Anda di halaman 1dari 41

lingkaran merah.

Ilusi optis memberi gambaran bagaimana otak I Fotoreseptor peka terhadap gelombang cahaya tam-
menginterpretasikan realitas sesuai aturan-arurannya sendiri. pak.
Apakah anda melihat dua proffl wajah atau sebuah gelas anggur I Mekanoreseptor peka terhadap energi mekanis. Con-
di Gambar 6-2?. Anda dapat melihat satu atau yang lain secara tohnya adalah reseptor otot rangka yang peka terhadap pere-
bergantian dari satu masukan penglihatan yang sama. Karena gangan, reseptor di telinga yang mengandung rambut halus
itu, persepsi kita tidak mereplikasikan realitas. Spesies lain, yang yang melengkung akibat gelombang suara, dan baroreseptor
dilengkapi dengan tipe dan sensitivitas reseptor yang berbeda yang memantau tekanan darah.
dan dengan pemrosesan saraf yang juga berbeda, mempersepsi- I Termoreseptor peka terhadap panas dan dingin.
kan dunia yang sangat berbeda dari yang kita persepsikan. I Osmoreseptor mendeteksi perubahan konsenrrasi zar
terlarut dalam cairan tubuh dan perubahan dalam aktivitas
osmotik (lihat h. 70).
FISIOLOGI RESEPTOR I Kemoreseptor peka terhadap bahan kimia spesifik.
Kemoreseptor mencakup reseptor untuk penciuman dan
Rangsangan (stimulus) adalah perubahan yang terdeteksi pengecapan, serta reseptor yang terletak jauh di dalam tubuh
oleh tubuh. Rangsangan terdapat dalam berbagai bentuk yang mendeteksi konsentrasi O, dan CO, dalam darah atau
energi, atau modalitas, misalnya panas, cahaya, suara, kandungan kimiawi saluran cerna.
tekanan, dan perubahan kimiawi. Neuron-neuron aferen me- I Nosiseptor atau reseptor nyeri, peka terhadap keru-
miliki reseptor di ujung perifer yang berespons terhadap sakan jaringan misalnya cubitan atau luka bakar atau distorsi
rangsangan baik dari dunia luar maupun dalam. Karena satu- jaringan. Stimulasi intens terhadap seriap reseptor juga di-
satunya jalan bagi neuron aferen untuk menyalurkan infor- rasakan sebagai nyeri.
masi ke SSP tentang rangsangan ini adalah melalui peram-
Sebagian sensasi adalah sensasi gabungan yaitu bahwa
batan potensial aksi, maka reseptor harus mengubah
persepsi yang terbentuk berasal dari integrasi sentral beberapa
bentuk-bentuk energi lain menjadi sinyal listrik (potensial
input sensorrk primer yang diaktifkan secara bersamaan.
aksi). Proses perubahan energi ini dikenal sebagai trans-
Sebagai contoh, persepsi basah berasal dari masukan resepror
duksi.
sentuh, tekan, dan suhu; tidak ada yang namanya "reseptor
basah".

I Reseptor memiliki perbedaan sensitivitas


terhadap berbagai rangsangan. MANFAAT INFORMASI YANG DIDETEKSI OIEH
RESEPTOR
Setiap tipe reseptor bersifat khusus untuk berespons lebih
Informasi yang didetelai oleh reseptor disalurkan melalui
mudah terhadap suatu jenis rangsangan, stimulus adekuat-
neuron-neuron aferen ke SSB tempat informasi tersebut
nya, daripada terhadap rangsangan lain. Sebagai contoh, re-
digunakan untuk berbagai tujuan:
septor di mata paling peka terhadap cahaya, reseptor di telinga
terhadap gelombang suara, dan r€septor hangat di kulit ter- I Masukan aferen sangat penting bagi kontrol keluaran
hadap energi panas. Karena perbedaan sensitivitas reseptor ini eferen, baik untuk mengatur perilaku motorik sesuai dengan
maka kita tidak dapat "melihat" dengan telinga dan "men- lingkungan ei<sternal maupun koordinasi aktivitas internal
dengar" dengan mata kita. Sebagian reseptor dapat berespons yang ditujukan untuk mempertahankan homeostasis. Di
lemah terhadap rangsangan di luar stimulus adekuatnya, tetapi tingkat yang paling dasar, masukan aferen memberi informasi
meskipun diaktifkan oleh stimulus yang berbeda, reseptor te- (yang mungkin tidak disadari oleh orang yang bersangkutan)
tap memberi sensasi yang biasanya dideteksi oleh reseptor ter- kepada SSP untuk digunakan dalam mengarahkan aktivitas-
sebut. Sebagai contoh, stimulus adekuat untuk reseptor mata aktivitas yang diperlukan bagi kelangsungan hidup. Di ting-
(fotoreseptor) adalah cahaya, yang reseptor tersebut sangat kat yang lebih luas, kita tidak dapat berinteraksi dengan baik
peka terhadapnya, tetapi reseptor-reseptor ini juga dapat di- dengan lingkungan kita atau dengan orang lain tanpa
aktifkan dengan derajat yang lebih rendah oleh rangsangan masukan sensorik.
mekanis. Ketika terpukul di bagian mata, seseorang sering me- I Pemrosesan masukan sensorik oleh reticular actiuating
lihat "bintang" ("berkunang-kunang"), karena tekanan mekanis system di batang otak sangatlah penting untuk keterjagaan
merangsang fotoreseptor. Karena itu, sensasi yang dirasakan korteks dan kesadaran (lihat h. 181).
lebih bergantung pada jenis reseptor yang dirangsang daripada I Pemrosesan informasi sensorik di otak memberi kita
jenis rangsangannya. Namun, karena reseptor biasanya diaktif- persepsi tentang dunia luar di sekitar kita.
kan oleh stimulus adekuatnya, maka sensasi biasanya sesuai I Beberapa informasi yang disampaikan ke SSP mungkin
dengan modalitas stimulusnya. disimpan untuk keperluan di masa mendatang.
I Rangsangan sensorik dapat berdampak besar pada emosi
kita. Bau kue yang baru dimasak, rasa lembut kain sutera,
JENIS RFSEPTOR BERDASARKAN STIMULUS melihat orang yang kita cintai, mendengar berita buruk
ADEKUATNYA
-masukan sensorik dapat menyenangkan, menyedihkan,
Bergantung pada jenis energi yang biasanya direspons, resep- membangunkan, menenangkan, membuat marah, menakut-
tor dapat dibagi menjadi: kan, atau memicu beragam emosi lainnya.

Susunan Saraf Tepi: Divisi Aferen; lndra Khusus 203


Kita selanjutnya akan membahas rentang bagaimana
,
stimulus adekuat memicu potensial aksi yang akhirnya di- I Potensial reseptor dapat memicu potensial aksi
gunakan untuk tujuan-tujuan di atas. di neuron aferen.

Jika kekuatannya memadai, suatu potensial reseptor (atau


I Rangsanganmengubah permeabilitas reseptor,
generator) dapat memicu potensial alai di membran neuron
aferen yang berada di samping reseptor dengan memicu
menyebabkan pembentukan potensial reseptor
pembukaan saluran Na. di daerah ini. Cara membuka saluran
berjenjang. Na. ini berbeda-beda bergantung pada apakah resepror meru-
(l) ujung khusus neuron pakan sel tersendiri atau bagian khusus dari ujung aferen.
Reseptor dapat berupa aferen atau (2)
sel tersendiri yang berkaitan erat dengan ujung perifer neuron. I Untuk reseptor jenis terpisah, potensial resepror me-
Stimulasi suatu reseptor akan mengubah permeabilitas micu pelepasan suatu pembawa pesan kimiawi yang berdifusi
membrannya, biasanya dengan menyebabkan pembukaan melintasi ruang sempit yang memisahkan reseptor dari ujung
nonselektif semua saluran ion kecil. Cara bagaimana per- neuron aferen, serupa dengan suatu sinaps (Gambar 6-3a).
ubahan permeabilitas ini berlangsung berbeda-beda untuk Pengikatan pembawa pesan kimiawi tersebut dengan resepror
masing-masing jenis reseptor. Karena pada keadaan potensial protein spesifiknya di membran neuron aferen membuka
istirahat daya dorong elektrokimiawi lebih besar untuk Na. saluran Na. berpintu kimiawi (lihat h. 96).
daripada untuk ion-ion kecil lainnya maka efek predominan I Untuk resepror yang merupakan ujung khusus neuron
adalah fluks Na- masuk ke sel, yang mendepolarisasi membran aferen, aliran arus lokal antara ujung reseptor yang teraktif-
reseptor (lihat h. 96) (Grdapat pengecualian; sebagai contoh, kan yang mengalami potensial generator dan membran sel di
fotoreseptor mengalami hiperpolarisasi jika dirangsang). samping resepror menyebabkan terbukanya saluran Na*
Perubahan depolarisasi potensial lokal ini dikenal sebagai berpintu voltase di bagian ini (Gambar 6-3b).
potensial reseptor untuk reseptor jenis terpisah atau sebagai Pada keduanya, jika kekuatan fluks ion yang terjadi
potensial generator jika reseptor merupakan ujung khusus cukup besar untuk membawa membran sekitar ke ambang,
dari suatu neuron aferen. Potensial reseptor (atau generator) maka potensial aksi terbentuk dan menjalar sendiri di se-
adalah potensial berjenjang yang amplitudo dan durasinya panjang serat aferen menuju SSP (Untuk memudahkan, dari
dapat bervariasi, bergantung pada kekuatan dan derajat aplikasi sini kita akan menyebut potensial resepror dan potensial
atau penghilangan rangsangan (lihat h. 97). Semakin kuat generator sebagai potensial reseptor saja).
rangsangan, semakin besar perubahan permeabilitas dan Perhatikan bahwa tempat inisiasi potensial aksi di neu-
semakin besar potensial reseptor. Seperti halnya semua potensial ron aferen berbeda dengan neuron eferen atau antarneuron.
berjenjang lainnya, potensial reseptor tidak memiliki periode Di kedua jenis neuron yang terakhir disebut, potensial aksi
refrakter, sehingga dapat terjadi penjumlahan respons terhadap dimulai di axon hillochyargterletak di pangkal akson di sam-
rangsangan yang berturut-turur. Karena regio reseptor memiliki ping badan sel (lihat h. 118). Sebaliknya, di neuron aferen
ambang yang sangat tinggi maka potensial alai tidak terbentuk potensial aksi dimulai di ujung perifer suatu serar sarafaferen
di reseptor itu sendiri. Untuk transmisi jarak jauh, potensial di samping reseptor, jauh dari badan sel (Gambar 6-4).
reseptor harus diubah menjadi potensial aftsi yang dapat Intensitas rangsangan tercermin oleh besar potensial re-
disalurkan sepanjang serat aferen. septor. Jadi, semakin besar potensial reseptor, semakin besar

Rangsangan
Saluran berpintu voltase

:,1
-t
Serat neuron
Reseptor aferen
(sel tersendiri) Reseptor (ujung
neuron aferen yang
mengalami modifikasi)
(a) (b)
Gambar 6-3
Perubahan potensial reseptordan potensial Eenerator menjadi potensial aksi. (a) Potensial reseptor. Pembawa pesan kimiawi
yang dibebaskan dari reseptorterpisah memicu potensial aksi di serat dengan membuka saluran Na. berpintu kimiawi. (b)
Potensial generator. Aliran arus lokal antara ujung reseptor yang terdepolarisasi dan serat aferen memicu potensial aksi di serat
dengan membuka saluran Na. berpintu voltase.

204 Bab 5
frekuensi potensial alsi yang terbentuk di neuron aferen. (Gambar 5-5a). Reseptor ini penting dalam situasi di mana
Potensial reseptor yang lebih besar tidak dapat menghasilkan informasi tentang suatu rangsangan perlu dipertahankan.
potensial aksi yang lebih besar (karena hukum tuntas-atau- Contoh reseptor tonik adalah reseptor regang otor, yang
gagal), tetapi dapat memicu peningkatan frekuensi pemben- memantau panjang otot, dan proprioseptor sendi, yang
tukan potensial alsi (lihat h. 1 09) . Kekuatan rangsangan j uga mengukur derajat fleksi sendi. Untuk mempertahankan
tercermin oleh luas daerah yang terangsang. Rangsangan postur dan keseimbangan, SSP harus secara terus-menerus
yang lebih kuat biasanya mengenai daerah yang lebih luas, mendapat informasi mengenai derajat panjang otot dan posisi
sehingga lebih banyak reseptor yang berespons. Sebagai con- sendi. Karena itu, reseptor-reseptor ini penting untuk tidak
toh, sentuhan ringan tidak mengaktifkan reseptor tekanan di beradaptasi terhadap rangsangan dan terus menghasilkan
kulit sebanyak sentuhan kuat ke daerah yang sama. Karena potensial aksi untuk menyampaikan informasi ini ke SSP
itu intensitas rangsangan dibedakan baik oleh frekuensi Reseptor fasik, sebaliknya, adalah resepror yang cepar
potensial aksi yang terbentuk di neuron aferen maupun oleh beradaptasi. Reseptor cepat beradaptasi dengan tidak lagi
jumlah reseptor yang diaktifkan di daerah tersebut. berespons terhadap rangsangan yang terus-menerus, tetapi
ketika rangsangan dihentikan, reseptor biasanya berespons
dengan mengalami depolarisasi ringan yang dinamai respons
I Reseptor dapat beradaptasidengan lambat atau menurun (Gambar 6-5b). Reseptor fasik bermanfaat dalam
cepat terhadap rangsangan yang menetap. situasi di mana yang lebih penting untuk disampaikan adalah
perubahan intensitas rangsangan daripada informxi status
Rangsangan dengan intensitas yang sama tidak selalu meng- quo. keseptor yang cepat beradaptasi mencakup reseptor tahtil
hasilkan kekuatan potensial reseptor yang sama di reseptor (sentuh) di kulit yang memberi tahu tentang perubahan
yang sama. Sebagian reseptor dapat mengalami penurunan tekanan pada permukaan kulit. Karena reseptor-reseptor ini
tingkat depolarisasi meskipun kekuatan rangsangan yang cepat beradaptasi, maka anda tidak secara terus-menerus
diberikan tetap, suatu fenomena yang dinamai adaptasi. sadar bahwa anda sedang mengenakan jam tangan, cincin,
Selanjutnya, frekuensi potensial aksi yang dihasilkan di dan baju. Ketika anda memakai sesuatu, anda segera terbiasa
neuron aferen menurun. Demikianlah, reseptor "beradaptasi" dengannya, karena adaptasi cepat reseptor ini. Ketika anda
terhadap rarigsangan dengan tidak lagi berespons dengan menanggalkannya, anda menyadari hal tersebut karena ada-
kekuatan yang sama terhadap rangsangan tersebut. nya fespons menurun.

JENIS RESEPTOR BERDASARKAN KECEPATAN MEKANISME ADAPTASI DI BADAN PACINI


ADAPTASI Mekanisme terjadinya adaptasi bervariasi sesuai reseptor dan
Terdapat dua jenis reseptor-reseptor tonih dan reseptor fasik- belum diketahui sepenuhnya pada semua jenis reseptor. Salah
berdasarkan kecepatan adaptasi mereka. Reseptor tonik satu jenis reseptor yang paling banyak diteliti adalah badan
tidak beradaptasi sama sekali atau beradaptasi dengan lambat Pacini, suatu reseptor kulit yang cepat beradaptasi dan

Tempat inisiasi
potensial aksi

Neuron aferen I

Arah perambatan potensial aksi


Reseptor

Temoat inisiasi
Arah potensial aksi
perambatan
Antarneuron
potensial
aksi
Tempat inisiasi
potensial aksi
I
Neuron eferen
{

Badan Arah perambatan potensial aksi


sel
Gambar 5-4
Perbandingan tempat inisiasi potensial aksi di ketiga jenis neuron.

Susunan Saraf Tepi: Divisi Aferen; Indra Khusus 205


NEUROFISIOLOGI
Oleh: Pamela Flood ◦ Steven Shafer

Suatu aspek yang mengesankan dari ilmu anestesi adalah kemampuan


untuk menghilangkan kesadaran seseorang sehingga prosedur operasi dapat
berlangsung serta mengembalikan kesadaran tersebut setelah prosedur operasi
selesai. Saat ini pemahaman tentang kesadaran serta mekanisme biologis yang
mendasarinya memang belum diketahui secara mendalam. Namun saat ini
pemahaman mengenai neurofisiologi lebih digunakan untuk mempelajari tentang
bagaimana mekanisme suatu obat anestesi bekerja dengan reseptornya pada
sistem saraf sehingga dapat memberikan suatu efek anestesia dan analgesia.1

NEURON
Neuron merupakan elemen dasar yang berkaitan dengan proses penyaluran
sinyal di dalam tubuh. Suatu neuron terdiri atas badan sel atau disebut dengan
soma, dendrit dan serabut saraf yang disebut dengan akson. Dendrit merupakan
suatu struktur terspesialisasi yang merupakan bagian dari badan sel. Akson dari
suatu neuron biasanya akan berakhir dan membentuk suatu sinaps dengan badan
sel ataupun dendrit dari neuron lainnya. Akson terhubung dengan sel neuron lain
pada terminal pre-sinaps. Terdapat celah sinaps yang memisahkan terminap pre-
sinaps dengan badan sel atau dendrit dari neuron lainnya dalam kaskade
pesinyalan impuls saraf. Transmisi impuls antara neuron satu dengan neuron
lainnya pada sinaps dimediasi oleh pelepasan suatu mediator kimiawi yaitu suatu
neurotransmiter seperti glutamat atau ᵞ-aminobutyric acid (GABA) yang
dilepaskan dari terminal pre-sinaps. Membran pada neuron post-sinaps memiliki
reseptor tempat terikatnya neurotransmiter yang dilepas dari terminal pre-sinaps,
dimana selanjutnya impuls saraf selanjutnya akan diteruskan oleh neuron tersebut.
Gambar 1. Anatomi Neuron

Impuls saraf akan melewati membran sel saraf sebagai suatu potensial
aksi. Proses ini difasilitasi oleh adanya reseptor yang terdapat pada membran sel
saraf. Dengan demikian, jika aksoplasma (sitoplasma dari akson) dihilangkan
maka hal ini tidak akan mengganggu proses konduksi impuls saraf. Serabut saraf
mendapatkan sumber nutrisinya dari badan sel. Sehingga, jika serabut saraf ini
dirusak maka serabut saraf di bagian perifer akan mengalami degenerasi yang
dikenal dengan degenerasi Wallerian. Akson-akson pada saraf tepi atau saraf
perifer memiliki kemampuan untuk regenerasi, begitu pula selubung mielinnya.
Akan tetapi, kemampuan regenerasi ini tidak dimiliki oleh sel saraf di otak serta di
medula spinalis. Saat ini, banyak studi sedang dilakukan untuk mempelajari
tentang kondisi-kondisi yang dapat meningkatkan proses regenrasi saraf pusat
khususnya pada kasus-kasus injuri saraf pusat.

