Anda di halaman 1dari 15

Waktu dan Tempat

Terjadinya Perbuatan Pidana


Ilustrasi
1) A tidak senang dengan B dan berniat membunuhnya. Pada malam
tanggal 10 April 2014, ketika sedang berjalan di tempat yang sepi,
tiba-tiba A memukul B dengan balok kayu bertubi-tubi sehingga B
terjatuh dan tidak sadarkan diri. Belum merasa puas, A menusuk B
dengan pisau di bagian dada dan perut, kemudian pergi
meninggalkannya. C yang kebetulan lewat dan melihat B tidak
berdaya, segera membawanya ke rumah sakit. Setelah dirawat
selama 4 hari, B meninggal dunia.
1) X yang tidak senang dengan Y berniat membunuhnya. Pada tanggal 26 Februari 2014, X berada
di Nunukan, Kalimantan Timur, dengan menggunakan senjata laras panjang menembak Y yang
sedang berada di wilayah teritorial Malaysia dan mati seketika.

2) X berada di Nunukan, Kalimantan Timur, dengan


menggunakan senjata laras panjang menembak Y
yang sedang berada di wilayah teritorial Malaysia
dan mati seketika.
A. Tempus Delicti
 Waktu terjadinya perbuatan pidana

Memiliki 4 arti penting:


1. Sudah dikualifikasikan
2. Mampu bertanggungjawab
3. Cukup umur/dewasa
4. Kedaluwarsa (verjaring)
Terjadinya suatu perbuatan pidana...
• H. B. Vos:
tempus delicti ditentukan pada saat tindakan/kelakuan terjadi
• J. E. Jonkers:
tempus delicti adalah pada saat tindakan atau kelakuan terjadi dan pada saat
akibat terjadi  ≠ celah hukum
• Mezger:
tidak mungkin mendapatkan jawaban yang sama terkait tempus delicti,
tergantung keperluan yang dimaksud oleh aturan.
Jika: - kedaluwarsa dan hak penuntutan  akibat
- aturan pidana berlaku, mampu bertanggungjawab  tindakan
B. Locus Delicti
 Tempat terjadinya perbuatan pidana
1.
Leer der lichamelijk
daad Delik
formil
(tempat tindakan)
Satu
tempat
Leer van instrument Modus operandi
canggih
(alat yg digunakan)
2 aliran
Beberapa Teori akibat Delik
materiil
tempat
2. Asas Teritorial
Moeljatno:
perundang-undangan hukum pidana suatu negara berlaku bagi semua orang yang
melakukan perbuatan pidana di negara tersebut.
Pengecualian, tidak dapat diadili dengan hukum negara tersebut (impunitas):
 Kepala negara  par in parem non hebet
 Duta besar
 Konsul Konvesi Wina 1961
(kebal sekeluarga) k e c u a likan
 Diplomat Roma: d i

 Petugas lembaga internasional


Postulat*  legatus regis vice fungitur a quo destinatur, et honorandus est sicut ille cujus vicem gerit (seorang
duta besar mewakili raja yang mengutusnya, maka ia harus dihormati karena ia mengisi posisi raja)
Impunitas semper ad deteriora invitat (impunitas mengundang pelaku untuk melakukan kejahatan yang lebih
*KBBI
besar): pos·tu·lat n asumsi yang menjadi pangkal dalil yang dianggap benar tanpa perlu membuktikannya;
anggapan dasar; aksioma
2. Asas Teritorial
Moeljatno:
perundang-undangan hukum pidana suatu negara berlaku bagi semua orang yang
melakukan perbuatan pidana di negara tersebut.
Pengecualian, tidak dapat diadili dengan hukum negara tersebut (impunitas):
 Kepala negara Respirokal atau timbal-balik (reciprocity principle)
 Duta besar  Apabila suatu negara menginginkan perlakuan yang baik dari
negara lain, maka negara yang bersangkutan juga harus memberi
 Konsul perlakuan yang baik terhadap negara tersebut
 Diplomat
 Petugas lembaga internasional Tempat-tempat seperti: wilayah kedutaan besar di suatu negara,
wilayah angkatan bersenjata suatu negara di negara lain dan kapal
berbendera asing, termasuk properti lainnya (misal, mobil).
Disamakan dengan wilayah angkatan bersenjata adalah kapal perang.
a. Perluasan Asas Teritorial Prinsip Teknis
 Prinsip teritorial subjektif
negara punya kompetensi mengadili atas perbuatan yang mulai
dilakukan di wilayahnya, tetapi berakhir/berakibat di wilayah negara
lain.  leer der lichamelijk daad (tempat tindakan)

 Prinsip teritorial objektif


negara punya kompetensi mengadili atas perbuatan yang mulai
dilakukan di negara lain, tetapi menimbulkan akibat di wilayahnya.
 teori akibat
b. Perluasan A. T. Prinsip Kewarganegaraan
 Asas nasional aktif (asas personalitas)
Berlakunya hukum pidana adalah bergabung atau mengikuti subjek
hukum atau orangnya, yakni warga negara di mana pun keberadaannya.

 Asas nasional pasif


Berlakunya hukum pidana Indonesia di luar wilayah negara bagi
setiap orang, warga negara atau orang asing, yang melanggar
kepentingan hukum Indonesia, atau melakukan perbuatan pidana yang
membahayakan kepentingan nasional di luar negeri.
c. Perluasan A. T. Prinsip Proteksi
Perundang-undangan hukum pidana suatu negara berlaku bagi semua orang di luar
wilayah negaranya bila melakukan kejahatan yang bertalian dengan keamanan dan
kepentingan (ekonomi) negara.

Dalam konteks hukum pidana Indonesia:


Makar  KUHP pasal 104, 106-108, 110, dst.
Kejahatan mengenai mata uang, materai, merek
Pemalsuan surat/sertifikat hutang, talon, deviden atas Indonesia, dsb.
Kejahatan yang berkaitan dengan pelayaran (baik kapal laut maupun kapal terbang)  pasal 4
d. Perluasan A. T. Prinsip Universal
~ Delicta jure gentium
Perundang-undangan hukum pidana suatu negara berlaku bagi semua orang yang
melakukan pelanggaran terhadap hukum pidana internasional.
van Hammel:
Menurut asas universal, konsekuensi secara keseluruhan meliputi perihal setiap delik,
di mana pun, oleh siapa pun yang merugikan kepentingan hukum, menurut pandangan
bangsa-bangsa untuk menegakkan ketertiban hukum dunia di mana pun dapat diadili.

 setiap negara berhak untuk menangkap, mengadili dan menghukum pelaku


kejahatan internasional
End

Anda mungkin juga menyukai