OLEH:
ROBINSON CORNELES SALAWANE
WISYE L. WATORY
YUSHOLLIYA QURRATA AYUNI L.
1
ANATOMI HIDUNG
2
ANATOMI HIDUNG
Hidung luar
HIDUNG
Hidung dalam
3
HIDUNG LUAR/NASUS Anatomi Hidung
EKSTERNA
• Berbentuk piramid
• Terdiri dari
• Pangkal (radix)
• Dorsum
• Puncak (apex)
• Ala nasi
• Lubang hidung (nares)
• Dibentuk oleh
• Kerangka tulang
• Tulang rawan (kartilago)
• Jaringan ikat
• Otot
• kulit
4
TULANG HIDUNG Anatomi Hidung
Kerangka tulang
Os nasalis
Procesus frontalis os
maksila
Procesus nasalis os
frontal
Tulang rawan ( kartilago)
Sepasang kartilago
minor
Tepi anterior kartilago
septum
5
HIDUNG DALAM Anatomi Hidung
SEPTUM NASAL
• TULANG
•KARTILAGO
6
CAVUM NASI Anatomi Hidung
• Berbentuk terowongan
• Dipisahkan oleh septum nasi kanan dan
kiri
• Lubang depan ( nares anterior)
• Lubang belakang (nares posterior / koana)
penghubung kavum nasi dan oropharing
• Vestibulum nasi terdiri dari kulit yg banyak
kelenjar sebacea dan rambut-rambut panjang
vibrisea
7
SEPTUM NASI Anatomi Hidung
Dibentuk oleh :
-bagian anterior : cartilago septum
(quadrilateral), premaxilla, columela
membranosa
8
KONKA DAN MEATUS Anantomi Hidung
2. Medius Meatus
nasal
- Konka media dan dinding Media
lateral Meatus
nasal
- Muara sinus maksilar Inferior
3. Inferior
- Konka inferior dan dasar
hidung
- Muara duktus nasolakrimalis
10
VASKULARISASI HIDUNG
• a. ethmoidalis anterior
Dinding
• a. ethmoidalis posterior
Lateral • a. sphenopalatina, a. palatina decenden
Hidung
11
ANATOMI SINUS PARANASAL Anatomi Hidung
12
ANATOMI SINUS PARANASAL Anantomi Hidung
Sinus maksila
kanan dan kiri
Sinus ethmoid
kanan dan kiri
Sinus sfenoid
kanan dan kiri
13
FISIOLOGI HIDUNG
Pengatur Penyaring
jalan kondisi dan
napas udara pelindung
Refleks
Nasal
14
FUNGSI SINUS PARANASAL
18
19
20
inspeksi
Deviasi atau
depresi tulang
hidung
Pembengkakan
daerah hidung
dan sinus para
nasal
21
hump nose saddle nose
22
Palpasi
Palpasi menemukan nyeri tekan pada sinus. Tekan
pada daerah sinus frontalis dan sinus maksilaris.
Krepitasi pada tulang hidung
23
Rinoskopi anterior
Alat yang digunakan:
Spekulum hidung
Lampu kepala
24
Rinoskopi anterior
Teknik pemeriksaan:
• Spekulum hidung dipegang dengan tangan kiri
25
• Spekulum dimasukkan ke dalam kavum nasi dalam
keadaan tertutup, spekulum dibuka secara perlahan.
• Spekulum dikeluarkan dengan cara mulut spekulum
ditutup 90%, lalu dikeluarkan.
26
Yang diperhatikan:
Mukosa hidung: pembengkakan, perdarahan
atau eksudat (jernih, mukopurulen, atau
purulen).
Septum nasi: deviasi, inflamasi, atau perforasi
27
28
Rinoskopi posterior
Alat-alat yang digunakan: spatel
lidah, kaca nasofaring, lampu
kepala, spritus, tetrakain.
Teknik pemeriksaan:
Tangan kanan memegang kaca
nasofaring.