Gambar 2. Sinaps
18 Heme, Vol II No 2
July 2020

I. PENDAHULUAN pengobatan, aspek psikososial dan penyakit


mental dalam hal stigma tersebut.5
Epilepsi berasal dari kata Yunani yaitu
Epilepsi dapat ditemukan pada semua usia
epilapsia yang berarti serangan. Epilepsi
dan dapat menyebabkan mortalitas.6 Pada
merupakan suatu keadaan yang ditandai
beberapa orang yang memiliki epilepsi,
adanya bangkitan yang terjadi secara
risiko Sudden Unexpected Death in Epilepsy
berulang akibat terganggunya fungsi otak
(SUDEP) adalah masalah penting. SUDEP
yang disebabkan oleh muatan listrik yang
mengacu pada kematian orang dengan
abnormal pada neuron-neuron otak.1
epilepsi yang tidak disebabkan oleh cedera,
tenggelam, atau penyebab lain. Studi
Epilepsi adalah salah satu kondisi tertua yang
menunjukkan bahwa setiap tahun ada sekitar
diakui di dunia, dengan catatan tertulis yang
1,16 kasus untuk setiap 1.000 orang dengan
berasal dari 4000 SM. Ketakutan,
epilepsi, meskipun perkiraannya bervariasi.7
kesalahpahaman, diskriminasi dan stigma
Para peneliti telah menemukan bahwa
sosial telah mengelilingi epilepsi selama
SUDEP jarang terjadi pada anak-anak yang
berabad-abad. Stigma ini berlanjut di banyak
lebih muda. Sebagian besar, kasus SUDEP
negara dan dapat berdampak pada kualitas
terjadi selama atau segera setelah kejang.
hidup orang dengan penyakit dan keluarga
Anak-anak dengan epilepsi yang tidak
mereka.2
terkontrol atau kejang yang sering, memiliki
risiko tertinggi untuk terjadi SUDEP. Selain
Epilepsi merupakan manifestasi gangguan
itu, ada dua faktor risiko lain, yaitu onset
fungsi otak dengan berbagai etiologi dan
awal epilepsi dan gangguan perkembangan.8
dengan gejala tunggal yang khas, yaitu
kejang berulang akibat lepasnya muatan
Berdasarkan data dari Epilepsy Foundation,
listrik neuron otak secara berlebihan dan
jumlah penderita epilepsi di dunia saat ini
paroksismal.3 Terdapat dua kategori dari
mencapai 65 juta orang. Jumlah orang yang
kejang epilepsi yaitu kejang fokal (parsial)
menderita epilepsi di United States of
dan kejang umum. Kejang fokal terjadi
America (USA) adalah 3,4 juta dan kasus
karena adanya lesi pada satu bagian dari
epilepsi semakin bertambah sebanyak
cerebral cortex, di mana pada kelainan ini
dapat disertai kehilangan kesadaran. Pada 150.000 orang setiap tahun.9 Kejadian
epilepsi tergolong masih cukup tinggi.
kejang umum, lesi mencakup area yang luas
Insiden epilepsi diperkirakan lebih banyak di
dari cerebral cortex dan biasanya mengenai
negara berkembang daripada negara maju.10
kedua hemisfer cerebri.4
Penderita epilepsi di negara Asia Tenggara,
prevalensi yang didapatkan di Thailand
Epilepsi memiliki efek merugikan pada
sebesar 7,2 per 1.000 anak sekolah,
kesejahteraan sosial dan psikologis
sedangkan di Singapura didapatkan
seseorang. Efek ini termasuk isolasi sosial,
prevalensi sebesar 3,5 per 1.000 anak
stigmatisasi, atau ketidakmampuan yang bisa
sekolah.3
menyebabkan pencapaian prestasi belajar
yang rendah dan kesempatan kerja yang
Dari berbagai macam hasil studi di Indonesia
buruk. Stigma sangat memengaruhi penderita
pada tahun 2011, diperkirakan prevalensi
epilepsi. Beberapa aspek dari stigma yang
epilepsi berkisar antara 0,5% sampai 4%,
berhubungan dengan epilepsi adalah takut
dengan rata-rata prevalensi epilepsi 8,2 per
kejang, cedera, kematian, malu, kehilangan
1.000 penduduk. Prevalensi epilepsi pada
pekerjaan, kesempatan pendidikan, atau tidak
bayi dan anak-anak cukup tinggi, namun
diizinkan menikah. Banyak ahli kesehatan
menurun pada dewasa muda dan
yang sering tidak mengetahui tentang
epilepsi dari penyebabnya, diagnosis,

Email : heme@unbrah.ac.id
346 CHAPTER 12

cerebral disease (eg, dementia, other cognitive impair-


ment, head trauma, or encephalitis), metabolic encepha- Table 12-1.  Common Causes of New-Onset Seizures.
lopathy, or continuing nonconvulsive seizures.
Primary neurologic disorders

▶▶Tongue Biting Benign febrile convulsions of childhood


Idiopathic/cryptogenic seizures
Biting of the lateral aspect of the tongue is highly specific Cerebral dysgenesis
for generalized tonic–clonic seizure and may be noted by Symptomatic epilepsy
the patient after such a spell.   Head trauma
  Stroke or vascular malformations

▶▶Urinary Incontinence   Mass lesions


  CNS infections
Incontinence of urine can occur during either seizure or   Encephalitis
syncope. Fecal incontinence is an uncommon result of a   Meningitis
seizure.   Cysticercosis
  HIV encephalopathy
Systemic disorders
▼▼SEIZURES
Hypoglycemia
Hyponatremia
A seizure is a transient disturbance of cerebral function
Hyperosmolar states
caused by an abnormal neuronal discharge. Epilepsy, a Hypocalcemia
group of disorders characterized by recurrent seizures, is Uremia
a common cause of episodic loss of consciousness defined Hepatic encephalopathy
as two unprovoked seizures or as a single seizure when Porphyria
clinical factors or investigations suggest an above average Drug toxicity
risk of recurrence. The prevalence of epilepsy in the gen- Drug withdrawal
eral population is about 2-3%, but the lifetime probability Global cerebral ischemia
of experiencing a seizure is approximately 10%. Hypertensive encephalopathy
An actively convulsing patient or a reported seizure in Eclampsia
Hyperthermia
a known epileptic usually poses no diagnostic difficulty.
However, because most seizures occur outside the hospital
and are unobserved by medical personnel, the diagnosis
most often must be established retrospectively. The two PRIMARY NEUROLOGIC DISORDERS
historic features most suggestive of a seizure are the aura
associated with seizures of focal onset and the postictal ▶▶Benign Febrile Convulsions
confusional state that follows generalized tonic–clonic Benign febrile convulsions occur in 2% to 5% of children
seizures. aged 6 months to 5 years, usually during the first day of a

ETIOLOGY Idiopathic
Seizures can result from either primary CNS dysfunction, Febrile
an underlying metabolic derangement, or systemic disease.
Birth injury
This distinction is critical, because therapy must be
directed at the underlying disorder as well as at seizure Metabolic
control. A list of common neurologic and systemic disor- Infection
ders that produce seizures is presented in Table 12-1. The
Trauma
age of the patient may help in establishing the cause of
seizures (Figure 12-1). Tumor
The genetic contribution to epilepsy and its response to Stroke
treatment is complex. A single epileptic syndrome (eg,
juvenile myoclonic epilepsy) can result from mutations in 0 10 20 30 40 50 60
several different genes; conversely, mutations in a single
Age (years)
gene (eg, SCN1A sodium channel subunit) can cause sev-
eral epilepsy phenotypes. Genes implicated in susceptibil- ▲▲Figure 12-1.  Causes of seizures as a function of age
ity to epilepsy include those coding for sodium, calcium, at onset. Bars show the range of ages at which seizures
potassium, and chloride channels; nicotinic cholinergic, from a given cause typically begin; darker shading
GABA, and G protein-coupled receptors; and enzymes. indicates peak incidence.

mebooksfree.com
BAB il
PENGENALAN EPILEPSI

2.1. PENGERTIAN

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang


ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai
akibat dari gangguan fungsi otak secara intermiten,
yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal
yang berlebihan di neuron-neuron paroksimal.
Epilepsi terjadi karena berbagai etiologi. Sebagian
besar kasus epilepsi disebut epilepsi idiopati yang
tidak diketahui asal usuinya; sedangkan kasus
epilepsi yang lain disebut epilepsi sekunder atau
epilepsi simptomatik. Epiepsi sekunder disebabkan
oleh adalah kerusakan otak akibat kekurangan
oksigen, cedera, infeksi (misalnya meningitis), tumor
otak.^

Epilepsi dapat disertai kejang (konvuisi) atau tanpa


kejang (misalnya pada epilepsi absence/\ena).
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan
tanda klinik epilepsi yang terjadi secara bersama-
sama, yang berhubungan dengan etiologi, umur,
awitan (onset)jenis bangkitan, faktor pencetus, dan
kronisitas. ^

Bangkitan epilepsi {epileptic seizure) adalah


manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik),
berlangsung secara mendadak dan sementara
dengan atau tanpa perubahan kesasaran,
disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok
sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu
penyakit otak akut(unprovoked).^
Status Epileptikus (SE) adalah bangkitan yang
berlangsung lebih dari 30 menit, atau adanya dua
bangkitan atau lebih dimana diantara bangkitan-
bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran.
Namun demikian penanganan bangkitan konvuisi
hams dimulai bila bangkitan konvuisi sudah
berlangsung lebih dari 5-10 menit. Status epileptikus
dikatakan pasti {established) bila pemberian
benzodiazepin awal tidak efektif dalam menghentikan
bangkitan. Ada dua bentuk status epileptikus yaitu:
• Konvulsif(kejang umum tonik-klonik)
• Non-konvulsif(kejang bukan umum tonik-klonik) ^

2.2 KLASIFIKASI EPILEPSI

Diagnosis dan identifikasi tentang tipe epilepsi sangat


penting untuk pemberian terapi yang tepat. Ada
banyak pengelompokan epilepsi, namun Liga
Intemasional untuk Melawan Epilepsi (International
League Against Epilepsy, ILAE)telah menetapkan
standar untuk mengklasifikasi bangkitan epilepsi
serta Epilepsi dan Sindrom epilepsi.

Primay Genoralzad

Sinvio

Myoclonic Secondaifty GorwaBzod

Gambar 1. Klasifikasi ILAE untuk bangkitan epilepsi


Klasifikasi ILAE1989 untuk epilepsi dan sindrom
epilepsi ^
1. Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsi
berurutan sesuai dengan peningkatan usia

a. Idiopatik (primer)
• Kejang neonatus familial benigna
• Kejang neonatus benigna
• Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
• Epilepsi lena pada anak
o Epilepsi lena pada remaja
• Epilepsi mioklonik pada remaja
• Epilepsi dengan bangkitan tonik-klonik pada
saat terjaga
• Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak
termasuk salah satu diatas
• Epilepsi tonik-klonik yang dipresipitasi
dengan aktivasi tertentu

b. Kriptogenik atau simtomatik berurutan sesuai


dengan peningkatan usia
• Sindrom west(spasme infatil dan spasme
salam)
• Sindrom Lennox-Gastaut
• Epilepsi mioklonik astatik
• Epilepsi lena mioklonik

c. Simtomatik
• Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik dini
- Ensefalopati pada infatil dini dengan
burst suppession
- Epilepsi simtomatik umum lainnyayang
tidak termasuk di atas
• Sindrom spesifik
Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi
penyakit lain

2. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan


fokal atau umum

a. Bangkitan umum dan fokal


• Bangkitan neonatal
• Epilepsi mioklonik berat pada bayi
• Epilepsi dengan gelombang paku (spike
wave) kontinue selama tidur dalam
• Epilepsi afasia yang didapat(Sindrom
Landau-Kleffner)
• Epilepsi yang tidak terklasifikasikan
selain yang diatas

b. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum

3. Sindrom khusus: bangkitan yang berkaitan


dengan situasi tertentu
a. Kejangdemam
b. Bangkitan kejang / status epileptikus yang
timbul hanya sekali (isolated)
c. Bangkitan yang hanya tegadi bila terdapat
kejadian metabolik akut, atau toksis, alkohol,
obat-obatan, ekiamsia, hiperglikemi non
ketonik

d. Bangkitan berkaitan dengan pencetus


spesifik (epilepsi reflektorik)
PENDAHULUAN
Epilepsi katamenial berasal dari bahasa menstruasi juga diduga berperan dalam
Yunani “katamenios” yang artinya “bulanan”. mekanisme terjadinya epilepsi katamenial.4
Penelitian-penelitian mengenai epilepsi katamenial Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk
melaporkan bahwa kebanyakan epilepsi mengurai secara rinci mengenai mekanisme dasar
katamenial ditemukan pada kasus-kasus refrakter. epilepsi katamenial. Pemahaman yang benar dan
Epilepsi katamenial terjadi pada hampir sekitar lebih mendalam mengenai mekanisme dasar
70% perempuan penderita epilepsi. Karakteristik terjadinya epilepsi katamenial diharapkan dapat
dari epilepsi katamenial adalah terjadi peningkatan meningkatkan kemampuan para klinisi dalam
jumlah bangkitan pada suatu waktu yang spesifik menangani kasus-kasus epilepsi katamenial.
dalam siklus menstruasi, dapat terjadi pada saat
Siklus Hormon Reproduktif Perempuan
menjelang menstruasi, selama terjadinya
Sistem reproduksi dalam tahun-tahun
menstruasi, maupun pada saat terjadinya ovulasi.
reproduksi normal perempuan memiliki perubahan
Keadaan tersebut disebabkan oleh efek neuroaktif
siklik yang reguler. Perubahan tersebut ditandai
dari hormon steroid dan variasi siklik level hormon
dengan perubahan ritmis bulanan dari kecepatan
dalam serum. Hal demikian ini dapat terjadi pada
sekresi hormon-hormon seksual perempuan dan
perempuan dengan epilepsi idiopatik maupun
juga perubahan pada ovarium serta organ-organ
simtomatik.1,2
seksual. Hal tersebut dianggap sebagai persiapan
Meskipun prevalensi epilepsi katamenial
periodik untuk pembuahan dan kehamilan. Pada
tinggi, namun para klinisi sering kali kurang
manusia dan primata lainnya siklus tersebut
memperhatikan laporan pasien epilepsi
disebut menstruasi.5
perempuan tentang perburukan atau peningkatan
Sistem hormon reproduktif perempuan terdiri
jumlah bangkitan terkait dengan siklus menstruasi.
dari tiga hirarki yaitu: (1) hormon hipotalamus
Hal tersebut kemungkinan karena laporan pribadi
yaitu gonadothropin releasing hormon (GnRH); (2)
dari pasien (self-reporting) dianggap tidak dapat
hormon hipofisis anterior yaitu folicular stimulating
dipercaya sebagai kriteria diagnostik, pilihan terapi
hormon (FSH) dan luteinezing hormon (LH); dan (3)
belum dikenal secara luas, dan adanya keyakinan
hormon ovarium yaitu estrogen dan progesteron.
bahwa kondisi tersebut tidak memiliki dasar ilmiah
Aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium mengatur
yang pasti.3
interaksi antara GnRH, gonadotropin hipofisis (LH
Mekanisme yang sebenarnya menjadi dasar
dan FSH) dan steroid yang dihasilkan gonad
terjadinya epilepsi katamenial belum dipahami
(estrogen dan progesteron) melalui mekanisme
secara jelas, diduga terkait dengan fakta bahwa
umpan balik. GnRH disintesis di hipotalamus regio
estrogen memiliki efek epileptogenik ringan dan
basal medial dan disekresi secara pulsatil,
progesteron memiliki efek anti epileptogenik .
menstimulasi sekresi pulsatil FSH dan LH pada
Hingga kini masih terdapat perbedaan pendapat
hipofisis anterior. Sekresi pulsatil ini penting dalam
mengenai peran patogenesis hormonal terhadap
perkembangan folikular normal yang nantinya akan
eksaserbasi katamenial pada bangkitan epilepsi.
bertanggung jawab dalam fase luteal dari siklus
Perubahan keseimbangan cairan selama masa
menstruasi. FSH dan LH mengatur produksi

60 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439


meliputi gangguan fungsi motorik, kesadaran, Keseimbangan cairan
persepsi atau fungsi otonom. Epilepsi merupakan Observasi dini mengenai hubungan antara
suatu kondisi bangkitan tanpa provokasi yang udem serebral dengan kejadian konvulsi
berulang sebanyak dua kali atau lebih dan didasarkan pada serangkaian penelitian pada awal
terjadinya bangkitan tersebut tidak dapat abad ke-20 yang meneliti mengenai pengaruh
diprediksi.8 ingesti cairan terhadap kejadian bangkitan. Ingesti
Epilepsi katamenial adalah bangkitan epilepsi cairan berlebihan dan aksi antidiuretik hormon
yang terkait dengan siklus menstruasi yang vasopresin memprovokasi bangkitan pada
ditunjukkan dengan peningkatan frekuensi perempuan penderita epilepsi. Keseimbangan
bangkitan selama suatu fase tertentu dalam siklus cairan negatif akibat restriksi cairan akan
menstruasi.8,9 Herzog et al., mendefinisikan epilepsi memberikan efek yang berlawanan.12
katamenial sebagai suatu keadaan peningkatan Berdasarkan penemuan tersebut di atas,
frekuensi bangkitan sebanyak dua kali lipat atau diduga bahwa permeabilitas membran sel neuronal
lebih selama fase tertentu dalam siklus menstruasi pada penderita tidak efektif dan keseimbangan
pada perempuan penderita epilepsi.1 cairan mendasari terjadinya epilepsi katamenial.
Penegakan diagnosis epilepsi katamenial Namun demikian tidak ditemui perbedaan yang
terutama didasarkan pada penilaian rekaman atau bermakna dari berat badan, metabolisme natrium
catatan siklus menstruasi dan kejadian bangkitan atau cairan tubuh total antara perempuan dengan
pada pasien secara individual. Catatan yang rinci bangkitan perimenstrual dan kontrol (perempuan
mengenai kejadian bangkitan dan siklus menstruasi sehat) atau antara perempuan penderita epilepsi
sangat penting untuk menegakkan diagnosis dengan dan tanpa kecenderungan katamenial.6
epilepsi katamenial secara akurat.10
Metabolisme obat anti-epilepsi (OAE)
Mekanisme dasar Steroid gonadal (estrogen dan progesteron)
Berbagai kemungkinan yang berbeda secara aktif dimetabolisme di hepar. Metabolisme
mengenai penyebab terjadinya epilepsi katamenial tersebut sebagian besar dilakukan oleh enzim
telah dikemukakan, seperti fluktuasi level kadar oksidase kelompok sitokrom P450. Sistem tersebut
obat anti-epilepsi (OAE) dalam serum dan juga aktif dalam metabolisme berbagai OAE. Obat-
keseimbangan cairan. Hal yang saat ini paling obatan yang menstimulasi metabolisme hepatik
diyakini sebagai penyebab terjadinya bangkitan secara langsung dapat mempengaruhi kadar
katamenial adalah faktor hormon seksual steroid seksual endogen dalam serum dan
perempuan. Terdapat bukti yang kuat bahwa memberikan efek yang buruk.6
adanya perubahan siklik atau fluktuasi kadar Obat-obat anti-epilepsi seperti fenitoin
estrogen dan progesteron serum selama siklus mempengaruhi biosintesis steroid sehingga terjadi
menstruasi merupakan dasar dari mekanisme peningkatan sintesis androgen (terutama estradiol)
epilepsi katamenial.11 akibat induksi enzim mikrosomal hepatik. Hasil
akhirnya adalah suatu penurunan level progesteron
sejalan dengan downstream androgen dan
estradiol. Hal ini menjadi rumit dengan adanya

