Pascapanen dan
Pengendalian Pada
Tanaman Sorgum
Nama :
Gunawan P Purba ( CAA 118 065)
Dony Rizky G Siallagan ( CAA 118 058 )
Pendahuluan
Penanganan pascapanen merupakan salah satu mata rantai penting yang harus mendapat perhatian dalam usahatani
sorgum. Walaupun saat ini belum ada standar mutu dalam perdagangan sorgum namun penerapan teknologi
pascapanen yang baik, terutama ditingkat petani diperlukan agar produk biji yang dihasilkan lebih kompetitif dan
mampu bersaing di pasar bebas. Sebagai salah satu tanaman pangan utama selain padi dan jagung, sorgum
membutuhkan pengelolaan pascapanen yang tepat untuk mencegah kehilangan hasil, baik dalam bentuk kuantitatif
(tercecer, dimakan burung) maupun kehilangan kualitatif (serangan hama dan penyakit pascapanen).
Sorgum adalah komoditas potensial utama yang diharapkan dapat menjadi sumber pangan, pakan dan energi
terbarukan di masa mendatang. Sorgum yang juga dikenal sebagai tanaman khas lahan kering sangat sesuai untuk
dibudidayakan di Indonesia. Potensi lahan kering di Indonesia adalah sebesar 52,5 juta ha yang sebagian besar sering
mengalami kegagalan panen akibat kekeringan berkepanjangan.
Untuk menghasilkan produk sorgum yang optimal tidak bisa hanya mengandalkan varietas atau teknologi budidaya
semata tetapi juga aspek pascapanen. Makalah ini membahas sejumlah aspek terkait pengelolaan pascapanen sorgum
mulai dari panen, pengeringan, perontokan, penyosohan sampai kepada penyimpanan. Pemanenan sorgum dilakukan
dengan mengacu pada deskripsi serta penampakan fisik di lapangan. Keterlambatan dalam pemanena sorgum
berakibat menurunkan hasil panen 8-16%. Demikian halnya dengan pengeringan, perontokan, penyosohan untuk
mengeluarkan tannin yang melekat pada biji serta penyimpanan yang harus dikelola dengan baik. Penyimpanan yang
baik selain menjaga daya tumbuh biji sampai 8 bulan, daya kecambah >80% juga mencegah serangan hama gudang.
TABLE OF CONTENTS
01 02
1. Penyakit Antraknosa
Penyakit antraknosa pada tanaman sorgum disebabkan oleh cendawan Colletotrichum
graminicola. Gejala penyakit ini pada awal infeksi berupa bintikbintik kecil dan mengalami
pelukaan sampai 5 mm, bintik kemudian membesar dan menyatu berwarna ke merah-merahan
sampai keunguan atau kekuningan, kemudian daun menjadi layu. Infeksi awal terjadi pada daun
bagian bawah, kemudian menyebar ke bagian atas dan juga pada batang serta tangkai malai.
Kehilangan hasil yang disebabkan oleh penyakit antraknosa pada tanaman sorgum dapat mencapai
50%. Cendawan ini mampu bertahan hidup selain pada tanaman sorgum juga pada tanaman inang
yang lain atau pada jaringan tanaman yang telah mati. Spora cendawan Colletotrichum sp dapat
menyebar melalui angin atau percikan air hujan dan jika spora jatuh/menempel pada inang yang
cocok, dan didukung oleh kondisi lingkungan sesuai, maka cendawan akan berkembang dengan
cepat. Pengendalian penyakit ini melalui rotasi dengan tanaman lain, penggunaan varietas tahan,
sanitasi lingkungan di sekitar pertanaman sorgum, penggunaan fungisida yang efektif .
Penyakit dan Pengendalian Pada
Tanaman Sorgum