Anda di halaman 1dari 60

Case Report

Vertigo Vestibular Perifer + Epilepsi


Preseptor : dr. Tutwuri Handayani, Sp. S, M.Kes
Presentan : Rifani Nugroho
IDENTITAS
PASIEN
Nama : Nn. AP
: 19 tahun
Umur : Perempuan
Jenis : Kp. Sukamantri
Kela
: Belum bekerja
min
: Lajang
Alamat
: 00036***
Pekerjaa
: 28/06/2021
n Status
Tanggal pemeriksaan:
No. RM
29/05/2021
Tanggal
masuk
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan kepada keluarga pasien (alloanamnesis) pada tanggal 29 Juni 2021 di
ruang rawat inap Teratai Atas di RSUD Syamsudin, SH. Sukabumi

Keluhan Utama
Pasien pusing berputar sejak 2 hari SMRS
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD R. Syamsudin SH diantar oleh keluarganya pada tanggal 26 Mei 2021 dengan
keluhan pusing berputar sejak 2 hari SMRS. Pusing dirasakan tiba-tiba saat berubah posisi dari tidur ke
duduk dan berkurang bila beristirahat.
11 jam SMRS pasien kejang 1 kali selama ± 3 menit dengan kaki tangan kelojotan, mata mendelik ke atas
dan mulut terbuka kaku. Selama kejang pasien tidak diberikan obat apapun. Setelah kejang pasien sadar
dan mengeluhkan sakit kepala, mual, muntah sebanyak 10x dengan sekali muntah ± 350 ml.
1 jam SMRS pasien kejang 1 kali selama ± 2 menit dengan kaki tangan kelojotan, mata mendelik ke atas,
mulut terbuka dengan lidah menjulur keluar. Setelah kejang pasien sadar dan dibawa ke IGD RSUD R.
Syamsyudin SH. Keluhan demam, batuk dan sesak disangkal.
ANAMNESIS

 Riwayat Penyakit Dahulu  Riwayat Psikososial

Pasien belum pernah mengeluh keluhan Pasien merupakan seorang mahasiswi


semester 4, tidak mengalami gangguan
seperti ini. dalam pemahaman materi selama kuliah.
Riwayat epilepsi sejak 5 tahun yang lalu.  Riwayat Alergi
 Riwayat Penyakit Keluarga Pasien tidak memiliki riwayat alergi
Keluhan serupa pada keluarga pasien
disangkal Riwayat epilepsy, hipertensi, DM,
jantung, stroke pada keluarga disangkal
 Riwayat Pengobatan
Pasien rutin konsumsi Bamgetol 2x1/hari.
PEMERIKSAAN
FISIK
29/06/21
Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4M6V5
Tanda vital

Tekanan darah : 120/70mmHg

Nadi :

88x/menit Pernapasan

: 18x/menit Suhu :

36,8oC

Spo2 : 98%
PEMERIKSAAN
STATUS
FISIK
GENERALISATA
 Kepala : normocephal
 Wajah : simetris
 Mata : kongjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik
(-)/(-)
 Telinga
: simetris, deformitas (-)/(-), sekret (-)/(-)
 Hidung
 : septum deviasi (-), sekret (-)/(-), darah (-)/(-)
Mulut
hiperemis : sianosis (-), mukosa bibir kering, faring
(-) : pembesaran KGB dan tiroid (-), JVP
 Leher tidak
meningkat
PEMERIKSAAN
FISIK
STATUS
Toraks GENERALISATA Par
u
Jantung - Inspeksi : Dinding toraks simetris
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak - Palpasi : Vocal fremitus sama kuat kanan
- Palpasi : Ictus cordis teraba dan kiri
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, - Perkus : Sonor di kedua lapang
murmur (-), gallop (-) i paru
- Auskul : Suara napas ronkhi (-/-)
tasi
PEMERIKSAAN
FISIK
STATUS GENERALISATA
Abdomen Ekstremitas
- Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi - Superior : Tidak terdapat jejas, bekas trauma,
abnormal (-) massa, dan sianosis (-/-) akral hangat (+/+),
- Palpasi : Supel, hepar dan lien dalam edema (-/-), CRT < 2 detik
batas normal, nyeri tekan (-) - Inferior : Tidak terdapat jejas, bekas trauma,
- Perkusi : Timpani pada seluruh massa, dan sianosis (-/-) akral hangat (+/+),
lapang abdomen edema (-/-), CRT < 2 detik
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
PEMERIKSAAN
NEUROLOGIS
RANGSANG MENINGEAL
1) Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2) Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3) Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4) Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sebelum mencapai 135º)
5) Laseque : -/- (tidak timbul tahanan pada kedua kaki sebelum mencapai
70o)
PEMERIKSAAN
NERVUS
NEUROLOGIS
KRANIALIS
I. (Olfaktorius) : Tidak dilakukan pemeriksaan N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis,
Abducens)
Kelopak mata :
II. (Optikus)
• Ptosis : -/-
a) Tajam penglihatan : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Endopthalmus : -/-
b) Lapang penglihatan : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Exophtalmus : -/-
c) Tes warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
d) Fundus oculi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pupil
• Pupil : Isokor, bulat, 3mm/3mm
• Refleks Pupil
 direk : +/ +
 indirek : +/ +

