Anda di halaman 1dari 46

SEORANG PEREMPUAN 90 TAHUN

DENGAN PENYAKIT HIPOGLIKEMI,HEPATITIS A, DM


TIPE 2 DAN HIPERTENSI STAGE 2

Oleh: Muhammad Daffa Ramadhan/ 20204010292


Pembimbing: dr. Nugroho Agung D, Sp.PD

Kepaniteraan Klinik, Bagian Ilmu Bedah


Profesi Dokter UMY
RSUD Kabupaten Temanggung
Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Umur : 90 tahun
Alamat : Legoksari RT 5 RW 1
Temanggung II
Tanggal masuk ke RS : 8 April
2021
Agama : Islam
No. RM : 00214560
Anamnesis
Keluhan Utama: lemas
RPS: Pasien datang ke IGD RSUD
Temanggung dengan keluhan lemas
dan penurunan kesadaran 1jam SMRS.
Awal mulanya pasien minum obat gula
dari mantri tanpa makan kemudian
mengalami penurunan kesadaran dan
lemas, pasien belom melakukan
pengobatan dan langsung ke IGD
RSUD Temanggung, lalu pasien
mengatakan untuk mengurangi
lemasnya tidak tahu dan yang
memperberat juga belum tahu. Pasien
memiliki riwayat DM, hipertensi
dengan rutin konsumsi obat
Anamnesis
RPSOS
Merokok (-)
RPK Olahraga jarang
Riw. Keluhan serupa
RPD (-)
HT (-)
HT (+) DM (+)
DM (+)
Penyakit Jantung(-)
Riw. Asam Urat
Tinggi(-)
Pemeriksaan Fisik
Kepala Kesadaran : CM
Normocephal, CA -/-, SI -/- TD : 230/100 mmHg
Leher HR : 66 kali/menit
PKGB (-), JVP tidak RR : 20 kali/menit
meningkat T : 36,3^C
Thorax: SpO2 : 93%
Inspeksi : Simetris, retraksi (-) GDS : 32 kg
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SDV (+/+), ST (-/-) BJ I-II Reguler

Abdomen:
Inspeksi : Distensi (-), darm steifung (-) Darm
kontur (-) Perubahan warna kulit (-)
Auskultasi : BU (+)
Perkusi : Timpani
Palpasi : NT (-) suprapubik, abdomen supel
Ekstremitas :
Oedem -/- -/-, akaral hangat +/+ +/+, CRT <2 detik, Clubbing finger (-)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hemoglobin 13,9 g/dl 11.7-15.5
Hematokrit 41 % 35-47
Jumlah leukosit 14,0 103/ul 3.6-11
Jumlah eritrosit 4,57 106/ul 3.8-5.2
Jumlah trombosit 378 103/ul 150-440
MCV 88,6 Fl 80-100
MCH 30,4 Pg 26-34
MCHC 34,3 g/dl 32-36
Eosinofil 0,1 % 2-4
Basofil 0.1 % 0-1
Netrofil 78,2 % 50-70
Limfosit 16,4 % 25-40
Monosit 5,2 % 2-8
Ureum 53,4 mg/dL 10-50
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

Kreatinin 0,76 mg/dL 0.6-1.2


SGOT 40,9 U/L 0-35
SGPT 36,8 U/L 0-35
Anti HAV >400 mUI/mL <15-20

GDS 8/04/2021 : 32 mg/dl 


GDP 9/04/2021 : 91 mg/dl
GDP 10/04/2021 : 61 mg/dl 
GDP 11/04/2021 : 126 mg/dl 
EKG
●  

● IRAMA: Sinus Aritmia

● FREKUENSI: 65X/MENIT

● RITME: Ireguler

● AKSIS: Normoaxis

● GELOMBANG P: <0,12 detik, 

● INTERVAL PR : 0,16 detik

● QRS KOMPLEKS : Sempit <0,12

● GELOMBANG T : Tidak ditemukan T inversi 

● ST SEGMEN: Tidak ditemukan ST elevasi 

● KESAN: Sinus Aritmia,ireguler, OMI septal


Follow Up

No Ta Keadaan Pasien 2.  09 S : Lemas


.  ng /0
4/ O: 
ga
l 20
TD : 156/96, N : 80, S :36,5 RR: 20
21
1. 08 S :  lemas
/0 KU : Cukup 
4/ O :  
Kesadaran : Compos mentis 
20 TD : 230/100, N : 66, RR : 20, S: 36,6
21 KU : Cukup  Hasil Lab: 