Tangan kiri memegang spatel lidah
29
Minta pasien membuka mulut lebar-lebar.
spatel lidah ditekan pada 2/3 daerah dorsum
lidah.
Kaca nasofaring dimasukkan secara perlahan
30
31
Yang diamati:
Bagian belakang
septum
Koana
Adenoid
Konka superior,
medial
Torus tubarius
(muara tuba
eustachius)
Fossa Rossenmuler
32
Pemeriksaan Transiluminasi
33
Pemeriksaan nasoendoskopi
Pemeriksaan teknologi canggih dengan
memasukkan alat ke dalam hidung yang
dapat mengidentifikasi seluruh rongga
hidung beserta seluruh struktur yang
terdapat di dalamnya dan daerah nasofaring.
34
35
Pemeriksaan X-Ray sinus: Waters
36
Waters
37
Pemeriksan Caldwell
38
Chadwell
39
Rhinitis Alergi
Pokok
pembahasan
Definisi
Klasifikasi
Patofisiologi
Manifestasi klinik
Diagnosa
Tatalaksana terapi
40
Rhinitis Alergi
41
Definisi
42
43
Klasifikasi rhinitis alergi
44
2. Perennial (berselang-selang atau menetap) :
Penyebab dari alergen yang tidak musiman
kutu dan spora jamur, lipas
Jangan gunakan karpet
45
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:
47
48
Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu
49
Reaksi Tipe Lambat
Neutrofil
Basofil
Monosit
CD4+ sel T
tryptase
sisteinil
leukotrien (LTC4, LTD4, LTE4)
D2 Prostaglandin (PGD2).
Histamin menyebabkan:
Gatal
bersin
rinorea.
Leukotrien menyebabkan :
51
Manifestasi klinik
Rinorea
Bersin
kongesti hidung
Lemas
lelah
52
Diagnosis
skin test/skin prick test atau RAST (Radio
allergosorbent test)
53
Diagnosis Pemeriksaan Fisik >>
lingkaran hitam di bawah
mata, lipatan hidung karena
menggosok berulang hidung,
edema.
Riwayat Penyakit
Alergi Keluarga
Diagnos
a
Nasal allergen
challenge &
sekretion.
Skin Test
• Skin prick test (SPT)
• RAST
(Radioallergosorbent
test)
54
Diagnosis
Skin prick test (SPT)
55
Diagnosis
56
Diagnosis
57
Tatalaksana Terapi
Tujuan terapi :
1.Mengurangi dan mencegah gejala
2.Perbaikan kualitas hidup penderita
3. Mengurangi efek samping pengobatan.
4.Edukasi penderita
58
Tatalaksana Terapi
59
Tatalaksana Terapi Non-farmakologi:
60
Terapi Farmakologi
gunakan obat-obat anti alergi
imunoterapi.
61
Terapi Farmakologi
OBAT-OBAT RINITIS ALERGI
1. Antihistamin
2. Dekongestan
3. Kortikosteroid
4. Antikolinergik
5. imunoterapi
62
OBAT-OBAT RINITIS ALERGI
1. Antihistamin
63
ANTIHISTAMIN GENERASI PERTAMA
Bersifat lipofilik
Difenhidramin
Klorfeniramin
hidroksisin
klemastin
prometasin
Siproheptadin
Efekk samping:
gangguan saraf pusat
Efek anti kolinergik
64
ANTIHISTAMIN GENERASI KEDUA
Bersifat lipofobik
bersifat selektif mengikat reseptor Hl
Loratadin
Astemisol
Azelastin
terfenadin
cetirisin.
Efek samping:
sedikit mengantuk
65
ANTIHISTAMIN GENERASI KETIGA
66
2. Dekongestan
Tujuan :
membengkak
memperbaiki ventilasi.
