Setelah pengiriman barang dilakukan, perusahaan ekspedisi muatan juga harus menanggung
kerusakan atau hilangnya barang yang disebabkan oleh kesalahan atau kurang hati-hatinya
(Pasal 88 KUHD) . Perusahaan ekspedisi muatan juga menanggung perusahaan ekspedisi
muatan antara yang digunakannya (Pasal 89 KUHD) . Dokumen pengangkutan merupakan
perjanjiaan antara pengirim atau perusahaan ekspedisi muatan dengan penggangkut atau
nahkoda, yang memuat isi yang diperjanjikan antara pihak-pihak tentang berakhirnya
penggangkutan, penggantian kerugian karena terjadi kelambatan , dan lain-lain yang perlu
(Pasal 90 KUHD)
Dilihat dari perjanjianya dengan pengirim, perusahaan ekspedisi muatan adalah pihak dalam
perjanjian pemberian kuasa (keagenan) yang mengikatkan diri untuk mencari pengangkut
bagi kepentingan pengirim, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar provisi
(imbalan jasa) kepada perusahaan ekspedisi muatan sebagai perusahaan yang bergerak di
bidang jasa ekspedisi antara pengirim dan perusahaan ekspedisi muatan.
Selain dalam KUHD Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran
mengatur juga usaha terkait dengan pengangkutan di perairan dalam Pasal 31-Pasal 34.
Untuk kelancaran kegiatan pengangkutan di perairan. Usaha jasa terkait yang dimaksud dapat
berupa :
Usaha jasa terkait sebagaimana dimaksud di atas dilakukan oleh badan usaha yang didirikan
khusus untuk itu. Selain itu, kegiatan muat bongkar dapat dilakukan oleh perusahaan
pengangutan laut nasional hanya untuk kegiatan muat bongkar barang tertentu untuk kapal
yang dioperasikannya. Selain badan usaha yang didirikan khusus untuk itu, kegiatan
pengangkutan perairan pelabuhan dapat dilakukan oleh perusahaan pengangkutan laut
nasional. Kegiatan tally yang bukan tally mandiri dapat dilakukan oleh perusahaan
pengangkutan laut nasional, perusahaan muat bongkar, atau perusahaan jasa pengurusan
transportasi terbatas hanya untuk kegiatan cargodoring, reciving (Pasal 32 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008).
Setiap badan usaha yang didirikan khusus untuk usaha jasa terkait wajib memiliki izin (Pasal
33 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008). Ketentuaan lebih lanjut mengenai tata cara dan
persyaratan perizinan usaha yang terkait dengan pengangkutan di perairan diatur dengan
Peraturan Pemerintah (Pasal 34 Undang-Undantg Nomor 17 Tahun 2008).
Untuk menunjang kegiatan pengangkutan udara niaga dapat dilaksanakan kegiatan usaha
penunjang pengangkutan udara, kegiatan usaha penunjang pengangkutan udara niaga
sebagaimana dimaksud harus mendapat izin dari Menteri Perhubungan ( pasal 131 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2009)
Untuk mendapatkan izin usaha penunjang pengangkutan udara niaga yang dimaksud wajib
memenuhi persyaratan memiliki :
Ketentuaan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata, cara, dan Prosedur pemberiaan izin
kegiatan usaha penunjang pengangkutan udara diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri
yang membidangi urusan penerbangan (Pasal 133 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009).
Kegiatan Perusahaan ekspedisi muatan kapal laut (EMKL) dilakukan oleh Badan Hukum
Indonesia berbentuk perseroaan terbatas, badan usaha milik daerah, atau koperasi yang
didirikan khusus untuk perusahaan itu, agar dapat melakukan kegiatan EMKL perusahaan
yang bersangkutan wajib memiliki izin usaha dari pemerintah yang diberikan selama
perusahaan yang bersangkutan masih menjalankan kegiatan usahanya (Pasal 48 Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999).
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditentukan kriteria perusahaan ekspedisi mutan menurut
ketentuaan Undang-Undang, yaitu:
Kegiatan usaha perusahaan ekspedisi muatan kapal laut (EMKL) dilakukan oleh badan
Hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Daerah, atau koperasi
yang didirikan khusus untuk perusahaan EMKL untuk dapat melakukan kegiatan perusahaan
EMKL. Badan Hukum yang bersangkutan wajib memiliki izin usaha yang diberikan selama
perusahaan yang bersangkutan masih menjalankan kegiatan usahanya (Pasal 48 Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999).
