Anda di halaman 1dari 14

PENGANGKUTAN LAUT DARAT DAN UDARA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

Hukum Bisnis

Dosen Pengampu

Dr. Drs Setiyanto S.E., S.H. , M.M. , M.H.

Oleh:

Kelompok 4:

1. Alin Aji Pastika 221011250261


2. Novie Marina Darista 22101125
3. Rima Miranda 22101125
4. Sabrina Adinda Putri 22101125
5. Yessi Anggriani 22101125

KELAS 02 SAKE 004


PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PAMULANG
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam kegiatan bisnis, pengangkutan laut memegang peranan penting karena selain sebagai
alat fisik yang membawa barang-barang dari produsen ke konsumen, juga sebagai alat penentu
harga dari barang-barang tersebut. Disamping itu, jika ditinjau dari beberapa segi pengangkutan
banyak mempunyai manfaat berikut ini.
a. Dari kepentingan pengirim barang
Pengirim memperoleh manfaat untuk konsumsi pribadi maupun keuntungan komersial.
b. Dari kepentingan pengangkut barang
Pengangkut memperoleh keuntungan material sejumlah uang atau keuntungan immaterial
berupa peningkatan kepercayaan masyarakat atau jasa angkutan yang diusahakan oleh
pengangkut.
c. Dari kepentingan penerima barang
Penerima barang memperoleh manfaat untuk konsumsi pribadi maupun keuntungan komersial
d. Dari kepentingan masyarakat luas
Masyarakat memperoleh manfaat kebutuhan yang merata dan demi kelangsungan
pembangunan terlebih mendorong pertumbuhan bisnis antarpulau dan/atau antarnegara.
Untuk lebih jelasnya pemahaman tentang pengangkutan laut baik tentang pelaku-pelaku,
peraturan-peraturan serta jenis dan bentuk pengangkutan akan di bahas secara terperinci pada
bab selanjutnya.
BAB II
PENGANGKUTAN LAUT DALAM KEGIATAN BISNIS

A. Pengertian dan Pengaturan tentang Peraturan Laut


Dalam PP No. 17 tahun 1988 pengertian pengangkutan laut yaitu “setiap kegiatan
pelayaran dengan menggunakan kapal laut untuk mengangkut penumpang, barang
dan/atau hewan untuk satu perjalanan atau lebih dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain
atau antara beberapa pelabuhan (Pasal 1 Angka 1 PP No. 17 tahun 1988).
Pengaturan pengangkutan laut pada awalnya hanya diatur dalam KUHD buku II
Bab V karena KUHD ini merupakan warisan dari Hindia Belanda, namun kemudian
diganti dan disempurnakan pada tanggal 17 September 1992 dengan UU No. 21 tahun
1992 tentang Pelayaran.
Semua pengaturan pelaksanaan mengenai pelayaran dinyatakan tetap belaku
sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan UU ini
(Pasal 130 UU No. 21 Tahun 1992)

B. Jenis-jenis Usaha Pengangkutan Laut


Ada empat macam penyelenggaraan pengangkutan laut, baik menurut PP 17 Tahun
1988 tentang Penyelenggaraan dan Pengangkutan Laut maupun menurut UU No. 21
Tahun 1992 tentang Pelayaran.

1. Pelayaran Dalam Negeri


Menurut PP No. 17 tahun 1988, pelayaran dalam negeri merupakan kegiatan angkutan laut
antarpelabuhan di Indonesia yang dilakukan secara tetap dan teratur dengan menggunakan
semua jenis kapal.
Selanjutnya pasal 73 UU No. 21 Tahun 1992 menyatakan bahwa penyelenggaraan
angkutan laut dalam negeri ini dilakukan dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia
dan kapal berbendera asing yang dioperasikan oleh badan hukum Indonesia dalam keadaan
tertentu dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah.
2. Pelayaran Rakyat
Menurut PP No. 17Tahun 1988, pelayaran rakyat merupakan kegiatan angkutan laut
khusus untuk barang atau hewan antar pelabuhan di Indonesia dengan menggunakan kapal
layar motor sesuai dengan persyaratan di antaranya:
a) Dilakukan oleh perusahaan dalam satu badan usaha, termasuk koperasi
b) Memiliki unit perahu layar atau kapal motor dengan ukuran sampai dengan 850 m 3 isi kotor
atau kapal motor dengan ukuran sampai dengan 100m3.
Sementara itu pasal 77 UU No. 21 Tahun 1992 mengatakan pelayaran rakyat sebagai usaha
rakyat yang bersifat tradisional merupakan bagian dari usaha angkutan di perairan,
mempunyai peranan yang penting dan karakteristik tersendiri.