67
Efek samping nasal dekongestan :
-rasa terbakar
-bersin
2. Fenilpropanilamin
3. Pseudo efedrin
4. Nafazolin
5. Oksimetazolin
6. Xylometazolin
69
3. KORTIKOSTEROID
70
4. ANTIKOLINERGIK
Antikolinergik menghambat aksi asetilkolin
pada reseptor muskarinik
71
5. Imunoterapi
72
RHINITIS VASOMOTOR
73
DEFINISI
Rinitis Vasomotor Suatu keadaan idiopatik
yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi,
eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan,
hipertiroid), dan pajanan obat (kontrasepsi
oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin,
klorpomazin dan obat topical hidung
dekongestan).
74
PATOFISIOLOGI
75
TANDA DAN GEJALA
• Gejala sering dicetuskan oleh berbagai rangsangan
non-spesifik, seperti:
• asap/ rokok, bau yang menyengat, parfum, minuman
beralkohol, makanan pedas, udara dingin, pendingin dan
pemanas ruangan, perubahan kelembaban, perubahan
suhu luar, kelelahan dan stres / emosi.
• Hidung tersumbat, bergantian kanan dan kiri,
tergantung posisi pasien
• Rinore bersifat mukoid atau serosa
• Jarang disertai gejala mata
• Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun
tidur
76
• Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini
dibedakan dalam 3 golongan, yaitu :
• Golongan bersin (sneezers)
antikolinergik topikal
• Golongan tersumbat (blockers)
77
PEMERIKSAAN FISIK
Rinoskopi Anterior :
• Gambaran khas : edema mukosa hidung,
konka berwarna merah gelap atau merah
tua, tetapi dapat pula pucat.
• Permukaan konka dapat licin atau
berbenjol-benjol (hipertrofi).
• Sekret mukoid, biasanya sedikit (pada
golongan rinore sekret serosa dan banyak
jumlahnya) 78
79
80
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
81
Rhinitis Alergi Rhinitis Vasomotor
1. Mulai Serangan Usia belasan tahun Dekade ke 3-4
2. Alergen Terpapar (+) Terpapar (-)
3. Etiologi Reaksi Ag-Ab terhadap Reaksi neovaskular
rangsangan spesifik terhadap beberapa
rangsangan mekanis/
kimia, juga faktos psikis
4. Gatal & Bersin Menonjol Tidak menonjol
5. Gatal di Mata Sering dijumpai Tidak dijumpai
6. Tes Kulit Positif Negatif
7. Sekret Hidung Eosinofil meningkat Eosinofil tidak
meningkat
8. Eosinofil Darah Meningkat Normal
9. IgE Darah Meningkat Tidak meningkat
10. Neurektomi N. Tidak membantu Membantu
Vidianus 82
TATALAKSANA
• Penatalaksanaan bervariasi, tergantung faktor
penyebab dan gejala yang menonjol.
1. Menghindari stimulus/ faktor pencetus
2. Pengobatan simtomatis
• Dekongestan oral, cuci hidung dengan larutan garam
fisiologis, kauterisasi konka hipertrofi dengan larutan AgNo3
25% atau triklor-asetat pekat.
• Kortikosteroid topikal 100-200 mikrogram. Dosis dapat
ditingkatkan sampai 400 mikrogram sehari.
• Kortikosteroid topikal dalam larutan aqua seperti flutikason
propionat dan mometason furoat satu kali sehari dengan
dosis 20mcg.
• Rinore berat + antikolinergik topikal (ipatropium bromida).