Gerakan bola :
mata normal
PEMERIKSAAN
NERVUS
NEUROLOGIS
KRANIALIS N-VII (Fasialis)
N-V (Trigeminus)
Sensorik Dextra Sinistra
Motorik
 N-V1 (ophtalmicus) : tidak
dilakukan a. Mengangkat alis (+) (+)
 N-V2 (maksilaris) b. Menutup mata (+) (+)
: tidak c. Tersenyum (+) (+)
 N-V3
dilakukan sambil
(mandibularis)
: tidak memperlihatkan gigi
Motorik dilakukan Sensorik
a. Daya kecap lidah 2/3 Tidak Tidak
• Membuka mulut : dalam batas normal
depan dilakuka dilakuka
• Menggigit dan mengungah : dalam batas n n
normal

Refleks :
Reflek kornea : dalam batas normal
PEMERIKSAAN
NEUROLOGIS
NERVUS KRANIALIS
N. VIII (Vestibulocochlearis) N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Keseimbangan a) Refleks menelan : +
 Nistagmus : Tidak Dilakukan b) Refleks batuk : +
Pemeriksaan
c) Perasat lidah (1/3 anterior) :Tidak Dilakukan
 Romberg : + (ke arah kanan)
Pemeriksaan
d) Refleks muntah : Tidak
Pendengaran
Dilakukan Pemeriksaan
 Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
e) Posisi uvula: ditengah
 Tes Schwabach : Tidak
f) Posisi arkus faring : dalam batas normal
Dilakukan Pemeriksaan
 Tes Weber : Tidak Dilakukan
Pemeriksaan
PEMERIKSAAN
NEUROLOGIS
NERVUS KRANIALIS
N-XI (Akesorius) N-XII
(Hipoglosus)
a) Kekuatan M. Sternokleidomastoideus a) Tremor lidah : Tidak
: ditemukan
normal b) Atrofi lidah : Tidak ditemukan
: Ujung lidah saat istirahat : Simetris
b) Kekuatan M. c)
Ujung lidah saat dijulurkan : Simetris
Trapezius normal d)
Fasikulasi : Tidak ditemukan
e)
PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN MOTORIK
NEUROLOGIS
Refleks Kekuatan Motorik
Refleks Fisiologis
5 5
 Biceps : +/ +
Ekstremitas Superior Dextra Ekstremitas Superior Sinistra
 Triceps : +/ +
5 5
 Achiles : +/ +
Ekstremitas Inferior Dextra Ekstremitas Inferior Sinistra
 Patella : +/ +
Tonus Otot
Refleks Patologis Lengan : - Istirahat : normotonus/normotonus
 Babinski : - / - -Gerakan pasif : spasisitas (-/-), rigiditas (-/-)
 Oppenheim : - / - Tungkai : - Istirahat : normotonus/normotonus
 Hoffman-Trommer : - / - Gerakan pasif : spasisitas (-/-), rigiditas
- (-/-)
PEMERIKSAAN
NEUROLOGIS
PEMERIKSAAN SISTEM PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR
KOORDINASI
1) Romberg Test :
Tidak dilakukan pemeriksaan
+ (ke arah kanan)
2) Tandem Walking : PEMERIKSAAN SUSUNAN SARAF OTONOM
- Miksi : Tidak ada
3) Finger to Finger Test :
kelainan Defekasi : Tidak
-
ada kelainan
4) Finger to Nose Test : SENSIBILITAS
-
Eksterospektif / rasa permukaan (superior dan
5) Diadokokinesia : inferior)
Rasa raba :
-
normal
6) Rebound phenomenom : Rasa
:
- nyeri
normal
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
FOTO THORAX Interpretasi:
• Kolom udara trakhea tampak baik
• Daerah mediastinum tidak melebar
• Cor tidak membesar, CTR <50%
• Pinggang jantung normal
• Apex pada diafragma, sinus dan diafragma
normal
• Pulmo: corakan paru normal, hilli normal, tidak
tampak perbercakan, infiltrate maupun opasitas
ground glass
Kesan
• Cor dan pulmo normal
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hb 13,0 g/dl
Leukosit 13,300/µL (H)
Hematokrit 40%
Eritrosit 4,6 juta/µL
Indeks Eritrosit