3. Perairan Perintis
Menurut Pasal 84 UU No. 21 Tahun 1992, pelayaran perintis ini berupa angkutan perairan
yang menghubungkan daerah-daerah terpencil dan belum berkembang. Adapun sebagai
penyelenggaranya adalah pemerintah. Mengenai pelayaran perintis ini, PP No. 17 Tahun 1988
menyatakan bahwa pelayaran perintis merupakan kegiatan angkutan laut yang dilakukan
secara tetap dan teratur.

4. Pelayaran Luar Negeri


Pelayaran luar negeri merupakan pelayaran samudra sebagai kegiatan angkutan laut ke atau
dari negeri yang dilakukan secara tetap dan teratur atau dengan pelayaran tidak tetap dan tidak
dengan menggunakan semua jenis kapal (Pasal 9 ayat 5 PP No. 17 Tahun 1988)
Pelayaran luar negeri ini, menurut UU No. 21 Tahun 1992 dilakukan oleh badan hukum
Indonesia yang menurut UU No. 1 Tahun 1985 berbentuk perseroan terbatas dan atau
perusahaan asing.

C. Pihak-pihak dalam Pengangkutan Laut


1. Pengangkut
Mengenai pengangkut tidak dijumpai definisinya dalam KUHD. Namun menurut HMN.
Poerwosutjipto (1985: 4), pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan
tertentu dengan selamat.

2. Pengirim Barang
Pengirim barang adalah orang yang mengikatkan diri untuk mengirim suatu barang
dengan membayar uang angkutan. Pengirim belum tentu pemilik barang, biasanya dalam
praktik pengirim adalah ekspeditur atau perantara lain dalam bidang pengangkutan.
Pasal 86 ayat (1) KUHD menyatakan bahwa ekspenditur adalah orang yang pekerjaannya
menyuruh orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang.
Ada dua jenis perjanjian yang perlu di buat oleh expenditur, yaitu:
a) Perjanjian yang dibuat antara ekspenditur dengan pengirim disebut perjanjian ekspedisi.
b) Perjanjian antara ekspenditur atas nama pengirim dengan pengangkut disebut perjanjian
pengangkutan.

Dari dua jenis perjanjian tersebut maka hubungan hukum, hak dan kewajiban ekspenditur
adalah sebagai berikut:
a) Sebagai pemegang kuasa
b) Sebagai komisioner
c) Sebagai penyimpan barang
d) Sebagai penyelenggara urusan (Zaakwarneming)
Selain ekspenditur dalam pengangkutan laut di kenal pula pihak-pihak terkait lainya yaitu
sebagai berikut:
a. Pengatur Muatan
Pengatur muatan atau juru padat adalah orang yang tugasnya menetapkan tempat
dimana suatu barang harus disimpan dalam ruangan kapal. Pengatur muatan ini merupakan
perusahaan tersendiri dan mempunyai hak anak buah tersendiri. Dengan demikian pengatur
muatan terlepas dari perusahaan pengangkut/pemilik kapal. Namun dalam pelaksanaan
tugasnya pengatur muatan harus tunduk dengan peraturan yang ada di kapal (Pasal 321
KUHD).
b. Per-Veem-An/Ekspedisi Muatan Laut
Per-Veem-An dan ekspeditur muatan laut adalah dua jenis perusahaan yang biasa
terkait dalam proses pengangkutan barang dan lazim dan ada dalam praktik pengangkutan
laut di Indonesia. Kedua jenis perusahaan ini diatur dalam PP No. 2 Tahun1969 tentang
Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut. Persyaratan usaha Per-Veem-An dan
ekspediturdi tetapkan oleh Menteri Perdagangang dengan Surat Keputusan No.
122/Kp/VI?1970 tanggal 8 Juni 1970 tentang Persyaratan dan Prosedur Memperoleh Izin
Usaha. Surat Keputusan Menteri Perdagangan ini dikeluarkan sebagai pelaksanaan pasal
28 (1) PP No. 2 Tahun 1969.
Menurut pasal 1 PP No. 2 Tahun 1969 yang dimaksudkan dengan Per-Veem-An
adalah:
“ usaha yang di tunjukan kepada penampungan dan penumpukan barang-barang yang
dilakukan dengan mengusahakan gudang-gudang, lapangan-lapangan, dimana dikerjakan
dan disiapkan untuk diserahkan kepada perusahaan pelayaran untuk dikapalkan, yang
meliputi antara lain kegiatan ekspedisi muatan, pengepakan, pengepakan kembali, sortasi,
penyimpanan, pengukuhan, penandaan dan lain-lain pekerjaan yang bersifat teknis
ekonomis yang diperlukan perdagangan dan pelayaran.”