Untuk memperoleh izin usaha perusahaan EMKL wajib dipenuhi persyaratan sebagai berikut:
Permohonan izin usaha perusahaan EMKL diajukan kepada menteri yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang pelayaran. Menteri bersangkutan menerbitkan izin usaha apabila semua
Apabila perusahaan EMKL melanggar kewajiban yang telah diuraikan di atas izin usaha
dapat dicabut oleh pemberi izin. Pencabutan usaha dilakukan melalui proses peringatan
tertulis 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 bulan. Apabila dalam
waktu 1 bulan setelah peringatan ketiga tidak diindahkan, dilanjutkan dengan pembekuan izin
usaha tidak ada upaya untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan persyaratan, izin usaha
dicabut (Pasal 60 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999). Izin usaha perusahaan
EMKL dicabut tanpa melalui proses peringatan dan pembekuan izin dalam hal perusahaan
yang bersangkutan:
Sudjatmiko menyatakan bahwa dalam praktik pengangkutan laut, tugas dan kewajiban
Perusahaan EMKL adalah mengekspedisikan muatan ke luar/ekspor sudah selesai ketika
barang sudah dimuat di atas kapal dan konosemen sudah diterimanya dari pengangkut untuk
diserahkan kepada pengirim. Mengenai pengurusan muatan ke dalam/impor, pekerjaan
Perusahaan EMKL mulai dari pengurusan dan pembuatan dokumen impor sampai
pembayaran dan biaya-biaya yang berkenaan dengan pengeluaran barang dari gudang fabean
untuk selanjutnya diserahkan kepada prinsipalnya di daerah bebas. Untuk melaksanakan
pekerjaannya, perusahaan EMKL biasanya mempunyai truk-truk sendiri agar urusan
pengangkutan barang dari dan ke gudang pemilik barang lebih mudah dan efisien.
Berdasarkan praktik pengurusan muatan kapal laut, R.P Suyono menjelaskan bahwa
Perusahaan EMKL bergerak sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. KM
82/AL 305/PHB 85. Perusahaan EMKL adalah perusahaan yang mengurus dokumen dan
barang yang berasal dari kapal. Untuk mengirim atau menerima untuk mengurus barang di
pelabuhan pemuatan, perusahaan EMKL mewakili pengirim (pemilik barang):
Atas jasanya perusahan EMKL menerima imbalan berupa sejumlah uang dari pengirim atau
penerima.
B. AGEN PERJALANAN
Agen perjalanan adalah perusahaan yang kegiatan usahanya mencarikan penumpang bagi
perusahaan pengangkutan kereta api, kendaraan umum, kapal, atau pesawat udara niaga.
Agen perjalanan wajib mencatat dalam buku catatan hariannya dan karcit/tiket penumpang
yang diterbitkan: nama, alamat, tempat keberangkatan, tempat tujuan, jumlah biaya
pengangkutan, dan tanggal keberangkatan penumpang yang wajib diangkut. Agen perjalanan
menjamin pengangkutan penumpang yang diterimanya tiba dengan selamat dan secepat
mungkin di tempat tujuan.
Dilihat dari perjanjiannya dengan pengangkut, agen perjalanan adalah pihak dalam perjanjian
pemberian kuasa yang mengikatkan diri untuk mencari penumpang bagi kepentingan
pengangkut, sedangkan pengangkut mengingatkan diri untuk membayar imbalan jasa kepada
agen perjalanan atas jasanya itu. Agen perjalanan bertindak untuk dan atas nama pengangkut.
Atas nama pengangkut, agen perjalanan menyediakan fasilitas jasa pengangkutan penumpang
dengan cara menjual tiket atau karcis kepada penumpang dan penumpang membayar biaya
pengangkutan, yang kemudian oleh agen perjalanan disetrokan kepada pengangkut.
