Anda di halaman 1dari 8

FISIOLOGI SISTEM SARAF PERIFER

a) Divisi Aferen
Divisi aferen sistem saraf tepi mendeteksi, menyandikan, dan
mentransmisikan sinyal perifer ke SSP, karena itu mengiformasikan SSP
tentang lingkungan internal dan eksternal. Masukan aferen ini ke pusat
pengontrol di SSP sangat penting dalam mempertahankan homeostasis.
Untuk membuat penyesuaian yang sesuai pada organ efektor melalui keluaran
eferen, SSP harus mengetahui apa yang sedang terjadi. Masukan aferen juga
digunakan untuk merencanakan tindakan volunter yang tidak berhubungan
dengan homeostasis.
 Fisiologi Reseptor
Reseptor sensorik adalah ujung perifer khusus neuron aferen. Setiap
jenis reseptor (fotoreseptor, mekanoreseptor, termoreseptor,
osmoreseptor, kemoreseptor, atau nosiseptor) berespons terhadap
stimulus adekuatnya (perubahan bentuk energi, atau modalitas, yang
direspons paling baik oleh reseptor), menerjemahkan bentuk energi
rangsangan menjadi sinyal listrik.
Rangsangan biasanya menyebabkan potensial reseptor
pendepolarisasi berjenjang dengan membuka kanal ion nonspesifik yang
menyebabkan masuknya Na+ neto. Potensial reseptor, jika cukup besar,
menyebabkan terbentuknya potensial aksi di serat aferen di samping
reseptor. Potensial aksi ini merambat sendiri di sepanjang neuron aferen
menuju SSP. Kekuatan rangsangan menentukan besar potensial reseptor,
yang pada gilirannya menentukan frekuensi potensial aksi yang
terbentuk.
Ukuran potensial reseptor juga dipengaruhi tingkat adaptasi reseptor,
yaitu penurunan potensial reseptor meskipun rangsangan berlanjut.
Reseptor tonik beradaptasi lambat atau tidak sama sekali sehingga terus
memberi informasi mengenai rangsangan yang mereka pantau. Reseptor
fasik cepat beradaptasi dan sering memperlihatkan respon off, sehingga
memberi informasi tentang perubahan dalam bentuk energi yang mereka
pantau.
Sebagian besar informasi aferen viseral tetap berada di bawah
kesadaran. Informasi aferen sensorik yang mencapai tingkat kesadaran
termasuk sensasi somatik (somestetik dan propriosepsi) dan indera
khusus.
Istilah medan reseptif merujuk kepada daerah di sekitar suatu
reseptor yang dapat dideteksi oleh reseptor tersebut. Ketajaman, atau
kemampuan diskriminasi, suatu bagian tubuh berbanding terbalik dengan
ukuran medan reseptif dan juga bergantung pada tingkat inhibisi lateral
di jalur-jalur aferen yang berasal dari reseptor di bagian tersebut.
Persepsi adalah persepsi sadar tentang dunia eksternal yang
diciptakan oleh otak dari masukan sensorik. Apa yang dirasakan oleh
otak dari masukannya merupakan sebuah abstraksi dan bukan realitas.
Stimulus yang dapat dideteksi hanyalah stimulus yang ada reseptornya.
Selain itu, ketika sinyal sensoris melalui pemrosesan yang secara
bertahap menjadi lebih kompleks, bagian-bagian informasi dapat ditekan
atau diperkuat.
 Nyeri
Pengalaman nyeri ditimbulkan oleh nosiseptor yang berespons
terhadap stimulus merusak dan terdiri dari dua komponen: persepsi nyeri
disertai oleh respons emosional dan perilaku terhadapnya. Ketiga
kategori reseptor nyeri adalah nosiseptor mekanis, nosiseptor suhu, dan
nosiseptor polimodal. Nosiseptor polimodal berespons terhadap segala
jenis rangsangan yang merusak, termasuk bahan kimia yang dikeluarkan
oleh jaringan yang cedera.
Sinyal nyeri disalurkan melalui dua jalur aferen: jalur cepat yang
membawa sinyal nyeri tajam menusuk dan jalur lambat yang membawa
sinyal nyeri tumpul pegal persisten.
Serat nyeri aferen berakhir di korda spinalis di jalur-jalur asendens
yang menyalurkan sinyal ke otak untuk diproses. Jalur-jalur desendens
dari otak menggunakan opiat endogen untuk menekan pelepasan
substansi P, suatu neurotransmiter pemberi sinyal nyeri dari ujung serat
nyeri aferen. Karena itu, jalur-jalur desendens ini menekan transmisi
sinyal nyeri lebih lanjut dan berfungsi sebagai sistem analgesik inheren.
 Mata: Penglihatan
Mata mengandung fotoreseptor peka-sinar yang esensial bagi
penglihatan, yaitu sel batang dan sel kerucut yang ditemukan di lapisan
retinanya. Iris mengontrol ukuran pupil untuk menyesuaikan jumlah
cahaya yang diizinkan masuk ke mata. Kornea dan lensa adalah struktur
refraktif primer yang membelokkan berkas sinar datang untuk
memfokuskan bayangan di retina. Kornea berperan penting dalam
keseluruhan kemampuan refraktif mata. Kekuatan lensa dapat
disesuaikan melalui kerja otot siliaris untuk mengakomodasi perbedaan
dalam penglihatan dekat dan jauh.