 GDS 91
Kesadaran : Delirium 
Odem (-)  
GDS 32
  A : Hipoglikemi,Hipertensi, DM tipe 2 
A : Hipoglikemi, Hipertensi, DM tipe 2  
 
P :  P : 
R/ R/
Infus martos 20tpm
Inj. D40% 2-1-1 Infus martos 20tpm
Candesartan 16 mg 0-0-1 Candesartan 16 mg 0-0-1
Follow Up

3.  10 S : Pasien merasakan lemes (+), Pusing (-) 11/ S : pasien mengatakan lemas
/0 04/
4/ O: 
20
20 O: 
TD : 128/64, N: 68, RR : 20. S: 36.5 21 TD: 127/67, N: 64, RR : 20, S : 36,2
21
KU : Cukup 
GDS 126
Kesadaran : Compos mentis 
KU : Cukup 
 HAV reaktif

 GDS 61
Kesadaran : Compos mentis 

   

  A :Hipoglikemi, DM tipe 2
A : Hipoglikemi, DM tipe 2, Hepatitis A   
  P : 
P : 
R/
R/
Infus martos 500/24 jam
Infus martos 500/24 jam Candesartan 16 mg 0-0-1
Candesartan 16 mg 0-0-1
 
Inj. D40% 2-1-1
 
III. DAFTAR ABNORMALITAS

1. TD : 156/96

2. GDS 32 

3. Leukosit : L 14,0

4. Eosinofil : L 0,1%

5. Netrofil : H 78,2

6. Limfosit : L 16,4

7. Ureum :H 53,4

8. SGOT : H 40,9

9. SGPT : H 36,8

10. Anti HAV : HH >400

11. EKG : OMI Septal


III. RENCANA PEMECAHAN MASALAH
1. Diabetes Mellitus Tipe 2

Assesment Diabetes Mellitus Tipe 2 Primer atau sekunder, komplikasi Diabetes Mellitus
Tipe 2

Plan

IpDx Keluhan utama, pemeriksaan fisik, pemeriksaan GDS, GDP dan Hba1c,
pemeriksaan ureum, kreatinin, pemeriksaan urin rutin.
IpRx  Cek rutin gula darah
 Novorapid 12.12.0
 P.O Acarbose 50mg

IpMx  Cek glukosa darah puasa, 2PP menimal seminggu sekali utnuk
mengetaui papakah gula darah terkontrol
 HbA1C untuk mengetahui kepatuhan gizi dari pasien

IpEx Edukasi kepada pasien:


 Menjelaskan pada pasien bahwa pasien menderita DM Tipe 2
 Menjelaskan kepada pasien untuk memodifikasi kegiatan sehari-hari
berupa diet nutrisi sehat, olahraga aerobik (jalan cepat, jogging) 30 menit
per hari, meminum obat secara rutin dan patuh , melakukan pengecekan
gula darah secara rutin
 Menjelaskan pada pasien akan pentingnya pengobatan medikamentosa
 Menjelaskan pada pasien agar makan terlebih dahulu sebelum minum
obat
Edukasi kepada keluarga:
 Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit kronis berserta
komplikasi dan pencegahan perburukan penyakit yang bisa dilakukan
 Edukasi kepada keluarga pasien untuk memberikan dukungan kepada
pasien untuk senantiasa melakukan 5 pilar tatalaksana diabetes mellitus
Edukasi kepada perawat:
 Memberikan penjelasan kepada perawat akan komplikasi akut darurat
yang dapat terjadi pada pasien seperti hipoglikemia, Status hyperosmolar
hiperglikemia, Ketoasidosis Diabetikum
 Memberikan edukasi tatacara pemberian obat pada pasien beserta efek
samping yang bisa terjadi pada pasien
1. Hipertensi Stage 2

Assesment Hipertensi Stage 2 primer dan sekunder, komplikasi hipertensi

Plan

IpDx Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter secara berkala dan


mengklasifikasikan menggunakan kategori JNC-7.

