Anda di halaman 1dari 33

PAJAK

PERTAMBAHAN
NILAI
Rumus Pendapatan

Y=C+I+S Y = Pendapatan
C = Konsumsi
I = Investasi
S = Tabungan

Objek PPN
PPn & PPN
Pajak Atas Konsumsi

Pajak Penjualan (PPn) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Sales Tax (ST) Value Added Taxes (VAT)

Ciri-ciri di antaranya: Ciri-ciri di antaranya:


- dapat dikenakan single stage atau multi - dapat dikenakan single stage atau multi stage,
stage dan kumulatif (cascading effect) namun non kumulatif
- tarif pajak sebesar prosentase tertentu atas - tarif pajak sebesar prosentase tertentu atas
objek objek (single rate)
- terjadi pengenaan pajak berganda - Penghitungan menggunakan
(double taxation) Indirect substraction methode

Ciri-ciri yang sama


- pajak atas konsumsi (pajak objektif)
- bersifat tidak langsung
PAJAK PENJUALAN (PPn)
Contoh Penghitungan:

A B C D
Produsen Distributor Pengecer Konsumen

Harga 10.000.000 Harga 15.000.000 Harga 20.000.000


PPn (10%) 1.000.000 PPn (10%) 1.500.000 PPn (10%) 2.000.000
Jumlah 11.000.000 Jumlah 16.500.000 Jumlah 22.000.000

Jumlah yang harus disetor ke Kas Negara:


PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (VAT)
Contoh Penghitungan:

Faktur Pajak Faktur Pajak Faktur Pajak


Rp1.000.000 Rp1.500.000 Rp2.000.000

PK PM PK PM PK

A B C D
Produsen Distributor Pengecer Konsumen

Harga 10.000.000 Harga 15.000.000 Harga 20.000.000


PPN (10%) 1.000.000 PPN (10%) 1.500.000 PPN (10%) 2.000.000
Jumlah 11.000.000 Jumlah 16.500.000 Jumlah 22.000.000

A harus setor ke kas negara B harus setor ke kas negara C harus setor ke kas negara
Pajak Keluaran (PK) 1.000.000 Pajak Keluaran (PK) 1.500.000 Pajak Keluaran (PK) 2.000.000
Pajak Masukan (PM) 0 Pajak Masukan (PM) 1.000.000 Pajak Masukan (PM) 1.500.000
Kurang Bayar 1.000.000 Kurang Bayar 500.000 Kurang Bayar 500.000

Kas Negara 2.000.000


UNDANG-UNDANG PPN

UU Nomor 8 tahun 1983 Mulai berlaku 1


dengan nama “UU PPN 1984” April 1985

Diubah dengan
Mulai berlaku
UU Nomor 11 Tahun 1994 1 Januari 1995
Diubah dengan
Mulai berlaku
UU Nomor 18 Tahun 2000 1 Januari 2001
Diubah dengan
Mulai berlaku
UU Nomor 42 Tahun 2009 1 April 2010

Pasal 20 UU No 8 Tahun 1983 "Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Pajak


Pertambahan Nilai 1984“
Pasal ini sampai UU No 42 Tahun 2009 tidak diubah sehingga masih menggunakan istilah UU
PPN 1984
SISTEMATIKA UU PPN
BAB I KETENTUAN UMUM
- Pasal 1 Pengertian
- Pasal 1A Ruang Lingkup Penyerahan Barang Kena Pajak
- Pasal 2 Transaksi Hubungan Istimewa

BAB II PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK


- Pasal 3 Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

BAB IIA KEWAJIBAN MELAPORKAN USAHA DAN KEWAJIBAN


MEMUNGUT, MENYETOR DAN MELAPORKAN PAJAK YANG TERUTANG
- Pasal 3A Pengusaha Kena Pajak, Pengusaha Kecil, BKP tidak berwujud dan JKP dari
Luar Daerah Pabean
SISTEMATIKA UU PPN
Lanjutan
BAB III OBJEK PAJAK
- Pasal 4 Obyek Pajak Pertambahan Nilai
- Pasal 4A Jenis Barang dan Jasa Tidak Kena Pajak
- Pasal 5 Obyek PPnBM
- Pasal 5A Retur Penjualan/Pembelian
- Pasal 6 (dihapus)

