanolone,
is able to modulate most GABA-A receptors and is under
References
investigation for the treatment of epilepsy. Laxer et al70 1. Reddy DS, Castaneda DC, O’Malley BW, Rogawski MA. Anticonvulsant
completed a multicenter, double-blind, randomized, placebo- activity of progesterone and neurosteroids in progesterone receptor
knockout mice. J Pharmacol Exp Ther. 2004;310(1):230–239.
controlled, monotherapy clinical trial that evaluated the 2. Velísková J, De Jesus G, Kaur R, Velísek L. Females, their estrogens,
safety, tolerability, and antiepileptic activity of ganaxolone. and seizures. Epilepsia. 2010;51 Suppl 3:S141–S144.
clearly explained. Randomization was stopped prematurely, was not significant at the cutoff level selected for designation to
when futility analyses showed that the blinded conditional power the catamenial stratum ≥ 1.69. The clinically important goal of
of the comparison for the primary outcome dropped below 50%. the trial was achieved at C1 level ≥ 3 (3-fold or greater increase
A sample size of 640 was determined as the enrollment in seizure frequency perimenstrually). This possibly suggests a
requirement to show a significant difference, however the trial difference between the catamenial level that mathematically
enrolled only 462 subjects and randomized 294. categorizes hormonally sensitive seizures and the level that best
All patients were accounted for after randomization, with an identifies progesterone responders. The studies’ design assumed
intention-to-treat analysis. Women who dropped out after that the mathematically determined cutoff for catamenial des-
randomization and before completion of 2 treatment cycles were ignation and for significant progesterone responders were one
considered nonresponders. The losses to follow up after random- and the same. In addition, a larger sample size may be required
ization were low (n = 5), but there were a high number (n = 91) of to achieve a significant difference. A shortcoming of this trial
patients who dropped out for withdrawal, change in AED, inap- and potential reason for negative findings may be explained by
propriate menstrual cycle length, side effects, death, compliance the attempts to treat 3 patterns of catamenial epilepsy with a
<80%, or other. However, there were no differences in exit rates single treatment plan, not taking into account the underlying
between progesterone and placebo groups in either stratum. differences in pathophysiology. Cyclic progesterone may have
Interestingly, despite 3 times a day treatment regimens, non- greater efficacy in C1 pattern where progesterone withdrawal is
compliance (measured as compliance <80%) was low (n = 9) with likely casually implicated.
no differences between the groups. Progesterone and placebo Combined oral contraceptives have shown benefit by
groups in the 2 strata were comparable for demographic charac- eliminating hormonal fluctuation to prevent menstrual-related
teristics, AED regimen and seizure types, except for SGMS that migraine.14 A similar stabilization of hormones could poten-
occurred more often in women randomized to progesterone than to tially benefit catamenial epilepsy. The regulated manufacture
placebo in the catamenial stratum. and daily dosing of combined oral contraceptives make them
The most important clinically relevant factor was con- ideal for reliable absorption and use. To minimize progesterone
trolled; antiepileptic drug levels were monitored and there were withdrawal which may exacerbate seizure frequency, the pills
no significant differences in serum levels between baseline and may be safely used continuously by skipping placebo pill
treatment with progesterone or placebo in either group. The intervals.15 Unfortunately, there is a paucity of literature on that
primary analysis plan was appropriate and the posthoc analysis subject with just a few isolated cases of improved seizure
was prespecified in the methods. The clinically important goal control in women treated with oral contraceptives.1
that 35% of progesterone-treated versus 15% of placebo-treated Compounded hormones, including the oral progesterone
women would show a ≥ 50% reduction in seizure frequency is studied herein, may inflict tedious dosing schedules and are
typically used in AED trials. discouraged by the American College of Obstetrics and
Gynecology because of inconsistent bioavailability and
CLINICAL BOTTOM LINES bioactivity.16 Progesterone therapy may cause hormonal effects
such as breakthrough vaginal bleeding and breast tenderness.
(1) Cyclic natural progesterone is ineffective in the treatment of At higher dosage, progesterone produces CNS side effects
intractable seizures in women with partial epilepsy. including sedation, depression, and asthenia.7 In addition, there
(2) Women with intractable partial epilepsy with a substantial is concern for risk of breast cancer with prolonged progesterone
level of perimenstrually exacerbated seizures (at least 3-fold treatment.16 In this regard, synthetic neurosteroids might pro-
increase in seizure frequency) may benefit from treatment vide an effective approach for catamenial epilepsy therapy
with adjunctive cyclic progesterone. without producing undesirable hormonal side effects.4
One of the positive aspects of the clinical trial by Herzog
and colleagues is that the concurrent AED levels were moni-
DISCUSSION tored closely, and there were no differences between baseline
and treatment in either the progesterone or placebo group.
Epilepsy and Gynecology Commentary Estrogens and progesterone are both susceptible to drug inter-
The data from the NIH Progesterone trial are important and actions with some AEDs given they share common metabolic
clinically relevant, representing the best available evidence pathways and are metabolized by the same microsomal enzyme
evaluating the efficacy of progesterone as adjunctive therapy for systems in hepatic cells. It has previously been suggested that
intractable partial epilepsy. The results do not support the routine premenstrual exacerbation of seizures may also be related to
use of progesterone in women with intractable partial epilepsy. decrease in serum AED levels. The premenstrual decrease in
However, posthoc analysis showed that there is a subgroup of gonadal steroid secretion may permit increased liver metabo-
women with a substantial level of perimenstrually exacerbated lism of AEDs, resulting in lower serum levels.5 However, the
seizures who may benefit from treatment with adjunctive cyclic results of this clinical trial argue against this hypothesis.
progesterone. These positive findings based on a prespecified Neurosteroids are novel drug targets for epilepsy and they
secondary analysis are hypothesis generating, and require formal may represent a rational treatment strategy for perimenstrual cat-
confirmation in an adequately powered investigation. amenial epilepsy. Natural neurosteroids such as allopregnanolone
The number of women who may benefit from adjunctive have severe limitations because they have a short half-life, are
cyclic progesterone therapy is likely small considering the orally inactive, and may produce hormonal effects. Synthetic
prevalence of women with 3-fold or greater increase in seizure analogs of neurosteroids may overcome these obstacles and side
frequency was 21% in the C1 pattern group. To justify pro- effects.3 Ganaxolone is a synthetic analogue of allopregnanolone,
gesterone use, it would be important to document perimenstrual orally active, that was evaluated in a preliminary uncontrolled
seizure exacerbation by charting menses and seizures for sev- open-label study in 2 women with catamenial epilepsy with good
eral months before treatment initiation. Nevertheless, women results.17 Recently, ganaxolone was evaluated as adjunctive ther-
may not demonstrate the same pattern of seizure exacerbation apy in a phase 2 clinical trial in adults with intractable partial
consistently.13 Of note, the separation between responder rates epilepsy. There was no significant difference in the responder rates
Copyright © 2018 Wolters Kluwer Health, Inc. All rights reserved. www.theneurologist.org | 111
Copyright r 2018 Wolters Kluwer Health, Inc. All rights reserved.