Agen perjalan tidak diatur dengan udang-udang, tetapi didasarkan pada perjanjian keagenan
sebagai kebiasaan yang hidup dan berkembang serta dipatuhi dalam amsayarakat. Sejauh
Berdasarkan uraian divatas dapat ditentukan kriteria agen perjalanan menurut UU yaitu:
Kegiatan usaha agen perjalanan dilakukan oleh badan hukum Indoensia berbentuk perseroan
terbatas, badan usaha milik daerah atau korporasi yang didirikan khusus untuk perusahaan
agen perjalanan. Untuk dapat melakukan kegiatan agen perjalanan, badan hukum yang
bersangkutan wajib memiliki badan usaha. Ijin usaha tersebut diberikan selama perusahaan
yang bersangkutan masih menjalankan kegiatan usahanya. Untuk memperoleh ijin usaha
agen perjalanan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Apabila agen perjalanan melanggar kewajiban yang telah diuraikan di atas, izin usaha dapat
dicabut oleh pemberi izin. Pencabutan izin usaha dilakukan melalui proses peringatan tertulis
3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masih 1 bulan. Apabila dalam waktu 1
bulan setelah peringatan ketiga tidak diindahkan, dilanjutkan dengan pembekuan izin usaha.
Jika dalam waktu 1 bulan setelah pembekuan izin usaha tidak ada upaya untuk memenuhi
kewajiban sesuai dengan persyaratan, izin usaha dicabut (Pasal 60 Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 1999).
Tugas dan kewajiban agen perjalanan melayani penumpang sudah selesai ketika menumpang
sudah dimuat ke dalam alat pengangkut. Karcis atau tiket penumpang sudah diterimanya dari
agen perjalanan atas nama pengangkut dan menyerahkan biaya pengangkutan yang ditagih
dari penumpang kepada pengangkut. Untuk melaksanakan pekerjaannya, agen perjalanan
biasanya mempunyai karyawan sendiri agar urusan adminisrasi dan manajemen
pengangkutan penumpang dapat dari tempat pemberangkatan ke tempat tujuan pergi pulang
lebih mudah dan efisien.
C. AGEN PELAYARAN
Agen pelayaran bertindak sebagai wakil dalam perjanjian keagenan (agency agreement) yang
bertindak untuk dan atas nama perusahaan pelayaran sebagai pemilik kapal. Agen pelayaran
tidak diatur, baik dalam KUHD Indonesia maupun dalam undang-undang pengangkutan
Indonesia. Walaupun undang-undang tidak mengaturnya secara tegas, kenyataan dalam
kegiatan pelayaran di mana-mana ada agen pelayaran yang dibutuhkan dan dibentuk
berdasarkan perjanjian-perjanjian keagenan (agency agreement) mengenai pelayaran.
Perjanjian keagenan mengenai pelayaran adalah persetujuan dimana agen pelayaran (agen)
mengikat diri untuk mewakili perusahaan pelayaran (principal) dalam mengurus segala
kepentingan principal yang berkaitan dengan pelayanan berbagai keperluan kapal milik
principal selama berlayar dan singgah di pelabuhan di tempat kedudukan agen dengan syarat
bahwa principal sebagai pemilik kapal tetap berhak mengawasi agennya mengenai
kewenangan yang dipercayakan kepadanya dan agen memperoleh uang imbalan (agency
free). Berdasarkan rumusan tersebut, dapat diperinci unsur-unsur konsep keagenan mengenai
pelayarann sebagai berikut:
Setiap kapal yang berlabuh sudah pasti membutuhkan pelayanan dan memiliki berbagai
keperluan yang harus dipenuhi. Untuk melayani berbagai keperluan tersebut, perusahaan
pelayaran akan menunjuk agen pelayaran. Secara garis besar, dikenal tiga jenis agen
pelayaran, yaitu agen umum (general agent), sub-agen dan cabang agen.
a. Agen Umum
Agen umum adalah perusahaan pelayaran nasional Indonesia yang ditunjuk oleh perusahaan
pelayaran asing untuk melayani kapal-kapal milik perusahaan pelayaran asing tersebut
b. Sub-agen
Sub-agen adalah perusahaan pelayaran yang ditunjuk oleh agen umum untuk melayani
kebutuhan tertentu kapal di pelabuhan tertentu. Subagen ini berfungsi sebagai wakil atau
agen dari agen umum. Sebagai contoh, Djakarta Lloyd yang telah ditunjuk menjadi agen
umum oleh Maersk Line menunjuk perusahaan pelayaran nasional lain, misalnya, Tridharma
Wahana sebagai subagen untuk melayani kapal milik Maersk Line yang singgah di pelabuhan
Balikpapan karena Djakarta Lloyd tidak memiliki cabang di sana (Pasal 27 Kepmen
Perhubungan Nomor 33 Tahun 2001 Tentang Agen Pelayaran Asing .
c. Cabang agen
Cabang agen adalah cabang dari agen umum di pelabuhan tertentu. Sebagai contoh, Djakarta
llyod yang telah ditunjuk menjadi agen umum Maersk Line memerintahkan cabangnya yang
ada di Surabaya untuk melayani keperluan kapal Maersk Line yang singgah di pelabuhan
Tanjung Perak. Djakarta Lloyd cabang Surabaya dapat menunjuk PT Pelni sebagai subagen
di Probolinggo (Pasal 28 Kepmen Perhubungan Nomor 33 Tahun 2001 Tentang Agen
Pelayaran Asing).