IpRx  Modifikasi gaya hidup sehat termasuk olahraga rutin dan perbaikan gizi
 Angiotensin II Receptor Antagonis : Candesartan 16 mg 1 x 1
 Ca-Antagoinist: Amplodipin 10 mg 1 x 1

IpMx  Monitoring TTV untuk mengetahui efek penggunaan obat pada pasien
 Laboratorium DRL : ureum, creatinine untuk mengetahui komplikasi
yang dapat terjadi
 EKG untuk mengetahui ada tanda tanda rekam jantung
 monitoring efek samping obat.

IpEx Edukasi kepada pasien


 Memberi edukasi pada keluarga terkait terapi non farmakologi terhadap
hipertensi seperti pengaturan pola makan.
 Menjelaskan penggunaan obat-obat anti hipertensi yang digunakan
kepada pasien
 Menjelaskan komplikasi yang mungkin dapat terjadi ketika tidak
melakukan terapi farmakologis maupun non farmakologis
Edukasi kepada keluarga:
 Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit kronis berserta
komplikasi dan pencegahan perburukan penyakit yang bisa dilakukan
 Edukasi kepada keluarga pasien untuk memberikan dukungan kepada
pasien untuk senantiasa melakukan tatalaksana hipertensi
Edukasi kepada perawat:
 Memberikan penjelasan kepada perawat akan komplikasi akut darurat
yang dapat terjadi pada pasien
 Memberikan edukasi tatacara pemberian obat pada pasien beserta efek
samping yang bisa terjadi pada pasien
3. Hepatitis A

Assesment Hepatitis A

Plan

IpDx  SGOT SGPT untuk menilai fungsi hati


 Tes Antibodi
IpRx Banyak Itirahat dan penuhi nutrisi

IpMx  Monitoring tanda-tanda vital pasien


 Laboratorium DRL
 Tes Immunologi HAV

IpEx Edukasi kepada pasien:


 Memberi edukasi pada pasien terkait penyebab penyakit hepatitis A
 Menjelaskan pada pasien untuk banyak istirahat
 Menjelaskan pada pasien tentang makanan yang harus dimakan seperti
makan daging jangan mentah
Edukasi kepada keluarga:
 Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit hepatitis A
Edukasi kepada keluarga pasien :
 untuk memberikan dukungan kepada pasien untuk senantiasa melakukan
pencegahan penyakit
Edukasi kepada perawat:
 Memberikan penjelasan kepada perawat tentang penyakit hepatitis A
 Memberikan edukasi tatacara perawatan pasien
4. Hipoglikemi

Assesment Hipoglikemi

Plan

IpDx  Keluhan utama, pemeriksaan fisik, pemeriksaan GDS, GDP dan Hba1c,
pemeriksaan ureum, kreatinin, pemeriksaan urin rutin.
IpRx  Cek rutin gula darah
 Infus martos 500/24 jam
IpMx  Cek glukosa darah puasa, 2PP menimal seminggu sekali utnuk
mengetaui papakah gula darah terkontrol
 HbA1C untuk mengetahui kepatuhan gizi dari pasien Laboratorium
DRL
IpEx Edukasi kepada pasien:
 Menjelaskan kepada pasien untuk memodifikasi kegiatan sehari-hari
berupa diet nutrisi sehat, olahraga aerobik (jalan cepat, jogging) 30 menit
per hari, meminum obat secara rutin dan patuh , melakukan pengecekan
gula darah secara rutin
 Menjelaskan pada pasien akan pentingnya pengobatan medikamentosa
 Menjelaskan pada pasien agar makan terlebih dahulu sebelum minum
obat
Edukasi kepada keluarga:
 Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit kronis berserta
komplikasi dan pencegahan perburukan penyakit yang bisa dilakukan
 Edukasi kepada keluarga pasien untuk memberikan dukungan kepada
pasien untuk senantiasa melakukan 5 pilar tatalaksana diabetes mellitus
Edukasi kepada perawat:
 Memberikan penjelasan kepada perawat akan komplikasi akut darurat
yang dapat terjadi pada pasien seperti hipoglikemia, Status hyperosmolar
hiperglikemia, Ketoasidosis Diabetikum
Memberikan edukasi tatacara pemberian obat pada pasien beserta efek
samping yang bisa terjadi pada pasien
PEMBAHASA
N
Definisi DM