62 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439


fakta bahwa level kadar fenitoin serum menurun sebelum menstruasi, saat menstruasi dan setelah
selama periode menstruasi, khususnya pada menstruasi, yaitu periode terjadinya penurunan
epilepsi katamenial.11 mendadak level progesteron serum. Penurunan
Beberapa penelitian menemukan adanya frekuensi bangkitan terjadi pada fase midluteal
fluktuasi kadar OAE dalam serum selama siklus yaitu saat kadar progesteron serum mencapai level
menstruasi. Perempuan penderita epilepsi tertinggi. Berdasarkan data tersebut, Laidlaw
katamenial yang diterapi dengan fenitoin saja atau membuat hipotesis bahwa progesteron
kombinasi fenitoin dan fenobarbital memiliki kadar menimbulkan aksi antikonvulsan.3,10
OAE serum lebih rendah meskipun telah Hipotesis Laidlaw tersebut didukung oleh
mengkonsumsi OAE dengan dosis yang lebih tinggi. penemuan Backstrom pada tahun 1976, yaitu
Kadar fenitoin dalam serum selama menstruasi adanya korelasi negatif antara kadar progesteron
pada perempuan dengan bangkitan perimenstrual serum dengan frekuensi bangkitan. Peningkatan
secara bermakna lebih rendah dibanding frekuensi bangkitan nyata berhubungan dengan
perempuan penderita epilepsi yang tidak terkait penurunan mendadak kadar progesteron saat
menstruasi.6 menstruasi. Backstrom juga mengamati adanya
Secara spesifik OAE dan hormon steroid hubungan antara lonjakan kadar estrogen pre-
gonad dimetabolisme oleh sistem enzim ovulatorik dengan peningkatan frekuensi bangkitan
mikrosomal yang sama di dalam sel hepar. Selama pada pertengahan siklus menstruasi. Berdasarkan
masa premenstrual terjadi penurunan sekresi data tersebut Backstrom menyimpulkan bahwa
steroid gonad, sehingga dimungkinkan terjadi estrogen mengaktivasi bangkitan.3
peningkatan metabolisme OAE yang selanjutnya Estrogen dan progesteron dapat beraksi pada
mengakibatkan penurunan level OAE dalam serum. sel-sel tertentu dalam otak, khususnya sel-sel di
Level OAE serum lebih rendah dan clearance lebih daerah lobus temporal. Teori yang paling diyakini
besar selama periode menstruasi dibanding saat ini adalah bahwa perubahan siklik level kadar
periode peri-ovulatorik pada perempuan penderita estrogen dan progesteron dalam sirkulasi sangat
1
epilepsi katamenial. berperan dalam terjadinya epilepsi katamenial.
Secara umum, estrogen bersifat prokonvulsan
Pengaruh hormon progesteron dan estrogen
sedangkan progesteron memberikan efek yang
terhadap bangkitan
bertolak belakang yaitu sebagai antikonvulsan dan
Hubungan antara perubahan siklik level kadar
menurunkan kejadian bangkitan. Perubahan
hormon gonadal dengan peningkatan frekuensi
aktivitas bangkitan juga dapat diamati selama
bangkitan selama periode tertentu dalam siklus
perubahan status reproduksi (misalnya saat
menstruasi pada perempuan penderita epilepsi
memasuki masa pubertas, selama kehamilan atau
pertama kali dicetuskan oleh John Laidlaw pada
setelah menopause).10
tahun 1956. Dari 9000 siklus menstruasi yang
Lebih kurang 98% hormon estrogen dan
diikuti pada 50 perempuan penderita epilepsi
progesteron yang ada di sirkulasi terikat protein
selama 25 tahun, Laidlaw menemukan terjadi
plasma dan tidak aktif secara fungsional. Sisa fraksi
peningkatan frekuensi bangkitan pada lebih kurang
yang terdapat bebas dalam sirkulasi (tidak terikat
45% siklus. Peningkatan frekuensi terjadi sesaat

Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) | 63


protein) bersifat sangat lipofilik sehingga dapat Estradiol lebih mewakili estrogen ovarium
menembus sawar darah otak dan membran sel fisiologis dalam keadaan normal.10,11
neuronal. Hormon progesteron dan estrogen Dikenal dua jenis reseptor nuklear estrogen
mempengaruhi fungsi neuron-neuron serebral yaitu reseptor estrogen-α (ERα) dan reseptor
melalui aksi genomik yaitu secara langsung estrogen-β (ERβ). Kedua jenis reseptor tersebut
menyebabkan perubahan proses transkripsi dari memiliki spesifitas ikatan ligand yang berbeda
sintesis protein. Progesteron dan estrogen juga sehingga respon yang dimediasi oleh ERα dan ERβ
dapat menyebabkan perubahan eksitabilitas memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap
neuron dengan cepat melalui ikatan dengan estrogen. Distribusi ERα dan ERβ di berbagai
saluran ion yang diatur oleh neurotransmiter bagian tubuh memiliki perbedaan yang cukup
seperti reseptor GABAA dan NMDA.13,14 bermakna. Ekspresi ERα dan ERβ di otak cukup
tinggi terutama di bagian korteks, hipotalamus dan
Aksi prokonvulsan estrogen
hipokampus.11,15
Terdapat tiga bentuk aktif estrogen secara
Hormon estrogen yang masuk ke dalam
biologis yaitu: (1) estradiol, yang dominan pada
neuron akan berikatan dengan reseptor spesifiknya
perempuan dalam masa premenopause; (2) estriol,
di dalam sitoplasma yaitu reseptor nuklear (gambar
suatu bentuk utama estrogen selama masa
2). Kompleks hormon-reseptor yang terjadi
kehamilan yang disintesis melalui proses
kemudian ditransport ke dalam nukleus, dimana ia
aromatisasi plasental dari androgen fetal dan juga
beraksi dengan DNA dan mengaktivasi gen-gen
dibentuk di hepar melalui hidroksilasi estrone; dan
tertentu. Oleh karena aktivitas tersebut, neuron-
(3) estrone, yang ditemukan pada perempuan
neuron meningkatkan produksi protein spesifiknya
setelah masa menopause dan sumber utamanya
dan menyebabkan perubahan aktivitas neuron
adalah lemak subkutan. Karena itu, level estron
lainnya. Aksi estrogen terhadap neuron ini dikenal
mungkin perlu diperhatikan pada perempuan
sebagai aksi genomik.16
penderita epilepsi di masa menopause, terutama
yang mengalami obesitas.

Reseptor Reseptor
membran membran

Elemen
respon
Protein

Keterangan: ER = reseptor estrogen; PR = reseptor progesteron


PI3K = Phosphoinositide-3 kinase; PLC γ = phospholipase-C γ; MAPK = mitogen-activated protein kinase.
Gambar 2. Aksi reseptor estrogen dan progesteron pada neuron. 11

64 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439


pemberian 17β-estradiol dosis tinggi menginduksi menyebabkan peningkatan transmisi sinaptik
17
aktivitas bangkitan di neuron hipokampus. antara sel-sel di hipokampus.
Perubahan eksitatorik ini cukup besar untuk dapat

SEL PIRAMIDAL
gen target

gen
target Presinaptik:
INTERNEURON  Pelepasan glutamat
 Level GABA  Sintesis glutamat
 Transmisi GABA-ergik  Neuromodulator input
 Neuropeptida
glutamatergik
Postsinaptik:
 NMDA
 Spina dendritik
 Saluran ion
GLIA
 neuromodulator
 Sintesis steroid
 Transporter

Gambar 3. Efek estradiol pada sel piramidal area CA-1 hipokampus.11

Penghambatan jalur transmisi GABA-ergik di hipokampus dan regio otak lainnya. Dengan
oleh estradiol terjadi melalui penurunan efek GABA menggunakan model binatang epilepsi yang
terhadap reseptor GABA pada neuron piramidal berbeda, beberapa laboratorium telah
area CA-1. Prediksi efek disinhibisi pada sel membuktikan bahwa BDNF mungkin bersifat
piramidal CA-1 ini kadang dapat tertutupi oleh sifat prokonvulsan. Oleh karena itu, lonjakan estradiol
inhibisi transmisi GABA-ergik oleh estradiol yang selama periode periovulatori dapat menyebabkan
hanya sesaat dan disertai oleh peningkatan durasi peningkatan sesaat frekuensi bangkitan, khususnya
arus postsinaptik inhibitorik. Estradiol juga bangkitan limbik karena lonjakan estradiol
mengganggu repolarisasi potensial aksi melalui menginduksi BDNF. BDNF selanjutnya tampak
penurunan AHP. Keseluruhan proses tersebut menginduksi neuropeptid Y (NPY). NPY secara
secara bersama-sama akan menyebabkan konsisten memberikan efek antikonvulsan yang
pembangkitan potensial aksi.10,11 cenderung disebabkan oleh aksi presinaptiknya
Efek lain estradiol terhadap eksitabilitas yang menekan pelepasan neurotransmiter di
dimediasi oleh mekanisme tidak langsung dan satu hipokampus.11
contoh yang relevan terhadap bangkitan adalah
Aksi antikonvulsan progesteron
regulasi estradiol terhadap neurotrofin yaitu brain-
Progesteron bukan merupakan satu-satunya
derived neurothrophic factor (BDNF). Estrogen
molekul yang berikatan dengan reseptor
memiliki elemen respon terhadap gen BDNF dan
progesteron. Terdapat sekelompok komponen
BDNF mempotensiasi beberapa jalur glutamatergik
yang biasanya disebut sebagai progestin, meliputi

66 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439


progesteron dan derivat-derivat progesteron. terhadap eksitabilitas neuronal dapat bervariasi
Progesteron dan dihidroprogesteron yang menurut regio otak dan kondisi endokrin.11
merupakan metabolit reduksi 5α-nya adalah Progesteron telah lama diketahui memiliki
progestin alami yang berikatan dengan reseptor efek antikonvulsan. Injeksi progesteron pada
nuklear progesteron, meskipun dihidroprogesteron hewan coba dalam penelitian laboratorium
berikatan dengan afinitas yang lebih rendah.11 menyebabkan terjadinya penurunan kerentanan
Progesteron selanjutnya akan dimetabolisme terhadap bangkitan atau perlambatan onset
menjadi suatu steroid neuroaktif (neurosteroid) bangkitan yang diinduksi oleh agen konvulsan.
yaitu alopregnanolon yang merupakan modulator Efikasi progesteron dalam mereduksi frekuensi dan
kuat dari fungsi reseptor GABAA. Oleh karena itu, severitas bangkitan telah terbukti baik pada
progesteron juga memiliki peran melalui penelitian yang menggunakan model binatang
konversinya menjadi alopregnanolon. Konversi maupun penelitian klinis pada manusia.18
progesteron menjadi dihidroprogesteron bersifat Efek antikonvulsan progesteron oleh aktivitas
ireversibel, sedangkan reduksi dihidroprogesteron alopregnanolon terbukti melalui percobaan
menjadi alopregnanolon bersifat reversibel. Jadi binatang oleh Kokate et al. Pemberian finasteride
secara teori pemberian progesteron, yaitu suatu agen inhibitor 5α-reduktase pada
dihidroprogesteron atau alopregnanolon akan binatang coba memblok tahap pertama konversi
menimbulkan aksi yang dimediasi oleh aktivasi progesteron menjadi alopregnanolon. Penelitian
reseptor progestin maupun modulasi aktivitas tersebut melaporkan terjadinya peningkatan
reseptor GABAA.11 frekuensi bangkitan pada binatang coba yang
Telah dikenal 2 jenis reseptor progesteron mengalami withdrawal alopregnanolon dengan
yaitu PR-A dan PR-B yang diperkirakan berperan kadar progesteron normal akibat pemberian
sebagai faktor transkripsi nuklear, yang analog finasteride.19 Penelitian Frye et al., dengan subjek
dengan ER. Hanya ada satu gen untuk reseptor tikus betina dengan perlakuan blok mutasi gen 5α-
progesteron. Kedua PR memiliki afinitas yang sama reduktase menunjukkan hasil yang sama.20
terhadap progesteron namun berperan pada regio Progestin sintetis seperti yang terdapat pada
otak yang berbeda. Reseptor membran untuk obat kontrasepsi terbukti tidak memiliki efek
progesteron juga ditemukan, yang analog dengan antikonvulsan. Perbedaan relatif efek kontrasepsi
reseptor membran untuk estrogen (gambar 2). dibanding progestin alami seperti progesteron
Rasio ekspresi PR-A:PR-B tidak konstan pada terhadap bangkitan kemungkinan disebabkan oleh
berbagai regio otak, namun diregulasi oleh level kemampuannya untuk dikonversikan menjadi
estradiol dalam sirkulasi. Hal tersebut memberikan alopregnanolon.11
kemudahan untuk melihat bagaimana pengaruh Serangkaian penelitian in vitro menunjukkan
status reproduksi terhadap keseimbangan antara bahwa alopregnanolon memperkuat aksi GABA
aktivasi PR yang bersifat progesteron-dependent terhadap reseptor GABAA melalui suatu mekanisme
dan ligand-dependent pada berbagai regio berbeda alosterik pada tempat ikatan spesifik neurosteroid.
di otak. Oleh karena itu, pengaruh aktivasi PR Ekspresi reseptor GABAA yang sensitif terhadap
alopregnanolon tampaknya meluas dan nyata

Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) | 67


sangat relevan dengan kondisi hormonal pada memberikan suatu pandangan baru mengenai
10
epilepsi katamanial tipe perimenstrual. mekanisme yang mendasari terjadinya perubahan
Kejadian withdrawal progesteron disertai oleh bangkitan selama siklus ovarian. Hal tersebut juga
perubahan ekspresi subunit reseptor GABAA. memberikan masukan bahwa diperlukan informasi
Reseptor GABAA dalam keadaan normal yang lebih banyak untuk memperoleh pemahaman
merupakan suatu kompleks heteromerik yang yang komprehensif.18
terdiri dari berbagai subunit. Reseptor GABAA
Klasifikasi epilepsi katamenial
dengan subunit δ memberikan efek inhibisi kuat.
Epilepsi katamenial diklasifikasikan dalam 3
Binatang transgenik yang miskin subunit δ atau
tipe berdasarkan variasi siklik level estradiol dan
tikus normal yang diberi mRNA antisense terhadap
progesteron serum terkait siklus menstruasi yang
subunit δ menunjukkan penurunan latensi
dihubungkan dengan observasi klinis peningkatan
bangkitan yang diinduksi oleh asam kainat dan
frekuensi bangkitan (gambar 4) yaitu: (1) tipe
18
periode bangkitan yang lebih panjang.
perimenstrual; (2) tipe peri-ovulatorik; dan (3) tipe
Penelitian pada tikus di laboratorium
anovulatorik atau fase luteal inadekuat. Tipe yang
menunjukkan bahwa terjadi perubahan ekspresi
paling banyak ditemukan dalam klinis adalah tipe
subunit reseptor GABAA terkait dengan inhibisi kuat
perimenstrual.1,10
selama siklus ovarian normal. Perubahan ini
Epilepsi katamenial tipe perimenstrual
selanjutnya akan mengubah sensitivitas reseptor
Pada epilepsi katamenial tipe perimenstrual,
GABAA terhadap modulator seperti
peningkatan frekuensi terjadi dalam periode tujuh
alopregnanolon. Pada tikus percobaan di
hari diantara waktu menstruasi yaitu sebelum,
laboratorium, ekspresi subunit δ relatif tinggi
selama atau sesudah onset menstruasi. Hubungan
selama periode peningkatan progesteron serum
antara periode perimenstrual ini dengan
pada siklus ovarian dan level rendah subunit δ
peningkatan frekuensi bangkitan paling banyak
ditemukan pada masa dimana kadar progesteron
diterima dalam klinis karena merupakan pola yang
serum juga rendah. Pada tikus percobaan yang
pertama kali dikenal dan paling banyak diteliti.10
sama, inhibisi kuat dan kecenderungan bangkitan
Kemungkinan pengaruh retensi cairan pada
memiliki korelasi dengan level subunit δ. Ekspresi
akhir fase luteal terhadap peningkatan frekuensi
subunit γ juga berbeda pada kedua waktu dalam
bangkitan selama periode menstruasi sudah
siklus yang diteliti tersebut. Mungkin terdapat
menjadi pembahasan penting sejak penelitian-
rangkaian kompleks dari perubahan reseptor GABA
penelitian klinis terdahulu. Hipotesis ini menjadi
yang tidak semata-mata melibatkan subunit δ.
menarik dengan ditemukannya bukti penelitian
Pentingnya subunit-subunit tipe lain menjadi
terbaru bahwa pembengkakan neuron secara
perhatian dengan adanya fakta bahwa inhibisi kuat
bermakna menyebabkan peningkatan eksitabilitas
tidak hanya bergantung pada subunit δ. Subunit
secara in vitro dan bangkitan secara in vivo.
lain yang memberikan kontribusi terhadap inhibisi
Mekanisme ini menjadi penjelasan keberhasilan
kuat adalah subunit α4, yang tampaknya
terapi diuretik pada beberapa pasien epilepsi
mengalami peningkatan regulasi pada model
(meskipun diuretik tidak digunakan secara luas
binatang withdrawal progesteron. Data ini

Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) | 69


Epilepsi katamenial tipe peri-ovulatorik tinggi), namun kurang dapat menjelaskan kejadian
Epilepsi katamenial tipe peri-ovulatorik bangkitan saat menstruasi (level estradiol dan
ditandai dengan peningkatan frekuensi bangkitan progesteron rendah, atau rasio E:P tidak tinggi).23
selama periode peri-ovulatorik, yaitu sesaat Penelitian-penelitian individual oleh
sebelum ovulasi. Selama periode tersebut, terjadi Backstrom mengenai rasio E:P bahkan tidak
lonjakan level estradiol (estradiol surge) tanpa memberikan penjelasan yang rinci mengenai
disertai peningkatan progesteron. Setelah lonjakan masing-masing kasus. Variabilitas dari tiap-tiap
tersebut level estradiol kemudian turun disertai pasien tampak nyata. Hal tersebut mungkin
1
penurunan frekuensi bangkitan (gambar 4). disebabkan faktor-faktor yang tidak diperhitungkan
Estradiol diduga berperan dalam dalam penelitian seperti penyebab dan sindrom
meningkatkan frekuensi bangkitan pada periode yang berbeda, riwayat pasien, obat antikonvulsan
peri-ovulatorik, namun terdapat beberapa alasan yang berbeda dan sebagainya. Diduga ada hipotesis
untuk mempertanyakan hubungan linier antara lain selain rasio E:P. Banyak perubahan yang dapat
estradiol dan bangkitan karena terbatasnya bukti terjadi di otak selama periode peri-ovulatorik dan
bahwa respon terhadap dosis dari estradiol bersifat beberapa tidak secara langsung berhubungan
linier. Selain itu, penelitian klinis terhadap dengan estradiol atau progesteron. Sebagai
perempuan dengan epilepsi katamenial contoh, terjadi peningkatan level glukokortikoid
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan selama lonjakan LH-FSH saat ovulasi. Hormon-
bermakna antara level estradiol serum dan hormon lain yang terkait dengan lonjakan estradiol
frekuensi bangkitan. Beberapa peneliti bahkan seperti LH dan FSH diperkirakan juga turut
kesulitan untuk mendeteksi adanya peningkatan berpengaruh terhadap ambang bangkitan.11
frekuensi bangkitan selama periode peri- Beberapa gen target dari estrogen dapat
ovulatorik. Beberapa perempuan dengan epilepsi membantu dalam menjelaskan bangkitan peri-
katamenial bahkan mengalami peningkatan ovulatorik. Salah satu contoh adalah gen BDNF.
frekuensi bangkitan selama masa ovulasi, yaitu saat Seperti yang telah digambarkan di atas, induksi
kadar estrogen mulai turun. Pernyataan terakhir BDNF yang diikuti oleh NPY dapat menjelaskan
sulit untuk dijelaskan jika hanya berdasar pada peningkatan sesaat frekuensi bangkitan (berkaitan
11
level estradiol serum. dengan BDNF) yang kemudian segera menurun
Diduga bahwa kadar estradiol dan (berkaitan dengan NPY) selama periode peri-
progesteron secara bersama-sama bertanggung ovulatorik. Permulaan fase luteal yang disertai
jawab terhadap peningkatan frekuensi bangkitan peningkatan progesteron serum dapat mengakhiri
selama periode peri-ovulatorik. Rasio estradiol perubahan pada BDNF. Hal ini dibuktikan dengan
serum terhadap progesteron serum (rasio E:P) turunnya level BDNF setelah pemberian
memiliki hubungan bermakna dengan pola progesteron pada hewan coba tikus. Oleh karena
bangkitan pada penelitian dengan subjek 7 orang itu, level BDNF atau NPY dapat memprediksi
pasien. Hal tersebut dapat menjelaskan kejadian bangkitan lebih baik daripada rasio E:P. Estradiol
peningkatan bangkitan saat ovulasi (level estradiol hanya menyebabkan perubahan pada eksitabilitas
tinggi dan progesteron rendah, atau rasio E:P

Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) | 71


secara tidak langsung, sedangkan BDNF dan NPY Penatalaksanaan berdasarkan mekanisme
11
kemungkinan merupakan efektor primer. Obat-obat anti-epilepsi konvensional masih
merupakan modalitas utama dalam pengelolaan
Epilepsi katamenial tipe anovulatorik
epilepsi katamenial. Lebih kurang sepertiga wanita
Herzog et al., mendefinisikan tipe ini sebagai
penderita epilepsi mengkonsumsi lebih dari satu
peningkatan frekuensi bangkitan selama siklus
jenis OAE sesuai dengan tipe epilepsinya. Meskipun
anovulatorik. Hipotesis yang paling banyak
banyak jenis OAE yang digunakan sebagai terapi
diterima untuk menjelaskan bangkitan yang
epilepsi seperti yang dipaparkan pada tabel 1,
berkaitan dengan siklus anovulatorik adalah
namun belum ada terapi yang spesifik untuk
insufisiensi kadar progesteron dan alopregnanolon
epilepsi katamenial. Hal tersebut sebagian karena
serum untuk mempertahankan aktivitas penting
bangkitan katamenial sering kali refrakter terhadap
reseptor GABAA di otak selama fase luteal.1
OAE konvensional seperti valproat, fenitoin dan
Pada perempuan dengan siklus anovulatorik,
diazepam. Banyak dari obat-abat tersebut
level progesteron serum menurun selama fase
diresepkan sebagai terapi epilepsi katamenial
luteal yang menunjukkan terjadinya kegagalan
tanpa penelitian langsung mengenai efektivitasnya.
ovulasi (gambar 4). Perubahan fluktuasi atau level
Penggunaan OAE tersebut hanya didasarkan pada
kadar endokrin tersebut memberikan respon
bukti empirik.10
bangkitan siklik yang berbeda. Manifestasi
Tabel 2 memaparkan berbagai jenis OAE yang
bangkitan yang terjadi selama periode siklus
diteliti sebagai terapi epilepsi katamenial. Banyak
anovulatorik menjadi lebih difus dan tidak terkait
pasien yang menerima terapi tersebut sebagai
dengan waktu menstruasi.24 Dalam penelitian
agen suplemen atau obat tambahan sebagai terapi
prospektif oleh Bauer et al. terhadap 35 pasien
berkelanjutan maupun intermiten dalam
perempuan penderita epilepsi dengan siklus
penanganan epilepsi katamenial. Penggunaan
ovulatorik dan anovulatorik dilaporkan bahwa
sebagian besar OAE tersebut menjadi terbatas
peningkatan frekuensi bangkitan saat menstruasi
karena terjadinya suatu toleransi (contohnya
hanya ditemukan pada siklus ovulatorik.25
benzodiasepin) dan/atau sering kali berhubungan
Keadaan sebenarnya mungkin jauh lebih
dengan kejadian efek samping yang tidak
kompleks, bukan hanya disebabkan oleh rumitnya
diharapkan seperti sedasi, depresi, dan toksisitas
regulasi eksitabilitas GABA-ergik namun juga
reproduksi. Pengobatan secara hormonal, seperti
karena penurunan level progesteron mungkin
medroxiprogesteron asetat atau progesteron alami
bukan satu-satunya masalah yang terjadi selama
(tabel 1), seringkali sangat efektif namun dapat
siklus anovulatorik. Sebagai contoh, mungkin
menyebabkan efek samping hormonal dan
terdapat perubahan pada banyak aspek dari fungsi
10
reproduktif yang tidak diharapkan.
neuroendokrin jika ovulasi tidak terjadi.11

72 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439


Tabel 2. Terapi farmaka epilepsi katamenial.10

Jenis Obat Mekanisme Efikasi Keterbatasan


Asetazolamid Toleransi
Inhibitor karbonik anhidrase Sedang
Klobazam Sedasi atau depresi
Modulator reseptor GABAA Sedang
Medroksiprogesteron Disfungsi
Proses derivat progesteron Sedang
asetat reproduksi
Sintesis progesteron Tinggi
Progesteron Sedasi
Modulator reseptor GABAA Tinggi
Ganaksolon Penelitian pilot

Ganaksolon merupakan analog 3β-metil bangkitan terjadi selama fase luteal karena level
sintetis dari alopregnanolon, merupakan progesteron tetap rendah akibat kegagalan ovulasi.
modulator alosterik positif yang kuat dari reseptor Penurunan level progesteron lebih berperan
GABAA dan agen antikonvulsan spektrum luas, dalam menstimulasi eksaserbasi bangkitan
serta sangat sedikit menyebabkan samping katamenial dibanding peningkatan level estrogen.
hormonal. Potensi antikonvulsan ganaksolon Efek antikonvulsan progesteron terbukti terutama
diperkuat selama periode yang mengikuti kejadian dihasilkan oleh aktivitas senyawa metabolitnya
withdrawal neurosteroid pada tikus model epilepsi yaitu alopregnanolon yang merupakan modulator
katamenial, tidak seperti diasepam dan sodium alosterik positif yang kuat dari reseptor GABAA.
valproat justru menurun selama periode tersebut. Ganaksolon merupakan analog 3β-metil
Ganaksolon sebagai terapi epilepsi katamenial sintetis dari alopregnanolon. Ganaksolon terbukti
masih dalam pengembangan, namun peneliti- efektif pada kasus-kasus di mana modulator
peneliti berharap bahwa agen ini dapat menjadi reseptor GABAA lainnya gagal memberikan efek
pilihan terapi spesifik untuk epilepsi proteksi terhadap bangkitan seperti yang terjadi
26,27
katamenial. pada epilepsi katamenial dengan efek samping
hormonal yang sangat minimal.

SIMPULAN
Perubahan siklik kadar hormon gonadal yaitu DAFTAR PUSTAKA
progesteron dan estrogen dalam serum merupakan 1. Herzog, A.G., Klein, P., & Rand, B.J. Three
faktor yang paling berperan dalam mekanisme patterns of catamenial epilepsy, Epilepsia,
1997; 38 (10): 1082-8.
dasar terjadinya epilepsi katamenial. Estrogen
2. Harsono. Karakteristik epilepsi pada
bersifat prokonvulsan sedangkan progesteron
perempuan, pendekatan manajemen
memberikan efek antikonvulsan. berdasarkan perubahan-perubahan fisiologik.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam
Pada siklus ovulatorik, frekuensi bangkitan Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran
meningkat saat terjadi withdrawal progesteron UGM, Yogyakarta, 2004.
sehingga kadar progesteron lebih rendah daripada 3. Rogawski, M.A. Progesterone, neurosteroids,
and the hormonal basis of catamenial
estrogen (tipe perimenstrual) dan saat terjadi epilepsi. Annals of Neurology, 2003; 53 (3):
lonjakan kadar estrogen tanpa disertai peningkatan 288-91.
kadar progesteron (tipe peri-ovulatorik). Pada 4. O’Brien, M.D., & Gilmour-White, S.K.
Management of epilepsy in women. Postgrad
siklus anovulatorik, peningkatan frekuensi Med Journal, 2005; 81: 278–85.

Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) | 73


REVIEW ARTICLE
A Clinical Approach to Catamenial Epilepsy: A Review

administered conjugated estrogen (a mixture including Diagnosis


estrone sulfate, equilin sulfate, delta 8,9-dehydroestrone CE is the occurrence or worsening of seizure activity
sulfate, 17-alpha estradiol sulfate, and 17-alpha dihydroequilin related in timing to a woman’s menstrual cycle. CE is
sulfate) produced seizures in 11 of 16 subjects and clinical commonly diagnosed in women after no other explanation
seizures in 4 subjects.22 e role of estrogen in seizure of seizure patterns can be made. Awareness of the men-
activity is complex, and studies have suggested that the strual hormonal fluctuations and their impact on seizure
effects are “dependent on dose, route of administration, activity can help clinicians provide an earlier and more
acute versus chronic administration, natural hormonal precise diagnosis. Important questions to ask include the
environment, and estrogenic species.”16 following: Are seizures continuing despite traditional anti-
epileptic drugs (AEDs)? Are the seizures occurring in a cyclic
Progesterone fashion? Has the patient charted her menstrual cycle and
Conversely, progesterone has been found to have an- noted increase in seizure activity during particular times?
ticonvulsant effects. Most of the anticonvulsant actions For clinicians, the first step in diagnosis of CE is to advise
occur via the reduced metabolites of progesterone, most the patient to track menstrual cycles and seizures. is is
notably allopregnanolone (AP). Studies have found that commonly done by having the patient keep a seizure and
AP has sedative-hypnotic and anticonvulsant properties.13,23,24 menstrual diary (see Figure 1).31 In addition to tracking
AP may exert these inhibitory effects by aiding the po- bleeding, physicians also may consider tracking basal body
tentiation GABAergic neurons.13,23-26 AP levels rise and temperature. Temperatures should be taken orally each
fall based on a woman’s serum progesterone levels.13,23 morning. A ≥0.7 °F change signifies the beginning of the
Several studies have demonstrated that progesterone postovulatory phase.31 Serum progesterone measurements
acts via a genetic pathway in which it controls the syn- also can be made, with >3 ng/mL marking the ovulatory
thesis of various neurotransmitters. In multiple mouse phase.31 Physicians also can track serum progesterone
studies, increased progesterone levels had an overall in- levels. For patients with irregular or anovulatory cycles,
hibitory effect on the brain, leading to decreases in seizure hormone levels and the use of ovulation kits can better
occurrence.13,21,27-29 In human models, progesterone injec- elucidate cyclic relationship of seizures to the men-
tions that produce luteal-phase levels of progesterone led strual cycle. e specific increase in seizure frequency to
to significant reduction in the frequency of characteristic make a diagnosis of CE is specific to the subtype (C1:
seizure brain wave spikes in 4 of 7 women with partial 1.69-fold; C2: 1.83-fold; C3: 1.62-fold). In practice, a
epilepsy.30 diagnosis of CE can be made if the patient presents

Figure 1. Diagnosis calendar. This calendar tracks the menstrual cycle and seizure cycle to help with diagnosis.

2 ·
The Permanente Journal For personal use only. No other uses without permission. Copyright © 2020 The Permanente Press. All rights reserved. ·
The Permanente Journal https://doi.org/10.7812/TPP/19.145
REVIEW ARTICLE
A Clinical Approach to Catamenial Epilepsy: A Review

with ≥twofold increase in seizure frequency during one subtype (C3) is characterized by an inadequate rise of
of the menstrual times noted as follows, or if the increase progesterone during the luteal phase (days 10 to 3 of the
is simply repeated at similar times in the patient’s menstrual following cycle).
cycle. e 3 subtypes, in which the seizure frequency typically is classification is applicable only to patients with
increases ≥twofold, are perimenstrual (C1), periovulatory anovulatory cycles. is is because of an inadequate de-
(C2), or inadequate luteal phase (C3) (see Figure 2).1 velopment of the corpus luteum, which causes reduced
Classification is based on a 28-day cycle, with day 1 being levels of progesterone, but normal levels of estrogen (see
the onset of menstrual flow. e follicular phase is during Figure 3).1,16 A 1997 study found that 42.3% of WWE
days 1 to 14, and the luteal phase is during days 15 to 28. presented with at least one of these classifications (C1:
e perimenstrual subtype (C1) is characterized by the rapid 35.7%, C2: 28.5%, C3: 41.4%).1 Similarly, a 2015 NIH
drop in progesterone during menstruation (days 25 to 3 of study found that of the 47.1% of WWE who presented
the following cycle). Although the proconvulsant es- with at least one of these classifications, 39.8% are C1,
trogen does drop as well in this period, the progesterone 33.9% are C2, and 47.1% are C3.32
experiences a more rapid decrease. is pattern has been
the most responsive to treatment. e periovulatory Treatment
subtype (C2) is characterized by the rapid surge of es- e role of the hormonal milieu in women with CE and the
trogen at day 10 to 15. e inadequate luteal phase impact of hormones via contraceptives is extremely complex.

Figure 2. Diagnosis for catamenial epilepsy. This 4-step diagnosis process begins with signs and symptoms of cyclic seizure patterns that should raise suspicions. When
clinicians become aware of these, they should attain more information with the Diagnosis Methods. With this information, they can make a diagnosis and subtype
diagnosis. AED = antiepileptic drug.

·
The Permanente Journal https://doi.org/10.7812/TPP/19.145 ·
The Permanente Journal For personal use only. No other uses without permission. Copyright © 2020 The Permanente Press. All rights reserved. 3
I Putu Artha Wijaya| Management Of Woman 20 Years Old With Gestasional Epilepsy

[ LAPORAN KASUS ]
MANAGEMENT OF WOMAN 20 YEARS OLD WITH GESTASIONAL EPILEPSY

I Putu Artha Wijaya


Faculty of Medicine, Universitas Lampung
Abstract
Epilepsy came from greece is “attacking” or a disease which come shudenly. Epilepsi in pregnan woman increase abortion risk or
baby disability when it birth. A woman 20 years old came with complain convulse 3 hours before enter the hospital. When she
was convulse both of her hand straigh and spasm. Her mouth look like bite something but there was no foam , her eyes look up
and she become unconsiuous. Patien’s family say that she has seizure history before. It can be 3 up to 4 times every moth. In
physic examination all of things in normal condition. Thre are not abnormal condition in neurological examination. This patien
get therapi are anticonvulsan can choose carbamazepin or gabapentin 200mg twice perday, neuroprotector twice perday, folat
acid maksimal dose 4mg perday. From anamnesa and physic neurologic examination pasien diagnose as epilepsy type general
tonic because she has some seizure history befor e and patien become un consiousnes when she was seizure.. This pasien got
therapy carbamazepin and gabapentin because poth of drugs have lower teratogenic effect then another.

Keywords: anticonvulsi, epilepsi, gestasional

Abstrak
Epilepsi berasal dari perkataan Yunani yang berarti "serangan" atau penyakit yang timbul secara tiba-tiba. Epilepsi pada
kehamilan dapat meningkatkan resiko terjadinya keguguran atau kecacatan bayi saat lahir. Wanita 20 tahun dengan keluhan
kejang 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Saat kejang kedua tangan pasien lurus dan lebih kaku, mulut pasien tampak seperti
mengigit sesuatu, tidak keluar busa dari mulut, mata menatap ke atasdan pasien tidak sadar. Pasien mengaku memiliki riwayat
kejang sebelumnya 3-4 kali sebulan. Tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan tanda-tanda vital dan neurologis. Pada pasien
ini diberikan Infus RL gtt xx, Antikonvulsi dengan pilihan, Carbamazepine 200 mg tab 2x1 atau Gabapentin 2 x 300mg,
Neuroprotektor : B1B6 tab 2x1, Asam Folat tablet 0,5 mg 2x1. Dari pemeriksaan pasien didiagnosa dengan epilepsi serangan
umum karena ada beberapa kali kejang sebelum serangan kejang terahir, terjadi penurunan kesaradan dan kaku pada kedua
tangan. Pemberian antikonvulsi karbamazepin atau gabapentin karena keduanya memiliki efek teratogenik yang lebih rendah.