Boarding agent adalah petugas dari keagenan yang selalu berhubungan dengan pihak kapal.
Biasanya boarding agent yang pertama naik ke atas kapal waktu kapal tiba dan terakhir
meninggalkan kapal ketika kapal akan berangkat.
Tugas subagen atau agen secara garis besar meliputi dua hal, yaitu pelayanan kapal dan
operasi keagenan ( cargo operation). Tugas-tugas yang termasuk pelayanan kapal adalah
pelayanan anak buah kapal (ABK), perbaikan dan pemeliharaan kapal, penyediaan suku
cadang kapal, dan sebagainya.Tugas operasi keagenan adalah pengurusan muat bongkar,
pergudangan (penyimpanan), dan dokumentasi muatan.
Tugas pokok cabang, yaitu mewakili dan melindungi perusahaan pelayaran dalam daerah
masing-masing, mewakili dan membantu kantor pusat dalam melayani kapal dan bertindak
sebagai agen dalam melayani kapal-kapal keagenan. Selain itu, tugas bidang pemasaran
meliputi pengisian dan penyewaan ruangan kapal serta memberi pelayanan sebaik-baiknya
kepada pemilik muatan. Tugas bidang muatan meliputi penerimaan untuk dikapalkan,
booking muatan dan laporan pembukuan muatan ke kantor pusat, menyiapkan daftar muatan
dan menyampaikan nya kepada kapal dan usaha muat bongkar, menyiapkan dokumen
muatan, mengawasi perlaksanaan muat bongkar, menyiapkan dokumen muatan di kapal ke
bea cukai, penyerahan barang kepada penerima, dan seterusnya.
Salah satu agen pelayaran adalah menyelesaikan urusan yang berkaitan dengan kepabeanan.
Pada bagian ini akan dibahas peraturan kepabeanan yang harus diikuti oleh agen pelayaran.
Dasar hukum dan aturan bea cukai pada waktu kedatangan dan pemberangkatan kapal dan
terhadap barang impor atau ekspor umumnya hampir sama di setiap Negara yang dikunjungi
kapal. Kalaupun terdapat perbedaan, mungkin hanya berkaitan dengan prosedur dan
penyelesaiann dokumen. Akan tetapi, di banyak Negara telah ditetapkan hukum dan
peraturan mengenai pelaksanaan impor dan ekspor yang harus dituruti dalam penyelesaian
dokumen bea cukai ( costum clearance)
a. Formalitas kedatangan
Kapal yang tiba di suatu negara dari tiap tempat di luar Negara harsus singgah dulu di
pelabuhan yang telah ditentukan oleh Negara itu sebagai pelabuhan bea cukai. Kapal hanya
Rumusan masalah pasal ini perlu dikritisi tentang pengunaan kata bongkar muat. Mungkin
kata bongkar muat itu pengaruh dari kekeliruan terjemahan dari bahasa Inggris loading and
unloading activities of the corporating di terjemahkan singkat menjadi “perusahaan bongkar
muat”
Apabila rumusan tersebut ditulis ulang dengan bahasa yang logis, rumusannya adalah:
“perusahaan muat bongkar adalah perusahaan yang kegiatannya bergerak di bidang jasa
memuat barang dan/atau hewan ke kapal di pelabuhan pemberangkatan dan membongkar
barang dan/atau hewan dari kapal di pelabuhan tujuan.
Perusahaan muat bongkar merupakan perusahaan yang berdiri sendiri atau dapat juga
merupakan bagian dari perusahaan pelayaran ( pengangkutan). Perusahaan ini sering juga
bergabung dengan perusahaan pengangkutan di pelabuhan yang menyelenggarakan
pengangkutan dengan tongkang dan kapal tunda. Muatan kapal yang dimuat ke dalam
Perusahaan muat bongkar berstatus badan hukum Indonesia yang berbentuk perseroan
terbatas, badan usaha milik Negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD) , atau
koperasi yang didirikan khusus untuk menjalankan usaha muat bongkar sebagai penunjang
pengangkutan perairan. Setiap perusahaan badan hukum yang melakukan kegiatan muat
bongkar di pelabuhan perairan harus memiliki izin usaha dari pemerintah.Izin usaha muat
bongkar diberikan selama perusahaan yang bersangkutan masih menjalankan kegiatan
usahanya (Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999).
Walaupun kegiatan muat bongkar di pelabuhan hanya dikerjakan oleh badan hukum
Indonesia yang didirikan khusus untuk muat bongkar, dalam praktik dilapangan PT
pelabuhan Indonesia sebagai fasilisator juga melakukan kegiatan muat bongkar untuk
untinya, yang dulu disebut unit usaha terminal, sekarang bernama multiterminal Indonesia. Di
pelabuhan Tanjung Priok kegiatan muat bongkar ke dan dari kapal dilakukan di tiga jenis
terminal, yaitu:
a. Terminal konvensional
Untuk melayani kegiatan muat bongkar umum, barang curah kering, dan barang curah cair.
Di terminal ini juga dilakukan muat bongkar peti kemas terutama muatan antarpulau dengan
c. Terminal penumpang
Di sini hanya melayani embarkasi dan debarkasi penumpang, baik dari dalam maupun dari
luar negeri. Pengelolaan pelayanan ini dilakukan oleh PT Pelayaran Indonesia (Pelindo).
Untuk memperoleh izin usaha muat bongkar, perusahaan muat bongkar harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Memiliki modal dan peralatan yang cukup sesuai dengan perkembangan teknologi;
b. Memiliki tenaga ahli yang sesuai dengan usaha muat bongkar;
c. Memiliki akta pendirian perusahaan badan hokum;
d. Memiliki surat keterangan domisili perusahaan badan hokum; dan
e. Memiliki nomor pokok wajib pajak/NPWP (Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 82
tahun 1999)
Izin usaha muat bongkar ada dua jenis, yaitu izin usaha tetap dan izin usaha sementara. Izin
usaha tetap diberikan sesuai dengan jangka waktu pendirian perusahaan, sedangkan izin
usaha sementara diberikan untuk jangka waktu satu tahun. Izin usaha diberikan oleh gubernur
provinsi setempat atas nama Menteri Perhubungan sebagai pelaksana tugas dekonsentrasi
dengan pertimbangan:
Pemegang izin usaha muat bongkar yang sesuai dengan persyaratan dapat melakukan
kegiatan muat bongkar disemua pelabuhan dalam provinsi yang bersangkutan.
Apabila perusahaan muat bongkar melanggar kewajiban yang telah diuraikan di atas, izin
usaha dapat dicabut oleh pemberi izin. Pencabutan izin usaha dilakukan mulai proses
peringatan tertulis 3x berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 bulan. Apabila
dalam waktu 1 bulan setelah peringatan ke 3 tidak diindahkan, dilanjutkan dengan
pemberlakuan izin usaha. Jika dalam waktu 1 bulan setelah pembekuan izin usaha tidak ada
upaya untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan persyaratan, izin usaha dicabut.
Izin usaha perusahaan muat bongkar dicabut tanpa melalui proses peringatan dan pembekuan
izin, dalam hal perusahaan yang bersangkutan:
a. Melaukan kegiatan yang membahayakan keamanan Negara lain, antara lain, melakukan
kegiatan mata-mata untuk kepentingan Negara lain atau menyelundupkan senjata api
atau bahan peledak – pencabutan izin usaha secara langsung dilakukan setelah terbuti
melakukan perbuatan berbahaya;
b. Melakukan kegiatan yang membahayakan jiwa manusia dan lingkungan hidup, antara
lain, terlibat dalam pelanggaran yang dapat membahayakan jiwa manusia dan lingkungan
Pada dasarnya dokumen muat bongkar menjadi 2, yaitu dokumen pemuatan dan dokumen
pembongkaran. Dokumen pemuatan meliputi konosemen, daftar muatan, catatan, tanda
terima barang, serta gamvbar tata letak dan susunan barang. Dokumen pembongkaran
meliputi pemberitahuan kepada bea cukai, landing order, tally bongkar, outurn report, sort
and overlanded list, damage cargo list, cargo tracker, cargo manifest, special cargo list,
dangerous cargo list, hatch list dan parcel list.
Sumber Bacaan:
1. Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2008;
2. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
3. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
4. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
5. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
6. Kitab Undang Undang Hukum Dagang.
7. Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 1999.