BAB IV TARIF PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PAJAK


- Pasal 7 Tarif Pajak Pertambahan Nilai
- Pasal 8 Tarif PPnBM
- Pasal 8A Cara Menghitung PPN
- Pasal 9 Pajak Masukan dan Pajak Keluaran
- Pasal 10 Cara Menghitung PPnBM
SISTEMATIKA UU PPN
Lanjutan
BAB V SAAT DAN TEMPAT TERUTANG DAN LAPORAN
PENGHITUNGAN PAJAK
- Pasal 11 Saat Terutang Pajak
- Pasal 12 Tempat Terutang Pajak
- Pasal 13 Faktur Pajak
- Pasal 14 Larangan Membuat Faktur Pajak
- Pasal 15 (dihapus)
- Pasal 15a Jangka Waktu Penyetoran Pajak dan Penyampaian
SPT Masa
- Pasal 16 (dihapus)

BAB V A KETENTUAM KHUSUS


- Pasal 16A Pemungut PPN
- Pasal 16B Fasilitas Pajak
- Pasal 16C PPN Kegiatan Membangun Sendiri
- Pasal 16D PPN atas Penyerahan Aktiva Yang Menurut Tujuan semula
Tidak Untuk Diperjualbelikan
- Pasal 16E Permintaan Kembali PPN dan PPnBM
- Pasal 16F Tanggung Jawab Renteng Pembayaran Pajak
SISTEMATIKA UU PPN
Lanjutan
BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN
- Pasal 17  Tata Cara Pemungutan (lex specialist)

BAB VII KETENTUAN PERALIHAN


- Ketentuan peralihan

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP


- Pasal 19 Ketentuan tentang peraturan pelaksanaan
- Pasal 20 Nama UU PPN 1984
- Pasal 21 Mulai Berlaku UU PPN
LEGAL KARAKTER PPN

Pajak Tidak
Pajak Tidak
Langsung
Langsung
Tarif Pajak
Tarif
Tunggal Pajak
Objektif
Tunggal Objektif

Legal
Legal
Pajak
Pajak
Karakter
Karakter Multi Stage
Konsumsi
DNKonsumsi
- Netral
DN - Netral PPN
PPN
Multi
LevyStage
Levy

Indirect Non
Indirect
Subtraction Non
Kumulatif
Subtraction Kumulatif
11
Ilustrasi Perbandingan Metode
Penghitungan PPN
Subtraction Method Addition Method
 Harga jual = 1.700  Penyusutan = 50
 Harga Beli = 1.000  Bunga = 20
 DPP = 700  Sewa = 80
 PPN 10% = 70  Gaji/Upah = 300
 Manajemen = 150
Indirect Subtraction Method  Laba Usaha = 100
 Jumlah = 700
 Harga jual = 1.700  PPN 10% = 70
 PPN = 10% x 1.700 = 170
 Harga Beli = 1.000
 PPN = 10% x 1.000 = 100
 PPN terutang = 70

12
PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)

Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan


penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang
PPN.

Pasal 1 Angka 15 UU PPN


KEWAJIBAN PKP
Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau
melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Jasa Kena
Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud diwajibkan :
- melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak;
- memungut pajak yang terutang;
- menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar
dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang terutang; dan
- melaporkan penghitungan pajak.

Kewajiban di atas tidak berlaku untuk pengusaha kecil yang batasannya


ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
PENGUSAHA KECIL
PMK-197/PMK.03/2013

- Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1


(satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih
dari Rp 4.800.000.000,00
- Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto
tersebut adalah jumlah keseluruhan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan
oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.
- Bagi pengusaha orang pribadi yang dikecualikan dari
kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian
tahun buku adalah tahun kalender.