Kata kunci: antikonvulsi , epilepsi , gestasional

Korespondensi : I Putu Artha Wijaya abi_anakilang@yahoo.com

Pendahuluan penduduk, dengan angka insidensi 50 per


Epilepsi berasal dari perkataan 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan
Yunani yang berarti "serangan" atau insidensi diperkirakan lebih tinggi di
penyakit yang timbul secara tiba-tiba. negara-negara berkembang.2
Epilepsi juga diartikan sebagai gangguan Angka kejadian epilepsi
otak kronis dengan tanda gejala serangan gestasional di Lampung menunjukan
yang tiba-tiba dan berulang yang jumlah yang cukup tinggi. Dari 40 orang
diakibatkan lepasan muatan listrik yang yang dilaporkan memiliki riwayat epilepsi
abnormal pada sel otak. Dapat dijumpai, 25 diantaranya dalam kondisi Hamil.
terdapat pada semua bangsa, segala usia Epilepsi pada kehamilan dapat
dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari meningkatkan terjadinya resiko dalam
wanita.1 Dari 8,2 orang penyandang kehamilan seperti meningkatkan resiko
epilepsi aktif di antara 1000 orang keguguran atau kecacatan bayi saat

J Medula Unila | Volume 1 Nomor 1 | September 2014 | 54


HUBUNGAN KEPATUHAN PENGOBATAN TERHADAP KEJADIAN KEJANG PADA
PASIEN EPILEPSI YANG BEBAS KEJANG SELAMA MINIMAL 1 TAHUN
PENGOBATAN DI POLI NEUROLOGI RSUD DR. A. DADI TJOKRODIPO
BANDAR LAMPUNG

Komang Ari Susanti1, Zamzanariah Ibrahim2, Muhammad Ibnu Sina3

ABSTRAK

Latar Belakang : Epilepsi merupakan keadaan gangguan sinyal listrik di otak yang
bermanifestasi menjadi kejang maka prinsip umum pengobatan Epilepsi adalah
membebaskan mereka dari kejang dimana terapi Farmakologi merupakan fundamental
utama untuk melindungi pasien Epilepsi dari kejang.11 Sementara terapi epilepsi bersifat
khas, yaitu program minum obat dalam jangka waktu yang lama bahkan bertahun-tahun
sehingga dalam prakteknya masalah terapi epilepsi meliputi ketidak patuhan dalam
meminum obat dengan alasan bosan, di takut kan obat-obatan tersebut memperparah
kejang dan beberapa lainnya berfikir pada efek samping yang didapat dari pengobatan,
yang pada akhirnya serangan Epilepsi tidak segera hilang atau tetap muncul seperti
sebelum minum obat.
Tujuan : Mengetahui Hubungan Kepatuhan Pengobatan Terhadap Frekuensi
Kejang Pada Pasien Epilepsi di Poli Neurologi RSUD.dr. A.Dadi Tjokrodipo Bandar
Lampung
Metode : Pada penelitian ini jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah observasional analitik dengan menggunakan pendekatan rancangan cross
sectional. Pengumpulan data penelitian dilakukan menggunakan tekhnik purposive
sampling Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 38 penderita dengan memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Data diambil dari data primer pasien mengisi kuesioner yg
telah diberi oleh peneliti.
Hasil Penelitian : Dari hasil penelitian mayoritas responden yang memiliki tingkat
kepatuhan kategori tidak patuh yaitu sebanyak 25 orang (65,8%). Memiliki frekuensi
kejang dengan kategori sering yaitu sebanyak 24 orang (63,2%). Berdasarkan hasil uji
statistik diperoleh p-value = 0,000 yang berarti ada Hubungan Kepatuhan Pengobatan
Terhadap Frekuensi Kejang Pada Pasien Epilepsi di Poli Neurologi RSUD.dr. A.Dadi
Tjokrodipo Bandar Lampung. Dengan nilai OR 38,000.
Kata kunci : Kepatuhan pengobatan, kejadian kejang, Epilepsi

Pendahuluan tahunnya dari setiap 100.000 orang


Epilepsi merupakan gangguan mengalami kasus baru epilepsi
neurologi kronis yang dapat terjadi di sebanyak 40-70 kasus.3
segala usia yang timbul akibat Prevalensi median epilepsi yang
terganggunya sinyal listrik di dalam aktif (kejang dalam 5 tahun terakhir) di
otak. Epilepsi telah dikenal sebagai negara maju adalah 4.9 per 1000 (2,3-
salah satu penyakit tertua di dunia 10,3), sedangkan pada negara
(2000 SM ).1 Terdapat sekitar 50 juta berkembang di pedalaman mencapai
orang menderita epilepsi di dunia.2 12,7 per 1000 (3.5-45.5) dan di
Tidak kurang setiap 3 dari 1000 orang, perkotaan mencapai 5.9 (3.4-10.2).4 Di
bahkan di beberapa negara 40 per 1000 negara Asia, prevalensi epilepsi aktif
orang penduduk (4%) di seluruh dunia tertinggi dilaporkan di Vietnam 10.7 per
menderita epilepsi. Bahkan, setiap 1000 orang, dan terendah di Taiwan 2.8

1. Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati


2. Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
3. Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 4, Nomor 2, April 2017 137
per 1000 orang.5 Dilaporkan juga akhirnya serangan Epilepsi tidak segera
prevalensi di negara sedang hilang atau tetap muncul seperti
berkembang ditemukan lebih tinggi dari sebelum minum obat.9
negara maju. Di negara maju prevalensi Berdasarkan penelitian Manjunath
berkisar antara 4-7 per 1000 orang et al, 2008, terdapat hubungan antara
namun di negara sedang berkembang risiko terjadinya serangan kejang
prevalensi berkisar 5-74 per 1000 dengan kepatuhan pengobatan yakni
orang.6 didapatkan terjadinya peningkatan
Jumlah penderita Epilepsi di risiko serangan kejang sebesar 21%
Indonesia diperkirakan mencapai 1,1- pada pasien yang tidak patuh pada
1,8 juta jiwa. Data Rekam Medik tahun pengobatan dibandingkan yang patuh
2009 di Instalansi rawat jalan bagian (hazard ratio = 1.205, p = 0.0002).
saraf RS Dr. Kariadi menunjukkan ada Selain itu, pada penelitian Jones et al,
110 kasus baru epilepsi dan 1279 kasus 2006, pasien yang buruk dalam
lama yang datang berobat.7 Di Provinsi menjalani kontrol pengobatan epilepsi
Lampung, prevalensi Epilepsi dari data mengalami serangan kejang yang lebih
Rekam Medis RSUD dr.A.Dadi sering dibandingkan dengan pasien
Tjokrodipo Bandar Lampung tahun 2014 yang kontrol pengobatan epilepsi
didapatkan bahwa terdapat 11% pasien dengan rutin (p < 0.01).14
epilepsi pada usia dewasa (>18 tahun) Obat antiepilepsi di berikan dalam
dari prevalensi total epilepsi sebesar jangka panjang yang menuntut
14,5%. kedisiplinan penderita untuk mematuhi
Epilepsi bisa mengakibatkan pengobatan maka kepatuhan
banyak hal salah satunya dari segi merupakan masalah utama hal ini
aspek psikososial penderita, yang mana memerlukan strategi dan pendekatan
di lihat baik di lingkungan masyarakat khusus dalam menanganinya.9
seperti halnya ada rasa malu sehingga Kurangnya komunikasi tentang
menarik diri dari aktivitas sosial di kepatuhan ini dapat menimbulkan
masyarakat, penderita tidak di terima di perubahan atau peningkatan dosis obat
lingkungannya.10 Sedangkan komplikasi yang sebenarnya tidak perlu
yang di akibatkan oleh epilepsi itu dilakukan.12
sendiri adalah terjadinya gangguan
listrik di otak yang terjadi terus Metode
menerus sehingga mengakibatkan Pada penelitian ini jenis
kerusakan otak akibat hypoksia bahkan penelitian yang digunakan dalam
bisa berakibat kematian. Maka dari itu penelitian ini adalah observasional
perlu sekali untuk melakukan analitik dengan menggunakan
pengobatan terhadap pasien Epilepsi.11 pendekatan rancangan cross sectional.
Epilepsi merupakan keadaan Pengumpulan data penelitian dilakukan
gangguan sinyal listrik di otak yang menggunakan tekhnik purposive
bermanifestasi menjadi kejang maka sampling Jumlah sampel dalam
prinsip umum pengobatan Epilepsi penelitian ini berjumlah 38 penderita
adalah membebaskan mereka dari dengan memenuhi kriteria inklusi dan
kejang dimana terapi Farmakologi eksklusi. Data diambil dari data primer
merupakan fundamental utama untuk pasien mengisi kuesioner yg telah
melindungi pasien Epilepsi dari diberi oleh peneliti.
kejang.11 Sementara terapi epilepsi
bersifat khas, yaitu program minum
obat dalam jangka waktu yang lama Hasil dan Pembahasan
bahkan bertahun-tahun sehingga dalam
prakteknya masalah terapi epilepsi Hasil Univariat
meliputi ketidak patuhan dalam
meminum obat dengan alasan bosan, di a. Distribusi frekuensi
takut kan obat-obatan tersebut kepatuhan pengobatan
memperparah kejang dan beberapa
lainnya berfikir pada efek samping yang Analisa univariat dalam
didapat dari pengobatan, yang pada penelitian ini bertujuan untuk

138 Jurnal IlmuDan


Jurnal Ilmu Kedokteran Kedokteran DanVolume
Kesehatan, Kesehatan, Volume
4, Nomor 4, Nomor
2, April 2017 2, April 2017 138
Tarumanagara Medical Journal
Vol. 2, No. 2, 314-320, April 2020

Pengaruh fungsi kognitif terhadap kualitas hidup orang


dengan epilepsi pada Komunitas Peduli Epilepsi Indonesia di
Depok periode November 2017 – Maret 2018
Luvina Syakina1, Irawati Hawari2,*
1Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia
2 Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia
*korespondensi email: irawatih@fk.untar.ac.id

ABSTRAK
Salah satu faktor yang memengaruhi kualitas hidup orang dengan epilepsi adalah penurunan fungsi
kognitif yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti usia onset kejang, obat anti epilepsi,
keaktifan dalam bekerja, dan frekuensi terjadinya bangkitan. Studi ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh fungsi kognitif terhadap kualitas hidup orang dengan epilepsi pada Komunitas Peduli
Epilepsi Indonesia di Depok. Studi ini bersifat analitik korelatif melalui pendekatan cross-sectional
dengan jumlah subjek studi sebanyak 77 orang. Studi menggunakan metode wawancara dengan
kuisioner MMSE dan pengisian kuisioner QOLIE-10. Hasil studi didapatkan 15 orang (19,5%) subjek
yang mengalami gangguan fungsi kognitif. Hasil uji Spearman diperoleh fungsi kognitif memiliki
pengaruh terhadap kualitas hidup orang dengan epilepsi pada domain efek samping obat anti
epilepsi terhadap fisik (r = 0,470) dengan nilai signifikansi Sig. 0.000, energi (r = 0,289) dengan
nilai signifikansi Sig. 0.011, kualitas hidup secara keseluruhan (r = -0,343) dengan nilai signifikansi
Sig. 0.002, kekhawatiran terjadinya bangkitan (r = -0,256) dengan nilai signifikansi Sig. 0.025,
kesulitan mengemudi (r = -0,308) dengan nilai signifikansi Sig. 0.006, dan keterbatasan hubungan
sosial (r = 0,397) dengan nilai signifikansi Sig. 0.000.

Kata kunci: epilepsi, fungsi kognitif, kualitas hidup, MMSE, QOLIE-10

PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan salah satu penyakit seluruh tubuh, serta tidak jarang diikuti

saraf menahun yang bersifat kronik dan dengan kehilangan kesadaran.1,2

dapat mengenai siapa saja tanpa Berdasarkan data World Health

memandang jenis kelamin, ras, usia Organization (WHO), epilepsi

maupun status sosial ekonomi seseorang. menyerang 50 juta penduduk dunia.

Penyakit ini disebabkan oleh adanya WHO juga menyebutkan bahwa angka

lonjakan aktifitas listrik yang abnormal prevalensi penderita epilepsi aktif

pada otak dengan bentuk bangkitan berkisar antara 4 sampai 10 per 1000

berupa kejang atau bukan kejang. jumlah penduduk, artinya jika jumlah

Bangkitan pada orang dengan epilepsi penduduk di Indonesia berkisar 220 juta,

umumnya bersifat berulang atau rekuren, maka diperkirakan jumlah penderita

dan pergerakan involuntary tersebut dapat epilepsi baru adalah 250,000 per tahun,

mengenai sebagian tubuh atau bahkan dan diperkirakan jumlah orang dengan

314
Tarumanagara Med. J. 2, 2, 314-320, April 2020

epilepsi yang masih mengalami bangkitan Pada orang dengan epilepsi, penurunan
atau membutuhkan pengobatan berkisar fungsi kognitif akan mempengaruhi
1,8 juta jiwa.1,3 Berbagai kajian yang telah kualitas hidup seseorang. Seperti konsep
dilakukan memperkirakan prevalensi sehat yang didefinisikan oleh WHO
epilepsi berkisar antara 0,5-4% dengan bahwa seorang individu dikatakan sehat
rata-rata prevalensi epilepsi 8,2% per bukan hanya terbebas dari suatu penyakit
1000 penduduk. Sedangkan Perhimpunan atau kecacatan, tapi juga keadaan yang
Dokter Spesialis Syaraf Indonesia pada baik dari segi fisik, mental, maupun
tahun 2011 menyebutkan bahwa sosial. Berdasarkan Division of Mental
prevalensi epilepsi pada bayi dan anak- Health and Prevention of Substance
anak cukup tinggi, menurun pada dewasa Abuse dari WHO, kualitas hidup
muda dan pertengahan, kemudian didefinisikan sebagai persepsi individu
meningkat lagi pada kelompok usia terhadap posisi mereka dalam konteks
lanjut.4 budaya dan nilai-nilai dalam kehidupan
Terdapat beberapa faktor yang dapat serta bagaimana hubungannya dengan
memengaruhi fungsi kognitif pada orang tujuan yang ingin dicapai, ekspektasi,
dengan epilepsi, antara lain penggunaan standar, dan perhatian individu tersebut.8
obat anti epilepsi dalam jangka panjang, Menurunnya kualitas hidup seseorang
jenis bangkitan, onset, frekuensi tentu saja akan menjadi kendala dalam
bangkitan yang masih sering, dan faktor mempertahankan kesejahteraan orang
psikososial.5,6 Beberapa studi sebelumnya tersebut sehingga akan berdampak kurang
menyebutkan epilepsi dan fungsi kognitif baik bagi kehidupannya sehari-hari.
memiliki hubungan yang kompleks2,3, Studi tentang kualitas hidup pada
dimana fungsi kognitif adalah semua penderita epilepsi mulai dilakukan oleh
proses mental yang digunakan oleh Vickrey, Baker dan Devinsky pada tahun
manusia untuk menerima dan mengatur 90-an yang menyimpulkan diperlukannya
informasi seperti memperoleh input dari konsolidasi untuk mengevaluasi berbagai
lingkungan sehingga membentuk sebuah pengukuran yang sudah ada daripada
persepsi, fokus perhatian, pemahaman membuat suatu pengukuran baru. Tidak
dan penyimpanan informasi atau memori ada gold standard untuk mengukur
hingga akhirnya menggunakan penge- kualitas hidup penderita epilepsi. Hasil
tahuan ini untuk menuntun perilaku.7 studi Hawari menyimpulkan bahwa ting-

315
Cochrane Trusted evidence.
Informed decisions.
 
 
Library Better health. Cochrane Database of Systematic Reviews

BACKGROUND terised by two phases: the follicular phase (day one to day 13),
which comprises menstruation (day one to five) followed by ovula-
Description of the condition tion (day 14), and the luteal phase (day 15 to 28). There are two ma-
jor hormonal changes: a preovulatory surge in oestradiol (day 10
Studies have shown that in developed countries, prevalence rates
to 15), and a premenstrual drop in progesterone levels (day 25 to
for active epilepsy are between 4 and 10 per 1000 (Sander 1996).
28). In one study of 184 women with focal epilepsy, there was statis-
In a systematic review of incidence studies, the median annual in-
tically significant evidence for greater seizure occurrences around
cidence of epilepsy was 50.7 per 100,000 for males and 46.2 per
the time of these two critical hormonal changes, compared with the
100,000 for females (Kotsopoulos 2002). Globally, 50% of women
mid-follicular and mid-luteal phases. These time periods were cat-
and girls with epilepsy are in the reproductive age range of 15 to 49
egorised as catamenial type 1 (C1) pattern (day -3 (25) to day 3) and
years.
catamenial type 2 (C2) pattern (day 10 to 15). A third pattern — cata-
Catamenial epilepsy describes a worsening of seizures in relation to menial type 3 (C3) — was noted in patients experiencing anovula-
the menstrual cycle (peri-menstrual seizures); it may affect around tory cycles (where no ovulation occurs during the cycle), whereby a
40% of women with epilepsy (Herzog 1997). Studies examining day- lack of progesterone secretion during the luteal phase predisposed
to-day comparisons of seizures throughout the menstrual cycle to a higher mid-luteal ratio of oestradiol to progesterone, which
have consistently shown a greater likelihood of seizures on day one placed the patient at risk of seizures throughout the luteal phase
(the start of menstruation), with the lowest risk of seizures on day (Herzog 1997). The hormonal changes and catamenial seizure pat-
20 (the mid-luteal phase) (Laidlaw 1956; Rosciszewska 1980; Ansell terns during a menstrual cycle are summarised in Figure 1.
1986; Tauboll 1991; Herzog 1997). The menstrual cycle is charac-
 
Figure 1.   Figure 1: Hormonal changes and catamenial seizures patterns during the menstrual cycle

 
Approximately 10% of menstrual cycles in healthy women are however they compared seizures in just peri-menstrual phases ver-
anovulatory, whereas 35% are anovulatory in women with tem- sus other phases of the cycle (Laidlaw 1956; Rosciszewska 1980;
poral lobe epilepsy (Herzog 2001). In a study conducted in 1997, Ansell 1986; Tauboll 1991). When a similar comparison was made
around 42% of women demonstrated at least one of the three pat- in the 1997 study, a prevalence rate of 71% was found (Herzog
terns of catamenial epilepsy. Around 36% had C1 pattern, 29% had 1997). Reported clinical risk factors for catamenial epilepsy are:
C2 pattern, and 42% had C3 pattern (Herzog 1997). Other studies younger age, temporal lobe seizures and a left-sided epileptogenic
have reported higher prevalence rates (between 63% and 78%),

Treatments for peri-menstrual seizures in catamenial epilepsy (Protocol) 2


Copyright © 2018 The Cochrane Collaboration. Published by John Wiley & Sons, Ltd.
TINJAUAN PUSTAKA

Politerapi Anti-Epilepsi pada Penderita Epilepsi Anak


Jovita Silvia Wijaya, Johannes H Saing, Cynthea Prima Destariani
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP. H. Adam Malik, Medan, Indonesia

ABSTRAK
Epilepsi merupakan salah satu penyebab terbanyak morbiditas di bidang saraf anak, yang menimbulkan berbagai permasalahan antara lain
kesulitan belajar, gangguan tumbuh-kembang, dan penurunan kualitas hidup anak. Prinsip pengobatan epilepsi dimulai dari monoterapi
lini pertama menggunakan obat anti-epilepsi (OAE) berdasarkan jenis bangkitan. Kegagalan monoterapi berisiko menjadi epilepsi refrakter
(intraktabel), sehingga perlu politerapi OAE.