Diabetes melitus (DM) merupakan


suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau keduanya. Gejala yang
sering dikeluhkan pada penderita
Diabetes Melitus yaitu polidipsia, poliuria,
polifagia, penurunan berat badan,
kesemutan.
Patogenesis DM
Resistensi insulin pada sel otot dan
hati, serta kegagalan sel beta pankreas
telah dikenal sebagai patofisiologi
kerusakan sentral dari DM tipe 2. Organ
lain yang juga terlibat pada DM tipe 2
adalah jaringan lemak (meningkatnya
lipolisis), gastrointestinal (defisiensi
inkretin), sel alfa pankreas
(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan
absorpsi glukosa), dan otak (resistensi
insulin), yang ikut berperan menyebabkan
gangguan toleransi glukosa.
Klasifikasi DM

1. Diabetes tipe 1
2. Diabetes tipe 2
3. Diabetes mellitus gestasional
4. Jenis diabetes tertentu karena
penyebab lain, misalnya, sindrom
diabetes monogenik
Diagnosis DM

1. Keluhan klasik DM : polyuria,


polydipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat
diojelaskan sebabnya 
2. Keluhan lain: lemah badan,
kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta
pruritus vulva pada wanita.
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori
minimal 8 jam.(B)
A ta u
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dL 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
dengan beban glukosa 75 gram. (B)
A ta u
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL dengan keluhan klasik.

A ta u
Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National
Glycohaemoglobin Standarization
Program (NGSP). (B)
Tatalaksana
- Edukasi Diabetes mellitus

Pemberian edukasi bertujuan untuk promosi hidup sehat, perlu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang
sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal seperti perjalanan penyakit DM, makna
dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara keberlanjutan, penyulit DM dan resikonya, intervensi non-farmakologis dan farmakologis
serta target pengobatan, cara pemantauan glukos, penanganan awal hipoglikemia, pentingnya latihan jasmani, perawatan kaki, sedangkan untuk materi
edukasi tingkat lanjut dapat diberikan pengenalan dan mencegah penyulit akut DM, pengetahuan tentang penyulit manahun DM, penatalaksanaan DM
selama menderita penyakit lain, rencana untuk kegiatan khusus2

- Latihan Fisik  

Latihan fisik selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Program latihan fisik secara teratur dilakukan 3 – 5 hari seminggu selama sekitar 30 – 45 menit, dengan total 150
menit per minggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.

Latihan fisik yang dianjurkan berupa latihan fisik yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50 – 70% denyut jantung maksimal) seperti
jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Pemeriksaan glukosa darah dianjurkan sebelum latihan fisik. Pasien dengan kadar glukosa darah < 100
mg/dL harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila > 250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan fisik
Terapi Nutrisi Medis (TNM)

Terapi gizi merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DM tipe 2 secara komprehensif. Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang
menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.

Standar dalam asupan nutrisi makanan seimbang yang sesuai dengan kecukupan gizi baik adalah sebagai berikut : 
2

1. Karbohidrat : 45 – 65 % total asupan energy 

2. Lemak : 20 – 25 % kebutuhan kalori, tidak boleh melebihi 30 % total asupan energi 

3. Protein : 10 – 20 % total asupan energi 

4. Natrium : < 2300 mg perhari 

5. Serat : 20 – 35 gram/hari 

6. Pemanis Alternatif dapat digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman. 

Untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya25 – 30 kal/kgBB ideal.
Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung pada factor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain lain.
- Terapi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pola pengaturan makanan


dan latihan jasmani.Terapi farmakologis terdiri dari obat hipoglikemik oral dan
injeksi insulin. Pemberian obat oral atau dengan injeksi dapat membantu
pemakaian gula dalam tubuh penderita diabetes.