PEMERIKSAAN MCV
MCH
85,2 fL
28,2 pg
LABORATORIUM MCHC 33,1 g/dl
Trombosit 350,000 /µL
28 – 06 – 2021 Hitung Jenis Leukosit
Basofil 1%
Eosinofil 0 % (L)
Neutrofil Batang 0%
Neutrofil Segmen 90 % (H)
Limfosit 7 % (L)
Monosit 2%
NLR 12,9
ALC 931/µL (L)
RESUM
EPasien datang ke IGD RSUD R. Syamsudin SH diantar oleh keluarganya pada tanggal 26 Mei 2021 dengan keluhan pusing
berputar sejak 2 hari SMRS. Pusing dirasakan tiba-tiba saat berubah posisi dari tidur ke duduk dan berkurang bila
beristirahat. 11 jam SMRS pasien kejang 1 kali selama ± 3 menit dengan kaki tangan kelojotan, mata mendelik ke atas
dan mulut terbuka kaku. Selama kejang pasien tidak diberikan obat apapun. Setelah kejang pasien sadar dan
mengeluhkan sakit kepala, mual, muntah sebanyak 10x dengan sekali muntah ± 350 ml. 1 jam SMRS pasien kejang 1 kali
selama ± 2 menit dengan kaki tangan kelojotan, mata mendelik ke atas, mulut terbuka dengan lidah menjulur keluar.
Setelah kejang pasien sadar dan dibawa ke IGD RSUD R. Syamsyudin SH. Keluhan demam, batuk dan sesak disangkal.
Riwayat epilepsy sejak 5 tahun yang lalu dan minum obat bamgetol 2x1/hari.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/70mmHg, nadi 88x/menit,
pernapasan 18x/menit, suhu 36,8oC. Pada pemeriksaan sistem koordinasi Romberg test (+). Pada pemeriksaan foto
thorax didapatkan hasil cor dan pulmo normal.
ASSESMEN
VertigoTvestibular perifer + Epilepsi

TATALAKSAN PROGNOSI
• IVFD A
Futrolit + 1 amp mecobalamin 15 tpm • S
Ad Vitam : dubia ad
bonam
• Inj. Ranitidine 2 x 50 g
• Ad Functionam : dubia ad
• Asam valproate syr 2x1 bonam
• Bamgetol 200mg 2x1 • Ad Sanationam : dubia ad
• Betahistine 6mg 3x1 bonam

• Flunarizine 5mg 2x1


PEMBAHASA
N
Definisi Vertigo
Vertigo adalah ilusi ketika seseorang merasa dirinya bergerak (berputar) terhadap
sekitarnya atau lingkungan yang bergerak terhadap dirinya.

Persepsi gerakan bisa berupa:


1. Vertigo vestibular
Rasa berputar yang timbul pada gangguan vestibular
2. Vertigo non vestibular
Rasa goyang, melayang, mengambang yang timbul pada gangguan sistem
proprioseptif atau sistem visual

Berdasarkan letak lesinya dikenal 2 jenis vertigo vestibular, yaitu:


3. Vertigo vestibular perifer
2. Vertigo vestibular sentral

Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi FKUI Jakarta. Penerbit Kedokteran Inonesia; 2017.
Kurniawan M., Suharjanti I, & Pinzon R. T. Acuan Panduan Praktek Klinis Neurologi. Jakarta. PERDOSSI; 2016.
GEJALA DAN TANDA PERIFER SENTRAL

Gejala vertigo Berat Ringan

Mual dan muntah Berat Ringan

Gangguan pendengaran Sering Jarang

Defisit neurologis - Sering

Nistagmus Unidireksional Bidireksional, vertikal,


rotatoar

Head impulse test Positif Negatif

Kompensasi Cepat Lambat

Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi FKUI Jakarta. Penerbit Kedokteran Inonesia; 2017.
Vertigo Vestibular
Perifer
Etiologi
Penyebab vertigo perifer yang paling sering adalah BPPV, penyakit
Ménière, dan neuritis vestibular.

