Anda di halaman 1dari 37

Williams Papilaya

201683022
Diabetes Melitus
Definisi
Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai
dengan adanya hiperglikemia yang terjadi karena pankreas tidak
mampu mensekresi insulin, gangguan kerja insulin, ataupun
keduanya. Dapat terjadi kerusakan jangka panjang dan
kegagalan pada berbagai organ seperti mata, ginjal, saraf,
jantung, serta pembuluh darah apabila dalam keadaaan
hiperglikemia kronis.

Corwin, E. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.2015.


Klasifikasi
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan dalam klasifikasi umum sebagai
berikut:
a. Diabetes melitus tipe 1 biasanya mengarah ke defisiensi insulin
absolut yang disebabkan oleh kerusakan pada sel β pankreas.

b. Diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh resistensi insulin yang


menyebabkan kerusakan progresif pada sekresi hormon insulin.

c. Diabetes melitus gestasional terdiagnosa pada kehamilan trimester kedua


atau ketiga dan biasanya tidak permanen. Setelah melahirkan akan kembali
dalam keadaan normal.

d. Diabetes melitus tipe lain, seperti diabetes neonatal, adanya


penyakit cystic fibrosis, pengaruh obat atau pasca transplantasi

Corwin, E. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.2015.


Etiologi
Kombinasi antara faktor genetik, faktor lingkungan, resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin merupakan penyebab DM tipe
2. Faktor lingkungan yang berpengaruh seperti obesitas, kurangnya
aktivitas fisik, stres, dan pertambahan umur. Faktor risiko juga
berpengaruh terhadap terjadinya DM tipe 2. Beberapa faktor
risiko diabetes melitus tipe 2 antara lain berusia ≥ 40 tahun,
memiliki riwayat prediabetes, memiliki riwayat diabetes melitus
gestasional, memiliki riwayat penyakit vaskuler, timbulnya
kerusakan organ karena adanya komplikasi, penggunaan obat
seperti glukokortikoid, dan dipicu oleh penyakit seperti HIV serta
populasi yang berisiko tinggi terkena diabetes melitus seperti
penduduk Aborigin, Afrika, dan Asia.

Corwin, E. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.2015.


Penatalaksanaan DM
Terapi Nutrisi
Pola Hidup Sehat
Medis

Aktivitas Fisik
Edukasi
Materi tentang perjalanan penyakit DM

Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM


secara berkelanjutan

Penyulit DM dan risikonya.

Materi Edukasi
Pentingnya latihan jasmani yang teratur
Tingkat Awal

Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia

Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil


glukosa darah atau urin mandiri

Pentingnya perawatan kaki


Mengenal dan mencegah hal yang memperburuk DM

Pengetahuan mengenai hal yang memperburuk DM

Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain

Materi Edukasi
Rencana untuk kegiatan khusus seperti olah raga
Tingkat Lanjut
Kondisi khusus yang dihadapi (contoh : hamil, puasa, hari –
hari sakit)

Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi


mutakhir tentang DM

Pemerliharaan/perawatan kaki
Edukasi perawatan kaki diberikan secara rinci pada semua orang
dengan ulkus maupun neuropati perifer dan peripheral arterial disease
(PAD)
 

1
Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan air.

2
Periksa kaki setiap hari dan dilaporkan pada dokter apabila kulit terkelupas, kemerahan, atau luka.

3
Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.

4
Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim pelembab pada kulit kaki
yang kering.
 

5
Potong kuku secara teratur.

6
Keringkan kaki dan sela – sela jari kaki secara teratur setelah dari kamar mandi.

7
Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada ujung – ujung jari kaki.

8
Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur.

9
ika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus.

10
Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi.

11
Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk menghangatkan kaki.
Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Terapi nutrisi medis merupakan bagian penting dari
penatalaksanaan DM secara komprehensif. Terapi TNM
sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap
penyandang DM agar mencapai sasaran. Prinsip pengaturan
makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang
dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
individu. Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai
pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah
kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan
obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu
sendiri.
Komposisi Makanan yang Dianjurkan Terdiri Dari

A. Karbohidrat
• Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45 – 65% total asupan
energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
• Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan.
• Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang
diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang
lain.
• Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energy
dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat
diberikan makanan selingan seperti buah atau makanan lain
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
B. Lemak