Obat Antihiperglikemia Oral


Berdasarkan cara kerjanya, obat anti-hiperglikemia oral dibagi
menjadi 6 golongan

Golongan Obat Cara kerja Utama Efek Samping


Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin BB naik hipoglikemia
Glinid Meningkatkan sekresi insulin BB naik hipoglikemia
Metformin Menekan produksi glukosa hati dan menambah Dispepsia, diare,
sensitifitas terhadap insulin asisdosis laktat
Penghambat Menghambat absorpsi glukosa Flatulen, tinja lembek
Alfa-
glucosidase
Tiazolidindion Menambah sensitifitas terhadap insulin Edema
Penghambat Meningkatkan sekresi insulin, menghambat Sebah, muntah
DPP-IV sekresi glucagon
Penghambat Menghambat penyerapan kembali glukosa di Dehidrasi, infeksi saluran
SGLT-2 tubuli distal ginjal kemil
Obat Antihiperglikemia Suntik
Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1
dan kombinasi insulin dan agonis GLP-1
a. Insulin
Insulin digunakan pada keadaan :
 HbA1c saat diperiksa  7.5% dan sudah
menggunakan satu atau dua obat antidiabetes
 HbA1c saat diperiksa > 9%
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Krisis Hiperglikemia
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark
miokard akut, stroke)
 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
 Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
b. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic

Inkretin adalah hormon peptida yang disekresi


gastrointestinal setelah makanan dicerna, yang mempunyai
potensi untuk meningkatkan sekresi insulin melalui stimulasi
glukosa. Dua macam inkretin yang dominan adalah glucose-
dependent insulinotropic polypeptide (GIP). dan glucagon-like
peptide (GLP)-1. Agonis GLP-1 mempunyai efek menurunkan
berat badan, menghambat pelepasan glukagon, menghambat
nafsu makan, dan memperlambat pengosongan lambung
sehingga menurunkan kadar glukosa darah postprandial.
Definisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi


didefinisikan sebagai tekanan darah arteri yang sangat
tinggi. Menurut Joint National Committee 7 (JNC7),
tekanan darah normal adalah TD sistolik <120 mmHg
dan TD diastolik <80 mm Hg. Hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan / atau
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Daerah antara
120–139 mmHg TD sistolik dan 80–89 mmHg TD
diastolik didefinisikan sebagai "prehipertensi". Subjek
prehipertensi lebih berisiko mengembangkan menjadi
hipertensi.
Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi Tekanan darah Tekanan darah


sistolik (mmHg) diastolic

Normal < 120 And < 80

Prehipertensi 120 – 139 Or 80 – 89

Hipertensi 140 – 159 Or 90 – 99


stage 1

Hipertensi ≥ 160 Or ≥ 100


stage 2
Tabel 3. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 8
Patofisiologi Hipertensi
Hormon natriuretik menyebabkan peningkatan konsentrasi natrium dalam sel yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah. RAAS mengatur natrium, kalium, dan volume darah,
yang pada akhirnya akan mengatur tekanan darah di arteri (pembuluh darah yang membawa
darah menjauh dari jantung). Angiotensin II dan aldosteron termasuk dua hormon yang terlibat
dalam sistem RAAS. Angiotensin II menyebabkan penyempitan pembuluh darah, meningkatkan
pelepasan bahan kimia yang dapat meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan produksi
aldosteron. Penyempitan pembuluh darah meningkatkan tekanan darah (ruang lebih sedikit,
jumlah darah yang sama), yang juga memberi tekanan pada jantung. Aldosteron menyebabkan
natrium dan air tetap ada di dalam darah. Akibatnya, volume darah menjadi lebih besar, yang
akan meningkatkan tekanan pada jantung dan meningkatkan tekanan darah
Faktor Resiko