Kata kunci: Anak, obat anti-epilepsi, politerapi

ABSTRACT
Epilepsy is a common cause of morbidity in neuropediatric, causing various problems such as learning difficulties, growth disorders, and quality
of life. Principles of epilepsy treatment are to start first-line anti-epileptic drug (AED) monotherapy according to seizure type. Monotherapy
failure is a risk of becoming refractory epilepsy (intractable) AED polytherapy is needed. Jovita Silvia Wijaya, Johannes H Saing, Cynthea Prima
Destariani. Antiepileptic Polytherapy in Childhood Epilepsy

Keywords: Antiepileptic drug, children, polytherapy

PENDAHULUAN dari sekelompok neuron di otak yang bersifat ditentukan oleh lokasi bangkitan dimulai,
Insidens epilepsi pada anak dilaporkan dari transien. Aktivitas berlebihan tersebut dapat kecepatan, dan luasnya penyebaran.7
berbagai negara dengan variasi luas, sekitar 4 menyebabkan disorganisasi paroksimal
sampai 6 per 1000 anak.1 Di Indonesia terdapat satu atau beberapa fungsi otak yang dapat Etiologi epilepsi multifaktorial. Sekitar
paling sedikit 700.000 sampai 1.400.000 kasus bermanifestasi eksitasi positif (motorik, 60% kasus epilepsi tidak dapat ditemukan
epilepsi dengan pertambahan 70.000 kasus sensorik, psikis), negatif (hilangnya kesadaran, penyebab pastinya, yang disebut dengan
baru setiap tahun; dan diperkirakan 40% - 50% tonus otot, kemampuan bicara), atau idiopatik, yaitu tidak terdapat lesi struktural
dari seluruh kasus tersebut terjadi pada anak- gabungan keduanya. Manifestasi bangkitan otak ataupun defisit neurologis;8 namun
anak.2

Pengobatan epilepsi sedapat mungkin


menggunakan obat tunggal (monoterapi)
karena akan menurunkan risiko efek samping,
meningkatkan kepatuhan, dan menghindari
interaksi obat.4 Kegagalan fase awal terapi
sangat mempengaruhi keberhasilan terapi
dan prognosis epilepsi, sehingga risiko
kegagalan monoterapi perlu diidentifikasi
sedini mungkin untuk menghindari epilepsi
intraktabel.5

EPILEPSI
Epilepsi adalah kondisi yang ditandai
bangkitan (seizure) berulang tanpa provokasi
yang terjadi dua kali atau lebih dengan
interval lebih dari 24 jam.6 Bangkitan epileptik
adalah manifestasi klinis disebabkan lepasnya
muatan listrik secara sinkron dan berlebihan Gambar 1. Klasifikasi bangkitan epilepsi ILAE 2016 10
Alamat Korespondensi email: jovita_wijaya@yahoo.com

CDK-284/ vol. 47 no. 3 th. 2020 191


TINJAUAN PUSTAKA

diperkirakan mempunyai predisposisi genetik terbaik mengatasi kejang harus sedini dan lebih dari satu kali per bulan selama 18 bulan
dan umumnya berhubungan dengan usia. seagresif mungkin. Pengobatan epilepsi dan interval bebas bangkitan tidak lebih dari
Etiologi lain berupa kelainan simtomatis, yaitu dikatakan berhasil dan penderita dinyatakan tiga bulan.17 Penderita epilepsi refrakter lebih
bangkitan epilepsi disebabkan kelainan atau sembuh apabila serangan epilepsi dapat berisiko mengalami gangguan pertumbuhan
lesi struktural otak, misalnya: cedera kepala, dicegah atau dikontrol dengan obat-obatan dan perkembangan.18
infeksi sistem saraf pusat, kelainan kongenital, dan mencapai dua tahun bebas serangan.15
lesi desak ruang, gangguan peredaran darah Politerapi OAE
otak, toksik (alkohol dan obat), metabolik, dan Prinsip pengobatan epilepsi adalah Politerapi disarankan untuk pengobatan
kelainan neurodegeneratif.8,9 dimulai dengan monoterapi lini pertama, epilepsi, merujuk pada kombinasi
menggunakan OAE sesuai jenis bangkitan; penggunaan dua atau lebih obat dengan
Klasifikasi baru epilepsi menurut The dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan mekanisme kerja berbeda. Politerapi
International League Against Epilepsy (ILAE) bertahap sampai dosis efektif tercapai atau membutuhkan pengetahuan mekanisme
2016 tidak mengubah dasar pemikiran timbul efek samping.9,16 Jika bangkitan tidak kerja OAE yang baik. Satu OAE sering
klasifikasi sebelumnya, tetapi lebih fleksibel dapat dihentikan dengan OAE lini pertama memiliki beberapa mekanisme kerja; jika
dan memudahkan penentuan jenis dosis maksimal, monoterapi lini kedua obat-obat, terutama yang memiliki jalur
bangkitan.10 dimulai; apabila berhasil, OAE lini pertama metabolisme dan mekanisme kerja yang sama
diturunkan bertahap. Bila saat penurunan digabungkan, akan cenderung berinteraksi.19
Bangkitan fokal (parsial) adalah lepasnya OAE lini pertama terjadi bangkitan, kedua OAE Dalam penelitian prospektif, Anderson, et al,20
muatan listrik berlebihan berasal dari tetap diberikan.9,16 melaporkan risiko efek samping obat secara
sekelompok neuron abnormal di satu lokasi signifikan lebih tinggi pada anak-anak yang
tertentu (fokus epileptik) yang bisa menyebar Panduan memilih OAE lini pertama:7 menerima politerapi.
ke lokasi lain, bangkitan multiparsial berasal 1. Phenobarbital: untuk epilepsi umum
dari beberapa lokasi, sedangkan pada dan parsial. Dosis 4-6 mg/kg/hari terbagi Tujuan pengobatan adalah untuk mencapai
bangkitan umum lepasnya muatan listrik dalam 2 dosis kontrol penuh bangkitan dengan toksisitas
berlebihan berasal dari neuron di kedua 2. Phenytoin: untuk epilepsi umum dan minimal. Secara umum disepakati bahwa
hemisfer secara serentak. Pada bangkitan parsial. Dosis 5-7 mg/kg/hari terbagi monoterapi harus menjadi pengobatan
parsial sederhana tidak dijumpai gangguan dalam 2 dosis awal untuk epilepsi yang baru didiagnosis
kesadaran, pada parsial kompleks disertai 3. Valproic acid: untuk epilepsi umum, parsial pada anak-anak. Jika satu OAE tidak bekerja,
gangguan kesadaran seperti halnya bangkitan dan absans. Dosis 15-40 mg/kg/hari obat kedua harus diperkenalkan saat anak
umum.7 Bangkitan parsial dan multiparsial terbagi dalam 2 dosis masih menerima obat pertama. Semua
merupakan 60% kasus epilepsi anak. 11 4. Carbamazepine: untuk epilepsi parsial. perubahan terapi, apakah menambah atau
Dosis 10-30 mg/kg/hari terbagi dalam 2-3 mengganti OAE perlu disepakati orang tua
Manifestasi klinis epilepsi bervariasi tergantung dosis dan pasien. Perlu dipertimbangkan interaksi
neuron yang melepaskan muatan listrik, dapat yang mungkin terjadi saat memperkenalkan
berupa gerak motorik, somatosensorik, psikis, Panduan memilih OAE lini kedua:7 OAE baru.21-23 Jika kontrol bangkitan dicapai
perubahan perilaku, perubahan kesadaran, 1. Topiramate: untuk epilepsi umum dan dengan obat baru, OAE yang tidak efektif
perasaan panca indra, dan lain-lain.10,12 parsial. Dosis 5-9 mg/kg/hari terbagi dihentikan bertahap, tergantung efektivitas,
dalam 2-3 dosis efek samping, dan parahnya kekambuhan.
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan 2. Levetiracetam: untuk epilepsi umum, Namun jika masih tidak terkontrol, maka
jangka panjang, sehingga diperlukan parsial, absans, dan mioklonik. Dosis 20-60 dapat diberikan dosis maksimum kedua
kerjasama yang baik antara dokter, pasien, dan mg/kg/hari terbagi dalam 2-3 dosis obat. Pemberian obat antiepilepsi ketiga
keluarga pasien untuk menjamin kepatuhan 3. Oxcarbazepine: untuk epilepsi parsial dan hanya dapat dilakukan jika bangkitan tidak
berobat. Pemberian obat anti-epilepsi (OAE) benign rolandic epilepsy. Dosis 10-30 mg/ dapat diatasi dengan penggunaan dua obat
harus mempertimbangkan risiko dan manfaat. kg/hari terbagi dalam 2-3 dosis pertama dengan dosis maksimum.24
Faktor akseptabilitas OAE sangat menentukan 4. Lamotrigine: untuk epilepsi umum, parsial,
kepatuhan berobat. Selain itu, ketersediaan absans, dan mioklonik. Dosis 0,5-5 mg/kg/ Politerapi tidak dapat dihindari pada anak-
obat secara konsisten dan kontinu juga hari terbagi dalam 2-3 dosis anak epilepsi yang resisten obat. The
menjamin keberhasilan terapi. 7 International League Against Epilepsy (ILAE)
Apabila bangkitan tidak dapat dihentikan mendefinisikan epilepsi resisten terhadap
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah dengan monoterapi lini kedua, obat sebagai: kegagalan uji coba yang
terbebas dari serangan epilepsi. Serangan pertimbangkan politerapi (kombinasi 2-3 adekuat dari dua obat yang ditoleransi dan
yang berlangsung lama mengakibatkan OAE). Politerapi seharusnya dihindari sebisa dipilih secara tepat dan menggunakan jadwal
kerusakan sampai kematian sel-sel otak. mungkin.15 Kegagalan monoterapi berisiko OAE, baik sebagai monoterapi maupun
Apabila kejang terjadi terus-menerus, epilepsi refrakter (intraktabel) yaitu kegagalan dalam kombinasi, untuk mencapai bebas
kerusakan sel-sel otak akan meluas dan dapat mengontrol bangkitan dengan lebih dari dua bangkitan yang berkelanjutan.22 Pada anak-
menurunkan inteligensi. Karena itu, upaya OAE lini pertama dengan rata-rata serangan anak dengan epilepsi resisten obat, OAE lain

192 CDK-284/ vol. 47 no. 3 th. 2020


4
R. S. Fisher et al.

Figure 2.
The expanded ILAE 2017 operational classification of seizure types. The following clarifications should guide the choice of seizure type.
For focal seizures, specification of level of awareness is optional. Retained awareness means the person is aware of self and environment
during the seizure, even if immobile. A focal aware seizure corresponds to the prior term simple partial seizure. A focal impaired aware-
ness seizure corresponds to the prior term complex partial seizure, and impaired awareness during any part of the seizure renders it a
focal impaired awareness seizure. Focal aware or impaired awareness seizures optionally may further be characterized by one of the
motor-onset or nonmotor-onset symptoms below, reflecting the first prominent sign or symptom in the seizure. Seizures should be clas-
sified by the earliest prominent feature, except that a focal behavior arrest seizure is one for which cessation of activity is the dominant
feature throughout the seizure. A focal seizure name also can omit mention of awareness when awareness is not applicable or unknown
and thereby classify the seizure directly by motor onset or nonmotor-onset characteristics. Atonic seizures and epileptic spasms would
usually not have specified awareness. Cognitive seizures imply impaired language or other cognitive domains or positive features such as
deja vu, hallucinations, illusions, or perceptual distortions. Emotional seizures involve anxiety, fear, joy, other emotions, or appearance of
affect without subjective emotions. An absence is atypical because of slow onset or termination or significant changes in tone supported
by atypical, slow, generalized spike and wave on the EEG. A seizure may be unclassified due to inadequate information or inability to place
the type in other categories. 1Definitions, other seizure types and descriptors are listed in the accompanying paper and glossary of terms.
2
Degree of awareness usually is not specified. 3Due to inadequate information or inability to place in other categories.
Epilepsia ILAE

behavioral basis, justified by the practical importance of onset may be omitted when a subsequent term generates an
impaired awareness. Both methods of classification are unambiguous seizure name.
available and can be used in concert. Brief behavioral arrest The classification of an individual seizure can stop at any
at the start of a seizure often is imperceptible, and so it is not level: a “focal onset” or “generalized onset” seizure, with no
used as a classifier unless dominant throughout the seizure. other elaboration, or a “focal sensory seizure,” “focal motor
The earliest (anatomic) classifier will not necessarily be the seizure,” “focal tonic seizure,” or “focal automatism sei-
most significant behavioral feature of a seizure. For exam- zure,” and so on. Additional classifiers are encouraged, and
ple, a seizure might start with fear and progress to vigorous their use may depend on the experience and purposes of the
focal clonic activity resulting in falling. This seizure would person classifying the seizure. The terms focal onset and
still be a focal emotional seizure (with or without impair- generalized onset are for purposes of grouping. No infer-
ment of awareness), but free text description of the ensuing ence is made that each seizure type exists in both groups;
features would be very useful. including absence seizures in the generalized-onset cate-
A focal seizure name can omit mention of awareness gory does not imply existence of “focal absence” seizures.
when awareness is not applicable or unknown, thereby clas- When the primacy of one versus another key symptom or
sifying the seizure directly by motor onset or nonmotor sign is unclear, the seizure can be classified at a level above
onset characteristics. The terms motor onset and nonmotor the questionably applicable term with additional descriptors

Epilepsia, **(*):1–9, 2017


doi: 10.1111/epi.13670
MKS, Th. 46, No. 1, Januari 2014

14
berikatan dengan reseptor, maka akan terjadi perubahan . Eksitabilitas merupakan kunci utama padamekanisme
lokal pada sistem elektrik neuron. Perubahan tersebut iktogenesis, eksitasi dapat berasal dari neuron individual,
dapat berupa eksitasi maupun inhibisi pada impuls saraf, lingkungan neuronal atau populasi neuronal. Ketiga
sehingga terjadi aksi potensial yang dapat menimbulkan penyebab ini berinteraksi satu sama lain selama satu
serangan epilepsi3,4,7 episode iktal tertentu12,13.

Patofisiologi berdasarkan mekanisme eksitasi. Patofisiologi berdasarkan mekanisme epileptogenesis.


Patofisiologi epilepsi berdasarkan mekanisme imbalans Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber diotak
eksitasi dan inhibisi. Aktivitas kejang sangat dipengaruhi yang dinamakan fokus epileptogenik, yang berasal dari
oleh perubahan eksitabilitas sel-sel saraf dan hubungan antar sekelompok sel neuron yang abnormal di otak dan
sel-sel saraf. Kejang dapat dipicu oleh eksitasi ataupun memiliki lepas muatan listrik yang berlebihan sehingga
inhibisi pada sel saraf8-11. Glutamat yang dilepaskan dari mengalami hipersinkronisasi11-14.
terminal presinaps akan berikatan dengan reseptor glutamat
yang disebut reseptor inotropik glutamat (iGluRs) yang Patofisiologi berdasarkan mekanisme peralihan
memiliki beberapa sub tipe yaitu NMDA (N-methyl-D- interiktal-iktal. Mekanisme yang memproduksi sinyal,
aspartate) dan non-NMDA (kainate dan amino-3-hydroxy- sinkronisitas dan penyebaran aktivitas sel saraf termasuk
5-methyl-isoxasole propionic acid atau AMPA)12,13,14. kedalam teori transisi interiktal-iktal. Dari berbagai
penelitian, mekanisme transisi ini tidak berdiri sendiri
Ikatan glutamat dengan reseptor non-NMDA akan melainkan hasil dari beberapa interaksi mekanisme yang
menghasilkan neurotransmisi eksitasi tipe cepat yang disebut berbeda. Terdapat dua teori mengenai transisi interiktal-
excitatory postsynaptic potential (EPSP). Sementara itu, iktal, yaitu mekanisme nonsinaptik dan sinaptik. Pada
ikatan glutamat dengan reseptor NMDA akan menghasilkan nonsinaptik adanya aktivitas iktal-interiktal yang berulang
tipe EPSP yang lebih lambat12. menyebabkan peningkatan kalium ekstrasel sehingga
eksitabilitas neuron meningkat. Aktivitas pompa Na-K
Patofisiologi berdasarkan mekanisme inhibisi. sangat berperan dalam mengatur eksitabilitas neuronal.
Neurotransmitter inhibisi primer pada otak adalah GABA. Hipoksia atau iskemia dapat menyebabkan kegagalan
GABA yang dilepaskan akan berikatan dengan reseptor pompa Na-K sehingga meningkatkan transisi interiktal-
GABAA dan menyebabkan masuknya ion Cl- ke dalam iktal. Engelborghs melaporkan bahwa gangguan sinkronisasi
sel neuron. Masuknya ion Cl ini akan meningkatkan juga berperan penting pada transisi interiktal-iktal12,13.
muatan negatif dalam neuron postsinaps dan mengakibatkan
hiperpolarisasi, perubahan pada potensial membran ini Teori sinaptik ini menyebutkan bahwa penurunan efektivitas
disebut inhibitory postsinaptic potential (IPSP). Reseptor mekanisme inhibisi sinaps ataupun peningkatan aktivitas
GABAB terletak pada terminal presinaptik dan membran eksitasi sinapsdapat mencetuskan epilepsi12,13.
postsinaptik. Jika diaktifkan oleh GABA presinaptik
maupun postsinaptik maka reseptor GABAB akan Patofisiologi berdasarkanmekanisme neurokimiawi.
menyebabkan IPSP. IPSP berperan dalam menurunkan Mekanisme epilepsi sangat dipengaruhi oleh keadaan
cetusan elektrik sel saraf. Penurunan komponen sistem neurokimia pada sel-sel saraf, misalnya sifat neurotransmiter
GABA-IPSP ini akan mengakibatkan eksitasi dan yang dilepaskan, ataupun adanya faktor tertentu yang
mencetuskan epilepsi12-14. menyebabkan gangguan keseimbangan neurokimia seperti
pemakaian obat-obatan. Selain GABA dan glutamat yang
Patofisiologi berdasarkan mekanisme sinkronisasi. merupakan neurotransmiter penting dalam epilepsi, terdapat
Epilepsi dapat diakibatkan oleh gangguan sinkronisasi beberapa produk kimiawi lain yang juga ikut berperan
sel-sel saraf berupa hipersinkronisasi. Hipersinkronisasi seperti misalnya golongan opioid yang dapat menyebabkan
terjadi akibat keterlibatan sejumlah besar neuron yang inhibisi interneuron, ataupun katekolamin yang dapat
berdekatan dan menghasilkan cetusan elektrik yang menurunkan ambang kejang. Selain itu gangguan elektrolit
abnormal. Potensial aksi yang terjadi pada satu sel neuron akibat kegagalan pengaturan pompa ionik juga ikut
akan disebarkan ke neuron-neuron lain yang berdekatan mencetuskan serangan epilepsi14. Beberapa zat kimia
dan pada akhirnya akan terjadi bangkitan elektrik yang terbukti dapat memicu terjadinya epilepsi, yaitu alumina
berlebihan dan bersifat berulang12,13. hydroxide gel yang menyebabkan degenerasi neuron,
kematian neuron dan penurunan aktivitas GABAergik,
Patofisiologi berdasarkan mekanisme iktogenesis. pilokapin yang menyebabkan pembengkakan pada dendrit,
Mekanisme iktogenesis terjadi akibat perubahan plastisitas soma dan astrosit, dan pada tahap akhir menyebabkan
seluler dan sinaps serta akibat perubahan pada lingkungan kematian sel. Asam kainat terbukti dapat menginduksi
ekstraseluler. Mekanisme iktogenesis diawali dengan adanya kejang dengan cara memacu reseptor EAA (excitatory
sel-sel neuron abnormal yang mempengaruhi neuron- amino acid)14.
neuron sekitarnya dan membentuk suatu critical mass,
yang bertanggung jawab dalam mekanisme epilepsi. Sampai Patofisiologi berdasarkan mekanisme imun. Teori
saat ini teori tentang iktogenesis ini masih diperdebatkan12- mengenai mekanisme imun masih jarang diperbincangkan