Berlaku 1 Januari 2014


PENGUSAHA KECIL
Lanjutan
PMK-197/PMK.03/2013

1. Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena


Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto
dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00
2. Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran
bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00
3. Apabila diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban
perpajakan sebagaimana dimaksud dalam poin 2 tidak dipenuhi pengusaha,
Direktur Jenderal Pajak secara jabatan dapat mengukuhkan pengusaha tersebut
sebagai Pengusaha Kena Pajak
4. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau surat
tagihan pajak untuk Masa Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada poin 3 , terhitung sejak saat jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00
PENGUSAHA KECIL
Lanjutan
PP No.74 Tahun 2010
Pasal 24 ayat (1)

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat
Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum
Wajib Pajak diberikan atau diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila diperoleh data dan/atau
informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi
Wajib Pajak
CONTOH
PT ABC bergerak dalam bidang perdagangan barang elektronik sejak 2 Januari 2014
terdaftar sebagai Wajib Pajak di KPP Pratama Sunter. Peredaran bruto selama tahun
2014 sbb:

Bulan Peredaran Bruto Bulan Peredaran Bruto


Januari 1.000.000.000 Juli 1.000.000.000
Februari 1.000.000.000 Agustus 1.000.000.000
Maret 1.000.000.000 September 1.000.000.000
April 1.000.000.000 Oktober 1.000.000.000
Mei 1.000.000.000 Nopember 1.000.000.000
Juni 1.000.000.000 Desember 1.000.000.000
 Kapan paling lama PT ABC harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
pengusaha kena pajak?
 Jika PT ABC tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP kemudian
KPP Pratama Sunter mengukuhkan PT ABC sebagai PKP secara jabatan sejak
masa pajak apa dapat diterbitkan SKP dan/STP?
TEMPAT PAJAK TERUTANG
Pasal 12 UU PPN

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 4 ayat (1) UU PPN terutang pajak di
– tempat tinggal atau
– tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan atau
– tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat
kegiatan usaha dilakukan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak.

Atas pemberitahuan secara tertulis dari Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal


Pajak dapat menetapkan 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat pajak terutang

Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak
dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
PEMUSATAN PPN

• Atas pemberitahuan secara tertulis dari Pengusaha


Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat
menetapkan 1 (satu) tempat atau lebih sebagai
tempat pajak terutang.
• Apabila Pengusaha Kena Pajak terutang pajak pada
lebih dari 1 (satu) tempat kegiatan usaha, Pengusaha
Kena Pajak tersebut dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya dapat menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak untuk
memilih 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat
terutangnya pajak
TERMASUK PENYERAHAN BKP
Pasal 1A ayat (1) UU PPN

a.penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena


suatu perjanjian;
b.pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu
perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa
guna usaha (leasing);
c.penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang
perantara atau melalui juru lelang;
d.pemakaian sendiri* dan/atau pemberian cuma-
cuma atas Barang Kena Pajak;

*) pemakaian sendiri yang bersifat produktif tidak terutang PPN


TERMASUK PENYERAHAN BKP
Pasal 1A ayat (1) UU PPN

e. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang


menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
f. penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau
sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;
g. penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi; dan
h. penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan
berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap
langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang
membutuhkan Barang Kena Pajak.
BUKAN PENYERAHAN BKP
Pasal 1A ayat (2) UU PPN

a. penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam


Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
b. penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang;
c. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang;
d. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang
melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena
Pajak; dan
e. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang
Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
OBJEK PPN