 Faktor resiko pada hipertensi dapat dibedakan menjadi factor resiko yang dapat
di kontrol, dan faktor resiko yang tidak dapat dikontrol. Faktor resiko yang bisa
dikontrol antara lain overweight atau obesitas, sedentary lifestyle, penggunaan
tembakau, diet tidak sehat, konsumsi alkohol berlebihan, stress, sleep apnea,
diabetes. Sedangkan, untuk factor yang tidak bisa dikontrol adalah umur, ras, dan
riwayat penyakit keluarga
Diagnosis Hipertensi
Penggunaan pengukur tekanan darah otomatis lebih
direkomendasikan, daripada pengukur tekanan darah manual.
Menggunakan pengukur tekanan darah otomatis mengurangi
kesalahan dan menghindari perkiraan nilai BP yang berlebihan
(white-coat hypertension) meremehkan nilai BP (masking
hypertension). Pastikan pasien tidak mengonsumsi kafein atau
merokok dalam 30 menit terakhir. Ukur TD di kedua lengan
dengan pasien dalam posisi duduk, istirahat dengan tenang
setidaknya 5 menit sebelum pengukuran. 
Selain itu, anamnesis diperlukan untuk mengetahui riwayat
personal dan keluarga sehingga dapat diidentifikasi untuk factor
resiko dan penyebab adanya hipertensi sekunder. Pemeriksaan
fisik juga dapat dilakukan dengan menimbang berat badan
pasien, dan tinggi pasien, lingkar pinggang, pemeriksaan head
to toe. Pemeriksaan laboratorium juga dapat dilakukan seperti
urinalisis, kimia darah, gula darah puasa atau HbA1C, lemak
darah dan elektrokardiogram
Definisi Hepatitis A

Hepatitis adalah proses peradangan difus pada sel


hati. Hepatitis A adalah hepatitis yang disebabkan oleh
infeksi Hepatitis A Virus. Infeksi virus hepatitis A
dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi,
diantaranya adalah hepatitis fulminant, autoimun
hepatitis, kolestatik hepatitis, hepatitis relaps, dan
sindroma pasca hepatitis (sindroma kelelahan kronik).
Hepatitis A tidak pernah menyebabkan penyakit hati
kronik.
Faktor Resiko

 HAV didapat melalui transmisi fecal-oral; setelah itu orofaring dan traktus
gastrointestinal merupakan situs virus ber-replikasi. Virus HAV kemudian di
transport menuju hepar yang merupakan situs primer replikasi, dimana pelepasan
virus menuju empedu terjadi yang disusul dengan transportasi virus menuju usus
dan feses. Viremia singkat terjadi mendahului munculnya virus didalam feses dan
hepar. Pada individu yang terinfeksi HAV, konsentrasi terbesar virus yang di
ekskresi kedalam feses terjadi pada 2 minggu sebelum onset ikterus, dan akan
menurun setelah ikterus jelas terlihat. Anak-anak dan bayi dapat terus
mengeluarkan virus selama 4-5 bulan setelah onset dari gejala klinis. Berikut ini
merupakan ilustrasi dari patogenesis hepatitis A.
Diagnosis
● Diagnosis
Untuk menegakan diagnosis HAV diperlukan beberapa pemeriksaan.
Pemeriksaan tersebut antara lain adalah:

● A. Pemeriksaan Klinis
● Diagnosis klinik ditegakan berdasarkan keluhan seperti demam,
kelelahan, malaise, anorexia, mual dan rasa tidak nyaman pada
perut. Beberapa individu dapat mengalami diare. Ikterus (kulit
dan sclera menguning), urin berwarna gelap, dan feses berwarna
dempul dapat ditemukan beberapa hari kemudian. Tingkat
beratnya penyakit beraragam, mulai dari asimtomatik (biasa
terjadi pada anak-anak), sakit ringan, hingga sakit yang
menyebabkan hendaya yang bertahan selama seminggu sampai
sebulan.
● B. Pemeriksaan Serologik
● Adanya IgM anti-HAV dalam serum pasien dianggap sebagai
gold standard untuk diagnosis dari infeksi akut hepatitis A. Virus
dan antibody dapat dideteksi dengan metode komersial RIA, EIA,
atau ELISA. Pemeriksaan diatas digunakan untuk mendeteksi
IgM anti-HAV dan total anti-HAV (IgM dan IgG). IgM anti-HAV
dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya.
Dikarenakan IgG anti-HAV bertahan seumur hidup setelah infeksi
akut, maka apabila seseorang terdeteksi IgG anti-HAV positif
tanpa disertai IgM anti-HAV, mengindikasikan adanya infeksi di
masa yang lalu. Pemeriksaan imunitas dari HAV tidak
dipengaruhi oleh pemberian passive dari
Immunoglobulin/Vaksinasi, karena dosis profilaksis terletak
dibawah level dosis deteksi.
Terapi