83
3. Operasi
bedah-beku, elektrokauter, atau
konkotomi parsial konka inferior
4. Neurektomi N. Vidianus
pemotongan pada N. Vidianus
5. Blocking ganglion sfenopalatina.
84
Rhinitis atrofikans
(rhinitis ozaena)
85
ETIOLOGI
Terdapat beberapa hal yang menjadin penyebab rhinitis ozaena antara lain :
Infeksi oleh kuman spesifik ( klebsiella ozaea ) kuman lainnya yang juga
sering ditemukan ialah stafillokokus, streptokokus dan pseudomonas
aeruuuginosa )
Defisiensi Fe
Defisiensi vit A
Sinusitis kronik
Kelainan hormonal
Pemyakit autoimun
86
KLASIFIKASI RINITIS OZAENA
87
GEJALA KLINIS
Napas berbau
Sekretnya kental berwarna hijau
Terdapat kerak ( krusta)
Adanya gangguan penciuman
Sakit kepala
Hidung tersumbat
88
RINOSKOPI ANTERIOR
RHINITIS ATROFIKANS
Penatalaksanaan
Irigasi dan mebersihkan krusta . Diberikan terapi sistemik dan lokal
yang ditunjukan untuk menghilangkan gejalanya.
Pengobatan yang diberikan dapat bersifat
Konservatif Operatif
Pemberian antihistamin
.
seperti cetirizine 10 mg /hari Jika dengan pengobatan
selama 10 hari , antibiotik konservatif tidak ada
golongan sefalosporin perbaikan maka dilakukan
cefixime dosis 200-400 tindakan operasi
mg/hari selama 7-14 hari
90
SINUSITIS
91
DEFINISI
Penyakit yang paling sering
Sinus frontal lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi
92
ETIOLOGI
93
KLASIFIKASI
Subakut bulan
Sinusitis
• Gejala berlangsung > 3 bulan
Kronik
94
MANIFESTASI KLINIS
SINUSITIS AKUT
Demam
Sakit kepala
Lesu
Ingus kental & berbau & dirasakan mengalir ke daerah nasofaring
Hidung tersumbat
Rasa nyeri pada sinus yang terinfeksi
Kadang didapatkan adanya nyeri alih
95
SINUS GEJALA KLINIS
• Nyeri pd daerah rahang atas, kadang
menyebar ke gigi & gusi. Nyeri dapat
dipicu oleh batuk atau mengunyah. Nyeri
juga dapat menjalar ke regio supraorbital
MAKSILA ipsilateral, dan dapat menstimulasi
terjadinya infeksi sinus frontalis
• Nyeri tekan regio maksilaris
• Bengkak & hiperemis di daerah pipi
97
MANIFESTASI KLINIS
Keluhan Utama: Hidung tersumbat
Anamnesa
DIAGNOSI
S
Pemeriksaan Pemeriksaan
Penunjang Fisik
99
Pemeriksaan Fisik
RINOSKOPI RINOSKOPI
ANTERIOR POSTERIOR
Sekret
mukopurulen pada
rongga hidung
10
0
Pemeriksaan Penunjang
TRANSILUMINASI
Prinsip pengobatan:
Membuka sumbatan di KOM --> drainase dan ventilasi sinus
10
2
TATALAKSANA MEDIKAMENTOSA
Antihistamin
Analgetik Dekongestan
10
3
Sinusitis Akut Sinusitis Subakut Sinusitis Kronis
10
4
KOMPLIKASI
Kelainan Orbita
Kelainan Intrakranial
Osteomielitis dan abses subperiosteal
Kelainan paru
10
5
SINUSITIS DENTOGEN
Merupakan salah satu penyebab penting
sinusitis kronik.
Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal
10
6
Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang
terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan
pemberian antibiotik yang mencakup bakteri
anaerob, seringkali juga perlu dilakukan irigasi
sinus maksila.
10
7
Corpus alienum pada
hidung
10
8
DEFINISI
Benda asing di Hidung adalah benda/masa
abnormal yang seharusnya tidak dijumpai di
hidung.
Benda asing dalam hidung biasanya
ditemukan pada anak-anak.
Terbagi atas :
Organik (benda asing hidup) larva lalat,
lintah, cacing
Anorganik (benda asing tak hidup) barang
10
9
Benda asing mati dapat
menimbulkan edema dan
inflamasi mukosa hidung,
dapat terjadi ulserasi,
epistaksis, jaringan granulasi,
dan dapat berlanjut menjadi
sinusitis.