73
MKS, Th. 46, No. 1, Januari 2014

dan masih memerlukan pembuktian lebih lanjut. Teori 1. Epilepsi dan Sindrom epilepsi lokal (localized related)
ini menyebutkan bahwa reaksi imunologis atau inflamasi  Idiopatik (primer)
menyebabkan berbagai penyakit neurologis termasuk A.Epilepsi benigna dengan gelombang pakudaerah
epilepsi. Reaksi inflamasi pada sistem saraf pusat temporal
merupakan akibat dari aktivasi sistem imun adaptif maupun B. Epilepsi dengan gelombang paroksismal
nonadaptif. Penelitian yang dilakukan pada binatang daerah oksipital
percobaan memperlihatkan bahwa selama aktivitas epilepsi C. Primary Reading Epilepsy
terjadi pelepasan mediator inflamasi oleh mikroglia,  Simptomatik (sekunder)
astrosit dan neuron12-14. A. Epilepsi parsialis kontinua kronik progresif
pada anak (Sindrom Kojewnikoff’s)
Pemeriksaan Penunjang. B. Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi
Elektroensefalografi (EEG). rangsangan tertentu
Pemeriksaan EEG tidak sepenuhnya mendukung ataupun C. Epilepsi dan sindrom lain berdasarkan lokasi
menyingkirkan diagnosis epilepsi, kurang lebih 5% pasien dan etiologi
tanpa epilepsi mempunyai kelainan EEG berupa aktivitas 1. Epilepsi lobus temporalis
epilepsi pada rekaman EEG, dan hanya 50% pasien dengan 2. Epilepsi lobus frontalis
epilepsi memiliki aktivitas epileptiform pada rekaman EEG 3. Epilepsi lobus parietalis
pertamanya11. EEG sangat berperan dalam menegakkan 4. Epilepsi lobus oksipitalis
diagnosis epilepsi dan memberikan informasi berkaitan  Kriptogenik
dengan sindrom epilepsi, serta dalam menentukan lokasi
atau fokus kejang khususnya pada kasus-kasus kejang 2. Epilepsi dan sindrom epilepsi umum
fokal15-17. Prosedur standar yang digunakan pada  Idiopatik
pemeriksaan EEG adalah rekaman EEG saat tidur (sleep A. Kejang neonatus familial benigna
deprivation), pada kondisi hiperventilasi dan stimulasi B. Kejang neonatus benigna
fotik, dimana ketiga keadaan tersebut dapat mendeteksi C. Epilepsi mioklonik pada bayi
aktivitas epileptiform. Selain ketiga prosedur standar D. Epilepsi lena pada anak (pyknolepsy)
diatas dikenal pula rekaman Video-EEG dan ambulatory E. Epilepsi lena pada remaja
EEG, yang dapat memperlihatkan aktivitas elektrik pada F. Epilepsi mioklonik pada remaja
otak selama kejang berlangsung11,15-17. G. Epilepsi dengan bangkitan tonik klonik saat
terjaga
MRI. H. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk
MRI merupakan pemeriksaan pencitraan yang sangat salah satu diatas
penting pada kasus-kasus epilepsi karena MRI dapat I. Epilepsi yang dipresipitasi faktor tertentu
memperlihatkan struktur otak dengan sensitivitas yang  Idiopatik dan/atau simptomatik
tinggi. Gambaran yang dihasilkan oleh MRI dapat A. Sindrom West (infantile spasms)
digunakan untuk membedakan kelainan pada otak, seperti B. Sindrom Lennox-Gastaut
gangguan perkembangan otak (sklerosis hipokampus, C. Epilepsi mioklonik astatik
disgenesis kortikal), tumor otak, kelainan pembuluh darah D. Epilepsi lena mioklonik
otak (hemangioma kavernosa) serta abnormalitas lainnya18.  Simptomatik
Meskipun MRI memiliki banyak keunggulan, pemeriksaan A. Etiologi non spesifik
dengan MRI tidak dilakukan pada semua jenis epilepsi. a.Ensefalopati mioklonik dini
MRI tidak dianjurkan pada sindrom epilepsi dengan b. Ensefalopati infantile dini dengan burst
kejang umum karena jenis epilepsi ini biasanya bukan suppression
disebabkan oleh gangguan struktural. Demikian juga halnya c. Epilepsi simptomatik lain yang tidak
dengan BETCS, karena BETCS tidak disebabkan oleh termasuk diatas
gangguan pada otak18.
B. Etiologi spesifik
CT Scan. Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit
Walaupun CT Scan sering memberikan hasil yang normal lain
pada kebanyakan kasus epilepsi, CT Scan merupakan 3. Epilepsi dan sindrom epilepsy yang tak dapat ditentukan
pemeriksaan penunjang yang cukup penting karena dapat fokal atau umum
menunjukkan kelainan pada otak seperti atrofi jaringan
 Bangkitan umum dan fokal
otak, jaringan parut, tumor dan kelainan pada pembuluh
A. Bangkitan neonatal
darah otak19.
B. Epilepsi mioklonik berat pada bayi
C. Epilepsi dengan gelombang paku kontinyu
Klasifikasi Sindrom Epilepsi. Klasifikasi nternasional selama tidur dalam
epilepsi dan sindrom epilepsi disusun oleh ILAE pada
tahun 1989 adalah sebagai berikut1,20.

74
2 B. F. Khishfe

head, given it was the first presentation to our institution, zymes responsible for metabolism of AEDs, leading to
which showed no acute intracranial process. breakthrough seizures (17).
Catamenial epilepsy is a clinical diagnosis made
by identifying a doubling of seizure frequency dur-
DISCUSSION ing the perimenstrual, periovulatory, or luteal phase.
However, further investigation and rule out of other
Catamenial seizures affect a wide range of women of secondary etiologies for seizure exacerbation are
reproductive age who have epilepsy, with the wide vari- still necessary.
ability attributed to the different criteria used to define Patients should be managed with AED therapy
seizure exacerbation (3–5). The most accepted tailored to their specific seizure type (18). A prospective
definition of catamenial epilepsy is a twofold increase study examining the efficacy of lamotrigine in women
in the baseline average daily seizure activity during a with diagnosed catamenial epilepsy demonstrated a sta-
particular phase of the menstrual cycle (2–3 days tistically significant disappearance or 50% reduction in
before and during menstruation), relative to other seizure activity during the menstrual cycle. It was noted
phases (6–9). Studies using this definition have found that progesterone levels increased in women taking lamo-
that approximately one-third of women with refractory trigine (19).
epilepsy demonstrate a catamenial pattern of exacerba-
tion (6,10,11). WHY SHOULD AN EMERGENCY PHYSICIAN BE
Catamenial patterns are more common among women AWARE OF THIS?
with focal epilepsy, but can occur across all epilepsy types
(6,9,10,12,13). One study of 100 women with intractable This case report describes a patient presenting with symp-
focal epilepsy identified catamenial patterns more often toms and history consistent with catamenial epilepsy as a
in patients with left temporal lobe foci of activity (14). In likely etiology for increased seizure frequency. Approxi-
catamenial epilepsy, seizure activity tends to cluster during mately one-third of women suffering from poorly
three phases of the menstrual cycle associated with lower controlled epilepsy, despite medication compliance,
ratios of progesterone to estrogen: the premenstrual period, demonstrate a catamenial pattern of seizure exacerbation.
at ovulation, or during an anovulatory or inadequate luteal It is therefore important for the emergency physician to
phase (ILP) cycles (1,2,12). The sudden withdrawal of consider catamenial epilepsy in the differential diagnosis
progesterone, resulting in an increased estradiol to for secondary causes of seizure to ensure appropriate
progesterone ratio, is responsible for the perimenstrual follow-up, as well as improve the quality of life of pa-
pattern of seizures, where as the estradiol surge at the tients suffering from uncontrolled seizures. Patients
time of ovulation is responsible for periovulatory seizure with suspected catamenial epilepsy should be counseled
activity. ILP and anovulatory cycles are associated with to avoid driving or climbing ladders near the time of their
impaired progesterone production. menstrual cycle.
The most common seizure pattern in catamenial epi-
lepsy is an increase in seizure frequency immediately
REFERENCES
before or during menses. The increased seizure activity
with low progesterone to estrogen ratios is attributed to 1. Verrotti A, D’Egidio C, Agostinelli S, et al. Diagnosis and manage-
the effects of estradiol and progesterone on neuronal ment of catamenial seizures: a review. Int J Womens Health 2012;4:
excitability (1,6,8). Animal studies have demonstrated 535–41.
2. Kim GH, Lee HW, Park H, et al. Seizure exacerbation and hormonal
pro-convulsant properties of estrogen vs. progesterone cycles in women with epilepsy. Epilepsy Res 2010;90:214–20.
that seem to have an anticonvulsant effect on neuronal ac- 3. Duncan S, Read CL, Brodie MJ. How common is catamenial epi-
tivity (1). There is a positive correlation between seizure lepsy? Epilepsia 1993;34:827–31.
4. Kariyawasam SH, Mannapperuma U, Jayasuriya WJ, et al. Occur-
susceptibility and the estrogen to progesterone ratio, and rence of menstrual cycle related seizure patterns among epileptic
studies indicate an association of catamenial seizures women attending the tertiary neurology clinics of the National Hos-
with a rapid decline in progesterone (1). Conversely, pital of Sri Lanka. Epilepsy Res 2009;84:257–62.
5. Bazán AC, Montenegro MA, Cendes F, et al. Menstrual cycle wors-
seizure frequency decreases during phases of the men- ening of epileptic seizures in women with symptomatic focal epi-
strual cycle when serum progesterone levels are high lepsy. Arq Neuropsiquiatr 2005;63:751–6.
(15,16). 6. Herzog A, Klein P, Ransil B. Three patterns of catamenial epilepsy.
Epilepsia 1997;38:1082–8.
The hepatic metabolism of anti-epileptic drugs 7. Herzog A. Catamenial epilepsy: definition, prevalence pathophysi-
(AEDs) is also affected by the cyclic variation of estrogen ology and treatment. Seizure 2008;17:151–9.
and progesterone. The premenstrual decrease in circu- 8. Foldvary-Schaefer N, Falcone T. Catamenial epilepsy: pathophysi-
ology, diagnosis, and management. Neurology 2003;61(suppl 2):
lating estrogen and progesterone may induce hepatic en- S2–15.
Epilepsi 2016;22(3):75-85

the menstrual cycle, as well as identification of specific progesterone.[4,5] Mid-cycle exacerbations may be due to the
days that have substantially higher or lower frequencies pre-ovulatory surge of estrogen, unaccompanied by any rise
than other days, support existence of catamenial epilepsy.[2] in progesterone until ovulation occurs.[4–6] Seizures are least
Catamenial epilepsy is likely attributable to 1) neuroactive common during mid-luteal phase when progesterone levels
properties of reproductive steroid hormones, 2) cyclic varia- are highest,[4–6] except in anovulatory cycles, during which
tion in their serum levels, and 3) susceptibility of epileptic the mid-cycle surge in estrogen still occurs -- albeit not as
foci to effects of neuroactive steroids.[4] high as in ovulatory cycles -- but is unaccompanied by any
substantial increase in progesterone levels.[4]
Physiological variations of endocrine secretion during men-
strual cycle influence the occurrence of seizures (Figure1). Herzog et al.[2,4,7] have presented statistical evidence to sup-
In ovulatory cycles, seizure frequency shows a statistically port the concept of catamenial epilepsy and the existence
significant positive correlation with serum estradiol/proges- of at least 3 distinct patterns of seizure exacerbation in rela-
terone ratio.[5] This ratio is highest during the days prior to tion to the menstrual cycle (Figure 1): 1) perimenstrual (C1:
ovulation and menstruation, and is lowest during mid-luteal Day -3 to 3) and 2) periovulatory (C2: Day 10 to -13) in ovula-
phase.[5] Premenstrual exacerbation of seizures has been at- tory cycles, and 3) luteal (C3: Day 10 to 3) in anovulatory or
tributed to the rapid withdrawal of the anti-seizure effects of inadequate luteal phase cycles. In these cycles, Day 1 is the
first day of menstrual flow and ovulation is presumed to oc-
cur 14 days before subsequent onset of menses (Day -14).
Patterns of catamenial epilepsy
These 3 patterns can be demonstrated simply by 1) charting
E2 P Normal cycle
Estradiol ug/ml
150 30 Progesterone ng/ml menses and seizures, and 2) obtaining a mid-luteal phase
Catamenial Type C2 C1 serum progesterone level to distinguish between normal
25 Cycle
Serum hormone levels

F O L M and inadequate luteal phase cycles (<5 ng/mL).


Phase
100 20

15 While the precise definition of catamenial epilepsy remains


50 10 arbitrary, one may maximize the efficiency of distinguish-
5 ing between women whose seizure occurrence shows a
0
high versus low degree of hormonal sensitivity by using the
1 3 5 7 9 11 -14 -12-10 -8 -6 -4 -2 1 3 points of inflection of the S-shaped distribution curves that
Day of the cycle define the relationship between severity of seizure exacer-
E2 P Inadequate luteal phase cycle bation and the number of women who have exacerbation.
Estradiol ug/ml
100 25 Progesterone ng/ml [4,7]
These points are calculated to be in the vicinity of a 2-fold
Catamenial Type C3
80 20 Cycle increase in average daily seizure frequency during phases
Serum hormone levels

Phase F O L M
of exacerbation relative to baseline comparator phases
60 15 (mid-follicular [Days 4 to 9] plus mid-luteal [Days -12 to -4]
40 10 phases) for all 3 types of catamenial exacerbation. We pro-
pose the use of these points of inflection values in seizure
20 5
frequency for the designation of catamenial epilepsy. Using
0 cutoffs provided by the points of inflection of the 3 reverse
1 3 5 7 9 11 -14 -12-10 -8 -6 -4 -2 1 3
S-shaped curves for designation of catamenial epilepsy, the
Day of the cycle
1997 investigation found that 42.3% (78/184) of the women
Fig. 1. Three patterns of catamenial epilepsy: perimenstru- demonstrated at least 1 of the 3 patterns of catamenial epi-
al (C1) and periovulatory (C2) exacerbations during lepsy (ovulatory cycles C1: 35.7% and C2: 28.5%; anovulato-
normal ovulatory cycles, and entire second half of the ry cycles C3: 41.4%) during their 1 observed menstrual cycle.
cycle (C3) exacerbation during inadequate luteal pha- [4]
Adoption of standard, albeit arbitrary, criteria for designa-
se cycles where Day 1 is the first day of menstrual flow
and Day -14 is the day of ovulation. E2: Estradiol; F: Fol-
tion of catamenial epilepsy may provide greater uniformity
licular; L: Luteal; M: Menstrual phase; O: Ovulatory; P: to study designs for the investigation of the pathogenesis
Progesterone. and treatment of catamenial seizure exacerbation.

76
Tinjauan Pustaka
Mekanisme estrogen dalam memengaruhi THP) dan allopregnanolon. Efek steroid neuroaktif
bangkitan epilepsi sangat kompleks. Mekanisme utama terjadi melalui mekanisme yang melibatkan reseptor
yang dilaporkan adalah efek estrogen yang dapat di nukleus dan nonnukleus. Reseptor progesteron
memengaruhi respons neuron terhadap glutamat.2 terdistribusi cukup luas di daerah otak.2 Steroid
Glutamat bekerja mengaktifkan reseptor n-methyl neuroaktif , P akan memodulasi reseptor
d-aspartate (NMDA) maupun non-NMDA, yaitu GABA-A yang memediasi inhibisi di otak.6 Sementara
a ino ydro y et yl i o a ile proprionic itu, pada sel purkinje di serebelum hewan coba,
acid (AMPA) dan kainat, yang bertanggung jawab , P dilaporkan menurunkan respons terhadap
dalam percepatan transmisi antar sinaps neuron di otak glutamat. Dalam jangka panjang, progesteron dapat
yang bersifat eksitatorik.5 Efek estradiol dilaporkan merubah struktur dendrit, meskipun belum diketahui
memiliki efek yang potensial pada transmisi eksitasi secara pasti.2
antar sinaps neuron melalui reseptor NMDA maupun Jumlah steroid neuroaktif ini di dalam sirkulasi
non-NMDA. Efek estradiol terhadap transmisi sebanding dengan jumlah progesteron, baik pada
eksitasi telah dibuktikan melalui percobaan terhadap fase luteal maupun kehamilan.6 Pada saat siklus
hewan coba yang mengalami bangkitan epileptik saat menstruasi, jumlah steroid neuroaktif ini meningkat
diberikan estradiol pada korteksnya.6-7 selama 10-12 hari sebelum akhirnya menurun pada
Efek estradiol terhadap gamma amino butyric level terendah. Oleh sebab itu, pada tata laksana
acid (GABA) dilaporkan tidak terlalu berpengaruh. epilepsi katamenial sangat penting diperhatikan tidak
Hal yang sama juga didukung oleh penelitian hanya efek yang akut, tetapi juga efek jangka panjang
Smith dkk, yaitu tidak ditemukannya efek estradiol pemberian progesteron dan efek withdrawal yang
terhadap aktivitas inhibisi GABA pada sel purkinje di terjadi pada fungsi reseptor GABA-A. Salah satu
serebelum hewan coba.5 Selanjutnya, pada penelitian efek withdrawal yang terjadi adalah eksitasi seperti
dengan hewan coba yang sehat, setelah pemberian kegelisahan, kecemasan dan bangkitan epilepsi yang
estradiol, tidak ditemukan adanya aktivitas elektrik dapat meningkat.6
neuron di daerah korteks. Woolley dkk melaporkan Hubungan antara kehamilan dan peningkatan
efek estradiol dapat menekan inhibisi GABA di neuron bangkitan epilepsi tidak dimengerti secara pasti.
hipokampus dan merubah struktur serta fungsi pada Hal ini dikarenakan perubahan yang terjadi selama
sinaps eksitatorik pada jangka panjang.8 Perubahan kehamilan bukan hanya sebatas pada aspek hormonal
struktur ini telah banyak dipelajari, terutama di daerah saja, melainkan lebih bersifat multifaktor. Sebagai
hipokampus yang sering menjadi tempat inisiasi dan contoh, pada perempuan hamil terjadi perubahan juga
propagasi terjadinya bangkitan epilepsi. Estradiol perubahan fisiologi. Selain itu, terdapat perubahan
juga dapat meningkatkan densitas dan jumlah farmakokinetik OAE pada perempuan hamil yang
spinal dendrit yang menyebabkan peningkatan dapat menyebabkan efektifitas OA berkurang.9
sinkronisasi sinaps-sinaps, sehingga terjadi cetusan
Testosteron
di daerah hipokampus.6 Secara teori, suatu lesi fokal
Efek utama dari testosteron adalah sebagai
yang memengaruhi permeabilitas sawar darah otak
antikonvulsan, namun pada beberapa kasus dapat
(SDO) diperlukan untuk menghasilkan aktivitas
menjadi sebaliknya. Penyebab dualisme efek
epileptogenik.2 Oleh karena itu, diperkirakan pasien
testosteron ini adalah testosteron dapat dimetabolisme
dengan epilepsi fokal yang menyebabkan gangguan
menjadi 7b-estradiol yang merupakan prokonvulsan,
pada SDO akan lebih rentan terhadap efek estradiol.2
atau menjadi androstandediol dan dihidrotestosteron
Progesteron
yang bersifat antikonvulsan.2
Progesteron menghasilkan efek yang ber-
Penelitian lain melaporkan bahwa androgen
macam-macam setelah diubah menjadi bentuk steroid
diketahui dapat merubah struktur dan fungsi neuron.
neuroaktif, yaitu tetra ydroproge terone ( ,
Pada percobaan dengan menggunakan hewan coba yang