Umum Khusus
Pasal 4 ayat (1) 1. Pasal 16C
a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean oleh Kegiatan Membangun
Pengusaha; Sendiri
b. impor Barang Kena Pajak;
 c. penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean oleh 2. Pasal 16D
Pengusaha; Penyerahan BKP berupa
 d. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Aktiva yang tujuan
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; semula tidak untuk
 e. pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di diperjual belikan
dalam Daerah Pabean;
 f. ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena
Pajak;
 g. ekspor BKP Tidak Berwujud oleh Pengusaha
Kena Pajak;
 h. ekspor JKP oleh Pengusaha Kena Pajak.
BARANG KENA PAJAK (BKP)

• Semua barang pada prinsipnya merupakan Barang Kena Pajak (dikenakan


PPN) kecuali yg ditentukan lain oleh UU PPN itu sendiri. (UU PPN
menganut azas negatif list)
• Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak
berwujud.
• Yang diatur secara rinci oleh Undang Undang PPN adalah barang-barang
yg tidak dikenakan PPN, yaitu di Pasal 4A ayat (2) Undang Undang
Nomor 42 Tahun 2009.
• Dengan demikian, secara otomatis barang-barang lainnya merupakan
Barang Kena Pajak.
Non BKP
Pasal 4A ayat (2) UU PPN

Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang
tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut :
a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya;
b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah
makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik
yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan
minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
d. uang, emas batangan, dan surat berharga.
Non BKP

Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil


langsung dari sumbernya;

b. gas bumi, tidak termasuk


gas bumi seperti elpiji yang
siap dikonsumsi langsung c. Panas Bumi
a. Minyak mentah (crude oil) oleh masyarakat

d. asbes, batu tulis, batu setengah


permata, batu kapur, batu apung,
batu permata, bentonit, dolomit,
felspar (feldspar), garam batu
(halite), grafit, granit/andesit,
gips, kalsit, kaolin, leusit,
magnesit, mika, marmer, nitrat,
opsidien, oker, pasir dan kerikil,
pasir kuarsa, perlit, fosfat
(phospat), talk, tanah serap
(fullers earth), tanah diatome, e. batubara sebelum diproses f. bijih besi, bijih timah, bijih
tanah liat, tawas (alum), tras,
menjadi briket batubara emas, bijih tembaga, bijih
yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
nikel, bijih perak, serta bijih
bauksit
Non BKP

barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak

barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, meliputi:
– beras;
– gabah;
– jagung;
– sagu;
– kedelai;
– garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
– daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih,
dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami,
dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
– telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau
dikemas;
– susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan,
tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak
dikemas;
– buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses
dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak
dikemas; dan
– sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan
pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah
Non BKP

makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,


warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman
yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan

makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran,


rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan
dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan
oleh usaha jasa boga atau katering.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari pengenaan
pajak berganda karena sudah merupakan objek pengenaan
Pajak Daerah
Non BKP

uang, emas batangan, dan surat berharga.


JASA KENA PAJAK (JKP)

• Semua jasa pada prinsipnya merupakan Jasa Kena Pajak (dikenakan


PPN) kecuali yg ditentukan lain oleh UU PPN itu sendiri.
• Yang diatur secara rinci oleh Undang Undang PPN adalah jasa-jasa
yg tidak dikenakan PPN, yaitu di Pasal 4A ayat (3) Undang Undang
Nomor 42 Tahun 2009.
• Dengan demikian, secara otomatis jasa-jasa lainnya merupakan Jasa
Kena Pajak
NON JKP
Pasal 4A ayat (3) UU PPN

a. jasa pelayanan kesehatan medis;


b. jasa pelayanan sosial;
c. jasa pengiriman surat dengan perangko;
d. jasa keuangan;
e. jasa asuransi;
f. jasa keagamaan;
g. jasa pendidikan;
h. jasa kesenian dan hiburan;
i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
NON JKP
Pasal 4A ayat (3) UU PPN

j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan


udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
k. jasa tenaga kerja;
l. jasa perhotelan;
m.jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka
menjalankan pemerintahan secara umum;
n. jasa penyediaan tempat parkir;
o. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
p. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
q. jasa boga atau katering.

Anda mungkin juga menyukai