Penatalaksanaan Hepatitis A Virus


● Penatalaksanaan hepatitis A virus sebagian besar adalah terapi
suportif, yang terdiri dari bed rest sampai dengan ikterus mereda,
diet tinggi kalori, penghentian dari pengobatan yang beresiko
hepatotoxic, dan pembatasan dari konsumsi alkohol.
● Sebagian besar dari kasus hepatitis A virus tidak memerlukan
rawat inap. Rawat inap direkomendasikan untuk pasien dengan
usia lanjut, malnutrisi, kehamilan, terapi imunosupresif,
pengobatan yang mengandung obat hepatotoxic, pasien muntah
berlebih tanpa diimbangi dengan asupan cairan yang adekuat,
penyakit hati kronis/didasari oleh kondisi medis yang serius, dan
apabila pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatkan gejala-gejala dari hepatitis fulminan. Pasien dengan
gagal hati fulminant, didefinisikan dengan onset dari
encephalopathy dalam waktu 8 minggu sejak timbulnya gejala.
Pasien dengan gagal hati fulminant harus dirujuk untuk
pertimbangan melakukan transplantasi hati.
Definisi
Hipoglikemi
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar
glukosa darah < 70 mg/dl. Hipoglikemia adalah
penurunan konsentrasi glukosa serum dengan atau
tanpa adanya gejala-gejala sistem otonom, seperti
adanya whipple’s triad:
§ Terdapat gejala-gejala hipoglikemia
§ Kadar glukosa darah yang rendah
§ Gejala berkurang dengan pengobatan.
Klasifikasi Hipoglikemi
● Klasifikasi hipoglikemia pada pasien non-diabetes
● Secara klasik hipoglikemia pada pasien non-diabetes dikelompokkan
dalam dua kelompok utama yaitu :
● a. Post-prandial (reactive) hipoglikemia: hipoglikemia yang terjadi dalam
waktu hingga 4-5 jam setelah makan
● b. Fasting (post-absorbtive) hipoglikemia: Menurunnya kadar glukosa
darah <70 mg/dl yang disertai dengan gejala dan keluhan hipoglikemia
yang dialami >4 jam setelah makan.
● Klasifikasi pada pasien diabetes
● a. Confirmed hypoglycemia adalah kejadian hasil pengukuran kadar
glukosa darah yang rendah.
● b. Severe hypoglycemia adalah kejadian dimana pasien
membutuhkan pertolongan orang lain untuk mengatasi
hipoglikemianya.
● c. Nocturnal hypoglycemia adalah kejadian hipoglikemia yang dialami
pada waktu malam hari. Secara umum periode waktu untuk kejadian
nocturnal hypoglycemia adalah pada saat bed time hingga waktu
bangun dipagi hari.
Etiologi Hipoglikemi

● Penyebab terjadinya Hipoglikemi menurut (Kedia, 2011) :


● Dosis pemberian insulin yang kurang tepat
● Kurangnya asupan karbohidrat karena menunda atau melewatkan
makan
● Konsumsi alcohol
● Peningkatan pemanfaatan karbohidrat karena latihan atau penurunan
berat badan
Patofisiologi Hipoglikemi
● Menurut (Kedia,2011) pada Diabetes Mellitus type 2, Hipoglikemi terjadi
akibat adanya kelebihan insulin dan juga terjadinya gangguan pertahanan
fisiologis yaitu terdapat penurunan pada plasma glukosa. Glukosa sendiri
merupakan bagian terpenting di dalam tubuh sebagai bahan bakar
metabolisme yang harus ada untuk otak. Terjadinya penurunan kadar gula
dalam darah akan berkaitan pada system saraf pusat, sistem pencernaan
dan sistem peredaran darah.
Penatalaksanaan Hipoglikemi

● 1. Dekstrosa
● Pada keadaan pasien yang tidak mampu menelan glukosa karena pingsan,
kejang, atau adanya perubahan status mental, pada keadaan darurat dapat di
berikannya dekstrosa dalam air dengan konsentrasi 50% dimana dosis biasanya
yang di berikan kepada orang dewasa, sedangkan pemberian konsentrasi 25%
yang biasanya akan di berikan kepada anak-anak.

