Anda di halaman 1dari 14

Penggunaan Kosmetik Halal

PRESENTED BY GROUP 5B
Kelompok 5B:
Citra Pramuningtyas (20190320085)
Ayun Pranandari (20190320086)
Sinta Elviyani (20190320087)
Senja Regena Utami (20190320088)
Erin Nur Sa'ban (20190320089)
outline

Latar belakang
Pengertian kosmetik
Manfaat kosmetik halal
Prilaku pembelian kosmetik halal
Penggunaan kosmetik dalam perspektif islam
Latar belakang
Pertumbuhan penduduk Muslim dunia dan peningkatan pendapatan di negara-
negara mayoritas Muslim yang menunjukkan tren positif telah membawa peningkatan
yang signifikan terhadap permintaan produk halal secara global. Jika sebelumnya
pasar produk halal dianggap terbatas dan kurang menguntungkan, saat ini produk
halal telah mampu menjadi primadona yang digunakan beberapa negara untuk
meningkatkan devisa. Dengan potensi pasar yang diperkirakan mencapai $2,7 triliun
secara global (World Halal Forum, 2013) dan permintaan yang tidak hanya datang
dari konsumen Muslim, tampaknya menjadi motivasi bagi sejumlah negara seperti
Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Jepang berlomba menjadi pusat produk halal atau
Halal Hub (Global Pathfinder Report, 2011). Bagi umat Muslim mengkonsumsi produk
halal merupakan sebuah kewajiban. Kata “halal” berasal dari bahasa Arab yang
artinya diperbolehkan atau sesuai hukum Islam (Issa, Z., 2009; Borzooei dan
Maryam, 2013).
Definisi kosmetik Halal
Berdasarkan peraturan menteri kesehatan RI
no.1176/menkes/per/VIII/2010 adalah bahan atau sediaan yang
dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia
(epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar)
atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki
bau badan atau melindungi atau melindungi atau memelihara
tubuh pada kondisi baik. Kosmetik juga merupakan suatu
bahan yang digunakan pada tubuh manusia sebagai pembersih
(cleansing), mempercantik (beautifying), penambah daya tarik
(promoting attractiveness), atau pengubah penampilan (altering
appearance) tanpa berakibat pada struktur atau fungsi tubuh.
Kata “halal” berasal dari bahasa Arab yang artinya
diperbolehkan atau sesuai hukum Islam (Issa, Z., 2009;
Borzooei dan Maryam, 2013). Ada beberapa alasan
untuk berfokus pada kata “halal” sebagai aspek
branding. Pertama, halal mampu menjadi indikasi bahwa
produk tersebut murni dan sehat. Kedua, membantu
produsen kosmetik untuk menembus pasar baru dengan
menambahkan nilai produk dalam lingkungan yang
kompetitif. Terakhir, konsumen yang beragama Islam
tidak dapat mengakses produk halal dimana saja seperti
di pasar tetapi hanya di beberapa outlet (Baroozei dan
Asgari, 2013 ).
.
Manfaat universal

Aman dipakai dalam jangka


waktu panjang

Manfaat Tidak mengandung bahan


kosmetik berbahaya

halal Potensi bahaya minim

Memperhatikan bahan berasal


dari binatang
Prilaku pembelian kosmetik berlabel halal
Norma (attitude)
Seseorang akan cenderung memiliki “niat” lebih untuk melakukan sesuatu jika kegiatan tersebut
adalah hal yang disukainya. Ketika konsumen merasa senang atau suka membeli kosmetik halal maka
konsumen akan cenderung memiliki niat untuk membeli kosmetik halal lagi di masa depan.

Norma Subjektif (subjective norms)


Norma subjektif ini adalah persepsi individu atas orang-orang yang penting bagi dirinya terhadap
suatu objek. Jika sikap didorong dari hasil evaluasi diri sendiri, lain halnya dengan norma subjektif
yang berasal dari pengaruh luar (normative belief). Hal ini membuat perspektif sosial ataupun
organisasi sangat berpengaruh terhadap pembentukan persepsi seorang konsumen Muslim. Semakin
banyak orang yang penting bagi dirinya menganjurkan untuk membeli kosmetik halal maka dia akan
cenderung memiliki niat yang lebih untuk membeli kosmetik halal. Norma subjektif ini akan semakin
kuat ketika seseorang atau konsumen berada di situasi yang lebih diktator (Vencantesh dan Davis,
2000)
Prilaku pembelian kosmetik berlabel halal
Persepsi kendali prilaku (perceived Be- havioral control)
Azjen (1991) mendefinisikan variabel persepsi kendali perilaku sebagai seberapa jauh seseorang
percaya atau merasa mampu untuk melakukan sesuatu. Jika seseorang mempersepsikan dirinya
memiliki sumber daya untuk membeli kosmetik halal, maka niat untuk membeli kosmetik dengan label
halal akan semakin besar. Penelitian yang dilakukan oleh Alam dan Nazura (2011) dan Vencantesh
(2000).
Penggunaan kosmetik dalam persfektif islam
Produk Kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk
membersihkan, menjaga, meningkatkan penampilan, merubah penampilan, digunakan
dengan cara mengoles, memercik atau menyemprot. Kosmetik memiliki fungsi memperindah
penampilan manusia atau aroma tubuh manusia, karena keindahan akan menarik perhatian
orang-orang sekaligus memberikan kesan positif terhadap mereka. disisi lain Islam
merupakan agama yang menaruh perhatian pada persoalan kebersihan, kesucian serta
keindahan tersebut. Islam bahkan mengajurkan merawat dan memelihara diri, banyak nas-
nas didalam Al-Qur”an maupun Hadits yang memberikan motivasi agar seseorang muslim
maupun muslimah memperhatikan keindahan, bagi muslimah bahkan dianjurkan untuk
berhias diri untuk keperluan-keperluan tertentu, seperti contoh salah satunya yaitu untuk
menyenangkan suami.
Penggunaan kosmetik dalam persfektif islam
Islam menganjurkan muslimah untuk memakai kosmetik yang mengandung bahan-bahan yang tidak
akan membahayakan tubuhnya, tidak berlebihan dan tidak mengubah ciptaan Allah SWT, Islam
memberikan batasan dalam persoalan berhias diri, batasan tersebut tersirat dalam (Al-Qur’an surah Al-
Azhab:33).

Artinya:dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta'atilah Allah dan Rasul-
Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
kesimpulan
Alasan penting menggunakan produk kosmetik halal, terutama untuk perempuan
muslim ialah agar ibadahnya sah. Ibadahnya dapat sah diterima ketika menggunakan
kosmetik halal. Hal ini dikarenakan kosmetik halal tidak ada kandungan najis di
dalamnya. Perilaku pembelian kosmetik berlabel halal terdiri dari : sikap (attitude),
norma subjektif (subjective norms), dan persepsi kendali perilaku (perceived be-
havioral control). Islam menganjurkan muslimah untuk memakai kosmetik yang
mengandung bahan-bahan yang tidak akan membahayakan tubuhnya, tidak berlebihan
dan tidak mengubah ciptaan Allah SWT, Islam memberikan batasan dalam persoalan
berhias diri, batasan-batasan tersebut tersirat dalam (Al-Qur’an surah Al-Azhab:33).
Thank you!
HOEEEEEE
.

Anda mungkin juga menyukai