Asupan lemak dianjurkan sekitar 20 – 25% kebutuhan kalori, dan


tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Komposisi yang dianjurkan:
• Lemak jenuh (SAFA) < 7 % kebutuhan kalori
• Lemak tidak jenuh ganda (PUFA) < 10 %.
• Selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) sebanyak 12-
15%
• Rekomendasi perbandingan lemak jenuh: lemak tak jenuh tunggal:
lemak tak jenuh ganda = 0.8 :1.2: 1.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain:
• Daging berlemak dan susu fullcream.
• Konsumsi kolesterol yang dianjurkan adalah < 200mg/hari.
C. Protein

• Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan


protein menjadi 0,8 g/kg BB
• perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya
bernilai biologik tinggi.
• Penyandang DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan
protein menjadi 1 – 1,2 g/kg BB perhari.
• Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu dan tempe.
Sumber bahan makanan protein dengan kandungan saturated fatty
acid (SAFA) yang tinggi seperti daging sapi, daging babi, daging
kambing dan produk hewani olahan sebaiknya dikurangi konsumsi.
D. Natrium
• Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan
orang sehat yaitu < 1500 mg per hari. Penyandang DM yang juga
menderita hipertensi perlu dilakukan pengurangan natrium secara
individual.
• Pada upaya pembatasan asupan natrium ini, perlu juga
memperhatikan bahan makanan yang mengandung tinggi natrium
antara lain adalah garam dapur, monosodium glutamat, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit

E. Serat
• Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-
kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi
serat.  
• Jumlah konsumsi serat yang disarankan adalah 14 gram/1000 kal
atau 20 – 35 gram per hari, karena efektif
F. Pemanis Alternatif
• Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi
batas aman (Accepted Daily Intake/ADI). Pemanis alternatif
dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak
berkalori.
• Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol
dan fruktosa.
• Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol,
sorbitol dan xylitol.
• Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang DM
karena dapat meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada
alasan menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang
mengandung fruktosa alami.
• Pemanis tak berkalori termasuk aspartam, sakarin, acesulfame
potasium, sukrose, neotame.
G. Kebutuhan Kalori
• Terdapat beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan oleh orang yang terkena DM, antara lain dengan
memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25 – 30
kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi
bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas,
berat badan, dan lain-lain. Beberapa cara perhitungan berat badan
ideal adalah sebagai berikut:
Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi:
• Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah
150 cm, rumus dimodifikasi menjadi:
• Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm – 100) x 1 kg
• BB normal : BB ideal ± 10 %
• Kurus : kurang dari BB ideal – 10%
• Gemuk : lebih dari BB ideal + 10%
• Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus :
IMT = BB (kg)/TB (m)
• Klasifikasi IMT :
BB kurang < 18,5
BB normal 18,5 – 22,9
BB lebih = 23,0
- Dengan risiko 23,0 – 24,9
- Obese I 25,0 – 29,9
- Obese II = 30
Faktor-faktor yang Menentukan Kebutuhan Kalori

 Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori basal perhari untuk perempuan sebesar 25
kal/kgBB sedangkan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.

 Umur
• Pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5%
untuk setiap dekade antara 40 dan 59 tahun.
• Pasien usia di antara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%.
• Pasien usia di atas usia 70 tahun, dikurangi 20%.

 Stres Metabolik
• Penambahan 10 – 30% tergantung dari beratnya stress
metabolik (sepsis, operasi, trauma).
 Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
• Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas
aktivitas fisik.
• Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada
keadaan istirahat.
• Penambahan sejumlah 20% pada pasein dengan aktivitas
ringan : pegawai kantor, guru, ibu rumah tangga
• Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang : pegawai
industri ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak perang
• Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani,
• buruh, atlet, militer dalam keadaan latihan
• Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat : tukang
becak, tukang gali
 Berat Badan
• Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20 – 30%
tergantung kepada tingkat kegemukan.
• Penyandang DM kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20 – 30%
sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
• Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 – 1200 kal perhari untuk
wanita dan 1200 – 1600 kal perhari untuk pria.

 Latihan Fisik
Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.
Program latihan fisik dianjurkan untk dilakukan secar teratur 3 – 5 hari
seminggu dengan waktu sekitar 30 – 45 menit, dengan jeda antar latihan
tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Kegiatan maupun aktivitas sehari-hari
tidak termasuk dalam latihan fisik. Latihan fisik selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Latihan fisik yang dianjurkan berupa latihan fisik yang bersifat aerobik
dengan intensitas sedang seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging,
dan berenang.
Alur Penegakan Diagnosis
Anamnesis

1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri


2. Menanyakan identitas (nama, usia, pekerjaan, status pernikahan,
pendidikan terahir)
3. Menjelaskan tujuan anamnesis
4. Menanyakan keluhan utama & riwayat penyakit sekarang
5. Menanyakan keluhan penyerta
6. Menanyakan faktor yang memperberat ataupun memperingan gejala
7. Menanyakan riwayat pengobatan
8. Menanyakan riwayat penyakit terdahulu
9. Menanyakan riwayat penyakit keluarga
10. Menanyakan riwayat sosial ekonomi dan kebiasaan

Gleadle J. At a glance : Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga; 2007.


Pemeriksaan Fisik
1. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah
dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi
ortostatik.
2. Suhu Tubuh
3. Frekuensi pernapasan
4. Pengukuran tinggi dan berat badan.
5. Pemeriksaan funduskopi.
6. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.
7. Pemeriksaan jantung.
8. Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.
9. Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular,
neuropati, dan adanya deformitas).
10. Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi,
necrobiosis diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan
insulin).
11. Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain.
Gleadle J. At a glance : Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga; 2007.
PemeriksaanPenunjang

Pemeriksaan kadar glukosa


darah puasa dan 2 jam
setelah TTGO

Nilai normal glukosa darah puasa bervariasi


antara 60-110mmg/dL (3,3-6,1mmol/L)

Kadar plasma atau serum 10-15% lebih tinggi


karena komponen struktural sel darah dihilangkan
sehingga akan lebih banyak glukosa per unit
volume

Jadi, nilai normal glukosa plasma atau serum puasa


adalah 70-120mg/dL (3,9-6,7mmol/L)
Penentuan kadar glukosa darah penuh dilakukan
ditempat untuk menguji glukosa pada keadaan-
keadaan darurat dan juga prosedur pemantauan
sendiri glukosa kapiler
PemeriksaanPenunjang
HbA1c mer
upakan he
dan dikena moglobin t
l juga seba erg
terbentuk gai gliko-he likosilasi
secara perla moglobin y
non-enzim han melalu g
atik dari he i reaksi
moglobin d
an glukosa

Reaksi non-enzim matik akan berlangsung secara terus menerus


sepanjang umur eritrosit, sehingga eristrosit yang sudah tua itu
banyak akan mengandung A1C dibandingkan dengan eritrosit
yang mudah

Kadar A1C digunakaan untuk memantau keadaan glikemik kurun


waktu 2-3 bulan yang lalu, nilai normal kadar A1C adalah 5-8% dari
HB total

Pemeriksaan A1C digunakan untuk menilai pengobatan 8-12 minggu


sebelumnya tetapi tidak dipakai untuk menilai hasil pengobatan

Pemeriksaan ini dianjurkan dilakukan 2x dalam setahun


Komplikasi Akut dan Kronis DM
Diabetes
Akut
Ketoasidosis

Hiperosmolar
non- ketotik

hipoglikemia

Kronik KronikMakroangiopati

KronikMikroangiopati

Neuropati

Corwin, E. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.2015.


Edukasi
Terapi Nutrisi
Pola Hidup Sehat
Medis

Aktivitas Fisik

Pemantauan
glukosa mandiri

Corwin, E. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.2015.


Edukasi
Edukasi yang dapat di anjurkan pada pasien yaitu dengan terapi
gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis. Pada
segi edukasi seperti memberikan pengetahuan pemantauan
glukosa mandiri. Pada segi terapi gizi medis seperti pengaturan
makan yang benar dan tepat baik dalam hal jadwal, jenis serta
jumlah makanan. Pada segi latihan jasmani, melakukan latihan
sekitar 3-4 kali dalam seminggu dengan durasi kurang lebih 30
menit. Intervensi farmakologis dilakukan apabila sasaran glukosa
darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani selama 2 – 4 minggu. Intervensi farmakologis yang
diberikan dapat berbentuk oral maupun suntikan.

Corwin, E. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.2015.


