Anda di halaman 1dari 32

DIAGRAM FASE BINER

Kelompok 6 :
1.Diyon Mustiko
2.Moch. Syarifudin
3.Moch. Abdul Rokhim
4.Roike Dian Saputra
5.Setyono
6.Whendy Aprilian A
1
Diagram Fasa/diagram kesetimbangan fasa
(Equilibrium phase diagram)
Pada umumnya logam tidak berdiri sendiri atau keadaan murni,
tetapi lebih banyak dalam keadaan dipadu atau logam paduan
dengan kandungan unsur-unsur tertentu sehingga struktur yang
terdapat dalam keadaan setimbang pada temperatur dan tekanan
tertentu akan berlainan.

Kombinasi dua unsur atau lebih yang membentuk paduan logam


akan menghasilkan sifat yang berbeda dari logam asalnya.

Tujuan pemaduan = untuk memperbaiki sifat logam

Sifat yang diperbaiki adalah kekuatan, keuletan, kekerasan,


ketahanan korosi, ketahanan aus, ketahanan lelah, dll.
2
Fasa pada suatu material didasarkan atas daerah yang berbeda
dalam struktur atau komposisi dari daerah lainnya.

Fasa = bagian homogen dari suatu sistem yang memiliki sifat fisik
dan kimia yang seragam.

Untuk mempelajari paduan dibuatlah kurva yang menghubungkan


antara fasa, komposisi dan temperatur.

Diagram fasa adalah suatu grafik yang merupakan representasi


tentang fasa-fasa yang ada dalam suatu material pada variasi
temperatur, tekanan dan komposisi.

Pada umumnya diagram fasa dibangun pada keadaan


kesetimbangan (kondisinya adalah pendinginan yang sangat
lambat). Diagram ini dipakai untuk mengetahui dan memprediksi
banyak aspek terhadap sifat material. 3
Informasi penting yang dapat diperoleh dari diagram fasa adalah:
1. Memperlihatkan fasa-fasa yang terjadi pada
perbedaan
komposisi dan temperatur dibawah kondisi pendinginan yang
sangat lambat.
2. Mengindikasikan kesetimbangan kelarutan padat satu unsur atau
senyawa pada unsur lain.
3. Mengindikasikan pengaruh temperatur dimana suatu paduan
dibawah kondisi kesetimbangan mulai membeku dan pada
rentang temperatur tertentu pembekuan terjadi.
4. Mengindikasikan temperatur dimana perbedaan fasa-fasa
mulai
mencair.

Jenis pemaduan:
1. Unsur logam + unsur logam
Contoh: Cu + Zn; Cu + Al; Cu + Sn. 4
Contoh-contoh pemaduan:

Water Alcohol

Oil

Water

Solution

Sugar

Saturated Syrup
Water
Excess Sugar
Next
5
Pemaduan terjadi akibat adanya
susunan atom sejenis ataupun ada
distribusi atom yang lain pada
susunan atom lainnya.
Jika ditinjau dari posisi atom-atom Cu
yang larut, diperoleh dua jenis
larutan padat: Ni

1. Larutan padat substitusi


Adanya atom-atom terlarut yang
menempati kedudukan atom-atom Fe
pelarut. C
2. Larutan padat interstisi
Adanya atom-atom terlarut yang
menempati rongga-rongga diantara
kedudukan atom/sela antara. 6
Untuk mengetahui kelarutan padat suatu unsur dalam unsur lainnya,
Hume-Rothery mensyaratkan sebagai berikut:
1. Yang mempengaruhi terbentuknya jenis kelarutan ditentukan
oleh faktor geometri (diameter atom dan bentuk sel satuan).
Jenis kelarutan:
•A + B C (sel satuan sama)
(kelarutan yang tersusun disebut kelarutan sempurna)
Dimana sifat C  sifat A atau B
•Jika A dan B memiliki sel satuan yang berbeda
a. A + B A’ (dimana A yang dominan)
B’ (dimana B dominan)
kelarutan yang tersusun disebut larut sebagian
b. A + B A + B (tidak larut) 7
2. Larut padat substitusi/interstisi ditentukan oleh faktor
diameter
atom.
Jika perbedaan diameter atom yang larut dibandingkan atom pelarut
lebih kecil dari 15%, maka kelarutan yang terjadi adalah larutan
padat substitusi.
Jika perbedaan diameter atom yang larut dibandingkan atom pelarut
lebih besar dari 15%, maka kelarutan yang terjadi adalah larutan
padat interstisi.
3. Suatu hasil percampuran harus stabil
Stabilitas dari paduan dijamin oleh keelektronegatifan dan
keelektropositifan, makin besar perbedaan keelektronegatifan dan
keelektropositifan makin stabil, tetapi kalau terlalu besar
perbedaannya yang terjadi bukan larutan melainkan senyawa
(compound)
8
Pembentukan diagram fasa
Konstruksi pembentukan diagram
Hubungan antara temperatur, fasa
komposisi diplot untuk mengetahui
perubahan fasa yang terjadi.
Dengan memvariasikan komposisi
dari kedua unsur (0100%) dan
kemudian dipanaskan hingga mencair
setelah itu didinginkan dengan lambat
(diukur oleh dilatometer/kalorimeter),
maka akan diperoleh kurva
pendinginan (gambar a.). Perubahan
komposisi akan merubah pola dari
kurva pendinginan, titik-titik A, L1, L2,
L3 dan C merupakan awal terjadinya
pembekuan dan B, S1, S2, S3 dan D
merupakan akhir pembekuan. Gambar
b. diagram kesetimbangan fasa Cu-Ni.
9
Garis liquidus = menunjukkan temperatur terendah dimana logam
dalam keadaan cair atau temperatur dimana awal terjadinya
pembekuan dari kondisi cair akibat proses pendinginan.
Garis solidus = menunjukkan temperatur tertinggi suatu logam
dalam keadaan padat atau temperatur terendah dimana masih
terdapat fasa cair.
10
Selain garis-garis tersebut titik-titik kritis dari keadaan cair dan
padat, juga menyatakan batas kelarutan maksimum unsur terlarut
didalam pelarutnya (maximum solubility limit).

The solubility of sugar (C12H22O11) in a sugar-water syrup.


11
The Solubility Limit
• Example: 10 0
Phase Diagram of Water- Solubility
Sugar System 80 Limit L

Temperature (°C)
(liquid)
Question: What is the 60 +
solubility limit at 20°C? L
40 (liquid solution S
i.e., syrup) (solid
20 sugar)

0 20 40 6 065 8 0 10 0
Answer: 65wt% sugar C o =Composition (wt% sugar)
Water

Sugar
Pure

Pure
If Co < 65wt% sugar: syrup
If Co > 65wt% sugar: syrup + sugar

• Solubility limit increases with T:


e.g., if T = 100°C, solubility limit = 80wt% sugar
12
Effect of Temperature and Composition
• Changing T can change number of phases: path A to B
• Changing Co can change number of phases: path B to D
B (100,70) D(100,90)
1 phase 2 phases
10 0

80 L
(liquid)
Temperature (°C)

• water-
sugar 60 +
L S
system (liquid solution
40 (solid
i.e., syrup) sugar)
20 A(70, 20 )
2 phases
0
0 20 40 60 70 80 10 0
C o =Composition (wt% sugar)
13
Cooling Curve for Pure Metal

(a)

FIG. 3-50 (1) Heat pure metal to point Ta; (2) cooling of liquid metal a – b; (3) at
point b, pure metal starts to precipitate out of solution; (4) point c, pure metal
completely solid; curve from b to c straight horizontal line showing constant
temperature Tb-c because thermal energy absorbed in change from liquid to solid; (5)
more cooling of solid pure metal from c to d and temperature begins to fall again. 14
Cooling Curve for Pure Iron

(b)

FIG. 3-50 (b) Cooling curve for pure iron.


15
Allotropic Forms of Iron

FIG. 3-54 Allotropic forms of iron (three phases: bcc, fcc, bcc)
16
Cooling Curve for a Metal Alloy

(c)

FIG. 3-50 (c) Cooling curve for a metal alloy: (1) The alloy A-B heated to point a
(liquid phase, with both metals soluble in each other); (2) cooling of alloy in liquid
phase; (3) point b, solidification begins; (4) point c, solidification complete; sloped
b – c due to changing from liquid to solid over the temperature range Tb to Tc
because components A and B have different melting/cooling temperatures; (5)
further cooling from c to d of solid-state metal alloy. 17
Klasifikasi Diagram Kesetimbangan Fasa
1. Larut sempurna dalam keadaan cair dan padat.
2. Larut sempurna dalam keadaan cair, tidak larut dalam keadaan
padat (reaksi eutektik).
3. Larut sempurna dalam keadaan cair, larut sebagian dalam keadaan
padat (reaksi eutektik).
4. Larut sempurna dalam keadaan cair, larut sebagian dalam keadaan
padat (reaksi peritektik).
5. Larut sempurna dalam keadaan cair, tidak larut dalam keadaan
padat dan membentuk senyawa.
6. Larut sebagian dalam keadaan cair (reaksi monotektik).
7. Tidak larut dalam keadaan cair maupun padat.
18
1. Larut sempurna dalam keadaan cair dan padat

Biasa disebut binary isomorphous alloy systems, kedua unsur


yang dipadukan larut sempurna dalam keadaan cair maupun padat.
Pada sistem ini hanya ada satu struktur kristal yang berlaku untuk
semua komposisi, syarat yang berlaku adalah:

a. Struktur kristal kedua unsur harus sama.

b. Perbedaan ukuran atom kedua unsur tidak boleh lebih dari 15%.

c. Unsur-unsur tidak boleh membentuk senyawa.

d. Unsur-unsur harus mempunyai valensi yang sama.

Contoh klasik untuk jenis diagram fasa ini adalah diagram fasa
Cu-Ni.
19
T(°C) • 2 phases:
160 0 • 2– phases:
L (liquid)
–  (FCC solid solution)
L (liquid)
150 0 L (liquid) • 2 lines (phase boundaries):
 (FCC
– The solidline
liquidus solution)
(L/L+)
140 0 • 3– phase fields:
The solidus line (/L+)
L fields:
• 3 phase
130 0 – LL+
– L+
120 0  – 

110 0 (FCC solid


solution)
100 0
0 20 40 60 80 10 0 wt% Ni
20
Rules of Determining Number & Types of Phases
(The lever arm rule/Aturan kaidah lengan)
• aturan 1: jika diketahui T dan Co (komposisi), maka
– akan diketahui jumlah dan jenis fasa
T(°C)
Lihat gambar disamping 160 0

150 0 L (liquid)
• contoh: i d us
u

B(1250,35)
140 0 liq us
l id
A (1100°C, 60wt% Ni): so
130 0 +  
1 phase:  L (FCC solid
120 0 solution)
B (1250°C, 35wt% Ni):
2 phases: L +  110 0 A(1100,60)

100 0
0 20 40 60 80 10 0 wt% Ni
21
Aturan kaidah lengan/the lever arm rule

Untuk menghitung persentase


fasa-fasa yang ada pada komposisi
tertentu, digunakan metoda kaidah
lengan.
x adalah komposisi paduan yang
akan dihitung persentase fasa-
fasanya pada temperatur T, maka
tarik garis yang memotong batas
kelarutannya (garis L-S).
Jika x = wo; L = wl dan S = ws
maka % fasa cair dan padat :

ws  wo wo  wl
L x100% S x100%
ws  wl ws  wl
22
• aturan 2: jika diketahui T dan Co, maka
– akan diketahui komposisi dari fasa T(°C)
160 0

150 0 L (liquid)
s
u i du

B(1250,35)
140 0 liq us
lid
so
• contoh: C0 = 35 wt%Ni 130 0
L +  
(FCC solid
120 0 solution)
At TA: 110 0 A(1100,60)

Only Liquid (L) 100 0


0 20 40 60 80 10 0 wt% Ni
CL = C0 = 35 wt%Ni T(°C)
TA A
tie line
At TD: i qu idus
130 0 L (liquid) l
Only Solid () + 
B L s
du
C = C0 = 35 wt%Ni TB soli

 
At TB: 120 0 L+ D (solid)
TD
Both  and L
CL = CLiquidus = 32 wt%Ni 20 3 032 35 4 0 43 50
C LC o C  wt% Ni
C = CSolidus = 43 wt%Ni 23
wl (32%) wo(35%) ws(43%)

43  35 35  32
L x100% S x100%
43  32 43  32
L  72,7% S  27,3%
Contoh lain: pada wo= 53% Ni

24
% fasa cair dan padat:
wl (45%) wo(53%) ws(58%)

58  53 53  45
L x100% S x100%
58  45 58  45
L  38% S  62%

25
Example: Determine the phase(s) that are present
and the composition of the phase(s)

For the alloys listed below:


60 wt% Ni-40 wt% Cu at 1100°C
35 wt% Ni-65 wt% Cu at 1250°C
(1) Phase(s) that are present
(2) The composition of each phase

26
(L)
(1) Determine the
phase(s) that are
present
60 wt% Ni-40 wt
% Cu at 1100°C

Point A:
 phase

27
(2) Determine the
composition of each
phase

60 wt% Ni-40 wt%


Cu at 1100°C (Point
A): 

C = C0 = 60 wt% Ni

28
(L)
(1) Determine the
phase(s) that are
present

35 wt% Ni-65 wt%


Cu at 1250°C 

Point B
 + L phases

29
(2) Determine the
composition of each
phase

35 wt% Ni-65 wt%


Cu at 1250°C (Point 
B):
+L

30
Tie Line

(2) Determine the


composition of each
phase

31.5 35 42.5

CL C 0 C
Composition (wt% Ni)
• 35 wt% Ni-65 wt% Cu at 1250°C (Point B): in two phase ( + L) region
Draw a tie line
Composition of a: intersection L/+L — C = 42.5wt% Ni
Composition of L: intersection /+L — CL = 31.5 wt% Ni
31
Equilibrium Cooling in a Cu-Ni Binary System
• Consider T(°C) L (liquid) L: 35wt%Ni
Co = 35wt%Ni
• Upon cooling 130 0 A + 
L: 35wt%Ni L
–L : 46wt%Ni B
35wt%  32wt%  32
35
C 46
24wt% 43
– 24 D L: 32wt%Ni
36
46wt%  43wt%   : 43wt%Ni
120 0
L + E
36wt% L: 24wt%Ni
– Equilibrium cooling : 36wt%Ni

Sufficiently slow (solid)
cooling rate gives
enough time for 110 0
composition 20 30 35 40 50
readjustments Co wt% Ni
32

Anda mungkin juga menyukai