Epidemiologi
Studi yang meneliti mengenai gejala vertigo pada  14.790  subjek
mendapatkan Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)  sebagai
etiologi terbanyak.

Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi FKUI Jakarta. Penerbit Kedokteran Inonesia; 2017.
Biller J, Gruener G, Brazis P. DeMyer’s The Neurologic Examination. 6th ed. New York, editor. McGraw-Hill; 2011.
Kanalis
Kanalis semisirkularis
semisirkularis
(posterior,  Organ otolit (sakulus
Komponen  perifer (posterior,  horizontal, 
horizontal, 
anterior) dan utrikulus) 
anterior)

Akselerasi linear dan


Gerakan berputar
gravitasi

Organ vestibular Aktivitas tonik simetris Sistem vestibular sentral

Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi FKUI Jakarta. Penerbit Kedokteran Inonesia; 2017.
Pada keadaan normal,  sistem saraf pusat memberikan respons terhadap setiap perbedaan
aktivitas dari kedua kompleks nukleus vestibular. Dalam  keadaan statis (tidak ada pergerakan
kepala), aktivitas neural pada kedua nukleus vestibular simetris. Bila kepala digerakkan, terjadi
aktivitas asimetris pada nukleus vestibular, yang diinterpretasikan oleh sistem saraf pusat sebagai
gerakan kepala.

Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi FKUI Jakarta. Penerbit Kedokteran Inonesia; 2017.
BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO

Otokonia Perubahan posisi kepala Sensasi berputar

Gejala utama  BPPV:


• Pusing berputar (Vertigo vestibular/ rotatoar)  berdurasi singkat (beberapa
detik)
• Intensitas berat
• Mual dan muntah

Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi FKUI Jakarta. Penerbit Kedokteran Inonesia; 2017.
Lokasi  BPPV

Kanalis semisirkularis Kanalis semisirkularis Kanalis semisirkularis


posterior horizontal anterior

Head-roll test atau log-


Pergerakan  otokonia
roll test

Endolimfe bergerak Kepala diputar ke kedua


menjauhi kupula arah

Merangsang kanal
Nistagmus horizontal
posterior

Upward-beating  Dengan lesi perifer


Nistagmus Nistagmus (labirin), gejala dan tanda
nystagmus dan
geotropic ageotropic berlangsung selama sekitar
nistagmus torsional
30 detik.

Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi FKUI Jakarta. Penerbit Kedokteran Inonesia; 2017.
Yogarajah, M. Neurology [Crash Course]. Edinburgh: Mosby/ Elsevier. 2013.
Neuritis Vestibularis
Neuritis vestibular merupakan kondisi inflamasi pada nervus vestibularis
yang disebabkan oleh virus. 
Biasanya  diawali gejala prodromal infeksi menyerupai viral- like illness.

Pasien dengan neuritis vestibular umumnya mengeluh:


1. Vertigo yang timbul mendadak
2. Berlangsung beberapa hari
3. Gejala otonom
4. Tanpa gejala koklear (gangguan pendengaran)

Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi FKUI Jakarta. Penerbit Kedokteran Inonesia; 2017.
LABIRINITIS
Labirinitis merupakan proses inflamasi yang melibatkan organ vestibular
dan koklea, dapat terjadi unilateral atau bilateral.

Berbeda dengan neuritis vestibular di mana pada labirinitis didapatkan


adanya gangguan pendengaran.

Didahului dengan proses infeksi virus, namun dapat juga disebabkan oleh
bakteri.

Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi FKUI Jakarta. Penerbit Kedokteran Inonesia; 2017.
MENIERE DISEASE
Penyakit multifaktorial yang menyebabkan kelainan di telinga dalam dan
bermanifestasi sebagai sindrom vertigo episodik  disertai dengan
gangguan pendengaran yang fluktuatif.
Penyakit meniere ditandai dengan trias gejala:
1. Vertigo
2. Tinnitus
3. Gangguan pendengaran

Gejala klinik penyakit meniere dibagi kedalam dua tahap:


4. Tahap fluktuasi, yaitu gangguan pendengaran masih mengalami
perbaikan setelah serangan
5. Tahap neural, yaitu gangguan pendengaran bersifat menetap dan
makin memberat

Pasien pada tahap fluktuasi umumnya masih berespon dengan obat-


obatan medikamentosa, sedangkan pada tahap neural membutuhkan
terapi yang lebih invasif. 
Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi FKUI Jakarta. Penerbit Kedokteran Inonesia; 2017.
• Diagnosis banding pada penyakit meniere:
1. Migrain basilar
2. Labirinitis

• Diagnosis penyakit meniere ditegakkan berdasarkan anamnesis gejala khas


penyakit menular dan adanya defisit neurologis melalui pemeriksaan fisik.

• Tatalaksana:
1. Betahistine : Dosis awal yang dapat digunakan ialah 16 mg 3 kali
sehari, dititrasi bertahap hingga dosis 72-144 mg per hari.
2. Diuretik : Untuk mengurangi hidrops endolimfatik.
3. Steroid oral atau intratimpani

• Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:


1. Pemeriksaan audiometri
2. Elektrokokleografi
3. Brainstem audiotory evoked potentials (BAEP)

Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi FKUI Jakarta. Penerbit Kedokteran Inonesia; 2017.
DIAGNOSIS
Anamnesis
• Bentuk serangan vertigo : Pusing berputar atau rasa goyang atau melayang.
• Sifat serangan vertigo : Periodik, kontinu, ringan atau berat.
• Faktor atau situasi pencetus : Perubahan gerakan kepala atau posisi. Situasi: keramaian dan
emosional, suara
• Gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo : Mual, muntah, keringat dingin
• Ada atau tidaknya gejala gangguan pendegaran seperti : Tinitus atau tuli.
• Obat-obatan yang menimbulkan gejala vertigo seperti : Streptomisin, gentamisin, kemoterapi.
• Tindakan tertentu : Temporal bone surgery, transtympanal treatment.
• Penyakit yang diderita pasien : DM, hipertensi, kelainan jantung.
• Defisit neurologis : Hemihipestesi, baal wajah satu sisi, perioral numbness, disfagia,
hemiparesis, penglihatan ganda, ataksia serebelaris.
Kurniawan M., Suharjanti I, & Pinzon R. T. Acuan Panduan Praktek Klinis Neurologi. Jakarta. PERDOSSI; 2016.
Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan umum

2. Pemeriksaan neurologis

• Kesadaran : Kesadaran baik untuk vertigo vestibuler perifer dan


vertigo non vestibuler, namun dapat menurun pada
vertigo vestibuler sentral
• Nervus kranialis : Pada vertigo vestibularis sentral dapat mengalami
gangguan pada nervus kranialis III, IV, VI, V sensorik, VII,
VIII, IX, X, XI, XII.
• Motorik : Kelumpuhan satu sisi (hemiparesis)
• Sensorik : Gangguan sensorik pada satu sisi (hemihipestesi)

3. Test nistagmus

4. Test Rhomberg

5. Test rhomberg dipertajam (Sharpen Rhomberg)

6. Test tandem gait

7. Test Fukuda

8. Test past pointing


Kurniawan M., Suharjanti I, & Pinzon R. T. Acuan Panduan Praktek Klinis Neurologi. Jakarta. PERDOSSI; 2016.
Tatalaksana pada vertigo:
1. Terapi kausal
2. Terapi simtomatik
3. Terapi rehabilitatif

• Obat-obatan simptomatik pada vertigo tidak direkomendasikan untuk pemberian jangka


panjang karena akan mengganggu mekanisme kompensasi sentral pada gangguan vestibular
perifer, bahkan dapat menyebabkan adiksi obat.

Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi FKUI Jakarta. Penerbit Kedokteran Inonesia; 2017.
Tatalaksana medikamentosa

Nama Obat Dosis Obat Nama Obat Dosis Obat


Antihistamin   Penyekat kanal kalsium  
Dimenhidrinat 50mg/4-8jam Flunarizin 5-10mg/12 jam
Prometazin 25mg/4-8jam Antiepilepsi
Cinarizin 25mg/8jam Karbamazepin Paroksismia vestibular:200-600mg/hari
Benzodiazepin  
Epilepsi vestibular: 800-2000mg/hari
Diazepam 2-5mg/8jam
 Topiramat Migren vestibular: 50-150mg/hari
Klonazepam 0,5mg/4-6jam
 Asam valproat Migren vestibular: 600-1500mg/hari
Butirofenon  

Haloperidol 0,5-2mg/8jam
Penyekat kanal kalium  
Histaminik  
4-Aminopiridin 5-10mg/8-12jam
Betahistin 24mg/12jam

Sindrom:: 72-144mg/hari

Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi FKUI Jakarta. Penerbit Kedokteran
Inonesia; 2017.
Tatalaksana non medikamentosa

1. Terapi reposisi kanalit


Manuver epley merupakan tindakan yang efektif untuk pasien dengan bppv kanalis
semisirkularis posterior. Keberhasilan terapi ini dilaporkan 80% pada satu kali terapi.

Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi FKUI Jakarta. Penerbit Kedokteran Inonesia; 2017.
2. Terapi reposisi canalith pada bppv kanalis semisirkularis horizontal

Manuver ini dikerjakan dengan rotasi kepala 90 derajat ke arah telinga yang sakit lalu
kearah telinga yang sehat. Gerakan ini akan menyebabkan debris otoconia bermigrasi dan
keluar dari kanalis semisirkularis horizontal, lalu masuk ke utrikulus.

Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi FKUI Jakarta. Penerbit Kedokteran Inonesia; 2017.
3. Latihan Mandiri di Rumah
Latihan brandt-daroff ( gambar 10) dapat dikerjakan sendiri oleh pasien apabila gejala tidak
membaik dengan manuver epley. langkah-langkah latihan ini ialah:
1) Latihan dilakukan dengan kedua mata terbuka
2) Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur, dengan kedua kaki tergantung
3) Kepala diarahkan 45 derajat ke kiri, lalu baringkan tubuh dengan cepat ke arah kanan,
pertahankan posisi selama 30 detik
4) Duduk kembali seperti posisi awal selama 30 detik
5) Kepala kembali diarahkan 45 derajat ke kanan, lalu baringkan tubuh dengan cepat ke
arah kiri, pertahankan posisi selama 30 detik
6) Pasien duduk kembali
7) Latihan ini dilakukan 3 set/ hari, masing-masing lima siklus ke kiri dan ke kanan selama
2 minggu

Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi FKUI Jakarta. Penerbit Kedokteran Inonesia; 2017.
Definisi Epilepsi
Konseptual

Epilepsi didefinisikan sebagai kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk
menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif,
psikologis, dan sosial. Definisi ini mensyaratakan terjadinya minimal 1 kali bangkitan epilepsi.

Praktis

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu penyakit otak yang ditandai dengan kondisi dan gejala berikut:
1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi/refleks dengan jarak waktu antar bangkitan
pertama dan kedua lebih dari 24 jam.
2. Terdapat satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan refleks dengan kemungkinan
terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan.
3. Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi.
Epidemiologi

 Menurut WHO, diperkirakan terdapat 50 juta orang di seluruh dunia yang menderita
epilepsi. Secara umum diperkirakan terdapat 2,4 juta pasien yang didiagnosis epilepsi
setiap tahunnya.

 Angka prevalensi dan insidens epilepsy di Indonesia belum diketahui secara pasti. Hasil
penelitian Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia (Pokdi Epilepsi
PERDOSSI) di beberapa RS di 5 pulau besar di Indonesia (2013) mendapatkan 2.288
penyandang epilepsi dengan 21,3 % merupakan pasien baru.
Klasifikasi

Klasifikasi kejang berdasarkan International League Against Epilepsy


(ILAE) 1981 untuk epilepsi diklasifikasikan sebagai berikut :

Bangkitan Umum Bangkitan


• Tonik-Klonik
Parsial/Fokal
• Absens
• • Parsial sederhana Tidak Terklasifikasi
Klonik
• • Parsial komplek
Tonik
• • Kejang umum
Atonik
• Mioklonik sekunder
Klasifikasi berdasarkan International League Against Epilepsy
(ILAE) 2017
Etiologi