Sel kerucut memperlihatkan ketajaman yang tinggi tetapi hanya
dapat digunakan untuk melihat siang hari karena sensitivitasnya yang
rendah terhadap cahaya. Perbedaan rasio stimulasi ketiga jenis sel
kerucut oleh panjang gelombang yang berbeda menghasilkan penglihatan
warna. Sel batang hanya memberi gambaran kabur dalam bayangan abu-
abu, tetapi karena sangat peka terhadap cahaya, sel ini dapat digunakan
untuk penglihatan malam. Pesan visual ditranmisikan melalui jalur
kompleks ke korteks visual di lobus oksipital otak untuk pemrosesan
perseptual.
 Telinga: Pendengaran dan Keseimbangan
Telinga melakukan dua fungsi yang tidak berkaitan: pendengaran
yang melibatkan telinga luar, telinga tengah, dan koklea telinga dalam;
dan sensasi keseimbangan, yang melibatkan aparatus vestibularis telinga
dalam. Sel reseptor yang terletak di telinga dalam−sel rambut di koklea
dan aparatus vestibularis−adalah mekanoreseptor.
Pendengaran bergantung pada kemampuan telinga mengubah
gelombang suara di udara menjadi deformasi mekanis sel-sel rambut
auditorius sehingga memicu sinyal saraf yang ditransmisikan ke korteks
pendengaran di lobus temporalis otak untuk persepsi suara. Masukan
vestibular disalurkan ke nukleus vestibularis di batang otak dan ke
serebelum untuk digunakan dalam mempertahankan keseimbangan dan
postur, mengontrol gerakan mata, dan merasakan gerakan dan orientasi.
 Sensasi Kimiawi: Pengecapan dan Penghiduan
Pengecapan dan penghiduan adalah indera kimiawi. Pada keduanya,
perlekatan molekul spesifik yang telah larut ke tempat ikatan di membran
reseptor menyebabkan terbentuknya potensial reseptor yang, pada
gilirannya, memicu impuls saraf yang memberi sinyal tentang
keberadaan bahan kimia tersebut. Reseptorkecap berada di kuntum kecap
di lidah; reseptor olfaktorius terletak di mukosa olfaktorius di bagian atas
rongga hidung. Kedua jalur sensorik ini mengandung dua rute: satu ke
sistem limbik untuk pemrosesan yang berkaitan dengan emosional dan
perilaku dan satu ke korteks untuk persepsi sadar dan diskriminasi halus.
Reseptor pengecapan dan penghiduan terus menerus diperbarui, tidak
seperti reseptor penglihatan dan pendengaran.
b) Divisi Eferen
Setelah diinformasikan oleh SST bahwa terdapat perubahan pada
lingkungan internal atau eksternal yang mengancam homeostasis, SSP
membuat pengaturan yang sesuai untuk mempertahankan homeostasis. SSP
membuat penyesuaikan ini dengan mengontrol aktivitas efektor (otot dan
kelenjar), menghantarkan sinyal dari SSP ke organ-organ ini melalui divisi
eferen SST. Terdapat dua jenis keluaran eferen: sistem saraf otonom yang
berada di bawah kontrol involunter dan menyarafi otot jantung dan otot polos
serta sebagian besar kelenjar eksokrin dan sebagian endokrin, dan sistem
saraf somatik yang berada dibawah kontrol kesadaran dan menyarafi otot
rangka.
 Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subdivisi, sistem saraf simpatis
dan parasimpatis. Jalur saraf otonom terdiri dari rangkaian dua neuron.
Serat praganglion berasal dari SSP dan bersinaps dengan badan sel serat
pascaganglion di ganglion luar SSP. Serat pascaganglion berakhir di
organ efektor. Semua serat praganglion dan serat pascaganglion
parasimpatis mengeluarkan asetilkolin (Ach). Serat pascaganglion
simpatis mengeluarkan norepinefrin.
Neurotransmiter yang sama memicu respons berbeda di jaringan
yang berbeda. Karena itu, respons bergantung pada spesialisasi sel
jaringan, bukan pada sifat caraka. Jaringan yang disarafi oleh sistem
otonom memiliki satu atau lebih tipe reseptor yang berbeda untuk caraka
kimiawi pascaganglion (dan untuk hormon medula adrenal terkait, yaitu
norepinefrin). Reseptor kolinergik mencakup reseptor nikotinik dan
muskarinik; reseptor adrenergik mencakup reseptor α1, α2, β1, dan β2.
Sebagian besar organ viseral disarafi oleh serat simpatis dan
parasimpatis, yang secara umum menimbulkan efek yang bertentangan di
satu organ. Persarafan ganda organ oleh kedua cabang sistem otonom
memungkinkan kontrol yang akurat pada aktivitas suatu organ.
Sistem simpatis mendominasi dalam situasi darurat atau penuh stress
(‘berjuang-atau-lari”) dan mendorong respons-respons yang
mempersiapkan tubuh untuk aktivitas fisik berat. Sistem parasimpatis
mendominasi pada keadaan tenang santai (‘rehat-dan-cerna”) serta
mendorong aktivitas-aktivitas untuk memelihara tubuh misalnya
pencernaan.
Tabel 2.X Efek sistem saraf otonom pada berbagai organ