● 2. Glukogen
● Tidak seperti dekstrosa, yang dalam pemberiannya harus di berikan melalui
intravena, glukogen dapat di berikan pada klien dengan melalui subkutan (SC)
atau intramuskular (IM) yang dimana akan di lakukan oleh perawat yang
memang sudah pengalaman dalam memberikan glokugen. Dalam hal ini
tentunya akan dapat mencegah terjadinya ke terlambatan dalam memulai
pengobatan yang dapat di lakukan secara darurat.
Pencegahan Hipoglikemi
● Menurut (KEMENKES, 2018) untuk mencegah munculnya gejala
Hipoglikemi ialah dengan :
● a. Makan sesuai dengan aktifitas yang di lakukan sehari-hari
● b. Batasi konsumsi minuman keras atau hindari sama sekali
tidak meminumnya
● c. Pantau kadar gula secara berkala
● d. Kenali gejala-gejala Hipoglikemi yang muncul
● e. Selalu siapkan makanan atau obat-obatan pereda gejala di
manapun anda berada
● DAFTAR PUSTAKA

● 1. Sapra A, Bhandari P. Diabetes mellitus. Rev Bras Med. 2020;62(SPEC. ISS.):60-


71.
● 2. Soelistijo S, Novida H, Rudijanto A, et al. Konsesus Pengelolaan Dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia. PERKENI; 2015. https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2019/01/4.-
Konsensus-Pengelolaan-dan-Pencegahan-Diabetes-melitus-tipe-2-di-Indonesia-
PERKENI-
2015.pdf&ved=2ahUKEwjy8KOs8cfoAhXCb30KHQb1Ck0QFjADegQIBhAB&usg=AOv.
● 3. Kementerian Kesehatan RI. Infodatin 2020. jakarta: Kementerian Kesehatan RI;
2020.
● 4. Association AD. Classification and diagnosis of diabetes: Standards of Medical
Care in Diabetes. Am Diabetes Assoc. 2020;43(January):S14-S31. doi:10.2337/dc20-
S002
● 5. Fowler MJ. Microvascular and macrovascular complications of diabetes. Clin
Diabetes. 2011;29(3):116-122. doi:10.2337/diaclin.29.3.116
● 6. Kurniawan AA, Wuryaningsih YNS. Physical Exercise Recommendations for Type
2 Diabetes. Berk Ilm Kedokt Duta Wacana. 2016;01:197-208
● 7. Singh S, Shankar R, Singh GP. Prevalence and Associated Risk Factors of
Hypertension: A Cross-Sectional Study in Urban Varanasi. Int J Hypertens. 2017;2017.
doi:10.1155/2017/5491838
● 9. Bell K, Twiggs J, Olin BR. The Silent Killer: Updated JNC-8 Guideline
Recommendations. Alabama Pharm Assoc. 2015:1-8.
● 10. Nainan, O.V., et al., Diagnosis of hepatitis a virus infection: a molecular approach.
Clin Microbiol Rev, 2006. 19(1): p. 63-79.
● 11. Tong, M.J., N.S. el-Farra, and M.I. Grew, Clinical manifestations of hepatitis A:
recent experience in a community teaching hospital. J Infect Dis, 1995. 171 Suppl 1: p.
S15-8.
● 12. Canadian Diabetes Association (CDA). Hypoglycemia. Canadian Diabetes
Association Clinical Practice Guidelines Expert Committee. Can J Diab 2013; 37: S69-
S71
● 13. Kalra S, Mukherjee JJ, Venkataraman S et al. Hypoglycemia: The neglected
complications. IJEM 2013; 17: 820-834.
● 14. Briscoe VJ, Davis SN. Hypoglycemia in type 1 and type2 diabetes: physiology,
pathophysiology, and management. Clin Diabetes 2006; 24: 115–121.
● 15. Seaquist ER, Anderson J, Childs B et al. Hypoglycemia and diabetes: a report of a
workgroup of the American Diabetes Association and The Endocrine Society. Diab Care
2013; 36: 1384–1395.
● 16. Wentholt IM, Maran A, Masurel A et al. Nocturnal hypoglycaemia in type 1 diabetic
patients, assessed with continuous glucose monitoring: frequency, duration and
associations. Diab Med 2007; 24: 527–532.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai