Anda di halaman 1dari 12

Kuliah minggu ke IX

Peranan Masyarakat Hukum Adat


Sebelum Merdeka
Peranan masyarakat hukum adat pada masa
pemerintahan Hindia Belanda
• Pemerintahan Hindia Belanda dalam hal
hukum adat, mereka tetap membiarkan saja
berlakunya seperti apa adanya, baik dalam
sistem pemerintahan maupun isi dari
pemerintahan tersebut. Pemerintahan Hindia
• Belanda tidak mengganggu masyarakat hukum
adat berlaku, kecuali pada pusat-pusat
pemerintahan ada aturan yang ditentukan
untuk berlaku.
• Ada 2 aturan yang mengatur masyarakat
hukum adat yaitu;
• I.G.O ( indishe gemente Ordomantie) yaitu
aturan yang mengatur tentang pemerintahan
• Desa untuk pulau Jawa dan Madura
• I.G.O.B ( indishe gemente ordonantie
buitengesttens) yaitu aturan yang mengatur
tentang Pemerintahan Desa di luar Jawa dan
Madura.
• Kedua aturan tersebut membiarkan hukum
adat sebagaimana adanya. Dengan demikian
pada saat itu terdapat sistem pemerintahan
• Yang berbeda-beda antara masyarakat yang satu
dengan yang lainnya.
Pada masa Kemerdekaan
Hal ini dapat dilihat dalam pasal 18 UUD 1945 yang
berisikan tentang pembagian wilayah indonesia atas
daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan
pemerintahan ditetapkan dengan undang-undang,
dengan memandang dan mengingat dasar musyawarah
dalam sistem pemerintahan negara
• Hak asal usul dalam daerah yang bersifat
istimewa. Pasal ini berarti mengakui eksistensi
masyarakat hukum adat. Tetapi dalam undang-
undang No.5 tahun1979 tentang
pemerintahan Desa, menentukan adanya
penyeragaman pemerintahan yang berada di
bawah camat, tujuannya adalah supaya dapat
menunjang pembangunan di segala bidang.
• Asumsi dari undang-undang tersebut adalah
bahwa sebelum undang-undang no 5 tahun
1979 masyarakat hukum adat ada yang
bersifat lemah dan ada yang kuat.
• Tetapi menurut uu no 5 tahun 1979 semua
seragam yaitu dengan mengambil model Desa
di Jawa. Jadi dengan demikian yang menjadi
Desa adalah pemerintahan yang berada di
• Bawah Camat unutk kabupaten dan kelurahan
untuk pemerintahan yang bersifat Kotamadya.
• Undang- undang no 5 tahun 1979 tersebut
sampai tahun 1983 tidak dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya karena masyarakat
hukum adat binggung untuk menentukan
mana yang dikatakan Desa.
• Apabila bertitik tolak dari adat istiadat yang
• Dikatakan Desa adalah Nagari atau Marga
karena disanalah terdapat penguasa
(pimpinan adat) tetapi apabila masyarakat
atasan yang menjadi Desa atau kelurahan,
penduduk jumlahnya sedikit dan apabila
masyarakat bawahan yang menjadi Desa/
kelurahan, jumlah penduduknya sedikit
sehingga adat istiadat akan hilang.
• Pada tahun 1983 Mendagri menetapkan
bahwa yang menjadi Desa adalah masyarakat
bawahan, seperti Suku di Minang , Huta di
Batak.
• Jadi sistem pemerintahan sehari hari mereka
masih terikat dengan masyarakat atasan
( sebagai penguasa). Maka kalau masyarakat
atasan tidak berfungsi lama kelamaan adat
istidat menjadi hilang.
• Disamping itu yang menjadi masalah lagi
adalah bagaimana menentukan wilayah Desa
karena dalam masyarakat hukum adat ada
wilayah tertentu/ sendiri, sedangkan batas
antara lingkungan tanah yang satu dengan
yang lain sudah ditentukan.
• Seperti di Minangkabau, tanah bukan
merupaka milki pribadi tetapi milik bersama.
• Dengan demikian dalam satu wilayah ada
kepala Nagari dan ada kepala Desa. Dengan
pembagian wewenang adalah sebagai berikut
• Kepala Desa menangani urusan pemerintahan
di luar kecamatan, sedangkan kepala Nagari
menangani urusan ke dalam;
• Sistem pemerintahan yang berkuasa adalah
Kepala Desa, sedangkan dalam adat istiadat
yang berkuasa adalah Kepala Nagari

Anda mungkin juga menyukai