Tabel 2.X Gambaran pembeda sistem saraf simpatis dan parasimpatis

 Sistem Saraf Somatif


Sistem saraf somatik terdiri atas akson-akson neuron motorik, yang
berasal dari korda spinalis atau batang otak dan berakhir di otot rangka.
Ach, neurotransmiter yang dikeluarkan dari neuron motorik, merangsang
kontraksi otot.
Neuron motorik adalah jalur akhir bersama yang dilakukan berbagai
bagian SSP untuk mengontrol aktivitas otot rangka. Daerah-daerah SSP
yang memengaruhi aktivitas otot rangka dengan bekerja melalui neuron
motoris adalah korda spinalis, daerah motorik korteks, nukelus basal,
serebelum, dan batang otak.
Tabel 2.X Perbandingan sistem saraf otonom dan sistem saraf somatik

 Taut Neuromuskulus
Ketika mencapai sebuah otot, neuron motorik bercabang menjadi
terminal akson. Setiap terminal akson membentuk taut neuromuskulus
dengan satu sel (serat) otot rangka. Terminal akson terbagi menjadi
beberapa cabang halus, yang masing-masing berakhir di tombol terminal
yang membesar.
Daerah khusus membran sel otot rangka yang mendasari kompleks
terminal akson disebut cakram motorik. Karena struktur-struktur ini tidak
membentuk kontak langsung, sinyal disalurkan antara tombol terminal
dan serat otot melalui cara kimia.
Potensial aksi di terminal akson menyebabkan pelepasan Ach dari
vesikelnya di tombol terminal. Ach berikatan dengan kanal-reseptor
khusus di cakram motorik dan memicu pembukaan kanal-kanal
nonspesifik. Perpindahan ion yang kemudian terjadi menyebabkan
depolarisasi cakram motorik, menimbulkan potensial end-plate (EPP).
Aliran arus lokal antara end-plate yang mengalami depolarisasi dan
membran sel otot sekitar membawa area sekitar tersebut ke ambang,
memicu potensial aksi yang merambat ke seluruh serat otot. Potensial
aksi ini memicu kontraksi otot.
Asetilkolinestrase yang terdapat di membran, suatu enzim di cakram
motorik, menginaktifkan Ach, mengakhiri EPP, dan selanjutnya
mengakhiri potensial aksi dan kontraksi yang ditimbulkannya.

Anda mungkin juga menyukai