11
0
Gambaran klinis
Riwayat memasukan benda asing dalam hidung
Gejala : hidung tersumbat, rhinorea unilateral
dengan cairan kental dan berbau, kdang-
kadang terdapat rasa nyeri, demam, epistaksis
dan bersin.
Pemeriksaan rhinoskopi : tampak edema
dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan
dapat terjadi ulserasi. Benda asing biasanya
ditutup oleh mukopus. Dapat timbul rhinolit
pada sekitar benda asing.
11
1
TATA LAKSANA
11
3
CARSINOMA
NASOFARING
ANATOMI NASOFARING
EPIDEMIOLOGI
Banyak di Asia, jarang di Eropa dan Amerika.
Insiden tertinggi : provinsi Guang Dong (RRC) 40 – 50 /100
ribu penduduk /tahun.
Indonesia 4,7/100 ribu penduduk/tahun.
Laki-laki : Perempuan = 2 – 3 : 1
ETIOLO Virus
Epstein-
GI Barr Letak
Sosial
geografi
ekonomi
s
Lingkun Jenis
gan kelamin
Genetik
ALA
E J IS
G LIN
K Gejala • Epistaksis
Nasofaring • Hidung tersumbat
• Tinitus
Gejala • Gangguan pendengaran
Telinga • Rasa tidak nyaman di telinga sampai
otalgia
Gejala • Diplopia
Mata dan • Neuralgia trigeminal
• Sindrom Jackson
Saraf
Metastasis
atau gejala • Benjolan di leher
di leher
DIAGNOSIS
Pemeriksaan Pemeriksaan
Anamnese
fisik penunjang
CT-Scan
Gejala Rinoskopi Tes Serologi
klinis posterior Biopsi
STADIUM
(SISTEM TNM MENURUT UICC 2002)
T = Tumor Primer.
To= Tidak tampak tumor.
T1= Tumor terbatas di nasofaring.
T2= Tumor meluas ke jaringan lunak.
T2a : Perluasan tumor ke orofaring dan atau rongga hidung tanpa
perluasan ke parafaring*.
T2b : Disertai perluasan ke parafaring.
T3= Tumor menginvasi struktur tulang dan/ atau sinus paranasal.
T4= Tumor dengan perluasan intrakranial dan/ atau terdapat keterlibatan
saraf cranial, fossa infratemporal, hipofaring,orbita atau ruang masticator.
M = Metastasis jauh
Mx= Metastasis jauh tidak dapat dinilai
Mo=Tidak ada metastasis jauh
M1=Terdapat metastasis jauh
STADIUM
Stadium 0 T1s N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II A T2a N0
M0
Stadium IIB T1 N1 M0
T2a N1 M0
T2b N0,N1M0
Stadium III T1 N2 M0
T2a,T2b N2 M0
T3 N2 M0
Stadium IV a T4 N0,N1,N2 M0
Stadium IV b semua T N3 M0
Stadium IV c semua T semua N M1
pENATALAKSANAAN
1. Radioterapi
2. Kemoterapi
3. Operasi
PENATALAKSANAAN
Stadium I Radioterapi
Stadium II Kemoradiasi
Stadium IV N< 6 cm Kemoradiasi
Stadium IV N> 6 cm Kemoterapi dosis penuh
dilanjutkan kemoradiasi
Operasi
Reseksi Nasofari
leher ngektomi
PROGNOSIS
Sangat mencolok perbedaan prognosis ( angka
bertahan hidup 5 tahun) dari stadium awal dengan
stadium lanjut, yaitu 76,9% untuk stadium I, 56,0%
untuk stadium II, 38,4% untuk stadium III, dan hanya
16,4% untuk stadium IV.
Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor, seperti :
• Stadium yang lebih lanjut.
tengkorak
• Adanya metastasis jauh
PENCEGAHAN
1. Vaksinasi
2. Mengubah kebiasaan hidup yang salah
3. Melakukan tes serologic IgA anti VCA dan IgA anti
EA secara massal
12
9