Dari ketentuan pasal tersebut diatas dapat di uraikan tugas Per-Veem-An diantaranya
adalah:
1) Pengurusan dokumen-dokumen dan pekerjaan-pekerjaan yang menyangkut penerimaan
dan penyerahan barang-barang muatan yang diangkut melaui lautan untuk diserahkan
kepada perusahaan pengangkutan.
2) Pengepakan atau pengepakan kembali, penandaan barang-barang untuk kepentingan
pemilik barang dan pengiriman selanjutnya barang yang dimaksud dengan angkutan laut.
3) Penerimaan dan penyimpanan barang dalam gudang-gudang, lapangan-lapangan yang
diusahakan untuk itu tanpa mengerjakan perubahan yang bersifat teknis kepada barang-
barang.
4) Sortasi barang-barang untuk kepentingan pemilik barang.
3. Penerima
Kedudukan penerima dalam pengangkutan barang adalah sebagai pihak yang menerima
barang-barang, yang tercantum dalam konosemen. Dua kemungkinan mengenai penerima
yaitu:
a) Penerima adalah juga pengirim barang
b) Penerima adalah orang lain yang ditunjuk
Ketentuan pasal 491 KUHD tentang kewajiban penerima barang yaitu “setelah barang
angkutan itu ditentukan di tempat tujuan, maka si penerima wajib membayar uang angkutan
dan semua yang wajib dibayarnya menurut dokumen-dokumen atas dasar mana barang
tersebut diterimakan kepadanya.”
Namun ketentuan itu bukan bersifat pemaksaan dengan kata lain masalah pembayaran
tergantung pada perjanjian dagangnya (perjanjian jual beli dalam eskpor impor).

D. Sarana Penunjang Pengangkutan Laut


Adapun beberapa sarana penunjang pengangkutan laut adalah:
1) Kapal
Menurut pasal 1 sub 2 UU NO.21 Tahun 1992 tentang pelayaran, yang dimaksud dengan
kapal adalah: “kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakakan dengan
tenaga mekanik, tenaga angin atau kudatermasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis,
kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapungyang tidak
berpindah-pindah.”
Berdasarkan konstruksi bangunan dan sifat muatan yang harus diangkut, kapal dapat
dibedakan atas jenis-jenis berikut.
a) Kapal barang (Cargo Vessel) yaitu kapal yang dibangun khusus untuk tujuan mengangkut
barang menurut jenis barang.
b) Kapal penumpang (Passenger Vessel) yaitu kapal yang khusus dibangun untuk
mengangkut orang atau penumpang.
c) Kapal barang-penumpang (Cargo-Passenger Vessel) yaitu kapal yang dibangun untuk
mengangkut barang-barang dan penumpang sekaligus.
d) Kapal barang yang mempunyai akomodasi penumpang terbatas (Cargo Vessel with
Limited Accomodation for Passenger) yaitu kapal barang biasa yang dizikan membawa
penumpang dalam jumlah terbatas, yaitu dua belas orang.

2) Pelabuhan
Menurut pasal 1 sub 4 UU No. 21 Tahun 1992 pelabuhan adalah: “tempat yang terdiri
dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang diperlukan sebagai tempat kapal bersandar,
berlabuh, naik turun penumpang dan/atau pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta
tempat perpindahan intra dan antramoda transportasi”
Jenis pelabuhan dibedakan dalm dua jenis yaitu pelabuhan umum dan pelabuhan khusus.
Pelabuhan umum di pergunakan untuk masyarakat umum dan pelabuhan khusus
dipergunakan untuk kepentingan-kepentingan tersendiri.
Selain itu dalam UU No. 21 Tahun 1992 diatur juga tentang pelabuhan terbuka bagi
perdagangan luar negeri (bisnis internasional).