Hipertiroid
- Kelenjar tiroid merupakan kelenjar endokrin perifer yang fungsinya untuk
mengontrol laju metabolic basal tubuh.
- Kelenjar tiroid berfungsi untuk mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai
jaringan agar optimal, merangsang konsumsi oksigen pada sebagian besar sel
ditubuh, mengatur metabolisme lemak dan karbohidrat, dan penting untuk
pertumbuhan dan pematangan normal. Fungsi tiroid diatur oleh hormon perangsang
tiroid (Thyroid Stimulating Hormone = TSH = Tirotropin) dari hipofisis anterior.
• Hormon yang dihasilkan :

- Tiroksin (T4)  adalah hormone utama yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid
yang mempengaruhi metabolism sel tubuh dan mengatur suhu tubuh,
mengatur metabolism karbohidrat, mengatur penggunaan oksigen dan
karbondioksida, serta mengatur dan mempengaruhi perkembangan tubuh dan
mental. Kadar tiroksin serum umumnya digunakan untuk mengukur
konsentrasi hormone tiroid dan fungsi kelenjar tiroid.
- Triiodotyronin (T3)  merupakan hormone tiroid alami yang penting untuk
mengontrol proses metabolism tubuh secara normal, memiliki peran penting
dalam proses pembentukan tulang, dan memiliki efek langsung terhadap
pertumbuhan embrio dan janin.
Klasifikasi Hipertiroid
Kondisi yang disebabkan, oleh adanya gangguan pada sistem
kekebalan tubuh dimana zat antibodi menyerang kelenjar tiroid,
Goiter Toksik Difusa (Graves’ Disease)
sehingga menstimulasi kelenjar tiroid untuk
memproduksihormon tiroid terus menerus.

Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid


Nodular Thyroid Disease
membesar dan tidak disertai denganrasa nyeri. Penyebab pasti
belum diketahui. tetapi umumnya timbul seiring dengan
bertambahnya usia.

Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan


inflamasi, dan mengakibatkan produksi hormon tiroid dalam
Subacute Thyroiditis
jumlah besar ke dalam darah. Umumnya gejala menghilang
setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada beberapa
orang.

Timbul pada 5-10% wanita pada 3-6 bulan pertama setelah


Postpartum Thyroiditis
melahirkan dan terjadi selama 1-2 bulan. Umumnya kelenjar
akan kembali normal se4ara perlahan-lahan.
INDEKS WAYNE
Pemeriksaan Penunjang
EVALUASI BIOKIMIA

a) Serum TSH
• Digunakan sebagai Iinitial screening test untuk hipertiroidism. Pada hipertiroidism,
TSH serum akan <0.01 mU/L atau bahkan tidak terdeteksi.
b) Hormon Tiroid Serum
• Digunakan untuk menilai tingkat keparahan kondisi dan untuk memperbaiki akurasi
diagnostik. Biasanya serum T4 dan T3 meningkat, sedangkan TSH serum akan
menurun.
• Pada hipertiroidism ringan, serum T4 dan T4 bebas bisa saja normal, hanya serum
T3 yang mungkin meningkat.
c) TRAb (Thyrotropin Receptor Antibody)
• Dilakukan dalam kondisi tertentu misalnya selama kehamilan dan laktasi.
Pemeriksaan TRAb pada ibu hamil sebaiknya dilakukan pada kehamilan 20 – 24
minggu. Bila TRAb ibu tinggi, sangat berisiko bayi yang dilahirkan mengalami
tirotoksikosis neonatal. Bila TRAb ibu negatif, tidak akan ada risiko tirotoksikosis
neonatal.
PENCITRAAN

a) Radioactive iodine uptake (RIAU) dan Thyroid scanning


• Dilakukan bila ada manifestasi klinis tirotoksikosi, bukan Grave disease.
Pemindaian tiroid harus ditambahkan dengan adanya nodularitis tiroid.
b) Ultrasonography (USG)
• Untuk mendeteksi lobus tiroid, juga menlihat ada/tidaknya lesi.
• Membedakan nodul padat dari kista sederhana atau kompleks.
• Memperkirakan ukuran tiroid.
ELEKTRODIAGNOSTIK

Elektrokardiograf
 Sinus takikardia
 Perubahan terkait hipokalemia : gelombang U prominen, interval PR memanjang,
amplitudo gelombang P meningkat, kompleks QRS melebar
 Blok atrioventrikuler derajat satu
 Aritmia atrium dan ventrikuler

Elektromiografi
 Gabungan potensial aksi otot gelombang rendah tanpa adanya perubahan setelah
pemberian epinefrin

Anda mungkin juga menyukai