Kriptogenik Simtomatis
Idiopatik
• Dianggap simtomatis • Bangkitan epilepsi
• Tidak terdapat lesi tetapi penyebabnya disebabkan oleh
struktural pada otak belum diketahui. kelainan/lesi
ataupun defisit Termasuk di sini struktural pada otak,
neurologis. adalah sindrom West, misalnya; cedera
• Diperkirakan sindrom Lennox- kepala, infeksi SSP,
mempunyai predisposisi Gastaut, dan epilepsi kelainan congenital,
genetik dan umumnya mioklonik. peningkatan tekanan
berhubungan dengan • Gambaran klinis sesuai intrakranial, gangguan
usia penderita dengan ensefalopati peredaran darah otak,
difus. toksik (alkohol,obat),
metabolik, dan
kelainan
neurodegeneratif.
Patofisiologi

Ketidakseimbangan antara
inhibisi dan eksitori
Penurunan Peningkatan
neurotransmiter neurotransmiter
inhibisi (GABA) eksitasi glutamat

Peningkatan
depolarisasi
Hiperpolarisasi
Peningkatan infuks
Na dan Ca

Aksi potensial listrik


Kejang berlebih
Gambaran Klinis
Bangkitan Umum Tonik Klonik
 Manifestasi klinis: hilang kesadaran sejak awal bangkitan hingga akhir bangkitan, bangkitan
tonik-klonik umum, dapat disertai gejala otonom seperti mengompol dan mulut berbusa.
Gambaran iktal: tiba-tiba mata melotot dan tertarik ke atas, seluruh tubuh kontraksi tonik,
dapat disertai teriakan, selanjutnya diikuti gerakan klonik berulang simetris di seluruh
tubuh, dan lidah dapat tergigit. Setelah iktal pasien akan mejadi hipotonus, pasien dapat
tertidur dan terasa lemah
Bangkitan Tonik
 Ditandai oleh kontraksi semua otot yang berlangsung terus menerus, berlangsung selama 2-
10 detik namun dapat hingga beberapa menit disertai hilang kesadaran.
Bangkitan Klonik
 Ditandai oleh gerakan kontraksi klonik yang ritmik (1-5 Hz) di seluruh tubuh disertai hilang
kesadaran sejak awal bangkitan
Gambaran Klinis

Bangkitan Mioklonik
 Ditandai gerakan kontraksi involunter mendadak dan berlangsung sangat singkat tanpa
disertai hilangnya kesadaran.
Bangkitan Atonik
 Ditandai oleh hilangnya tonus otot secara mendadak. Bangkitan atonik dapat didahului oleh
bangkitan mioklonik atau tonik.
Bangkitan Ablans Tipikal
 Bentuk bangkitan berupa hilang kesadaran atau pandangan kosong. Dapat disertai
komponen motorik yang minimal (mioklonik, atonik, klonik, automatisme).
Gambaran Klinis

Bangkitan Ablans Atipikal


 Bangkitan ini berupa gangguan kesadaran disertai perubahan tonus otot (hipotonia atau
atonia), tonik atau automatisme. Pada pasien dengan bangkitan ablans atipikal biasanya
mengalami kesulitan dalam belajar akibat seringnya terjadi bangkitan tipe lain seperti
atonik, klonik, dan mioklonik.
Bangkitan Fokal
 Bentuk bangkitan dapat berupa gejala motorik, sensorik (kesemutan, baal), sensorik spesial
(halusinasi visual, halusinasi auditorik), emosi (takut, marah), autonom (kulit pucat,
merinding, rasa mual). Bangkitan parsial sederhana yang diikuti bangkitan parsial kompleks
disebut aura.
Diagnosis
 Anamnesis
 Gejala atau tanda sebelum, pada saat bangkitan, atau pasca
bangkitan
 Faktor pencetus: kelelahan, kurang tidur, hormonal, stress
psikologis, alkohol.
 Usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan, interval
terpanjang antara bangkitan, kesadaran antara bangkitan
 Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap OAE sebelumnya.
 Penyakit yang diderita sekarang, riwayat penyakit neurologis
psikiatrik maupun sistemik
 Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga
 Riwayat bangkitan neonatal/ kejang demam.
Diagnosis
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan fisik umum dilakukan untuk mencari tanda-tanda gangguan yang
berkaitan dengan epilepsi, misalnya: ada/tidak trauma kepala, tanda infeksi,
kelainan bawaan, kecannduan alkohol, tanda-tanda keganasan.
 Pemeriksaan Neurologis
Dilakukan untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat
berhubungan dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah
bangkitan, maka akan tampak tanda fokal pasca bangkitan yang tidak jarang dapat
menjadi petunjuk lokalisasi, seperti: Paresis Todd, Gangguan kesadaran pascaiktal,
dan Afasia pascaiktal.
Diagnosis

 Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan EEG
 Pemeriksaan Pencitraan (MRI atau CT-Scan)
 Pemeriksaan Laboratorium
Penatalaksanaan

Farmakologi
Prinsip dari tatalaksana farmakologi epilepsi adalah:
 OAE dapat diberikan apabila sudah ditegakan diagnosis, terdapat minimum dua bangkitan
dalam setahun, penyandang dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang
tujuan pengobatan serta efek samping yang mungkin terjadi, dan bangkitan terjadi berulang
walaupun faktor pencetus sudah dihindari.
 Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan.
 Bila dengan penggunaan OAE pertama dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan,
maka diganti dengan OAE kedua yang memiliki mekanisme yang berbeda
Keadaan yang kemungkinannya besar terjadi
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE
kekambuhan setelah penghentian OAE
o Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran o Semakin tua usia kemungkinan timbul kekambuhan
EEG normal semakin tinggi
o Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau
o Epilepsi simtomatis
keluarganya.
o Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula
o Gambaran EEG yang abnormal
setiap bulan dalam jangkat waktu 3-6 bulan.
o Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian
o Bangkitan yang sulit terkontrol dengan OAE
dimulai dari 1 OAE yang bukan utama
  o Penggunaan lebih dari satu OAE.
o Telah mendapat terapi 10 tahun atau lebih (kemungkinan
kekambuhan lebih kecil pada penyandang yang telah
 
bebas bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih dari lima
tahun).
 Resistensi OAE
Pada keadaan dimana terjadi kegagalan setelah mencoba dua OAE pilihan yang dapat
ditoleransi, dan sesuai dosis ( baik sebagai monoterapi atau kombinasi) yang mencapai
kondisi bebas bangkitan atau yang disebut resisten terhadap OAE, dapat dilakukan terapi
kombinasi, mengurangi dosis OAE ( pada OAE induced seizure), terapi bedah, dan dipikirkan
penggunaan terapi nonfarmakologis
Penatalaksanaan

Non-Farmakologi
 Pembedahan epilepsy
 Pembedahan epilepsi merupakan salah satu tatalaksana non-medikamentosa yang efektif
pada pasien epilepsi fokal yang resisten terhadap OAE. Angka keberhasilan pembedahan
epilepsy antara lain 66 % pasien bebas bangkitan pada epilepsy lobus temporal, 46 % pada
epilepsy lobus oksipital dan pariental, serta 27 % pada epilepsi lobus frontal.
 Stimulasi nervus vagus
 Merupakan metode invasive pada terapi paien epilepsy yang resisten terhadap OAE. Metode
ini menggunakan elektroda yang ditanam dibawah kulit pada dada kiri dan berhubungan
dengan elektroda stimulator yang diletakan di nervus vagus kiri. Stimulator ini mengeluarkan
impuls dengan berbagai frekuensi sesuai dengan kebutuhan pasien.
Penatalaksanaan

 Diet ketogenic
 Diet ketogenik sampai saat ini terbukti efektif pada pasien epilepsi anak-anak. Diet ketogenik
adalah diet dengan tinggi lemak, rendah protein, dan rendah karbohidrat. Namun diet ketogenik
ini belum terbukti efektif pada pasien dewasa.
Prognosis

Prognosis pada epilepsi bergantung pada beberapa hal, diantaranya jenis epilepsi, faktor
penyebab, saat pengobatan dimulai dan ketaatan minum obat. Pada umumnya prognosis epilepsi
cukup menggembirakan. Pada 50-70 % penderita epilepsi, serangan dapat dicegah dengan obat-
obatan, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat berhenti minum OAE.
Thanks
.
CREDITS: This presentation template was
created by Slidesgo, including icons by
Flaticon, and infographics & images by
Freepik.

Anda mungkin juga menyukai