3) Prasarana Pelayaran
Dalam rangka menunjang kelancaran kegiatan di pelabuahn maka diperlukan adanya
sarana pelabuhan seperti:
a. Perairan pelabuhan tempat kapal-kapal berlabuh agar dapat melakukan pekerjaan dengan
aman.
b. Jembatan pendarat dan dermaga yang cukup kuat, tempat kapal-kapal merapat dan
tertambat sedemikian rupa sehingga dapat melakukan pekerjaan yang aman, tenang dan
cepat.
c. Pelampung-pelampung untuk kapal tertambat
d. Gudang dan lapangan tempat barang-barang yang akan dimuat ke dalam kapal dan di
bongkar dari dalam kapal, ditimbun dengan baik, aman serta terjamin keutuhan mutunya.
e. Pandu-pandu (pilot) untuk memandu kapal dan menjaga keselamatan sewaktu memasuki
atau meninggalkan pelabuhan.
f. Kapal-kapal tarik (tugboat) untuk menarik kapal-kapal sewaktu memasuki atau
meninggalkan pelabuhan.
g. Peralatan bongkar muat di pelabuhan, antara lain kran (crane), kereta-kereta barang,
perahu-perahu (lighters), fork lift truck, dan lain-lain.
h. Pekerja/buruh yang cukup tersedia.
i. Alat-alat telekomunikasi dipergunakan untuk hubungan intern, lokal, dan hubungan
internasional yang cukup tersedia dan dapat digunakan dengan baik.

E. Pengertian Pengangkutan Barang


Pengertian pengangkutan barang tercantum dalam Pasal 466 KUHD adalah sebagai
berikut:
“Barang siapa baik dengan suatu carter menurut waktu maupun carter menurut
perjalanan, baik dengan suatu persetujuan lain, mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangangkutan barang, yang seluruhnya atau sebagian melalui
lautan.
Dalam pengangkutan laut tentu ada suatu perjanjian di antara pengangkut dan
para pemakai jasa angkutan. Perjanjian ini disebut dengan perjanjian pengangkutan.
Dalam perjanjian pengangkutan (barang), dikenal adanya suatu dokumen yang disebut surat
muatan atau konosemen (Bill of Leadding). Dokumen ini berfungsi sebagai alat bukti adanya
perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan pengirim.
Pejabat yang berwenang menerbitkan konosemen adalah :
1) Pengangkut (pasal 504 KUHD)
2) Nakhoda (pasal 505 KUHD)

Bentuk Konosemen pada prinsipnya berbentuk standar atau baku yang diantaranya berisi:
1) Rute perjalanan dari kapal yang angkat mengangkut barang.
2) Tempat pemuatan barang dalam kapal.
3) Keterangan tentang muatan yang berkaitan dengan merek, jumlah, jenis ukuran/berat barang.
4) Apakah pembongkaran barang di tempat tujuan akan dilakukan sendiri oleh pengangkut atau
penerima, atau dengan bantuan pihak ketiga.
5) Tentang penerima barang
Selain konosemen dalam pengangkutan laut juga harus ada dokumen-dokumen berikut
ini:
1) Manifes
Manifes kapal (ship’s manifest) merupakan daftar dari semua barang yang ada di dalam
kapal untuk diangkut ke suatu pelabuhan tujuan .
2) Surat Mualim (Mate’s Receipt).
3) Tanda Terima Gudang (Resi Gudang).
4) Perintah Penyerahan (Deliveri Order).
5) Pemberitahuan (Notice).
6) Perintah Mendaratkan (Landing Order)

Kemudian dari pihak pengirim barang dokumen yang diperlukan adalah sebagai
berikut:
1) Faktur Penjualan (Commercial Invoice) adalah suatu nota yang diberikan penjual kepada
pembeli yang berisi jumlah barang, harga satuan, harga total dan perhitungan pembayaran.
2) Daftar Pengemasan (Packing List) adalah daftar yang berisi perincian lengkap mengenai jenis
dan jumlah satuan dari barang yang terdapat dalam setiap peti.
3) Sertifikat Asal (Certificate of Origin) adalah sertifikat yang dibuat oleh Kamar Dagang
(Chamber of Commerce) dari negara produsen yang menyatakan bahwa barang-barang
tersebut benar-benar hasil dari produk negara tersebut.
4) Sertifikat Pemeriksaan (Certificate of Inspection) adalah sertifikat yang di buat oleh
independent surveyor mengenai barang-barang yang dikirim oleh eksportir.
5) Sertifikat pemuatan (Certificate of Lading) adalah sertifikat yang menyatakan bahwa barang-
barang tersebut benar-benar dimuat.
6) Polis Asuransi (Insurance Polis)