Neurona Vol. 37 No. 2 Maret 2020 110


(days 15 to 28). Corpus luteum
secretes progesterone, which
inhibits gonadotropin-
releasing hormone, luteinizing
hormone, and follicle-
stimulating hormone production.
In the absence of pregnancy,
corpus luteum regresses, and
both progesterone and estradiol
decline, resulting in
menstruation. The cycle
repeats as lower levels of
progesterone decrease
gonadotropin-releasing
hormone inhibition.
The hypothalamic-pituitary-
ovarian axis regulation is
affected by the abnormal
neurophysiology of seizures, FIGURE 6-2
and the hypothalamic-pituitary- Brain regulation of sex hormones through the
hypothalamic-ovarian-pituitary axis.
ovarian–associated hormones are Gonadotropin-releasing hormone (GnRH)
affected by medications produced by the hypothalamus stimulates the
used to treat seizures in women production of follicle-stimulating hormone (FSH)
with epilepsy. Ictal and interictal and luteinizing hormone (LH) by the anterior
pituitary gland. FSH stimulates the growth of
discharges can disrupt the ovarian follicles. Estrogen production results in
normal activity of brain negative feedback, reducing FSH but stimulating
structures, including the GnRH. GnRH stimulation leads to LH surge,
limbic system, amygdala, ovulation, and conversion of the follicle to corpus
luteum. Corpus luteum secretes progesterone,
hypothalamus, and pituitary
which inhibits GnRH, LH, and FSH production.
gland.25 Hepatic enzyme–
inducing AEDs, specifically
cytochrome P450 3A4 (CYP3A4) inducers, affect the metabolism of endogenous
sex hormones and thyroid hormones and, therefore, contribute to the
dysregulation of the hypothalamic-pituitary-ovarian axis.10

TREATMENT OF CATAMENIAL EPILEPSY


No specific treatment is approved by the US Food and Drug Administration
(FDA) for catamenial epilepsy. The treatment is usually divided into hormonal
and nonhormonal. Acetazolamide, which has been in use for more than 50 years,
is one of the oldest treatment options for catamenial epilepsy. There have not
been any randomized clinical trials to prove the efficacy of acetazolamide in
treating catamenial epilepsy.26,27
Benzodiazepines, such as clonazepam and clobazam, are used in the treatment
of seizure clusters during hormonally related exacerbation of seizures.
Benzodiazepines are positive allosteric modulators of the GABA-A receptor, and
of the benzodiazepines, clobazam has a particularly broad spectrum of efficacy
against a variety of seizure types. In a double-blind, placebo-controlled crossover
study, clobazam resulted in complete control in most women during the
10-day trial period.28,29 In this study, clobazam was effective when used at a
dose of 20 mg/d to 30 mg/d, administered intermittently starting 2 to 4 days

CONTINUUMJOURNAL.COM 411

Copyright © American Academy of Neurology. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.


TREATMENT OF WOMEN WITH EPILEPSY

before menses. The most common adverse effects of clobazam are sedation
and depression.
Certain antiseizure medication doses can be temporarily increased during the
catamenial seizure exacerbation period. This approach may not be safe with
some antiseizure medications, such as phenytoin and carbamazepine.
Synthetic progestin depot-medroxyprogesterone acetate at a dose of 150 mg
every 3 months has been used for reducing seizure exacerbation in catamenial
epilepsy. Reductions in seizure frequency of up to 39% over a 1-year period have
been reported.30,31 A risk of osteoporosis occurs with the prolonged use of
depot-medroxyprogesterone acetate, and the delay to conception with
depot-medroxyprogesterone acetate may last up to 1 year.
A National Institutes of Health–sponsored randomized, double-blind,
placebo-controlled Phase 3 multicenter clinical trial by Herzog and colleagues32
assessed the response to treatment with natural progesterone lozenges in women
with medically refractory catamenial partial epilepsy. Patients were randomly
assigned 2:1 to progesterone or placebo. Overall results were negative for a
beneficial effect, but a post hoc analysis showed a significantly higher responder
rate in women with perimenstrual seizure exacerbation (C1). Progesterone may
provide a clinically important benefit for this subset of women with perimenstrual

TABLE 6-2 Suggested Treatment Options in Women With Catamenial Epilepsy

1 Determine True Catamenial Epilepsy


A Establish whether the seizures are, in fact, catamenial in nature by using seizure diaries.
Ask the patient to chart daily the seizure type and frequency with simultaneous recording
of ovulation and menstruation status using an ovulation kit or basal body temperature
recording for three menses.
B Determine whether there is an increase in the number and severity of seizures by twofold
or greater during the specific days of the patient’s menstrual cycle and establish C1, C2, or
C3 type of catamenial epilepsy.
2 Choose One of the Options Below
A Progesterone lozenges/natural progesterone for C1 pattern
For the C1 type, consider using progesterone lozenges 200 mg 3 times daily around the
days of seizure exacerbation or days 14 to 28 of the cycle.
B Synthetic progestin
Consider oral daily synthetic progestin or intrauterine devices with progestin versus
depot- medroxyprogesterone acetate.
C Acetazolamide
Consider using at 250 mg twice daily or 500 mg twice daily to be taken around the
7–10 days of seizure exacerbation as determined by the seizure diary.
D Clobazam
20 milligrams to 30 mg divided twice a day or one dose at night for 10 days, starting 2 days
before and throughout the identified seizure exacerbation dates.
E Small increase in baseline antiepileptic drugs
These can be taken approximately 2 days before the identified period of seizure
exacerbation for up to 10 days. Be cautious about phenytoin, carbamazepine, or other
medications with a higher risk of toxicity.

412 APRIL 2019

Copyright © American Academy of Neurology. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.


Dovepress Diagnosis and management of catamenial seizures: a review

multicenter trials are needed to identify the most effective The study ­p opulation consisted of 52  inpatients with
treatment for women with catamenial epilepsy. ­medically-refractory, complex, partial seizures. Each patient
was studied for up to 8 days, with patients receiving placebo
Hormonal therapy or ganaxolone. The primary measure of antiepileptic activity
Because progesterone has mainly been shown to have was the duration of treatment prior to withdrawal from the
anticonvulsant effects, and because women with catamenial study. Patients were withdrawn from the study at the occur-
International Journal of Women's Health downloaded from https://www.dovepress.com/ by 191.96.170.248 on 27-Jul-2018

epilepsy under study often had inadequate luteal-phase or rence of one of the following: four seizures of any type (with
anovulatory cycles, it can be hypothesized that progesterone, the exception of simple, partial seizures); three generalized
progesterone metabolites, or estrogen antagonists may be tonic-clonic seizures; or status epilepticus. Fifty percent
used in conjunction with current antiepileptic medications, of the ganaxolone-treated patients completed the entire
to treat these patients. 8-day study, in comparison with 25% of the placebo-treated
Natural progesterone, is a treatment option for patients individuals. Tolerability of ganaxolone was similar to that of
with catamenial epilepsy and impaired luteal phase cycles. placebo. Ganaxolone may provide an effective approach for
It is usually given in cyclic form during the luteal phase, taken catamenial epilepsy therapy that is reliable, and that does not
orally at a dose of 100–200 mg, twice a day or three times a expose patients to the risk of hormonal side effects. New oral
day. In fact, progesterone is poorly absorbed orally and has formulations of ganaxolone are going to be developed with
a short half-life, so that it must be administered multiple enhanced bioavailability and more consistent absorption.71
times per day. Over a 3-month period, 72% of the women
For personal use only.

reported a decrease in seizure frequency and the average daily Non hormonal therapy
frequency decreased by 55%.66 Medroxyprogesterone acetate, Acetazolamide, a carbonic anhydrase inhibitor, may be
a synthetic drug, can also reduce seizure frequency.67 effectively used to treat catamenial seizures. This was dem-
Systemic oral contraceptive pills have not been found to onstrated in a recent retrospective report on 20 women with
decrease seizure frequency. Even though estrogen is a procon- temporal lobe, extra temporal, generalized and unclassified
vulsant, combined oral contraceptives have not been associ- epilepsy, in which 30%–40% of the patients reported improve-
ated with an increase in seizures. They may be used in women ment in the frequency and severity of perimenstrual seizure
with epilepsy also to prevent unwanted pregnancies. exacerbations while taking acetazolamide.72 Its mechanism
Gonadotropin releasing hormone analog, was studied of action is not well understood. It is clear, however, that
in women with refractory perimenstrual seizures. The tolerance develops, which results in diminishing efficacy
action mechanism of gonadotropin releasing hormone over time. Therefore, this drug can only be administered on
analog is the decreased luteinizing hormone and estrogen an intermittent basis, which is appropriate for catamenial
production with consequent amenorrhea. In one study, this epilepsy but not for ordinary seizure prophylaxis.
was given intramuscularly in a controlled-release depot Synaptic GABA-A receptor-mediated inhibition can
preparation every 28 days.68 Generally, there was a significant also be enhanced with benzodiazepines. Benzodiazepines
reduction in the frequency of seizures, although Herzog are of limited utility in seizure prophylaxis however, they
et al found that women experienced an exacerbation of their could theoretically be used on an intermittent basis for the
seizures during the first 3 weeks of therapy, because a slight treatment of catamenial seizures. In fact, 1,5-benzodiazepine
increase in ovarian estradiol production prior to inhibition. clobazam, administered intermittently, has been used to treat
Clomiphene is an ovulatory stimulant that is used to treat catamenial seizure exacerbations over long periods of time
infertility in women with oligoanovulation or anovulation. with good results.73
Herzog69 found that in 10 of 12 women with refractory,
complex, partial epilepsy and menstrual disorders, the use Disclosure
of clomiphene decreased seizures by 50%. The authors report no conflicts of interest in this work.
Ganaxolone, a synthetic analog of allopregnanolone,
is able to modulate most GABA-A receptors and is under
References
investigation for the treatment of epilepsy. Laxer et  al70 1. Reddy DS, Castaneda DC, O’Malley BW, Rogawski MA. Anticonvulsant
completed a multicenter, double-blind, randomized, placebo- activity of progesterone and neurosteroids in progesterone receptor
knockout mice. J Pharmacol Exp Ther. 2004;310(1):230–239.
controlled, monotherapy clinical trial that evaluated the 2. Velísková J, De Jesus G, Kaur R, Velísek L. Females, their estrogens,
safety, tolerability, and antiepileptic activity of ganaxolone. and seizures. Epilepsia. 2010;51 Suppl 3:S141–S144.

International Journal of Women’s Health 2012:4 submit your manuscript | www.dovepress.com


539
Dovepress

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)


The Neurologist  Volume 23, Number 3, May 2018 Progesterone and Catamenial Epilepsy

clearly explained. Randomization was stopped prematurely, was not significant at the cutoff level selected for designation to
when futility analyses showed that the blinded conditional power the catamenial stratum ≥ 1.69. The clinically important goal of
of the comparison for the primary outcome dropped below 50%. the trial was achieved at C1 level ≥ 3 (3-fold or greater increase
A sample size of 640 was determined as the enrollment in seizure frequency perimenstrually). This possibly suggests a
requirement to show a significant difference, however the trial difference between the catamenial level that mathematically
enrolled only 462 subjects and randomized 294. categorizes hormonally sensitive seizures and the level that best
All patients were accounted for after randomization, with an identifies progesterone responders. The studies’ design assumed
intention-to-treat analysis. Women who dropped out after that the mathematically determined cutoff for catamenial des-
randomization and before completion of 2 treatment cycles were ignation and for significant progesterone responders were one
considered nonresponders. The losses to follow up after random- and the same. In addition, a larger sample size may be required
ization were low (n = 5), but there were a high number (n = 91) of to achieve a significant difference. A shortcoming of this trial
patients who dropped out for withdrawal, change in AED, inap- and potential reason for negative findings may be explained by
propriate menstrual cycle length, side effects, death, compliance the attempts to treat 3 patterns of catamenial epilepsy with a
<80%, or other. However, there were no differences in exit rates single treatment plan, not taking into account the underlying
between progesterone and placebo groups in either stratum. differences in pathophysiology. Cyclic progesterone may have
Interestingly, despite 3 times a day treatment regimens, non- greater efficacy in C1 pattern where progesterone withdrawal is
compliance (measured as compliance <80%) was low (n = 9) with likely casually implicated.
no differences between the groups. Progesterone and placebo Combined oral contraceptives have shown benefit by
groups in the 2 strata were comparable for demographic charac- eliminating hormonal fluctuation to prevent menstrual-related
teristics, AED regimen and seizure types, except for SGMS that migraine.14 A similar stabilization of hormones could poten-
occurred more often in women randomized to progesterone than to tially benefit catamenial epilepsy. The regulated manufacture
placebo in the catamenial stratum. and daily dosing of combined oral contraceptives make them
The most important clinically relevant factor was con- ideal for reliable absorption and use. To minimize progesterone
trolled; antiepileptic drug levels were monitored and there were withdrawal which may exacerbate seizure frequency, the pills
no significant differences in serum levels between baseline and may be safely used continuously by skipping placebo pill
treatment with progesterone or placebo in either group. The intervals.15 Unfortunately, there is a paucity of literature on that
primary analysis plan was appropriate and the posthoc analysis subject with just a few isolated cases of improved seizure
was prespecified in the methods. The clinically important goal control in women treated with oral contraceptives.1
that 35% of progesterone-treated versus 15% of placebo-treated Compounded hormones, including the oral progesterone
women would show a ≥ 50% reduction in seizure frequency is studied herein, may inflict tedious dosing schedules and are
typically used in AED trials. discouraged by the American College of Obstetrics and
Gynecology because of inconsistent bioavailability and
CLINICAL BOTTOM LINES bioactivity.16 Progesterone therapy may cause hormonal effects
such as breakthrough vaginal bleeding and breast tenderness.
(1) Cyclic natural progesterone is ineffective in the treatment of At higher dosage, progesterone produces CNS side effects
intractable seizures in women with partial epilepsy. including sedation, depression, and asthenia.7 In addition, there
(2) Women with intractable partial epilepsy with a substantial is concern for risk of breast cancer with prolonged progesterone
level of perimenstrually exacerbated seizures (at least 3-fold treatment.16 In this regard, synthetic neurosteroids might pro-
increase in seizure frequency) may benefit from treatment vide an effective approach for catamenial epilepsy therapy
with adjunctive cyclic progesterone. without producing undesirable hormonal side effects.4
One of the positive aspects of the clinical trial by Herzog
and colleagues is that the concurrent AED levels were moni-
DISCUSSION tored closely, and there were no differences between baseline
and treatment in either the progesterone or placebo group.
Epilepsy and Gynecology Commentary Estrogens and progesterone are both susceptible to drug inter-
The data from the NIH Progesterone trial are important and actions with some AEDs given they share common metabolic
clinically relevant, representing the best available evidence pathways and are metabolized by the same microsomal enzyme
evaluating the efficacy of progesterone as adjunctive therapy for systems in hepatic cells. It has previously been suggested that
intractable partial epilepsy. The results do not support the routine premenstrual exacerbation of seizures may also be related to
use of progesterone in women with intractable partial epilepsy. decrease in serum AED levels. The premenstrual decrease in
However, posthoc analysis showed that there is a subgroup of gonadal steroid secretion may permit increased liver metabo-
women with a substantial level of perimenstrually exacerbated lism of AEDs, resulting in lower serum levels.5 However, the
seizures who may benefit from treatment with adjunctive cyclic results of this clinical trial argue against this hypothesis.
progesterone. These positive findings based on a prespecified Neurosteroids are novel drug targets for epilepsy and they
secondary analysis are hypothesis generating, and require formal may represent a rational treatment strategy for perimenstrual cat-
confirmation in an adequately powered investigation. amenial epilepsy. Natural neurosteroids such as allopregnanolone
The number of women who may benefit from adjunctive have severe limitations because they have a short half-life, are
cyclic progesterone therapy is likely small considering the orally inactive, and may produce hormonal effects. Synthetic
prevalence of women with 3-fold or greater increase in seizure analogs of neurosteroids may overcome these obstacles and side
frequency was 21% in the C1 pattern group. To justify pro- effects.3 Ganaxolone is a synthetic analogue of allopregnanolone,
gesterone use, it would be important to document perimenstrual orally active, that was evaluated in a preliminary uncontrolled
seizure exacerbation by charting menses and seizures for sev- open-label study in 2 women with catamenial epilepsy with good
eral months before treatment initiation. Nevertheless, women results.17 Recently, ganaxolone was evaluated as adjunctive ther-
may not demonstrate the same pattern of seizure exacerbation apy in a phase 2 clinical trial in adults with intractable partial
consistently.13 Of note, the separation between responder rates epilepsy. There was no significant difference in the responder rates

Copyright © 2018 Wolters Kluwer Health, Inc. All rights reserved. www.theneurologist.org | 111
Copyright r 2018 Wolters Kluwer Health, Inc. All rights reserved.

Anda mungkin juga menyukai