Kelayakan suatu kapal dalam hal pengangkutan laut ditentukan pula oleh dokumen-
dokumen yang tergolong dokumen kapal, termasuk juga dokumen legalitas pelayaran kapal
niaga yaitu sebagai berikut:
1) Surat tanda kebangsaan, yang menyatakan kebangsaan suatu kapal/pemilik kapal.
2) Surat ukur, yairu surat yang menyebutkan ukuran-ukuran terpenting dari kapal.
3) Sertifikat layak laut, surat yang menyatakan kapal tersebut layak melakukan pelayaran.
4) Sertifikat lambung timbul, yaitu sertifikat yang menetapkan lambung kapal yang boleh timbul
di permukaan air laut minimum dan maksimum.
5) Daftar anak buah kapal.
6) Petikan dari daftar kapal, yaitu menyebutkan siapa pemilik kapal, surat jual beli kapal.
7) Sertifikat keamanan radio (alat komunikasi).
8) Sertifikat keamanan baik keamanan pelayaran maupun keamanan penumpang.
9) Sertifikat kesehatan.
10) Surat tikus (bebas tikus)

F. Tanggung Jawab Pengangkut dalam Pengangkutan Laut


Dalam pengangkutan laut yang berkedudukan sebagai pengangkut adalah pemilik kapal,
sedangkan nakhoda dan anak buah kapal adalah pekerja yang di pekerjakan oleh pemilik kapal.
Pasal 321 KUHD menyebutkan tanggung jawab pengusaha kapal:
1) Pengusaha kapal terikat oleh perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh mereka yang
dalam dinas tetap atau sementara dari kapal itu di dalam pekerjaanya dalam lingkungan
kewenangannya.
2) Ia bertanggung jawab kepada kerugian yang ditimpakan kepada pihak ketiga karena
perbuatan-perbuatan yang melawan hukum dari mereka yang dalam dinas tetap atau
sementara pada kapal karena jabatannya atau karena kegiatannyaada di kapal melakukan
pekerjaan untuk kapal atau muatannya.

1. Timbulnya dan Batas-batas Tanggung Jawab Pengengkut


Segala kerugian yang terjadi di kapal menjadi tanggung jawab pengusaha kapal
(pengangkut), kecuali bila kerugian itu timbul karena:
a. Keadaan memaksa (overmacht, force majeur) yang terjadi bukan karena kesalahan
pengangkut, yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat terduga akan terjadi pada saat
membuat perjanjian. Untuk membuktikan ada tidaknya ovemacht dapat dilakukan dengan:
1) Apakah benar-benar sama sekali tidak terjadi kesalahan atau kelalaian pada
pengangkut? (cara objektif)
2) Apakah dalam keadaan kongkret pengangkut telah berusaha sejauh mungkin untuk
mencegah datangnya kerugian? (cara subjektif)
b. Cacat pada barang it sendiri, dimana barang cacat bukan karena kesalahan anak buah kapal
selama proses pengangkutan.
c. Kesalahan atau kelalaian pengirim, misalnya pengepakan yang tidak sempurna sehingga
mudah masuk air laut.

2. Kewajiban Pergantian Kerugian


Pasal 1244 KUHPerdata menentukan bahwa pengangkut bila cukup alasan, dapat dituntut
untuk membayar ganti rugi, biaya dan bunga. Namun bila kerugian yang terjadi bukan karena
kesalahannya dan dia dapat membuktikanya maka pengangkut terbebas dari tanggung jawab
atas kerugian itu.
Berkaitan dengan tanggung jawab pengangkut, pasal 470 (1) KUHD melarang
pengangkut untuk memperjanjikan:
a. Dia sama sekali tidak bertanggung jawab; atau
b. Hanya mau memberikan ganti kerugian hanya terbatas pada suatu jumlah tertentu terhadap
kerugian yang disebabkan karena:
1) Kurang diusahakannya pemeliharaan, perlengkapan, atau kurang anak buah kapal.
2) Kurang di usahakan kelayakan kapal pengangkutan; dan
3) Salah memperlakukan atau kurangnya penjagaan barang yang diangkut kapal.
BABIII
PENUTUP
Pelayaran laut sangat memegang peranan penting dalam kegiatan bisnis terutama
dalam bidang ekspor-impor. Proses pelayaran laut bukan hanya sebagai penunjang tapi
merupakan kebutuhan primer dalam proses perdagangan barang maupun jasa akan alat
angkutan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pelayaran laut memiliki kelemahan
daripada proses pengangutan lainnya (pengangkutan darat dan udara) yaitu segi
kecepatan dan kemudahan proses pengangkutan.
Walaupun demikian secara konkret di lapangan, pengangkutan laut menjadi sarana
yang lebih bayak dipergunakan karena selain dapat mengangkut lebih banyak barang atau
jasa juga dikarenakan harga yang ditawarkan jauh lebih murah. Hal ini dapat megurangi
cost yang di keluarlan dan akan berdampak pada harga barang atau jasa itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai